Soedirman --guru yang lalu
menjadi tentara dan jenderal pada usia 35 tahun-- memainkan peran
penting dalam sejarah Indonesia. Dia berseberangan dengan Soekarno dan
lain-lain pemimpin formal Indonesia, yang memilih upaya diplomatik untuk
mengokohkan eksistensi negara. Soedirman memilih perang gerilya dengan
rute sepanjang 1.500 kilometer.
Puncak dari
"penyatuan" kedua kubu Indonesia itu --Panglima Besar Soedirman dengan
TNI dan gerilyanya dan Soekarno dengan diplomasinya-- saat Soekarno
menyambut dia di ruang dalam Gedung Agung, Yogyakarta, pada 1948.
Bekas Wakil Kepala Staf TNI AD, Letnan Jenderal TNI (Purnawirawan) Kiki Syahnakri, yang menjadi produser Jenderal Soedirman, mengatakan, TNI AD terlibat sejak penggodokan skenario hingga proses pengambilan gambar.
"Dalam pengembangan skenario, dinas sejarah TNI AD terlibat, juga museum di Jogja dan museum tempat tinggal Jenderal Sudirman, di sana banyak buku," ujar Kiki usai pemutaran "Jenderal Soedirman" di Jakarta, Senin.
Selain itu, para tentara angkatan darat Indonesia juga menjadi pemeran pendukung sebagai para tentara KNIL yang mengejar-ngejar Jenderal Sudirman dalam perang gerilya selama tujuh bulan.
"Persenjataan perang seperti senjata-senjata kuno yang dipakai pada masa perang gerilya kemerdekaan, tank kuno, peluru dan bahan peledak juga disediakan oleh TNI AD," kata Syahnakri.
Dia berharap film ini dapat disukai oleh masyarakat, khususnya generasi muda agar dapat mengenal Jenderal Sudirman lebih dalam.
Jenderal Soedirman diproduksi bersama Staf Umum TNI AD, Yayasan Kartika Eka Paksi, Persatuan Purnawirawan TNI AD dan Padma Pictures.
Film yang disutradarai Viva Westi dibintangi juga Ibnu Jamil, Baim Wong, Nugie, Mathias Muchus, Landung Simatupang, Lukman Sardi , Anto Galon, Gogot Suryanto, Surawan Prihatnolo dan Angga Riyadi. "Jenderal Soedirman" tayang di bioskop mulai 27 Agustus 2015.
Credit ANTARA News