Kim Jong-un menaiki sebuah kapal selam militer di lokasi yang tak disebutkan di Korut, 16 Juni 2014. (Foto: AFP / KNS / KCNA)
Juru bicara Kemenhan Korsel mengatakan 70 persen total kapal selam Korut, atau sekitar 50 unit, telah meninggalkan markas dan menghilang dari radar militer Seoul.
Mobilisasi kapal selam dalam jumlah besar ini dinilai sebagai sesuatu yang tak terduga. Korsel dan Amerika Serikat pun langsung meningkatkan misi pengintaian.
"Jumlahnya hampir sepuluh kali lebih besar dari level normal. Kami menghadapi situasi ini dengan sangat serius," ujar jubir Kemenhan Korsel, seperti dikutip AFP, Minggu (23/8/2015).
Langkah Korut yang menggerakkan kapal selam dan artileri dilakukan saat negosiator kedua Korea melanjutkan dialog damai. Korsel pun geram karena menilai Pyongyang tidak serius dalam mencari solusi damai.
"Korut mengadopsi sikap berwajah dua dengan dialog yang sedang berlangsung," tutur jubir Kemenhan Korsel.
"Tidak ada yang tahu apakah Korut akan menyerang kapal perang atau kapal komersil di Korsel. Kami sedang memobilisasi semua sumber daya pengintaian kami untuk mendeteksi mereka," ungkap seorang perwira senior Korsel.
Mengoperasikan lebih dari 70 kapal selam, Korut jauh lebih unggul dari tetangganya yang hanya memiliki sepuluh unit.
Korsel menuding Korut pada 2010 telah menggunakan torpedo kapal selam untuk menyerang sebuah kapal perang yang berujung pada tewasnya 46 orang. Korut membantah tudingan.
Ketegangan terbaru di Semenanjung Korea berawal dari insiden ledakan ranjau darat yang melukai dua tentara Korsel.
Credit Metrotvnews.com