Senin, 24 Agustus 2015

Warga AS Bekuk Pria Bersenjata karena Naluri


 
via BBC Spencer Stone dan dua warga AS lainnya, Alek Skarlatos,dan Anthony Sadler, memberikan konferensi pers.
 
CB - Penumpang kereta api asal Amerika Serikat yang melumpuhkan seorang pria bersenjata dalam kereta api Amsterdam-Paris mengatakan, dia bertindak karena nalurinya.
Spencer Stone, prajurit Angkatan Udara Amerika Serikat yang sedang tidak bertugas, dalam konferensi pers, Minggu (23/8/2015) mengatakan, dia tergerak ketika melihat pria bersenjata tersebut, kemudian segera bertindak untuk melumpuhkanya.
Temannya, Alek Skarlatos, anggota Pengawal Nasional AS, mengatakan bahwa pria bersenjata tersebut tampaknya tidak terlatih. (Sebelumnya, dua warga negara AS yang merupakan tentara itu dikabarkan sebagai anggota Marinis AS.
Pihak berwenang Prancis mengatakan, tersangka penyerang itu adalah Ayub El-Kahzzani. Pria berkebangsaan Maroko yang berusia 26 tahun itu disebut memiliki kaitan dengan kelompok Islam radikal.
Pria itu dilaporkan pernah tinggal di beberapa tempat, seperti Prancis, Spanyol, maupun Belgia dan sudah pernah pergi ke Suriah.
Dia membawa sebuah senapan Kalashnikov, pistol otomatis dengan amunisi, serta sebilah pisau.
Stone, Skarlatos, dan Anthony Sadler, penumpang yang juga berasal dari AS, dipuji sebagai pahlawan karena aksi mereka, Jumat (21/08). Ketiganya pun menyampaikan pernyataan pers di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Paris, didampingi Duta Besar AS untuk Prancis, Jane Hartley.
"Saya melihat benda yang tampak seperti AK-47 dan seperti terkunci atau tidak berfungsi. Dan dia sedang berupaya untuk mengisi senjatanya," tutur Stone.
"Alek memukul pundak saya dan mengatakan, 'mari kita bekuk dia'. Dan kami melakukannya," ucap Stone.
Insiden pada Jumat itu bermula ketika seorang penumpang warga Perancis ingin masuk ke toilet dan berhadapan dengan pria bersenjata itu. Tembakan kemudian dilepaskan pria bersenjata itu dan seorang penumpang cedera.
Namun, pria bersenjata itu kemudian berhasil dibekuk oleh Stone, Skarlatos dan Sadler.

Credit  KOMPAS.com