Tampilkan postingan dengan label UNI EROPA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UNI EROPA. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Mei 2019

Uni Eropa serukan gencatan senjata di Libya


Uni Eropa serukan gencatan senjata di Libya
Foto udara memperlihatkan seorang migran berenang menuju kapal pemasok lepas pantai komersial Vos Triton yang terdaftar di Gibraltar, di daerah Search and Rescue (SAR) lepas pantai Libya, Sabtu (11/5/2019), seperti yang terlihat dari pesawat Moonbird milik organisasi kemanusiaan Sea-Watch Jerman. (Sea-Watch.org/HANDOUT)



Brussels (CB) - Semua pihak yang bertikai di Libya harus berkomitmen untuk menerapkan gencatan senjata dan kembali pada mediasi yang dipimpin PBB, kata Uni Eropa pada Senin.

Organisasi itu menyebut situasi tersebut dapat mengancam keamanan internasional.

"Uni Eropa mendesak semua pihak untuk segera memberlakukan gencatan senjata dan terlibat dengan PBB guna memastikan dihentikannya permusuhan secara menyeluruh," kata menteri luar negeri Uni Eropa dalam satu pernyataan usai bertemu dengan Perdana Menteri Libya dukungan PBB, Fayez al-Serraj di Brussels.

"EU juga meminta mereka agar memisahkan diri baik  di depan umum maupun di lapangan dari elemen teroris dan kriminal yang terlibat dalam pertempuran serta menghindari mereka yang diduga melakukan kejahatan perang, termasuk orang-orang yang masuk daftar hitam Dewan Keamanan PBB," bunyi pernyataan tersebut.

Kekerasan terbaru di Libya, tempat Muammar Gaddafi digulingkan pada 2011, meletus sejak bulan lalu saat pasukan komandan Khalifa Haftar, yang bermarkas di Libya timur, bergerak menuju pinggiran Tripoli.

Lebih dari 400 orang tewas dan puluhan ribu lainnya mengungsi, menurut PBB.


Credit  antaranews.com



Rabu, 08 Mei 2019

Palestina Minta Uni Eropa Ikut Jembatani Solusi Dua Negara


Asap tebal terlihat di Gaza, Palestina, Ahad (5/5), setelah dihantan roket Israel.
Asap tebal terlihat di Gaza, Palestina, Ahad (5/5), setelah dihantan roket Israel.
Foto: AP Photo/Khalil Hamra

Palestina menolak rencana solusi yang diajukan Amerika Serikat




CB, NEW YORK — Palestina meminta Uni Eropa (UE) untuk terus bertindak meneguhkan solusi dua negara antara negara itu dan Israel. Hal itu menyusul rencana perdamaian AS yang dinilai bisa merugikan Palestina.


Seperti dilansir Arab News, Rabu (8/5), utusan Palestina dalam sidang Dewan Keamanan (DK) PBB di New York, Amerika Serikat (AS), menyampaikan usulan tersebut. Bagi Palestina, AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump bias dalam memandang persoalan antara Palestina dan Israel. Pada bulan depan, rencananya Washington DC akan mengajukan rencana jalannya perundingan damai antara kedua belah pihak itu.

Bagaimanapun, Palestina menolak proposal yang diajukan AS. Duta Besar Palestina Riyad Mansour mendesak pejabat Eropa mengambil langkah insiatif. Tidak perlu membiarkan AS menjadi pemain utama dalam proses perdamaian di Timur Tengah.


Palestina juga mendesak Uni Eropa untuk menyerukan konferensi internasional yang akan menegaskan kembali konsensus global solusi dua negara demi meredam konflik Palestina-Israel. “Kami melibatkan mereka (Uni Eropa --Red). Mereka harus bertindak. Kami sangat senang menunjukkan, ada lebih dari satu pemain di lapangan, mencoba menentukan bagaimana kami bergerak maju,” kata Riyad Mansour.


Palestina juga mendesak negara-negara Eropa, khususnya Prancis, Italia, Spanyol, Portugal, Irlandia, Belgia, dan Luksemburg, untuk mengakui kedaulatan negara Palestina.


Resolusi PBB telah mengadvokasi solusi dua negara, yakni Palestina menjadi negara merdeka yang berdaulat. Demikian pula dengan Israel, yang dalam skema solusi ini diakui juga sebagai negara berdaulat.


Mansour mengatakan Palestina juga ingin Rusia meningkatkan diplomasi Timur Tengahnya serta menyarankan PBB agar dapat menyelenggarakan kuartet perdamaian Timur Tengah.


Dalam kesempatan yang sama, Mansour menuding rencana AS hanya menjadi dalih bagi pemerintah Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu untuk mencaplok lebih banyak lagi wilayah Palestina.


Sebagai informasi, dalam kampanye pemilu Israel belum lama ini, Netanyahu berjanji untuk mengakuisisi permukiman Tepi Barat. Langkah-langkah ini jelas mengabaikan harapan adanya solusi dua negara.


Mansour meyakini Palestina masih memiliki dukungan besar-besar di arena internasional. Namun, dia mengatakan jika diplomasi gagal, maka pertempuran dapat berubah menjadi demografi. “Jika ini yang mereka ingin paksakan pada kami, rakyat Palestina akan mempercepat mesin reproduksi mereka dan meningkatkan jumlah warga Palestina untuk menghadapi apartheid,” ujar dia.





Credit  republika.co.id



Rabu, 24 April 2019

UE Sayangkan Keputusan AS Cabut Keringanan Sanksi Iran


UE Sayangkan Keputusan AS Cabut Keringanan Sanksi Iran
UE mengatakan mereka sangat menyayangkan keputusan AS untuk mengakhiri keringanan sanksi yang diberikan kepada negara-negara pembeli minyak mentah Teheran. Foto/Istimewa

BRUSSELS - Uni Eropa (UE) mengaku sangat menyayangkan keputusan Amerika Serikat (AS) untuk mengakhiri keringanan sanksi yang diberikan kepada negara-negara pembeli minyak mentah Teheran.Dengan pencabutan keringanan ini, maka semua negara yang melakukan kerjasama dengan Iran, khususnya dalam hal pembelian minyak, akan turut terkena sanksi Washinghton.Juru bicara Menteri Luar Negeri dan Keamanan UE, Maja Kocijancic menuturkan, pihaknya tidak akan mengikuti langkah AS. "Kami akan tetap berpegang teguh pada kesepakatan nuklir," ucapnya, seperti dilansir Anadolu Agency pada Rabu (24/4).Sebelumnya diwartakan, Menteri Perminyakan Iran, Bijan Zanganeh mengatakan Amerika Serikat (AS) telah melakukan kesalahan buruk dengan mempolitisasi minyak dan menggunakannya sebagai senjata."AS telah membuat kesalahan buruk dengan mempolitisasi minyak dan menggunakannya sebagai senjata di pasar yang rapuh," kata Zanganeh saat berbicara di depan Parlemen Iran.Zanganeh kemudian mengatakan bahwa AS tidak akan dapat mengurangi ekspor minyak Iran menjadi nol. "Dengan semua kekuatan kami, kami akan bekerja untuk melanggar sanksi AS," ungkapnya.



Credit  sindonews.com



Jumat, 12 April 2019

Kamboja Laporkan Uni Eropa ke Pengadilan Soal Impor Beras


Ilustrasi gudang beras Bulog
Ilustrasi gudang beras Bulog

Lonjakan impor murah telah mengurangi pangsa pasar produsen.




CB, BRUSSEL – Kamboja telah mengajukan tuntutan kepada Pengadilan Eropa terhadap keputusan Uni Eropa (UE) untuk mengenakan bea impor atas beras Kamboja. Dilansir dari Reuters, Kamis (11/4), UE memberlakukan tarif selama tiga tahun pada Januari kemarin terhadap beras Kamboja dan Myanmar demi mengurangi nilai impor sekaligus melindungi produsen UE seperti Italia.

Bagaimanapun, Federasi Beras Kamboja mengatakan, keputusan UE tidak memiliki keterkaitan erat dengan perlindungan terhadap negara produsen dan justru menciptakan perilaku tidak adil. Selain itu,  keputusan UE diambil berdasarkan generalisasi luas serta menggunakan data yang cacat.

Mayoritas negara UE telah mendukung langkah-langkah pengenaan tarif impor. Meskipun, tidak mencukupi kriteria ‘mayoritas yang memenuhi syarat’ dari negara-negara anggota yang biasanya diperlukan UE dalam mengambil keputusan. Tapi, Komisi UE mengambil keputusan untuk terus maju.

Dalam lima tahun terakhir, Komisi UE menjelaskan, harga beras yang diimpor dari Kamboja dan Myanmar jauh lebih rendah daripada harga pasar UE. Komisi juga menemukan, impor beras dari kedua negara telah meningkat sebesar 89 persen dalam lima musim tanam padi terakhir.

Hal tersebut berdampak pada penurunan permintaan terhadap produk dari produsen beras UE seperti Italia. Tercatat, lonjakan impor murah telah mengurangi pangsa pasar produsen UE di Eropa menjadi 29 persen dari 61 persen. Demi melindungi kepentingan para produsen beras setempat, UE terpaksa mengambil keputusan pemberlakuan tarif atas impor beras dari kedua negara.

Selama ini, Kamboja dan Myanmar diketahui mendapatkan manfaat dari skema perdagangan ‘Everything but Arms’ yang diberlakukan UE. Skema ini memungkinkan negara kurang berkembang di dunia untuk mengekspor sebagian besar barang ke UE tanpa bea masuk.

Kini, keduanya telah kehilangan akses khusus mereka ke UE yang dikenal sebagai blok perdagangan terbesar dunia. Menurut maklumat Komisi Uni Eropa, pihaknya akan mengenakan tarif berbeda selama tiga tahun masa berlaku. Pada tahun pertama, tarif yang dikenakan sebesar 175 euro per ton, 150 euro per ton pada tahun kedua, dan 125 euro per ton pada tahun ketiga.

Kementerian Perdagangan Kamboja menilai, keputusan UE ini tidak adil dan melanggar aturan perdagangan internasional. "(Ini) senjata untuk membunuh petani Kamboja," ujar mereka dalam pernyataan resminya.

Dilansir di Asean Today, Rabu (10/4), Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengumumkan, pihaknya akan melakukan serangkaian reformasi ekonomi untuk memperkuat ekonomi pasca kebijakann UE. Di antaranya dengan memaksialkan perdagangan dengan Cina. Langkah ini mungkin akan mengimbangi tarif yang diberlakukan oleh UE.




Credit  republika.co.id





Kamis, 11 April 2019

EU: Penyelesaian krisis Suriah mesti politik, bukan militer

EU: Penyelesaian krisis Suriah mesti politik, bukan militer

Seorang petempur Pasukan Demokratik Suriah memeriksa surat identitas seorang istri petempur ISIS di klinik kamp pengungsi al-Hol di provinsi Hasaka, Suriah, 2/4/2019. (REUTERS/ALI HASHISHO)



Ismir, Turki (CB) - Penyelesaian krisis Suriah mesti politik dan bukan militer, kata Kepala Delegasi Uni Eropa (EU) untuk Turki.

Dalam satu wawancara dengan Kantor Berita Turki, Anadolu, Christian Berger mengatakan krisis tersebut memerlukan penyelesaian yang juga mencakup rakyat Suriah dalam menemukan penyelesaian politik.

Berger mengatakan Turki dan EU sedang bekerja sama dan mendukung proses pimpinan Perserikatan Bangsa-bangsa di Jenewa.

Perundingan bagi peralihan politik di Suriah dimulai di Jenewa pada Juni 2012 di bawah pengawasan PBB.

"Jika kita tak menemukan penyelesaian politik, ini akan berlanjut," tambah Berger.

Duta blok Eropa tersebut juga memuji perang Turki melawan terorisme, dan mengatakan negara itu dan EU terus mengadakan dialog mengenai masalah kontraterorisme.

Ia mengatakan Turki berada dalam "situasi geografis yang sangat sulit" karena menghadapi perang saudara berkecamuk di Suriah, konflik di Irak melawan organisasi teror Da'esh, dan perang melawan PKK.

Dalam dua tahun belakangan ini, Operasi Cabang Zaitun dan Tameng Eufrat oleh Turki membebaskan wilayah tersebut dari gerilyawan YPG/PKK dan Da'esh, sehingga memungkinkan ratusan ribu warga sipil yang kehilangan tempat tinggal mereka pulang ke rumah mereka.

Dalam lebih dari 30 tahun aksi teror melawan Turki, PKK --yang dimasukkan ke dalam daftar organisasi teroris oleh Turki, AS dan EU-- telah bertanggung jawab atas kematian hampir 40.000 orang, termasuk perempuan dan anak-anak. PYD/YPG adalah cabang PKK di Suriah.

"Turki adalah sekutu penting koalisi masyarakat internasional dalam perang melawan Da'esh," ia menambahkan.

Berger juga mengatakan EU mengoperasikan proyek menyeluruh yang penting bersama Turki dalam pembersihan ranjau di perbatasan timur negeri itu.

"Ranjau adalah alat perang," katanya. Ia menambahkan Turki bersama dengan Program Pembangunan PBB (UNDP) mengoperasikan proyek pembersihan ranjau, yang ditujukan untuk menjinakkan 220.000 ranjau darat.




Credit  antaranews.com



Uni Eropa Kembali Undur Tenggat Brexit


Uni Eropa Kembali Undur Tenggat Brexit
Ilustrasi unjuk rasa warga Inggris terkait Brexit. (REUTERS/Alkis Konstantinidis)



Jakarta, CB -- Sejumlah pemimpin negara anggota Uni Eropa (UE) menyatakan mengabulkan permohonan Inggris untuk meminta perpanjangan waktu tenggat keputusan untuk keluar dari blok itu (Brexit). Mereka memberikan waktu selama enam bulan supaya pemerintah dan parlemen Inggris bisa mengambil keputusan apakah akan keluar dengan atau tanpa kesepakatan (deal or no deal), atau malah batal sama sekali.

Seperti dilansir AFP, Kamis (11/4), keputusan itu diambil dalam rapat Uni Eropa di Brussels, Belgia. Dalam rapat yang digelar sampai tengah malam itu, Presiden Majelis Eropa Donald Tusk memutuskan memberi perpanjangan waktu hingga 31 Oktober.

"Perpanjangan sampai 31 Oktober ini sifatnya fleksibel. Ini masih cukup supaya mereka bisa mencari jalan yang terbaik. Tolong jangan buang waktu," kata Tusk.


Dalam rapat itu mereka memutuskan jika Inggris masih tetap menjadi anggota sampai 22 Mei mendatang, maka mereka harus mengikuti pemilu Eropa. Atau jika tidak, maka mereka harus segera keluar dari keanggotaan UE pada 1 Juni.


Tusk mulanya mengusulkan perpanjangan waktu keputusan Brexit hingga satu tahun. Dia menyatakan Perdana Menteri Inggris, Theresa May, saat ini mempunyai waktu untuk meneken kesepakatan dengan pemimpin UE pada November. Dia juga menyatakan May masih punya waktu untuk memutuskan mengubah usulannya soal persyaratan Brexit, atau justru membatalkannya.

Atas keputusan UE, May menyatakan akan berusaha supaya kesepakatan Brexit yang diajukannya disetujui parlemen, guna menjamin mereka mundur dari Uni Eropa secara tertib. Dia juga menyatakan tujuannya adalah meninggalkan UE secepatnya.

Inggris saat ini sudah memulai persiapan untuk mengikuti pemilu Eropa. Namun, May berharap dia dan parlemen bisa mencapai kesepakatan Brexit pada 22 Mei mendatang.

Prancis Keberatan

Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang hadir dalam rapat itu sebenarnya menolak usul memperpanjang tenggat Brexit hingga enam bulan. Dia menyarankan penambahan waktu itu sebaiknya hanya diberikan beberapa pekan saja.

Akan tetapi, Kanselir Jerman, Angela Merkel, menyatakan setuju dengan usul Tusk. Sejumlah negara seperti Austria, Belgia, dan beberapa negara anggota UE jug mendukung ide Merkel.

"Ini jalan terbaik yang dihasilkan untuk persatuan," kata Macron.

Jika UE tidak mengabulkan permohonan May, maka Inggris terpaksa keluar dari UE pada Jumat (12/4) besok tanpa kesepakatan. Jika hal itu terjadi, mereka mengakhiri keanggotaan selama 46 tahun tetapi berdampak negatif bagi perekonomian kedua belah pihak.



Credit  cnnindonesia.com



Selasa, 09 April 2019

Ribuan Penduduk Inggris di Perancis Terancam Dideportasi



Bendera Uni Eropa dan bendera Inggris yang ditinggalkan demonstran pro-Brexit di Parliament Square di London, 29 Maret 2019.
Bendera Uni Eropa dan bendera Inggris yang ditinggalkan demonstran pro-Brexit di Parliament Square di London, 29 Maret 2019.
Foto: AP Photo/Matt Dunham

Lebih dari 14 ribu warga Inggris membangun rumah mereka di pinggiran Perancis



CB, HUELGOAT -- Sarah Waddington mungkin akan benci dengan Inggris setelah adanya referendum British Exit (Brexit). Pada 2016, ia telah meninggalkan kehidupannya di Cornwall, menjual rumahnya dan pindah ke Brittany, daerah pesisir di Barat Laut Prancis.

"Saya suka Perancis," kata Waddington (66 tahun) yang merupakan pensiunan pegawai negeri sipil. "Perancis lebih berorientasi pada komunitas, lebih peduli. Lebih peduli pada orang tua dari pada di Inggris," kata dia seperti dikutip Washington Post, 7 April 2018.

Beberapa tahun belakakangan, lebih dari 14 ribu warga Inggris membangun rumah mereka di pinggiran Perancis. Mereka merehab rumah-rumah granit, membuka toko kecil dan aktif di klub catur dan berbagai organisasi komunitas.

Di desa ini, ekspatriat Inggris David Neal membuka Brittany Pub, yang menyediakan ikan dan kentang, dan menyediakan tontonan dengan Channel Inggris.

Namun, kini warga Inggris di tempat itu dan penghujung Eropa lainnya menghadapi ketidakjelasan. Jika Perdana Menteri Theresa May tidak dapat meyakinkan Pimpinan Eropa untuk menjamin perpanjangan masa Brexit pekan ini, Inggris Raya dijadwalkan keluar dari Uni Eropa tanpa syarat pada 12 April. Dengan begitu, maka warga Inggris di seluruh Eropa harus pulang ke negaranya.

Tiap negara yang tergabung di Uni Eropa sejatinya sudah menyiapkan rencana masing masing dalam mengurus para penduduk Inggris yang terkatung-katung pasca-Brexit ini. Sebanyak 11 dari 27 negara, warga Inggris tetap diperbolehkan tinggal selama yang mereka inginkan. Tetapi di 17 negara lainnya, para warga Inggris harus mengurus kependudukan.

Di Perancis, mereka hanya punya waktu satu tahun mengurus dokumen mereka, atau mereka akan kehilangan fasilitas kesehatan hingga ancaman deportasi. Seperti diberitakan Washington Post, para warga Inggris itu sebenarnya ingin tinggal di Perancis. Bahkan, banyak di antara mereka yang sudah mengurus dengan Perancis untuk mengurus izin tinggal tetap itu.

Christina Jones (71 tahun) butuh waktu enam minggu untuk dirinya dan suaminya untik mendapat izin tinggal, untuk melamar sebagai Warga tetap Perancis. "Kami punya kehidupan yang baik di sini," ujarnya. Meski ia pun menyadari Brexit pada 2016 lalu menyulitkna dirinya dan ekspat-ekspat lainnya.

Nasib para warga Inggris di Perancis ini pun masih tergantung pada bagaimana finalisasi keputusan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa.

Yang menjadi perhatian lain, sejak Juni 2016, Poundsterling terus melemah dari 1,28 Euro ke 1,17 Euro. Kondisi ini pun makin memperburuk keadaan warga Inggris yang berada di berbagai belahan Eropa, khususnya di Perancis.


Terlebih lagi, para penduduk Inggris itu menggantungkan nasib pada uang pensiunan dengan mata uang Inggris. Mereka khawatir mereka akan berada di bawah garis kemiskinan Perancis.

Seorang agen real estate di Huelgoat, Sylvie Mayer (60 tahun) mengaku sudah merasakan efek Brexit. Hal ini ditandai dari berkurangnya warga Inggris yang membeli properti di kawasan Brittany. Pada musim panas 2016, 80 persen kliennya orang Inggris. Saat ini, hanya setengahnya uang merupakan orang Inggris.

Maud Camus (33 tahun) bekerja di Huelgoat Cafe La Pailotte. Ia mengatakan, 40 persen kliennya adalah orang Inggris. Ia membayangkan masa depan di mana Brexit semakin menyulitkan orang Inggris untuk tinggal di Perancis.

"Kalau warga Inggris tidak di sini, pasti tempat ini semakin sepi. Tanpa mereka, Hidup semakin runyam," ujar dia. 



Credit  republika.co.id


Uni Eropa serukan gencatan senjata di Libya


Uni Eropa serukan gencatan senjata di Libya

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Federica Mogherini pada Senin menyerukan gencatan senjata di Libya dan kembali ke perundingan politik saat pertempuran antar faksi yang bermusuhan kian memanas.



Luksemburg (CB) - Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Federica Mogherini pada Senin menyerukan gencatan senjata di Libya dan kembali ke perundingan politik saat pertempuran antar faksi yang bermusuhan kian memanas.

Mogherini, yang memimpin rapat para menteri luar negeri Uni Eropa di Luksemburg, mengatakan pesan Eropa harus "menerapkan secara penuh gencatan senjata demi kemanusiaan ... dan untuk menghindari aksi militer dan eskalasi lebih lanjut serta kembali ke jalur politik."

Mogherini, yang juga berbicara dengan utusan khusus PBB untuk Libya, Ghassan Salame pada Senin pagi, menuturkan bahwa para menteri Uni Eropa bersatu menyuarakan seruan G7 bagi komandan militer Libya Khalifa Haftar agar berhenti menuju Tripoli.

Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Haftar mengatakan pada Jumat, bahwa pasukannya bergerak menuju pinggiran selatan Tripoli dan merebut bekas bandara internasional mereka, dengan mengancam pemerintahan yang diakui internasional yang bermarkas di Tripoli.

Serangan oleh LNA, yang bersekutu dengan pemerintahan pararel yang berbasis di kota timur utama Benghazi, mengintensifkan perebutan kekuasaan yang telah memecah negara penghasil minyak tersebut sejak tergulingnya Muammar Gaddafi pada 2011.

"Kita harus berupaya melakukan apapun guna menghentikan operasi militer, sehingga tidak terjadi perang sipil di Libya," kata Menteri Luar Negeri Luxemburg, Jean Asselborn kepada awak media.




Credit  antaranews.com



Protes Kelapa Sawit, Indonesia dan Malaysia Datangi Uni Eropa



Konferensi pers Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution - kedua kanan, Sekjen Menteri Industri Malaysia Tan Yeow Chong - kanan soal keberatan Indonesia dan Malaysia atas diskriminasi kelapa sawit oleh Uni Eropa. Sumber: TEMPO/Suci Sekar
Konferensi pers Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution - kedua kanan, Sekjen Menteri Industri Malaysia Tan Yeow Chong - kanan soal keberatan Indonesia dan Malaysia atas diskriminasi kelapa sawit oleh Uni Eropa. Sumber: TEMPO/Suci Sekar

CB, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution bersama Sekjen Kementerian Industri Malaysia Tan Yew Chong mengajukan secara langsung protes keras kepada Uni Eropa atas tindakan organisasi itu yang dinilai mengisolasi industri kelapa sawit kedua negara.
Protes langsung disampaikan Darmin dan Tan dengan mendatangi markas Uni Eropa di ibu kota Brussels, Belgia pada Senin, 8 April 2019, setelah sebelumnya melayangkan surat keberatan kepada organisasi itu. Kedatangan Darmin dan Tan juga sebagai tindak lanjut keputusan Indonesia dan Malaysia untuk bersama melawan regulasi penerapan perintah energi terbarukan Uni Eropa II atau Delegated Act.
Menurut Darmin, industri minyak kelapa sawit telah mendorong perekonomian Indonesia, menekan inflasi dan menciptakan tenaga kerja. Saat ini ada sekitar 5 juta pekerja yang mencari nafkah di sektor ini.
"Pemerintah Indonesia sudah melakukan langkah-langkah penting pengelolaan kelapa sawit. Diskriminasi ini memperlihatkan pengabaian terhadap upaya kami. Kami ingin memberantas kemiskinan di wilayah pinggir. Ada sekitar 19 juta petani kelapa sawit dan keluarganya yang akan terkena dampak akibat diskriminasi ini," kata Darmin, Senin, 8 April 2019 di Brussels, Belgia.


Konferensi pers Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution, kiri, keberatan Indonesia dan Malaysia atas diskriminasi kelapa sawit oleh Uni Eropa. Sumber: TEMPO/Suci Sekar




Sebelumnya pada Februari lalu, Komisi Eropa mengumumkan rencana membatasi penggunaan tanaman biofuel proses penanamannya melakukan penggundulan hutan, diantaranya kelapa sawit. Langkah ini pukulan bagi Indonesia dan Malaysia yang merupakan produsen minyak kelapa sawit dunia. Indonesia dan Malaysia diperkirakan memasok 85 persen kebutuhan minyak kelapa sawit dunia.
Melalui rencana ini, maka Uni Eropa akan menentukan bahan bakar apa yang akan menjadi target energi terbarukan mereka. Biofuels secara tidak langsung mengarah pada perubahan penggunaan lahan dan emisi gas rumah kaca yang lebih tinggi akan dikeluarkan pada 2023.
Dalam pernyataannya, Darmin mengatakan Uni Eropa telah mengirimkan sinyal menggunakan lingkungan untuk hambat kelapa sawit Indonesia. Tindakan diskriminasi terhadap kepala sawit ini akan berdampak pada jutaan orang, khususnya mereka yang bekerja di industri ini. Untuk itu, Indonesia dan Malaysia ingin ada dialog konstruktif dengan Uni Eropa untuk kesinambungan industri kelapa sawit. 





Credit  tempo.co




Senin, 08 April 2019

Erdogan Tuduh AS dan Uni Eropa Ikut Campur Pemilu Lokal Turki



Erdogan Tuduh AS dan Uni Eropa Ikut Campur Pemilu Lokal Turki
Recep Tayyip Erdogan. (Murat Cetinmuhurdar/Presidential Press Office/Handout via REUTERS)




Jakarta, CB -- Pimpinan partai Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang juga Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menuduh Amerika Serikat dan Uni Eropa ikut campur urusan dalam negeri Turki.

Pernyataan Erdogan itu menanggapi pernyataan Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Robert Palladino dan Juru Bicara Uni Eropa Maja Kocijancic yang mengomentari kekalahan AKP dalam Pemilu Lokal Turki. AKP mengalami kekalahan di dua kota yakni Ankara dan Istanbul dalam Pemilihan Gubernur.

AKP kemudian memprotes dan melakukan banding terhadap hasil Pemilu dan menuntut Komisi Tinggi Pemilu Turki melakukan penghitungan suara ulang. Protes itu dikritik AS dan Uni Eropa. Mereka menyarankan, sebaiknya AKP menerima hasil pemlihan tersebut, dan tidak perlu melakukan protes, apalagi hitung ulang.


Erdogan meminta agar AS dan Uni Eropa tak mencampuri urusan dalam negeri negaranya.

"Amerika dan Eropa ikut campur dalam urusan internal Turki," kata Erdogan seperti dikutip AFP, Jumat (5/4).

Kata Erdogan, Turki justru telah memberi pelajaran demokrasi kepada seluruh dunia

Menurut Erdogan pernyataan Amerika Serikat yang meminta Turki untuk menerima hasilnya, dan Uni Eropa yang mendesak Ankara agar menerima pejabat terpilih untuk "menjalankan mandat mereka secara bebas", merupakan bentuk intervensi. Uni Eropa juga menilai jalannya Pemilu di sejumlah daerah di Turki tidak demokratis.

Erdogan bahkan meminta AS dan UE tahu diri dan tak mencampuri urusan internal Turki.

"Di negaramu sendiri, kamu telah meluncurkan banding," kata Erdogan.

Erdogan mengajukan protes hasil pemilihan gubernur di Ankara dan Istanbul, karena menemukan perbedaan perolehan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan data yang ada di komisi Tinggi Pemilu.

Berdasarkan perhitungan Komisi Pemilu setelah Pemilu Minggu (31/3), kandidat gubernur untuk Istanbul dari Partai Rakyat Republik (CHP), Ekrem Imamoglu, menang tipis atas kandidat dari AKP, Binili Yildirim.  Imamoglu meraih 4.159.650 suara, berbanding 4.131.761 suara yang diperoleh Yildirim.

Di Ankara, kandidat dari CHP, Mansur Yavas, meraih 50,90 persen suara berbanding 47,06 persen suara yang diraih kandidat dari AKP, Mehmet Ozhaseki.

Sementara itu, usai hitung ulang dilakukan, Partai AKP dan Partai CHP saling mengklaim kemenangan.

Di Istanbul, Imamoglu mengklaim dirinya tetap unggul dari Yildirim. Kata dia, hampir seluruh suara yang sebelumnya dibatalkan telah dihitung ulang di 17 distrik Istanbul, dan hasilnya 2.184 suara tambahan diizinkan untuk Yildirim, dan 785 untuk dirinya sendiri.

Imamoglu memperkirakan selisih akhir bisa berakhir antara 18.000 hingga 20.000 setelah penghitungan berakhir, pekan ini.

Namun, AKP membantah klaim CHP. Menurut AKP, penghitungan ulang menunjukkan Yildrim unggul atas imamoglu.



Credit  cnnindonesia.com




PM Inggris Theresa May Sebut Ada Dua Opsi soal Brexit


PM Inggris Theresa May Sebut Ada Dua Opsi soal Brexit
Perdana Menteri Inggris Theresa May. (REUTERS/Henry Nicholls).



Jakarta, CB -- Perdana Menteri Theresa May mengatakan pemerintah saat ini punya pilihan terkait kebijakan keluar dari Uni Eropa atau yang dikenal sebagai Brexit. Opsi itu terdiri dari dua pilihan, yakni keluar dari Uni Eropa dengan kesepakatan, atau sebaliknya tetap menjadi bagian dari komunitas negara-negara Eropa tersebut.

Hal itu dikatakan May dalam upayanya menemukan kata kompromi dengan oposisi Partai Buruh, demikian dilaporkan surat kabar The Observer seperti dikutip dari Reuters, Minggu (7/4).

"Karena parlemen telah memperjelas hal itu akan menghentikan Inggris pergi tanpa kesepakatan, kami sekarang memiliki pilihan yang jelas, meninggalkan Uni Eropa dengan kesepakatan atau tidak keluar sama sekali," kata May seperti dikutip oleh surat kabar tersebut.


May menjelaskan, bahwa semakin lama keputusan tidak diambil terkait hal ini, maka semakin besar pula resikonya, yakni bahwa Inggris sama sekali tidak akan bisa keluar dari Uni Eropa.

"Semakin lama ini terjadi, semakin besar risiko Inggris tidak pernah pergi sama sekali."

Sebelumnya PM Theresa May meminta Uni Eropa mengundur proses bagi negaranya keluar dari blok tersebut alias Brexit hingga 30 Juni mendatang.

May mengatakan bahwa penundaan ini sangat penting agar Inggris dapat memastikan negaranya keluar dengan cara paling baik setelah menjadi anggota Uni Eropa selama 46 tahun.

Permintaan pengunduran jadwal Inggris keluar dari Uni Eropa itu mendapat beragam respons dari negara-negara Eropa. Salah satunya Prancis.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan bahwa kini sudah waktunya krisis penarikan diri Inggris dari Uni Eropa atau Brexit harus berakhir. Dia menyebut persoalan Brexit tidak dapat terus-menerus mendominasi diskusi Uni Eropa.

"Sudah saatnya situasi ini [harus] berakhir," kata Jean-Yves kepada wartawan di sela-sela pertemuan G7 di Dinard, Prancis utara, Sabtu (6/4) dikutip AFP.

Jean-Yves meminta pihak pemerintah dan parlemen Inggris perlu memahami bahwa Uni Eropa tak dapat terus-menerus hanya memikirkan dan membahas persoalan yang menjadi urusan dalam negeri Inggirs.



Credit  cnnindonesia.com




Menlu Prancis: Kami Tak Bisa Terus-Terusan Fokus ke Brexit


Menlu Prancis: Kami Tak Bisa Terus-Terusan Fokus ke Brexit
Ilustrasi persoalan Brexit. (Reuters).



Jakarta, CB -- Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan bahwa kini sudah waktunya krisis penarikan diri Inggris dari Uni Eropa atau Brexit harus berakhir. Dia menyebut persoalan Brexit tidak dapat terus-menerus mendominasi diskusi Uni Eropa.

"Sudah saatnya situasi ini [harus] berakhir," kata Jean-Yves kepada wartawan di sela-sela pertemuan G7 di Dinard, Prancis utara, Sabtu (6/4) dikutip AFP.

Jean-Yves meminta pihak pemerintah dan parlemen Inggris perlu memahami bahwa Uni Eropa tak dapat terus-menerus hanya memikirkan dan membahas persoalan yang menjadi urusan dalam negeri Inggirs.


"Inggris perlu memberi tahu kami dengan cepat bagaimana mereka akan keluar dari krisis ini," tambahnya.

"Kita tidak bisa hidup terus-menerus dengan Brexit. Pada titik tertentu, harus ada keberangkatan," ujarnya lagi.

Perancis telah berupaya untuk meningkatkan tekanan pada Perdana Menteri Inggris Theresa May menjelang pertemuan puncak darurat para pemimpin Eropa di Brussels mulai Rabu depan.

Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan sebelumnya bahwa permintaan Inggirs untuk perpanjangan tenggat waktu Brexit tidak akan secara otomatis diterima, yang berarti Inggris dapat keluar dari blok tanpa kesepakatan.

Sebelumnya PM Theresa May meminta Uni Eropa mengundur proses bagi negaranya keluar dari blok tersebut alias Brexit hingga 30 Juni mendatang.

May mengatakan bahwa penundaan ini sangat penting agar Inggris dapat memastikan negaranya keluar dengan cara paling baik setelah menjadi anggota Uni Eropa selama 46 tahun.



Credit  cnnindonesia.com





Tanggapi PM Inggris, Presiden UE Usul Brexit Ditunda Setahun


Tanggapi PM Inggris, Presiden UE Usul Brexit Ditunda Setahun
Ilustrafsi Brexit. (Reuters)



Jakarta, CB -- Majelis Uni Eropa menyarankan penundaan proses Inggris untuk keluar dari blok tersebut atau Brexit hingga satu tahun, atau lebih lama dari permintaan Perdana Menteri Theresa May kepada Uni Eropa untuk mengundur proses Brexit hingga 30 Juni mendatang.

Namun, para pemimpin negara Uni Eropa skeptis dengan permintaan May dan meminta alasan kuat untuk penundaan tersebut.

Perbedaan visi tentang pelepasan Inggris setelah 46 tahun bergabung dalam Uni Eropa itu akan dibahas dalam rapat darurat parlemen Uni Eropa pada Rabu (10/4) mendatang.


Saat ini, batas akhir Brexit dipatok pada 12 April, mundur dari yang sebelumnya ditetapkan yaitu pada 29 Maret. Proses Brexit terus mundur karena perbedaan pendapat dalam pemerintahan Inggris.

"Inggris meminta proses berakhir pada 30 Juni 2019. Jika semua pihak dapat meratifikasi sebelum tanggal itu, pemerintah meminta periode diperpendek," kata May melalui surat ke presiden Dewan UE, Donald Tusk.

Sementara itu, seorang pejabat senior Uni Eropa mengatakan bahwa gagasan Tusk menawarkan kepada Inggris perpanjangan Brexit 12 bulan akan disampaikan kepada negara-negara anggota parlemen Uni Eropa hari ini.

Langkah Politis

Dalam suratnya, May menulis bahwa Inggris akan mengikuti pemilihan Parlemen Eropa pada 23 Mei mendatang jika penundaan itu disetujui.

Namun, pengamat politik di London menilai May telah mengetahui bahwa permintaan tenggat waktu barunya itu akan ditolak. Sebab, para pemimpin Uni Eropa tidak berpikir ia bisa mendapatkan kesepakatannya melalui parlemen dalam waktu dekat.

"Saya pikir Theresa May mencari perlindungan politik karena ia meminta perpanjangan yang ia sendiri paham tidak bisa didapatkan," kata Profesor Politik Eropa dari King's College Anand Menon dikutip dari AFP, Sabtu (6/4).

Saat ini, May berlomba melawan waktu untuk mendapatkan persetujuan atas proposal Brexit, sehingga Inggris dapat menghindari pemilihan Uni Eropa.

Dua puluh tujuh negara Uni Eropa lainnya harus memberikan dukungan dengan suara bulat untuk perpanjangan tenggat waktu.

Akan tetapi, pemimpin Eropa seperti Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan ingin mendengar alasan jelas terkait penundaan Brexit lebih jauh.

Menurut Macron, penundaan ini adalah sebuah langkah yang akan menambah ketidakpastian sehingga membebani bisnis di seluruh negara Uni Eropa.

Kantor kepresidenan Macron memberikan pernyataan resmi pada Jumat (5/4) bahwa terlalu dini untuk mempertimbangkan penundaan Brexit lain.

Sementara itu, sekutu terdekat May di Uni Eropa, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte menyatakan surat May tidak menjawab beberapa kekhawatiran penting.

Sebelumnya, May mengatakan bahwa penundaan ini sangat penting agar Inggris dapat memastikan negaranya keluar dengan cara paling baik setelah menjadi anggota Uni Eropa selama 46 tahun.



Credit  cnnindonesia.com




Jumat, 05 April 2019

Uni Eropa kecam pelucutan kekebalan hukum Guaido


Uni Eropa kecam pelucutan kekebalan hukum Guaido

Pemimpin oposisi Veneuzuela Juan Guaido. (Anadolu Agency)




Brussel (CB) - Pemerintah Uni Eropa pada Kamis mengecam langkah Majelis Nasional Venezuela yang hendak menuntut pemimpin oposisi Juan Guaido, yang dianggap oleh banyak negara Barat sebagai kepala negara de fakto.

"Uni Eropa menolak keputusan yang diambil oleh Majelis Nasional Venezuela yang tidak diakui untuk mencabut kekebalan hukum parlemen Guaido. Keputusan ini merupakan pelanggaran serius terhadap konstitusi, serta aturan hukum dan pemisahan kekuasaan Venezuela," kata Uni Eropa dalam satu pernyataan.

"Tindakan-tindakan ini mengacaukan jalan keluar politik dari krisis yang menyandera negara tersebut dan hanya menimbulkan polarisasi lebih lanjut serta meningkatkan ketegangan di negara tersebut," tulis pernyataan itu.









Credit  antaranews.com











Kamis, 04 April 2019

Menteri Urusan Brexit Mengundurkan Diri


Menteri Urusan Brexit Mengundurkan Diri
Ilustrasi. (REUTERS/Henry Nicholls)




Jakarta, CB -- Menteri Junior Brexit Inggris, Chris Heaton-Harris menyatakan mengundurkan diri menyusul keputusan Perdana Menteri Inggris Theresa May yang kembali meminta penundaan Brexit dan berkompromi dengan oposisi.

Mengutip Reuters, Rabu (3/4), Heaton-Harris telah melayangkan surat kepada May. Dalam surat itu, Heaton-Harris juga mengatakan bahwa dia ingin Inggris segera meninggalkan Uni Eropa sesuai jadwal yakni 29 Maret.

"Saya tidak bisa mendukung perpanjangan lebih lanjut," kata Heaton-Harris.

Pembahasan kesepakatan antara pemerintah Inggris dengan parlemen Inggris mengalami kebuntuan. Poin-poin kesepakatan antara Inggris dengan Uni Eropa ditolak oleh Parlemen Inggris. Kemarin, May memutuskan untuk memperpanjang tenggat waktu Brexit kepada Uni Eropa untuk berdialog dengan kubu oposisi yang menentang Brexit.


Mundurnya para pembantu May itu bukanlah kali pertama. Sejumlah menteri menyatakan mundur setelah Parlemen Inggris mengambil alih proses Inggris keluar dari Uni Eropa alias Brexit.

Akhir Maret silam, tiga menteri mengundurkan diri yakni, Menteri Luar Negeri Alistair Burt, Menteri Kesehatan Steve Brine, dan Menteri Bisnis Inggris, Richard Harrington juga mengumumkan pengunduran dirinya melalui Twitter.

Ketiga menteri itu merupakan bagian dari 30 anggota partai tempat Perdana Menteri Theresa May bernaung, Partai Konservatif, yang membelot dalam pemungutan suara parlemen.

Melalui pemungutan suara itu, parlemen berhasil mengambil alih kendali proses Brexit dari pemerintah Inggris.

Menteri Pertanian Inggris George Eustice juga mengundurkan diri karena penundaan Brexit.

"Saya lebih suka dibebaskan untuk berpartisipasi dalam debat kritis yang akan terjadi dalam beberapa pekan mendatang," kata George Eustice.

Eustice mengatakan seharusnya Inggris tak perlu takut dengan kemungkinan Brexit tanpa kesepakatan.

Parlemen Inggris, terutama kubu oposisi menolak sejumlah kesepakatan Brexit karena khawatir berdampak pada masa depan Inggris, terutama di bidang ekonomi.

May telah berupaya menekan parlemen. Bahkan, dia sempat mengancam akan mundur bila parlemen tak kunjung menyetujui proses Brexit dan kesepakatan yang dibuatnya dengan Uni Eropa.





Credit  cnnindonesia.com



Senin, 01 April 2019

Kalah Berkali-kali, May Masih Berkeras Ajukan Proposal Brexit


Kalah Berkali-kali, May Masih Berkeras Ajukan Proposal Brexit
Perdana Menteri Inggris, Theresa May. (REUTERS/Hannah McKay)



Jakarta, CB -- Perdana Menteri Inggris, Theresa May, masih belum menyerah untuk mengajukan skema kesepakatan untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit). Meski sudah tiga kali ditolak oleh parlemen, dia berencana mengajukan proposal keempat.

Seperti dilansir CNN, Minggu (31/3), Ketua Partai Konservatif Inggris, Brandon Lewis, tidak memberikan rincian apakah draf proposal May masih sama seperti yang lalu. Namun, dia menyatakan akan mempertimbangkan semua pilihan karena tenggat Brexit yang sudah diundur semakin dekat.

"Parlemen akan melanjutkan proses ini pada Senin mendatang," kata Lewis.


Pada Jumat (29/3) lalu, May kalah lagi dalam pemungutan suara di parlemen saat mengajukan proposal Brexit. Dia bahkan terlihat nyaris putus asa dan khawatir Inggris akan keluar dari keanggotaan Uni Eropa tanpa kesepakatan (no deal).


"Saya takut kita sudah mencapai batas dalam proses di Majelis ini," kata May.

May kini berharap kabinet dan parlemen bisa menjalankan prosedur pemungutan suara lain di luar kendali kementerian pada pekan depan.

Alasan May kembali mempertaruhkan usulannya soal Brexit, meski tidak yakin akan diloloskan. Dia beralasan hanya ingin menjaga supaya ekonomi dan nilai tukar mata uang Poundsterling tidak jatuh, jika mereka benar-benar meninggalkan Uni Eropa.

"Saya mendorong semua anggota parlemen mendukungnya dan memastikan kita meninggalkan Uni Eropa, serta memberikan kepastian kepada masyarakat dan dunia usaha," kata perwakilan pemerintah Andrea Leadsom, saat membacakan usulan May di hadapan parlemen.


Jika proposal yang diajukan May disepakati parlemen Inggris, maka Brexit akan berlangsung 22 Mei, tapi jika tidak, maka May akan menghadap Uni Eropa sebelum 12 April untuk menjelaskan langkah-langkah Inggris selanjutnya.

Salah satu keputusan penting yang harus diambil adalah mengenai hubungan antara Inggris dan Uni Eropa di masa depan.

Sebelumnya, May terus menekankan kepentingan Inggris untuk tetap menjalin hubungan ekonomi sedekat mungkin dengan Uni Eropa.

Namun, sejumlah pihak ingin Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa pun, satu langkah yang memicu kekhawatiran para pebisnis. Uni Eropa kini mempersiapkan diri untuk menghadapi situasi Brexit tanpa kesepakatan (no deal) pada 12 April mendatang.

Presiden Majelis Eropa, Donald Tusk, sudah menetapkan waktu untuk mengundang para anggota berunding mengenai situasi terakhir Brexit.

"Setelah Kesepakatan Pengunduran ditolak Majelis Rendah, saya memutuskan untuk menggelar rapat Majelis Eropa pada 10 April mendatang," kata Tusk.

Ditanggapi dengan Demo

Atas kegagalan pemerintah dan parlemen Inggris mencapai kesepakatan, pendukung Brexit menggelar unjuk rasa hingga larut malam di sekitar Gedung Parlemen. Mereka mengecam sikap pemerintah padahal seharusnya sudah bisa hengkang dari Uni Eropa akhir Maret ini.

Upaya May untuk mengajukan proposal Brexit keempat adalah upaya pertaruhannya yang kesekian kali untuk mencari dukungan dari anggota Parlemen. Jika masih juga buntu, maka pilihan lain May untuk mengamankan posisi politiknya adalah menggelar pemilu sela.


Akan tetapi, hal itu juga berisiko karena kemungkinan besar May bakal kalah telak. 







Credit  cnnindonesia.com


Jumat, 29 Maret 2019

Brexit, May Berikan Penawaran Baru Pada Voting Ketiga


Brexit, May Berikan Penawaran Baru Pada Voting Ketiga
Perdana Menteri Inggris Theresa May. (REUTERS/Henry Nicholls)



Jakarta, CB -- Perdana Menteri Inggris Theresa May akan membuat tawaran baru dalam perundingan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) setelah proposal perceraian yang disampaikannya ditolak dua kali oleh parlemen. Tawaran baru akan diberikan dalam pemungutan suara parlemen ketiga yang akan digelar Jumat (30/3).

Tawaran baru diberikan sebagai dalam upaya baru untuk menghindari perpecahan dalam perpisahan Inggris dengan dari Uni Eropa. Tawaran dibuat sehari setelah ia membuat janji akan mengundurkan diri jika proposal Brexit diterima.

Janji perdana menteri tersebut sebenarnya bertentangan dengan tekadnya untuk mencoba menjaga ekonomi Inggris dan kejatuhan pound pasca-Brexit memisahkan Inggris dari Uni Eropa.


"Saya mendorong semua anggota parlemen untuk mendukungnya dan memastikan bahwa kami meninggalkan Uni Eropa, memberi orang dan bisnis kepastian yang mereka butuhkan," katanya kepada anggota parlemen seperti dikutip dari AFP, Jumat (29/3).

Tapi ia tak menyampaikan tawaran baru tersebut. Musyawarah parlemen Inggris yang mengambil alih pembahasan persyaratan untuk keluar dari Uni Eropa (Brexit) buntu. Proses pemungutan suara tidak berhasil meraih mayoritas setelah parlemen menolak seluruh opsi yang dibahas.

Pasalnya, delapan persyaratan Brexit yang dibahas di parlemen sama sekali tidak ada yang disetujui. Yang nyaris disepakati hanya soal upaya negosiasi secara permanen dan menyeluruh antara bea cukai Inggris dan Uni Eropa.

Selain soal bea cukai, usulan persyaratan Brexit yang juga nyaris disetujui adalah soal perlunya diadakan referendum untuk mengkonfirmasi untuk setiap kesepakatan Brexit. Usulan ini didukung 268 anggota parlemen, dan ditolak 295 anggota lainnya.

Usul soal Brexit yakni mempertahankan Inggris sebagai anggota Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (Efta) Kawasan Ekonomi Eropa (EEA) juga hanya didukung 188 anggota parlemen, dan 283 menolak.

Untuk mengatasi masalah itu, May mengeluarkan janji; akan mengundurkan diri bila proposal Brexit diterima. "Saya tahu ada keinginan untuk pendekatan baru - dan kepemimpinan baru - dalam fase kedua negosiasi Brexit dan saya tidak akan menghalangi hal itu," kata May.

Upaya May tersebut mendapatkan dukungan dari mantan Menteri Luar Negeri Boris Johnson. Ia mengatakan sekarang akan mendukung perdana menteri. "Atas nama 17,4 juta orang yang memilih Brexit dalam referendum 2016 yang sangat memecah belah," katanya.

Tetapi oleh oposisi Partai Buruh janji May tersebut hanya menciptakan lebih banyak ketidakpastian dan pertanyaan tentang siapa yang akan memimpin pembicaraan perdagangan yang akan menentukan hubungan UE-Inggris untuk beberapa dekade mendatang.

"Ini bahkan lebih dari penutup mata Brexit," kata juru bicara Buruh Brexit Keir Starmer. "Kami sekarang tahu bahwa hasil hubungan kita di masa depan dengan UE tidak akan ditentukan olehnya," katanya.




Credit  cnnindonesia.com




Kamis, 28 Maret 2019

Uni Eropa Berkeras Tolak 'Hak' Israel Atas Dataran Golan


Uni Eropa Berkeras Tolak 'Hak' Israel Atas Dataran Golan
Dataran Tinggi Golan. (REUTERS/Ammar Awad)



Jakarta, CB -- Uni Eropa menyatakan bahwa negara anggotanya tidak akan mengikuti langkah Amerika Serikat (AS) dalam mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai wilayah Israel. Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengeluarkan pernyataan atas nama negara-negara anggota mengulangi pandangan lama mereka.

"Posisi Uni Eropa dalam hal status Dataran Tinggi Golan tidak berubah," katanya seperti dikuti dari AFP, Rabu (27/3).

Pernyataan tersebut  dikeluarkan menjelang pertemuan Dewan Keamanan PBB untuk membahas masalah pengakuan AS terhadap kedaulatan Israel di Dataran Tinggi Golan.


"Sejalan dengan hukum internasional dan resolusi Dewan Keamanan PBB 242 dan 497, Uni Eropa tidak mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan yang diduduki," katanya.


Sebagai informasi pada Senin lalu Presiden AS Donald Trump menandatangani proklamasi yang mengakui pencaplokan strategis Israel  atas Dataran Tinggi Golan dari Suriah pada 1981 lalu.

Padahal, pencaplokan yang dilakukan Israel atas wilayah tersebut belum diakui secara internasional. Kebijakan Trump tersebut memancing reaksi dari sejumlah negara.

Salah satunya dari Indonesia yang mengecam kebijakan AS tersebut. Kementerian Luar Negeri menyatakan langkah Trump tidak kondusif bagi upaya perdamaian dan stabilitas di Timur Tengah.

"Indonesia menolak secara tegas adanya pengakuan kepada Daratan Tinggi Golan sebagai bagian dari Israel. Pengakuan ini tidak kondusif bagi upaya penciptaan perdamaian dan stabilitas kawasan," bunyi pernyataan Kemlu RI melalui situsnya pada Selasa (26/3).


Indonesia menyatakan tetap mengakui Dataran tinggi Golan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari Suriah, dan saat ini masih dicaplok Israel sejak Perang Enam Hari pada 1967.

Kecaman sama juga disampaikan Arab Saudi. Mereka memandang pengakuan yang diberikan AS terhadap kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan telah melanggar hukum internasional.

"Arab Saudi menyatakan menolak keras dan mengecam pemerintah AS yang mengakui kedaulatan Israel wilayah pendudukan Dataran Tinggi Golan," demikian pernyataan Kerajaan Arab Saudi yang disampaikan Kantor Berita SPA.

Kerajaan Arab Saudi sampai saat ini masih mengakui Dataran Tinggi Golan adalah wilayah Suriah yang dicaplok Israel. Menurut mereka klaim AS atas kedaulatan Israel terhadap wilayah itu sama saja melanggar piagam dan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).





Credit  cnnindonesia.com





PM Inggris Theresa May Janji Mundur Demi Brexit


PM Inggris Theresa May Janji Mundur Demi Brexit
Perdana Menteri Inggris Theresa May berjanji untuk mundur demi mewujudkan Brexit. (REUTERS/Jack Taylor/Pool)





Jakarta, CB -- Perdana Menteri Inggris Theresa May pada Rabu menawarkan pengunduran diri agar parlemen Inggris menyepakati poin-poin perjanjian yang ditawarkan dalam negosiasi Brexit.

Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintah Inggris dan parlemen tak bisa mencapai kesepakatan sehingga Inggris kini dalam kondisi krisis.

Dengan opsi yang semakin minim dan Inggris berisiko kehilangan kendali atas proses meninggalkan Uni Eropa, May secara dramatis berjanji akan mundur dari jabatannya jika para anggota parlemen bersedia mendukung kesepakatan-kesepakatan yang telah ia ajukan.


Usul pengunduran diri itu muncul hanya beberapa jam sebelum dewan perwakilan rakyat melaksanakan pemungutan suara untuk mencari alternatif -- tapi berakhir dengan perpecahan suara di antara anggota parlemen.

Dari delapan rencana alternatif yang diajukan, tidak ada satu pun mendapatkan suara mayoritas. Menteri urusan Brexit menyatakan hasil itu justru menguatkan pandangan pemerintah bahwa opsi yang mereka ajukan adalah yang terbaik. 

Anggota-anggota parlemen sudah dua kali menolak poin-poin kesepakatan Brexit yang diajukan May, dengan dua kali penolakan itu lewat suara mayoritas. May terus berusaha meyakinkan parlemen Inggris dan usul pengunduran diri diyakini adalah upaya terakhirnya.

"Saya tahu muncul keinginan untuk pendekatan baru dan juga kepemimpinan baru pada fase kedua negosiasi Brexit, dan saya tidak akan menghalangi," kata May di depan pertemuan dengan anggota parlemen dari Partai Konservatif.

"Tapi kami perlu mewujudkan kesepakatan dan membuat Brexit ini terjadi. Saya siap untuk meninggalkan jabatan ini lebih awal untuk melaksanakan yang benar bagi negara dan partai kami."

Pada pekan lalu, May menyepakati perjanjian dengan UE untuk menunda pelaksanaan Brexit untuk menghindari potensi Inggris keluar dari UE "tanpa kesepakatan apapun".

Jika proposal yang diajukan May disepakati parlemen Inggris, maka Brexit akan berlangsung 22 Mei, tapi jika tidak, maka May akan menghadap Uni Eropa sebelum 12 April untuk menjelaskan langkah-langkah Inggris selanjutnya.

Salah satu keputusan penting yang harus diambil adalah mengenai hubungan antara Inggris dan Uni Eropa di masa depan.

Sebelumnya, May terus menekankan kepentingan Inggris untuk tetap menjalin hubungan ekonomi sedekat mungkin dengan Uni Eropa.

Namun, sejumlah pihak ingin Inggris benar-benar keluar dari Uni Eropa tanpa kesepakatan apa pun, satu langkah yang memicu kekhawatiran para pebisnis.





Credit  cnnindonesia.com





Rabu, 27 Maret 2019

EU dukung proses perdamaian milik Afghanistan


EU dukung proses perdamaian milik Afghanistan

Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dalam taklimat bersama Kepala Kebijakan Luar Negeri EU Federica Mogherini. (Anadolu)




Kabul, Afghanistan (CB) - Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa (EU) pada Selasa, selama kunjungannya ke Ibu Kota Afghanistan, Kabul, menyampaikan dukungan penuh organisasi regional itu buat proses perdamaian milik Afghanistan.

Federica Mogherini bertemu dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani di Arg (Istana Presiden Afghanistan).

Dalam taklimat bersama dengan Ghani, Mogherini mengumumkan EU siap menjadi penjamin kesepakatan perdamaian di negara yang dicabik perang tersebut, kata Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa malam. Wanita pejabat itu menegaskan kerangka kerja konstitusional harus ditegakkan untuk mewujudkan perdamaian yang berkelanjutan.

"Yang pertama dan utama, proses tersebut milik rakyat Afghanistan dan lembaga Afghanistan dan tak ada langkah mundur ketika sampai pada demokrasi, susunan lembaga dan terutama hak asasi manusia, ketentuan hukum dan semua pencapaian yang telah diwujudkan terutama buat perempuan Afghanistan, buat anak-anak dan kelompok minoritas di negeri ini," kata Ketua Kebijakan Luar Negeri EU tersebut.

Pada gilirannya, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengatakan Afghanistan berada di jantung Asia, dan ketakstabilan di Afghanistan akan memiliki dampak pada seluruh wilayah itu.

"Kestabilan tak bisa diwujudkan dengan intimidasi atau dengan kekuatan dan senjata yang hanya akan memulai era baru ketakstabilan," demikian peringatan Presiden Afghanistan tersebut.

Pernyataan itu dikeluarkan saat milisi Taliban dan AS dijadwalkan melanjutkan pembicaraan pada April di Doha, Qatar. Pemerintah Afghanistan makin merasa disisihkan di meja perundingan. Taliban tak bersedia berbicara dengan Pemerintah Afghanistan, sehingga mengakibatkan kebuntuan.

Saat menyerukan gencatan senjata segera dan dilanjutkannya pembicaraan perdamaian di negara yang diporakporandakan perang tersebut, Mogherini mengatakan EU akan selalu memihak rakyat Afghanistan.



Credit  antaranews.com