Selasa, 18 Agustus 2015

Mengintip Fasilitas Rp 18 Triliun di Tambang Rahasia Freeport

Mengintip Fasilitas Rp 18 Triliun di Tambang Rahasia Freeport
Pekerja memeriksa proses pengolahan biji tambang PT Freeport Indonesia di Mimika, Papua, 14 Februari 2015. Sabtu (14/2). Nurhadi mengatakan saat ini tambang terbuka Grassberg mempunyai cadangan 150 juta ton ore (tembaga mentah) dan akan habis dua tahun lagi. ANTARA/M Agung Rajasa
 
 
CB, Tembagapura - Bagi Anda yang sudah menonton film The Mockingjay, pasti tahu cerita Distrik 13. Dalam film bergenre sains fiksi petualangan itu, Distrik 13 digambarkan lokasi yang semula dianggap tidak ada oleh penduduk negeri Palem, belakangan terungkap keberadaannya di film tersebut.

Distrik 13 dikenal sebagai penghasil senjata dan nuklir di negeri Panem. Distrik ini dihancurkan pemerintah Panem dengan bom kimia karena berupaya memberontak. Ternyata, meski di permukaan sudah hancur lebur, penduduk distrik ini masih bisa bertahan dengan cara hidup di bawah tanah.


Mereka bertahan dengan membangun infrastruktur dan fasilitas untuk hidup dan bekerja di bawah tanah, mulai dari listrik, ruang makan, hingga ruang tidur. Ternyata ruang dan bangunan mirip Distrik 13 ada di Indonesia, tepatnya di tambang bawah tanah milik PT Freeport Indonesia, di Tembagapura, Papua.


  Proses pengolahan biji tambang PT Freeport Indonesia di Mimika, Papua, 14 Februari 2015. Produksi tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia 80 ribu ton per hari dalam bentuk batu yang sudah di pecah. ANTARA/M Agung Rajasa

Freeport jelas tidak mencontek Hunger Games. Perusahaan tambang ini sudah mulai membangun tambang bawah tanahnya sejak 2008, jauh sebelum film bahkan buku Hunger Games dipublikasikan. Tempo berkesempatan mengunjungi situs tambang bawah tanah Freeport pada Senin, 17 Agustus 2015.

Untuk ke lokasi, kami harus melalui AB Tunnel atau terowongan Ali Budiardjo, yang menembus gunung dengan panjang jalur hingga ke lokasi mencapai 5 kilometer. Terowongan hanya bisa dilalui satu mobil. Lampu ada di beberapa titik, namun pencahayaan lebih banyak terbantu sorot lampu Land Cruiser yang kami tumpangi.


Ketinggian terowongan hanya sekitar 6 meter, di kanan kiri kadang terlihat aliran air seperti sungai kecil. Sekitar 10 menit perjalanan dari terowongan, sampailah ke lokasi tambang bawah tanah Deep Mile Level Zone (DMLZ), area tambang yang memiliki fasilitas hampir serupa dengan distrik 13.


Pekerja tambang berjalan di tambang bawah tanah PT. Freeport Indonesia di Mimika, Timika, Papua, 14 Februari 2015. Nurhadi juga mengatakan bahwa tambang bawah tanah Grassberg mempunyai cadangan ore sebanyak 1 miliar ton. ANTARA/M Agung Rajasa

Pencahayaan bukan masalah lagi di tambang DMLZ, lampu ditempel di sekitar dinding yang telah disemprot semen oleh Freeport. Di sana ada tempat berkumpul yang mampu menampung hingga 300 orang, kebetulan saat itu sedang digunakan untuk pelaksanaan upacara bendera memperingat Hari Kemerdekaan di bawah tanah.

Suasana di DMLZ jadi mirip pemandangan di lapangan upacara kantor pemerintah. Di area tersebut terlihat umbul-umbul, poster, podium , bahkan mic beserta sound systemnya untuk mengiringi aubade upacara. "Fasilitas di tambang bawah tanah ini memang banyak," kata Vice President Underground Mine Operations Hengky Rumbino, Senin 17 Agustus 2015.
Menurut Hengky, fasilitas tersebut disediakan untuk para pekerja. Di dalam tambang ada ruangan kantor untuk kebutuhan administrasi sebanyak 10 ruang dengan ukuran 6 x 6 per ruangan. Selain itu ada juga ruang makan yang disebut mess hall. Ruang makan ini juga mampu menampung hingga ratusan pegawai.



Makanan disajikan prasmanan dua kali sehari dengan menu memenuhi standar empat sehat dan bisa dimakan sepuasnya. Susunya diberikan terpisah dan gratis kepada pegawai satu liter per minggu. "Itu wajib kami sediakan dan diminum untuk pegawai yang bekerja di bawah tanah untuk detoksifikasi," ucap Hengky.


Tambang bawah tanah PT. Freeport Indonesia di Mimika Papua, 14 Februari 2015. 14/2). Nurhadi Sabirin mengatakan total investasi untuk membangun keseluruhan tambang bawah tanah mencapai USD16 miliar atau sekitar Rp200 triliun. ANTARA/M Agung Rajasa

Sarana tempat ibadah pun disediakan oleh perusahaan ini. Freeport membangun masjid dan gereja berdampingan di tambang bawah tanah. Masing-masing bisa diisi dengan jemaah maksimal 250 orang. Selain itu terdapat juga klinik yang bisa menampung sampai 20 pasien dengan dokter jaga di dalamnya.

Sifat perawatan klinik itu hanya sementara untuk kasus darurat yang harus ditangani segera atau butuh pertolongan awal. Selanjutnya, pegawai tetap dikirim ke rumah sakit di luar tambang untuk tindak lanjut. Ada pun jatah medical check up gratis setiap enam bulan sekali untuk memantau kesehatan para pekerja.



Risiko bekerja di bawah tanah juga disadari manajemen dengan membangun ruang evakuasi. Ada beberapa ruang, namun yang terbesar bisa menampung hingga 300 orang. Di ruang evakuasi itu disediakan perbekalan makanan, air, telepon, obat-obatan, dan tabung oksigen. Perlengkapan ini bisa membantu bertahan hidup hingga 3 hari jika kemungkinan buruk terjadi di area tambang.


Grasberg Mine milik PT. Freeport Indonesia di Tembagapura, Mimika, Timika, Papua, 15 Februari 2015. Executive Vice President dan General Manager Operational Freeport, Nurhadi Sabirin mengatakan terdapat peluang tambang tersebut menjadi tempat wisata setelah wilayah itu habis masa eksplorasinya. ANTARA/M Agung Rajasa

Fasilitas itu tentu tak berjalan tanpa ada instalasi listrik dan teknologi untuk menyediakan udara yang cukup bagi pekerja. Untuk mengatur udara atau ventilasi, Freeport membangun 5 kipas raksasa yang tugasnya menghisap udara kotor dari lokasi tambang dan menggantinya dengan udara bersih.

Daya isapnya jelas luar biasa, tiap kipas membutuhkan pasokan energi 2200 KW. Sementara instalasi listrik untuk lampu-lampu dan lainnya hanya membutuhkan 34,5 KW. Menurut Hengky, semua fasilitas itu menelan investasi hingga US$ 1,5 miliar atau sekitar Rp 18 triliun. "Masih ada beberapa tambahan fasilitas nantinya jika tambang mulai produksi."

Credit  TEMPO.CO