Tampilkan postingan dengan label GCC(DEWAN KERJASAMA TELUK). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label GCC(DEWAN KERJASAMA TELUK). Tampilkan semua postingan

Selasa, 11 Desember 2018

Saudi: Tindakan Terhadap Qatar Ditujukan untuk Ubah Kebijakan Mereka


Saudi: Tindakan Terhadap Qatar Ditujukan untuk Ubah Kebijakan Mereka
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir menegaskan bahwa tindakan terhadap Qatar bertujuan untuk mengubah kebijakannya. Foto/Xinhua

RIYADH - Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir menegaskan bahwa tindakan terhadap Qatar bertujuan untuk mengubah kebijakannya. Saudi dan negara-negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC) menjatuhkan sejumlah sanksi kepada Qatar sejak setahun lalu.

Sanksi dan diplomatik dan ekonomi yang berlaku sejak Juni 2017 itu dijatuhkan setelah negara GCC menuduh bahwa Doha mendukung terorisme dan mencampuri urusan dalam negeri mereka, yang telah berulang kali ditolak oleh Doha.

Berbicara pada konferensi pers setelah berakhirnya KTT ke-39 GCC di Riyadh, dia mengatakan bahwa negara-negara anggota GCC yakin bahwa krisis dengan Qatar tidak akan berdampak pada dewan.

"Sikap terhadap Qatar datang untuk mendorong mereka untuk mengubah kebijakannya," kata al-Jubeir dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Xinhua pada Senin (10/12).

Qatar sendiri hadir dalam pertemuan GCC di Ibu Kota Saudi itu. Dalam pertemuan itu Qatar diwakili Menteri Negara Luar Negeri Sultan bin Saad Al-Muraikhi.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal GCC, Abdul Latif al-Zayani dalam sesi penutupan pertemuan itu menuturkan bahwa peta jalan akan dikembangkan untuk mencapai tujuan dewan untuk memastikan kepentingan warga, disaat bersamaan meningkatkan keamanan di kawasan serta peran regional dan internasional dari GCC.




Credit  sindonews.com





Arab Saudi Gelar KTT Dewan Kerja Sama Teluk


Arab Saudi Gelar KTT Dewan Kerja Sama Teluk
Arab Saudi Gelar KTT Dewan Kerja Sama Teluk. (Reuters).
RIYADH - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dibuka di Riyadh, Arab Saudi, kemarin. Pertemuan itu digelar di tengah perselisihan antara Qatar dan Saudi.

Pertemuan tahunan satu hari yang dihadiri para pemimpin dari enam negara anggota itu diperkirakan fokus membahas isu keamanan, termasuk perang Yaman dan aktivitas regional Iran. KTT itu juga diperkirakan membahas politik minyak dan boikot terhadap Qatar.

Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain dan anggota non-GCC, Mesir, memutus hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Qatar pada Juni 2017 atas tuduhan mendukung terorisme. Qatar pekan lalu mengumumkan mundur dari kelompok pengekspor minyak OPEC, menyangkal berbagai tuduhan terhadapnya dan menilai boikot itu melanggar kedaulatannya.

Raja Saudi Salman telah mengundang emir Qatar dalam KTT GCC tapi Doha hanya mengirim menteri luar negerinya dalam pertemuan itu. Emir Qatar menghadiri KTT GCC tahun lalu di Kuwait, sementara Saudi, UEA dan Bahrain hanya mengirim para pejabat yang lebih muda.

Delegasi UEA dalam KTT di Riyadh akan dipimpin Perdana Menteri dan Wakil Presiden Sheikh Mohammed bin Rashid al-Maktoum yang juga penguasa Dubai.

GCC dibentuk pada 1980 sebagai kelompok untuk melawan negara-negara tetangga Iran dan Irak. GCC terdiri atas Saudi, UEA, Bahrain, Oman, Kuwait dan Qatar. Hubungan Kuwait dengan Riyadh juga memburuk terkait kontrol atas ladang minyak bersama.

Amerika Serikat (AS) juga meningkatkan tekanan pada Riyadh untuk mengakhiri perang Yaman yang telah berlangsung empat tahun. AS juga mendesak Saudi agar memperbaiki hubungan dengan Qatar untuk menyatukan barisan Teluk melawan Iran.

Departemen Luar Negeri (Deplu) AS menyatakan Washington akan terus mendukung koalisi militer pimpinan Saudi di Yaman dan mendorong negara-negara Teluk memperbaiki pagar, termasuk menyetujui aliansi keamanan Timur Tengah baru yang akan memasukkan blok Teluk, Mesir dan Yordania.




Credit  sindonews.com




Senin, 10 Desember 2018

Menlu Bahrain Kritik Emir Qatar Tidak Hadiri KTT Teluk di Saudi


Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berfoto dengan sejumlah pemimpin negara-negara teluk seperti Raja Salman dari Arab Saudi dan Emir Qatar SheikhTamim Bin Hamad Al Thani. Reuters
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berfoto dengan sejumlah pemimpin negara-negara teluk seperti Raja Salman dari Arab Saudi dan Emir Qatar SheikhTamim Bin Hamad Al Thani. Reuters

CB, Dubai – Menteri Luar Negeri Bahrain, Sheikh Khalid Bin Ahmed Al Khalifa, mengkritik keputusan pemerintah Qatar yang tidak mengirim delegasi tertinggi pada Konferensi Tingkat Tinggi Dewan Kerjasama Teluk atau Gulf Cooperation Countries Summit di Riyadh, Arab Saudi.


Pertemuan puncak tahunan ini digelar sehari pada Ahad, 9 Desember 2018.
“Emir Qatar seharusnya menerima permintaan sederhana (dari negara yang memboikot) dan menghadiri pertemuan puncak ini,” kata Sheikh Khalid Bin Ahmed Al Khalifa lewat cuitan di Twitter seperti dilansir Reuters pada Ahad, 9 Desember 2018 waktu setempat.
Emir Qatar, Sheikh Tamim Bin Hamad Al Thani, yang hadir pada pertemuan puncak GCC di Kuwait pada 2017, kali ini mengirimkan delegasi setingkat menteri, yang dipimpin Menteri Luar Negeri Soltan Bin Saad Al-Muraikhi.

Soal ini, Direktur Informasi Kemenlu Qatar, Ahmed Bin Saeed AlRumaihi, mengatakan pemerintah Qatar membuat keputusan sendiri soal ini. Dia menyebut saat Sheikh Tamim hadir di Kuwait pada 2017, sejumlah pemimpin negara Teluk justru tidak hadir.
 “Qatar  telah menghadiri pertemuan (tahun lalu) di Kuwait sementara para pemimpin dari negara yang memboikot tidak hadir,” kata Ahmed seperti dilansir Reuters.

Seperti dilansir Aljazeera, GCC merupakan forum yang dibentuk pada tahun 1980an untuk mempersatukan sejumlah negara Arab dan mengimbangi dua negara dominan di kawasan Teluk yaitu Irak dan Iran. Dewan ini beranggotakan enam negara yaitu Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Oman, Uni Emirat Arab, dan Bahrain. Organisasi ini bertemu tiap tahun untuk membahas berbagai kerjasama dan urusan regional.
Pada pertemuan puncak kali ini, sejumlah isu penting bakal dibahas seperti kerja sama regional, solusi politik untuk perang di Yaman, dan pengaruh Iran.
Pengamat mengatakan, pemerintah Qatar sengaja mengirim delegasi level menteri untuk memberi kesan bahwa negara itu tidak ingin menjaga jarak dengan GCC.

Luciano Zaccara, seorang peneliti politik Teluk dari Qatar University, mengatakan kepada Aljazeera bahwa,”Pengiriman delegasi tingkat menteri ini untuk menunjukkan pemerintah Qatar tidak pernah enggan untuk melakukan dialog langsung.”
Pengamat lainnya, Jocelyn Sage Mitchell, yang merupakan profesor di Northwester University di Qatar meyakini partisipasi negara ini di pertemuan puncak GCC memberikan posisi lebih tinggi dalam konteks krisis diplomatik yang sedang terjadi.
“Baik Arab Saudi dan Qatar sama-sama memperoleh manfaat dari terus berpartisipasi di organisasi ini,” kata dia kepada Aljazeera.
Pemerintah AS telah menekan pemerintah Saudi agar mau berdamai dengan Qatar dan membangun persatuan antara sesama negara Teluk. AS berharap GCC bisa mengimbangi aktivitas Iran di Timur Tengah.




Credit  tempo.co



Amir Qatar takkan hadiri KTT Teluk di Arab Saudi

Amir Qatar takkan hadiri KTT Teluk di Arab Saudi
Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani. (QNA)



Doha, Qatar (CB) - Amir Qatar takkan bergabung dengan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Teluk yang direncanakan diselenggarakan di Arab Saudi pada Ahad, kata seorang pejabat Qatar kepada Kantor Berita Anadolu pada Sabtu larut malam (8/12).

Pejabat tersebut, yang meminta tak disebutkan jatidirinya, mengatakan Tamim bin Hamad Ath-Thani takkan menghadiri KTT Ke-39 Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) di Arab Saudi dan hanya menteri luar negeri yang akan mewakili Qatar dalam pertemuan itu.

Qatar News Agency (QNA) mengatakan di dalam satu artikel bahwa undangan resmi dikirim kepada Ath-Thani oleh Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz untuk menghadiri KTT tersebut.


Undangan diserahkan kepada Sultan bin Saad Al-Muraikhi, Menteri Negara Qatar Urusan Luar Negeri, kata Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Ahad siang.

GCC, kelompok enam negara yang kaya akan minyak di Teluk, terdiri atas Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Oman, Bahrain dan Qatar.

Pada Juni tahun lalu, Arab Saudi, Mesir, UAE dan Bahrain secara bersama memutuskan hubungan dengan Doha, dan menuduh Qatar mendukung terorisme.

Poros pimpinan Arab Saudi tersebut juga memberlakukan embargo darat-laut-udara atas Qatar, yang terus-menerus membantah semua tuduhan itu.




Credit  antaranews.com



Isu Diplomatik Hingga Khashoggi Jadi Bahasan KTT GCC


Logo OPEC
Logo OPEC
Qatar pekan lalu mengumumkan keluar dari anggota OPEC.



CB, RIYADH -- Konferensi Tingkat Tinggi Dewan Kerjasama Teluk (GCC) dibuka pada Ahad (9/12) di Riyadh. KTT ini  dihadapi dengan beberapa krisis.
Mulai dari krisis diplomatik negara Arab dengan Qatar serta pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi. Pertemuan tahunan pemimpin  dari enam negara anggota GCC ini diharapkan  fokus pada masalah keamanan, termasuk perang Yaman dan kegiatan regional Iran.

KTT ini kemungkinan juga akan membahas krisis diplomatik negara Arab dengan Qatar. Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan anggota non-GCC Mesir memutuskan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Qatar pada Juni 2017. Mereka menuduh Qatar  mendukung terorisme.


Qatar, yang pekan lalu mengumumkan keluar dari anggota OPEC, menyangkal tuduhan tersebut. Qatar mengatakan boikot itu bertujuan untuk membatasi kedaulatannya.

Raja Saudi Salman bin AbdulAziz telah mengundang emir Qatar untuk menghadiri KTT itu. Tetapi Qatar belum mengatakan siapa yang akan dikirim untuk menghadiri KTT.  Emir Qatar menghadiri KTT tahun lalu di Kuwait, namun Arab Saudi, UAE dan Bahrain justru mengirim lebih banyak pejabat junior.

GCC didirikan pada 1980 oleh Arab Saudi, UEA, Bahrain, Oman, Qatar dan Kuwait.  Hubungan negara-negara itu  juga mengalami ketegangan dengan Riyadh atas kendali ladang minyak bersama.

Arab Saudi telah menolak memperbarui tekanan AS untuk mengakhiri perselisihan di Qatar. Saudi menghadapi  kecaman global atas pembunuhan Khashoggi. Riyadh juga sedang mendapat perhatian terkait penanganan kerajaan dalam menghadapi  perbedaan pendapat.

Kelompok hak asasi Amnesty International menyerukan kepada negara-negara GCC untuk membebaskan aktivis di wilayah tersebut. Pemerintah Saudi menunjukkan sedikit toleransi terhadap perbedaan pendapat atau kritik kepadapara penguasa.

"Para pemimpin Teluk tidak dapat lagi beroperasi dengan asumsi bahwa mereka memiliki kekuasaan penuh untuk memperlakukan warganya seperti penjahat setiap kali mereka menyatakan ketidaksetujuan tanpa takut akan dampak internasional," kata Heba Morayef, Direktur Kampanye Timur Tengah.

AS telah meningkatkan tekanan kepada Riyadh setelah pembunuhan Kashoggi untuk mengakhiri perang Yaman dan memperbaiki hubungan dengan Qatar.  Washington ingin negara-negara Teluk bersatu dalam melawan Iran.

Keluarnya Qatar dari OPEC setelah 57 tahun menjadi anggota tampaknya menjadi pukulan bagi pemimpin de facto OPEC Saudi Arabia. Langkah ini semakin memperkuat dugaan analisis bahwa setiap prospek untuk resolusi jangka pendek dalam menyelesaikan sengketa itu tidak mungkin terjadi di KTT Riyadh.

Sementara itu negara-negara yang memboikot mengatakan  perselisihan diplomatik dengan Qatar bukan prioritas utama KTT GCC. Namun Qatar mengatakan perselisihan itu merusak keamanan regional dengan melemahkan blok tersebut.

Hubungan juga memburuk antara Arab Saudi dan Kuwait atas produksi minyak dari dua ladang minyak yang dikelola bersama di Zona Netral. Pembicaraan pada September lalu gagal mencapai kesepakatan.




Credit  republika.co.id




Senin, 19 November 2018

Temu puncak Dewan Kerja Sama Teluk diharapkan akhiri sengketa


Temu puncak Dewan Kerja Sama Teluk diharapkan akhiri sengketa
Pemimpin negara Teluk Arab berbincang sebelum KTT Dewan Kerjasama Teluk di Riyadh, Senin (19/12). (dari kiri) Raja Arab Saudi Abdullah, Sheikh Kuwait Sabah al-Ahmad al-Sabah, Amir Sheikh Qatar Hamad bin Khalifa al-Thani, Sultan Qaboos bin Saiid dari Oman, Sheikh Dubai Mohammed bin Rashid al-Makhtoun, Raja Bahrain Hamad bin Isa al-Khalifa dan Pangeran Saudi Mushal. (FOTO ANTARA/REUTERS/Saudi Pres)




Kairo (CB) - Temu puncak mendatang Dewan Kerjasama Teluk (GCC), yang akan diadakan di Riyadh pada bulan depan, dapat menjadi peluang untuk mengakhiri keretakan kelompok itu, kata wakil menteri luar negeri Kuwait seperti dikutip kantor berita negara KUNA.

Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UAE), Bahrain dan anggota bukan GCC, Mesir,  memberlakukan hukuman terhadap anggota GCC, Qatar. Mereka menuduh negara itu mendukung pesaing kawasan mereka, Iran, dan mendukung terorisme.

Pada temu puncak GCC tahun lalu, yang diadakan di Kuwait, Arab Saudi, UAE dan Bahrain mengirim menteri atau wakil perdana menteri, bukan kepala negara.

Wakil menteri luar negeri Kuwait, Khalid al-Jarallah, menyatakan yakin bahwa pertemuan puncak tahun ini akan dihadiri perwakilan tingkat tinggi dari semua negara anggota.

"Temu puncak itu adalah kilasan harapan untuk menghidupkan kembali upaya mengatasi perselisihan, yang sudah lama," kata al-Jarallah.




Credit  antaranews.com