CB - Ketegangan antara Korea Utara dan Korea Selatan belum mereda. Sejumlah pihak khawatir jika terjadi perang, kedua negara ini akan menarik banyak pihak ikut terlibat.
Dulu tahun 1950-1953 perang Korea nyaris menjadi perang dunia ketiga. Kekuatan baru antara AS dan sekutu, berhadapan dengan Uni Soviet dan China yang membela Korea Utara.
Ada kisah menarik di perang itu. Seorang Letnan Jenderal meminta turun pangkat demi bisa ikut perang di Korea.
Dialah Letnan Jenderal Raoul Magrin-Vernerey alias Ralph Monclar. Anggota pasukan elite Legiun Asing Prancis berusia 60 tahun ini memang pejuang tangguh. Dia bertempur sejak Perang Dunia I dan II.
Alasan Monclar meminta pangkatnya diturunkan adalah supaya dia bisa memimpin batalyon tentara Prancis di Korea. Saat itu Prancis memang tak bisa mengirimkan pasukan terlalu banyak ke Korea karena fokus berperang di jajahannya di Vietnam.
Maka aneh rasanya jika seorang Letnan Jenderal hanya memimpin satu batalyon pasukan berkekuatan 1.000 orang. Letnan Jenderal paling tidak memimpin satu divisi pasukan yang berkekuatan 10.000 sampai 20.000 prajurit.
Maka Monclar minta turun pangkat jadi Letnan Kolonel. Batalyonnya dikenal dengan nama Batalyon Monclar. Pasukan ini dikenal karena keberaniannya menahan serbuan manusia ala tentara China yang mengerikan.
Pasukan Pembebasan Rakyat China mengandalkan jumlah manusia untuk menyerang. Pasukan mereka akan berlari dengan senapan berbayonet menyerbu pos-pos milik lawan dengan kekuatan raksasa.
"Kami menembaki mereka. Habis. Muncul lagi dan lagi," kenang Letnan Jacques Grisolet yang bertempur di Jipyeongri.
Dalam satu pertempuran terjadi perang satu lawan satu antara Batalyon Monclar dengan pasukan China. Walau jumlah tak sebanding, pasukan China yang lebih banyak lari setelah melihat keberanian pasukan Prancis bertempur dengan pisau dan bayonet. Keberanian mereka membuat Panglima Tentara AS di Korea Jenderal Matthew Ridgeway memberikan penghargaan khusus untuk mereka.
Saya berbicara tentang keberanian Resimen Infanteri AS ke-23 dan Batalyon Prancis. Mereka terisolir jauh dari induk pasukan. Harus bertempur di tengah suhu nyaris 0 derajat dan digempur Pasukan China siang dan malam tanpa henti. Mereka akhirnya berhasil melewatinya. Inilah pasukan terbaik yang pernah dimiliki oleh AS dan Prancis," puji Ridgeway.
Credit Merdeka.com