Tampilkan postingan dengan label YAMAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label YAMAN. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Mei 2019

Menteri Pemerintah Yaman ragukan penarikan pasukan Houthi

Menteri Pemerintah Yaman ragukan penarikan pasukan Houthi

PBB dorong pihak berseteru bahas penarikan Pasukan dari Pelabuhan Hudaidah, Yaman (Antaranews)




Aden (CB) - Seorang menteri dalam pemerintahan Yaman dukungan Arab Saudi pada Sabtu meragukan penarikan pasukan oleh gerakan Houthi dari Kota Pelabuhan Laut Merah Hudaidah dan menyebutnya "pertunjukan" yang bermaksud "menyiarkan informasi yang menyesatkan masyarakat internasional".

"Apa yang terjadi hari ini ialah pertunjukan menyolok, sekelompok dari pasukan milisi (Houthi) meninggalkan (kota itu) dan mereka digantikan oleh yang lain dengan berseragam polisi penjaga pantai," kata Menteri Informasi Muammar al-Iryani kepada Reuters.

Pihak Houthi mengatakan pada Sabtu mulai menarik pasukan dari Pelabuhan Saleef di Hudaidah berdasarkan perjanjian yang ditaja PBB yang telah macet selama berbulan-bulan, kata seorang saksi mata Reuters, yang sangat mengharapkan usaha-usaha perdamaian untuk mengakhiri perang empat tahun di Yaman.

"Ini usaha menyampaikan informasi salah untuk membingungkan masyarakat internasional," kata Al-Iryani.

Dari Jenewa, Reuters melaporkan, kelompok Al-Houthi di Yaman pada Sabtu akan mulai memindahkan pasukannya secara sepihak dari tiga pelabuhan, kata Perserikatan Bangsa-Bangsa dan seorang juru bicara Al-Houthi, suatu langkah untuk memuluskan perundingan-perundingan politik guna mengakhiri perang empat tahun di Yaman.

Pernyataan dari Komite Koordinasi Penarikan PBB (RCC) menyebutkan pihak Al-Houthi akan melakukan "pemindahan sepihak awal" antara 11-14 Mei dari Pelabuhan Saleef, yang digunakan untuk biji-bijian, Pelabuhan Ras Isa --yang digunakan untuk minyak, dan Pelabuhan Utama Hudaidah.

Penarikan tersebut akan mulai berlangsung pada 11 Mei pukul 10.00 waktu setempat, cuit Kepala Komite Revolusi Agung Al-Houthi Mohammed Ali al-Houthi, di Twitter pada Sabtu.

Komite RCC, yang dipimpin Letnan Jenderal Denmark, Michael Lollesgaard, Kepala Tim Pengamat PBB di Hudaidah, menyusun rencana pemindahan itu berdasarkan perjanjian yang disepakati Desember lalu di Stocholm, Swedia, terobosan besar pertama dalam usaha-usaha perdamaian untuk mengakhiri perang yang telah menewaskan puluhan ribu orang dan membawa Yaman ke jurang kelaparan.

Di Stockholm, diharapkan pemindahan pasukan akan berlangsung pada Januari, tetapi pelaksanaannya telah berkali-kali gagal karena ketiadaan kepercayaan di antara pihak: Al-Houthi yang bersekutu dengan Iran dan pemerintah Yaman yang diakui internasional dengan dukungan koalisi pimpinan Arab Saudi dan pasukan lain.

Al-Houthi mengatakan pada Sabtu niat kelompoknya untuk memindahkan pasukan secara sepihak dari pelabuihan-pelabuhan itu sebagai akibat dari penolakan koalisi untuk melaksanakan perjanjian Stockholm.

Misi PBB itu akan memantau pemindahan tersebut, sebagai langkah pertama untuk merampungkan perjanjian perdamaian, menurut pernyataan PBB, dengan menambahkan hal itu harus ditindaklanjuti oleh "tindakan transparan, berkomitmen dan berkelanjutan dari para pihak untuk memenuhi sepenuhnya kewajiban-kewajiban mereka".

Pemerintah Yaman, yang didukung Arab Saudi, tidak menyatakan apakah pihaknya akan mengambil langkah serupa.

Mereka juga diperkirakan akan meninggalkan posisi-posisi di sekitar pinggiran Hudaidah dalam pemindahan awal, sebelum fase kedua yang kedua pihak menarik pasukannya lebuh lanjut.

Juru bicara delegasi pemerintah Yaman ke RCC, Sadiq Dweid, mencuit di Twitter bahwa penarikan anggota Al-Houthi merupakan "langkah pertama dari tahap pertama. Kami mendukung pelaksanaan perjanjian itu."



Credit  antaranews.com




Rabu, 08 Mei 2019

PBB minta pembebasan ribuan tahanan migran di Yaman


PBB minta pembebasan ribuan tahanan migran di Yaman
Imigran Ethiopia, yang telantar di tengah perang Yaman, duduk di lokasi penahanan menunggu repatriasi ke negara mereka, di Aden, Yaman, Rabu (24/4/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Fawaz Salman (REUTERS/FAWAZ SALMAN)




Jenewa (CB) - Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) pada Selasa meminta pembebasan lebih dari 3.000 migran, terutama asal Ethiopia, yang katanya tetap ditahan dalam kondisi tidak manusiawi di dua pusat penahanan di Yaman selatan.

Penahanan dimulai sejak dua pekan lalu di Kota Aden dan Provisni Lahj, yang dikuasai pemerintah yang diakui internasional dukungan Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.

Koalisi sedang memerangi pemberontak Al-Houthi, yang bersekutu dengan Iran, yang mengendalikan ibu kota Sanaa dan pusat kota besar lainnya setelah lebih dari empat tahun perang.

"Sekitar 3.000 migran masih ditahan di dua lokasi penahanan sementara di Aden dan Abyan, Yaman," kata juru bicara IOM Joel Millman saat konferensi pers di Jenewa.

Mereka termasuk sekitar 2.500 orang yang ditahan di stadion Aden, tempat para petugas bantuan sedang memerangi wabah, kata dia.

"IOM masih merasa prihatin menyangkut orang-orang yang ditahan secara tidak manusiawi di Aden dan Abyan," kata Millman.

Menurutnya, IOM sedang berbicara kepada pihak berwenang agar para migran dibebaskan.

Badan migrasi PBB menerima sejumlah laporan bahwa dalam beberapa hari terakhir lebih dari 1.400 orang yang ditahan di kamp militer di Lahj telah dibebaskan, kata dia. Sedikitnya 14 migran meninggal akibat diare akut di Lahj, tempat IOM merawat sekitar 70 mantan tahanan.




Credit  antaranews.com



Kamis, 02 Mei 2019

Koalisi Saudi Serang Bandara Yaman yang Jadi Basis Houthi


Koalisi Saudi Serang Bandara Yaman yang Jadi Basis Houthi
Ilustrasi serangan di Yaman. (Reuters/Khaled Abdullah)




Jakarta, CB -- Koalisi Arab Saudi meluncurkan serangan udara ke Bandara Sanaa, Yaman, yang menjadi basis angkatan udara kelompok pemberontak Houthi pada Rabu (1/5) malam.

Mengutip juru bicara koalisi, Turki al-Maliki, kantor berita Saudi, SPA, melaporkan serangan udara itu menargetkan situs sistem komunikasi dan lokasi operator pesawat nirawak atau drone milik Houthi.


"Teroris, militan Houthi yang didukung Iran telah mengubah Bandara Sanaa menjadi basis militer dan tempat meluncurkan drone untuk melakukan serangan teroris yang mengancam keamanan regional dan internasional," tutur al-Maliki pada Rabu (1/5).

Al-Maliki menegaskan serangan itu legal dan sesuai hukum kemanusiaan internasional.


Stasiun televisi Al Masirah yang dikontrol Houthi melaporkan sebanyak 13 serangan udara menargetkan pangkalan udara al-Dulaimi di Sanaa.


Seorang warga di dekat bandara mengatakan kepada Reuters ledakan mengguncang utara kota Sanaa, di mana bandara dan basis militer terletak.

Arab Saudi bersama Uni Emirat Arab dan sejumlah negara lainnya telah berperang di Yaman sejak Maret 2015 untuk membantu pemerintah setempat mengusir pemberontak Houthi.

Sejak melakukan perlawanan, Houthi mengendalikan sebagian besar wilayah di utara Yaman, termasuk Ibu Kota Sanaa.

Perang terus menghancurkan infrastruktur Yaman dan menyebabkan sebagian besar penduduknya menderita kelaparan.

Hingga akhir 2018, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat 56 ribu orang tewas dalam perang sipil di Yaman tersebut.




Credit  cnnindonesia.com



Kamis, 18 April 2019

Menteri Luar Negeri Iran kecam Trump mengenai veto Yaman


Menteri Luar Negeri Iran kecam Trump mengenai veto Yaman
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif (ANTARA FOTO/OIC-ES2016/Panca Syurkani/pras/par/16.)




Ankara (CB) - Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif pada Rabu (16/4) mengecam veto Presiden AS Donald Trump terhadap resolusi yang menyeru AS agar mengakhiri dukungan dukungan buat perang pimpinan Arab Saudi di Yaman.

Pada Selasa, Trump memveto resolusi tersebut, dan menyatakan resolusi itu membahayakan "nyawa warga Amerika serta anggota prajurit yang pemberani", demikian laporan Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi.

Peraturan tersebut menyerukan War Power Resolution, peraturan federal yang memberi Kongres wewenang untuk memeriksa presiden dan pada saat yang sama menyampaikan komitmen AS pada konflik bersenjata.

Arab Saudi telah memimpin koalisi melawan milisi Syiah Yaman, Al-Houthi, sejak 2015, ketika Riyadh dan sekuru Arabnya melancarkan operasi udara besar dengan tujuan memutar-balikkan perolehan wilayah Al-Houthi setahun sebelumnya.

Operasi tersebut telah memporak-porandakan prasarana di Yaman, termasuk sistem kebersihan dan kesehatannya, sehingga PBB menggambarkannya sebagai salah satu bencana kemanusiaan yang paling parah pada jaman modern.




Credit  antaranews.com



Trump Veto Resolusi Hentikan Dukungan AS Dalam Perang Yaman



Trump Veto Resolusi Hentikan Dukungan AS Dalam Perang Yaman
Presiden AS Donald Trump dilaporkan memveto sebuah resolusi yang menyerukan AS untuk mengakhiri dukungan untuk perang yang dipimpin Arab Saudi di Yaman. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump dilaporkan memveto sebuah resolusi yang menyerukan AS untuk mengakhiri dukungan untuk perang yang dipimpin Arab Saudi di Yaman. Trump menggambarkan resolusi ini berbahaya.

"Resolusi ini adalah upaya berbahaya yang tidak perlu untuk melemahkan otoritas konstitusional saya, membahayakan kehidupan warga Amerika dan anggota layanan yang berani, baik hari ini dan di masa depan," kata Trump, seperti dilansir Anadolu Agency pada Rabu (17/4).

Langkah ini awalnya diperkenalkan di Senat dan disponsori bersama oleh Senator Bernie Sanders, yang memunculkan resolusi "War Powers", sebuah undang-undang federal yang memberi Kongres kekuatan untuk memeriksa presiden ketika dia menjerumuskan AS dalam konflik bersenjata.

DPR AS sempat meloloskan resolusi serupa mengenai Yaman pada bulan Februari, tetapi tidak dapat mencapai Senat karena masalah prosedural.

Sanders, sebagai salah satu perancang resolusi ini mengaku kecewa dengan keputusan yang diambil oleh Trump. "Saya benar-benar kecewa, tapi tidak terkejut," kata Sanders melalui aku Twitternya.

"Orang-orang Yaman sangat membutuhkan bantuan kemanusiaan, bukan lebih banyak bom. Saya kecewa, tetapi tidak terkejut, bahwa Trump telah menolak resolusi dwi pihak untuk mengakhiri keterlibatan AS dalam perang mengerikan di Yaman," tulis Sanders.





Credit  sindonews.com





Senin, 08 April 2019

Saudi Cs Bombardir Ibu Kota Yaman, Belasan Warga Sipil Terbunuh



Saudi Cs Bombardir Ibu Kota Yaman, Belasan Warga Sipil Terbunuh
Serangan udara jet-jet tempur Koalisi Arab menghantam Ibu Kota Yaman, Sanaa, Minggu (7/4/2019). Foto/REUTERS/Mohamed al-Sayaghi


SANAA - Pesawat-pesawat jet tempur Koalisi Arab yang dipimpin Arab Saudi membombardir Ibu Kota Yaman, Sanaa. Kementerian Kesehatan setempat yang dikontrol pemberontak Houthi melaporkan 11 warga sipil, termasuk anak-anak, terbunuh dalam serangan udara tersebut.

Serangan udara yang berlangsung pada hari Minggu menghantam perumahan di Sanaa. Juru bicara Kementerian Kesehatan yang dikontrol pemberontak, Youssef al-Hadrii, mengatakan lebih dari 39 orang terluka akibat pemboman udara.

Youssef al-Hadrii, sebagaimana dikutip DPA, Senin (8/4/2019), menambahkan sebagian besar yang tewas adalah siswa karena pemboman juga menghantam sebuah sekolah.

Laporan lain dari The Associated Press yang mengutip sumber-sumber medis setempat, mengatakan jumlah korban tewas mencapai 13 orang, termasuk tujuh anak. Lebih dari 100 orang lainnya terluka.

"Semua orang histeris, ada yang menangis dan berteriak panik," kata kepala sekolah Al Raei, Fatehiya Kahlani. "Situasinya mengerikan karena populasi sekolah 2.100 jiwa."

"Beberapa siswi tewas dan yang lainnya terluka, dan kini berada di rumah sakit akibat serangan rudal. Bangunan sekolah juga hancur," imbuh dia.

"Kami tiba-tiba mendengar jet tempur saat kami berada di sekolah. Kami kemudian mendengar serangan pertama. Kami tetap tenang. Lalu datang serangan kedua dan kemudian yang ketiga, yang merupakan yang terkuat dari semuanya," kata Ali Ahmed, seorang siswa yang terluka.

"Bangunan itu rusak dan kami terluka oleh pecahan kaca. Ketika serangan udara keempat datang, kami panik dan berlari pulang."

Namun, Koalisi Arab yang memerangi pemberontak Houthi mengatakan jet-jet tempurnya menyerang sebuah kamp militer di pinggiran Sanaa di Sawan. Koalisi tidak memberikan rincian jumlah korban.

Kantor berita yang dikelola pemerintah di Aden yang pro-pemerintah Presiden Abd-Rabbo Mansour Hadi mengatakan sebuah gudang yang digunakan oleh Houthi untuk menyimpan senjata menjadi sasaran. Pemerintah Presiden Hadi adalah kubu yang didukung Koalisi Arab.

Konflik terbaru di Yaman dimulai dengan pengambilalihan Sanaa oleh pemberontak Houthi tahun 2014. Pemberontak itu hendak menggulingkan pemerintah Hadi.

Sejak invasi di Yaman tahun 2015, jet-jet tempur Koalisi Arab dilaporkan menghantam sekolah, rumah sakit, dan pesta pernikahan. Data berbagai laporan menyatakan ribuan orang tewas dalam konflik di negara tersebut.

Pemberontak Houthi terus melawan dengan menembakkan rudal jarak jauh ke Arab Saudi dan menargetkan kapal-kapal di Laut Merah.

Pertempuran di negara termiskin di dunia Arab itu juga menyebabkan jutaan orang menderita kekurangan makanan dan medis. Kondisi itu mendorong Yaman menjadi negara di ambang kelaparan.

Kepala Kemanusiaan PBB Mark Lowcock mengatakan sekitar 80 persen populasi Yaman, sekitar 24 juta orang, membutuhkan bantuan kemanusiaan. 




Credit  sindonews.com



Jumat, 05 April 2019

Kongres Setuju Akhiri Keterlibatan AS dalam Perang Yaman



Kongres Setuju Akhiri Keterlibatan AS dalam Perang Yaman
Bangunan di Yaman dihantam serangan udara. Foto/REUTERS/Mohamed al-Sayaghi/File Photo


WASHINGTON - Kongres Amerika Serikat (AS) menyetujui rancangan undang-undang (RUU) untuk mengakhiri keterlibatan AS dalam perang di Yaman. Washington selama ini mendukung koalisi yang dipimpin Arab Saudi dalam perang melawan kelompok pemberontak Houthi.

RUU itu diperkirakan akan diveto oleh Presiden Donald Trump yang dikenal sebagai pendukung Saudi.

Mengutip Reuters, Jumat (5/4/2019), dalam pemungutan suara di Kongres sebanyak 247 suara mendukung RUU tersebut sedangan 175 suara menolak. RUU yang disetujui Kongres itu akan mengarahkan Trump untuk mengakhiri keterlibatan militer AS dalam perang di Yaman dalam waktu 30 hari.

"Kongres tidak akan lagi mengabaikan kewajiban konstitusionalnya ketika menyangkut kebijakan luar negeri," kata anggota Kongres dari Partai Demokrat, Eliot Engel. Dia mengetuai Komite Urusan Luar Negeri Kongres AS.

Namun, para petinggi Komite Luar Negeri Kongres dari Partai Republik menentang RUU tersebut. Politisi Republik, Michael McCaul, mengatakan voting itu merupakan "interpretasi radikal" dari Resolusi Kekuatan Perang yang akan memiliki implikasi jauh melampaui Arab Saudi.

Ribuan orang telah terbunuh dalam konflik yang dikatakan PBB sebagai krisis kemanusiaan terburuk yang sedang berlangsung di dunia. Konflik itu menyebabkan jutaan orang di ambang kelaparan.

Langkah untuk mengakhiri keterlibatan AS dalam konflik Yaman mendapatkan momentum dalam beberapa bulan terakhir ketika pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi di Konsulat Saudi di Istanbul Oktober lalu mendapat sorotan atas pelanggaran HAM di Riyadh.

Jika Trump memveto RUU seperti yang diperkirakan, maka itu akan menjadi veto kedua selama masa kepresidenannya. Yang pertama adalah veto terhadap resolusi untuk membatalkan deklarasi "darurat nasional" di perbatasan selatan AS. 




Credit  sindonews.com




Jumat, 29 Maret 2019

Sebut Pemboman RS Yaman Mengerikan, AS Desak Saudi Cs Investigasi



Sebut Pemboman RS Yaman Mengerikan, AS Desak Saudi Cs Investigasi
Rumah sakit yang dikelola kelompok Save the Children di Yaman rusak setelah terkena serangan udara yang diduga dilakukan koalisi Arab. Foto/REUTERS


WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyebut pemboman terhadap sebuah rumah sakit (RS) di Yaman pada awal pekan ini sebagai serangan mengerikan. Washington mendesak koalisi yang dipimpin Arab Saudi untuk melakukan investigasi secara transparan.

Komentar kecaman itu disampaikan juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Robert Palladino, pada hari Kamis waktu Washington. Rumah sakit yang dihantam oleh serangan udara itu dikelola oleh kelompok Save the Children.

"Saya melihat laporan-laporan itu, sangat mengerikan. Amerika Serikat menanggapinya dengan serius dan kami mencari lebih banyak informasi," kata Palladino dalam sebuah briefing media, seperti dikutip Reuters, Jumat (29/3/2019).

"Kami memahami bahwa koalisi yang dipimpin Saudi telah merujuk hasil operasi penargetan ini kepada tim penilai insiden gabungan untuk peninjauan dan penyelidikan mereka," ujarnya. "Amerika Serikat mendesak penyelidikan transparan," imbuh Palladino.

Kelompok Save the Children mengatakan sebuah rudal pada hari Selasa lalu menghantam sebuah pompa bensin di dekat pintu masuk rumah sakit pedesaan di bagian barat laut negara itu, sekitar 60 mil (100 km) dari kota Saada. 

Palladino mengatakan Amerika Serikat mendorong semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk mengambil langkah guna menghindari tindakan yang membahayakan warga sipil dan infrastruktur sipil.

"Amerika Serikat mendesak penyelidikan transparan oleh tim penilai insiden gabungan terhadap insiden ini serta implementasi cepat dari rekomendasi yang dihasilkan," paparnya. 




Credit  sindonews.com



Rabu, 27 Maret 2019

Yaman Merugi Rp 700 Triliun Akibat Perang



Hanaa Ahmad Ali Bahr, seorang gadis cilik yang menderita malnutrisi digendong ayahnya di sebuah kota kumuh di Hodeidah, Yaman, Senin, 25 Maret 2019. Perang brutal di negara Yaman memasuki tahun kelimanya pekan ini tanpa terlihat tanda-tanda akan berakhir. REUTERS/Abduljabbar Zeyad
Hanaa Ahmad Ali Bahr, seorang gadis cilik yang menderita malnutrisi digendong ayahnya di sebuah kota kumuh di Hodeidah, Yaman, Senin, 25 Maret 2019. Perang brutal di negara Yaman memasuki tahun kelimanya pekan ini tanpa terlihat tanda-tanda akan berakhir. REUTERS/Abduljabbar Zeyad

CB, Jakarta - Yaman menderita kerugian US$ 50 miliar atau Rp 708 triliun sejak perang Yaman pecah pada wal 2015 silam.
Menteri Perencanaan dan Kerja Sama Internasional Yaman, Najib Al Awaj, mengungkapkan hal ini saat pidato dalam acara rekonstruksi dan pemulihan ekonomi untuk 2019-2020, di Aden, dikutip dari Middle East Monitor, 26 Maret 2019.
Seminar tersebut dihadiri oleh Kepala Delegasi UE untuk Yaman, Antonia Calvo, perwakilan dari Pusat Bantuan Kemanusiaan King Salman, Bulan Sabit Merah Emirates dan pihak donor lainnya.

Al Awaj juga menambahkan bahwa ratusan ribu karyawan sektor swasta kehilangan pekerjaan sebagai akibat dari penurunan produksi.
"Penurunan produksi menyebabkan warga kehilangan sekitar dua pertiga dari pendapatan mereka karena inflasi tinggi, devaluasi mata uang nasional, dan peningkatan tingkat kemiskinan hingga sekitar 78 persen dari populasi. Juga, sekitar 60 persen populasi menderita kekurangan makanan," katanya.

Dalam foto 25 Agustus 2018 ini, bayi yang kekurangan gizi, Zahra, digendong oleh ibunya, di desa al-Mashraqah, Aslam, Haji, Yaman. Perang saudara Yaman telah menghancurkan kemampuan negara yang sudah rapuh itu untuk memberi makan penduduknya. Sekitar 2,9 juta wanita dan anak-anak mengalami kekurangan gizi akut, 400.000 anak lainnya berjuang untuk hidup dari kelaparan. (Foto AP / Hammadi Issa)





Al Awaj menjelaskan ada penurunan tajam pada sistem layanan kebutuhan dasar, terutama air minum, kesehatan, listrik, dan pendidikan. Selain itu, 22 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan, termasuk sekitar 3 juta orang terlantar di dalam negeri.

Gulftimes melaporkan, mengutip data yang dipaparkan Al Awaj, bahwa ada peningkatan tingkat kemiskinan hingga sekitar 78 persen dari populasi dan sekitar 60 persen populasi kekurangan makanan.
Selama hampir lima tahun, Yaman dilanda perang saudara antara pasukan pro pemerintah dan militan Houthi, yang telah mengendalikan provinsi, termasuk ibu kota Sana'a, sejak September 2014.




Credit  tempo.co



Jumat, 15 Maret 2019

Kronologi Penculikan WNI oleh Kelompok Bersenjata di Yaman


Kronologi Penculikan WNI oleh Kelompok Bersenjata di Yaman
Ilustrasi gedung Kementerian Luar Negeri Indonesia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)



Jakarta, CB -- Kementerian Luar Negeri RI menyatakan seorang warga Indonesia yang sempat disandera kelompok bersenjata di Yaman pada November 2018 lalu merupakan seorang mahasiswa bernama Adib Nadim. Dia ditawan ketika sedang dalam perjalanan menuju Kota Sanaa.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, menuturkan Adib ditangkap kelompok bersenjata di Kota Yaslah, sekitar 30 kilometer di selatan Yaman, pada 28 November 2018. Adib saat itu adalah mahasiswa yang tengah menempuh pendidikan di Universitas Daru Hadits, Sihr, Hadramaut, sejak 2013 silam.

Iqbal mengatakan Adib ditahan selama 99 hari bersama sekitar tujuh warga asing lain. Dia dibebaskan pada 7 Maret 2019 lalu.


"Saat ditangkap Adib sedang menemani sahabatnya, warga negara Malaysia, untuk menjenguk keluarganya di Kota Sanaa," kata Iqbal dalam keterangan pers yang diterima CNNIndonesia.com melalui pesan instan, Kamis (14/3).

Iqbal memaparkan Adib telah sampai di Indonesia pada Rabu (13/3) sore kemarin. Pemulangan Adib dibantu KBRI Muscat, Oman menggunakan maskapai Oman Air.

Iqbal mengatakan upaya pembebasan Adib dilakukan bekerja sama dengan pemerintah Oman. Kontak-kontak KBRI Muscat juga tak luput membantu pembebasan.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan pemerintah Oman telah banyak membantu proses evakuasi WNI dari wilayah konflik, terutama yang berada di Yaman, saat perang meletup di negara itu pada 2014 lalu.

Sejak konflik pecah di Yaman, pemerintah mengevakuasi seluruh WNI dari negara itu. Puncaknya terjadi pada 30 Maret 2015 hingga 21 April 2015. Pemerintah bahkan mengirim tim khusus untuk mengevakuasi WNI secara intensif. 

Berdasarkan data Kemlu RI, total ada 1.925 WNI dan 173 warga asing negara sahabat berhasil dievakuasi lewat jalur darat, laut dan udara.

Sejak itu, pemerintah Indonesia telah melarang WNI masuk ke Yaman.

Oman selama ini memang kerap dijadikan jalur untuk masuk ke Yaman. Sejak perang di Yaman pecah, pemerintah Oman juga telah mengeluarkan larangan melintasi perbatasannya.

Larangan itu diberlakukan pemerintah setempat untuk mencegah kelompok pemberontak Houthi, maupun mereka yang merupakan jejaring kelompok teroris Al Qaidah masuk ke Yaman. 




Credit  cnnindonesia.com




Seorang pelajar Indonesia dibebaskan dari penyanderaan di Yaman

Seorang pelajar Indonesia dibebaskan dari penyanderaan di Yaman


Menteri Luar Negeri Oman Yusuf bin Alawi bin Abdullah (pertama kiri) mengisi buku tamu sebelum melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (kedua kiri) di Gedung Pancasila, Jakarta, Kamis (14/2/2019). (ANTARA News/Yashinta Difa)




Jakarta (CB) - Seorang pelajar asal Indonesia, Adib Nadim, dibebaskan dari penyanderaan oleh kelompok bersenjata di Yaman dan dipulangkan ke Tanah Air melalui Oman oleh KBRI Muscat, kata Meteri Luar Negeri Retno Marsudi.

Adib yang telah tiba di Indonesia pada Rabu (13/3), sebelumnya ditangkap oleh kelompok bersenjata di Kota Yaslah yang berlokasi 30 kilometer selatan Yaman, pada 28 November 2018.

Ia ditahan selama 99 hari bersama sekitar tujuh warga negara asing lainnya hingga akhirnya dibebaskan pada 7 Maret 2019.

"Semalam kami berhasil membebaskan seorang WNI dan memulangkannya ke Tanah Air, setelah sempat ditangkap oleh kelompok bersenjata di Yaman. Pembebasan dan pemulangan ini tidak lepas dari kerja sama dan bantuan oleh otoritas Oman," kata  Menlu Retno Marsudi usai bertemu dengan Menteri Luar Negeri Oman Yusuf bin Alawi bin Abdullah di Gedung Pancasila, Jakarta, Kamis.

Adib adalah seorang mahasiswa Universitas Darul Hadits, Sihr, Hadramaut. Ia berangkat ke Yaman untuk meneruskan studinya pada 2013.

Saat ditangkap, Adib sedang menemani sahabatnya, yakni seorang warga Malaysia, untuk menjenguk keluarganya di Kota Sanaa.

Upaya pembebasan Adib dilakukan lewat kerja sama dengan otoritas keamanan Kesultanan Oman dan kontak-kontak KBRI Muscat yang ada di Sanaa.

"Alhamdulillah saya bisa bebas. Terima kasih atas bantuan KBRI dan pemerintah yang sudah mengupayakan pembebasan saya", ujar Adib saat diterima Duta Besar RI Muscat Mustofa Taufik Abdul Latif setelah pembebasan tersebut, seperti disampaikan melalui keterangan tertulis Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kemlu RI.

Sejak konflik bersenjata pecah pada 2015, pemerintah Indonesia mengeluarkan imbauan kepada seluruh WNI untuk tidak berkunjung ke Yaman.

Hingga saat ini, imbauan tersebut belum dicabut karena secara umum situasi keamanan di Yaman dianggap belum kondusif bagi warga negara asing.





Credit  antaranews.com

Kamis, 14 Maret 2019

Gedung Putih menentang resolusi kekuatan perang Saudi Yaman


Gedung Putih menentang resolusi kekuatan perang Saudi Yaman

Delegasi dari gerakan Houthi, yang bersekutu dengan Iran, serta pemerintah Yaman, yang didukung Arab Saudi, bertemu di Amman, Jordania pada 17 Januari, 2019, untuk merundingkan pertukaran tahanan. (REUTERS/Muhammad Hamed)






Washington (CB) - Para penasehat Gedung Putih merekomendasikan pada Rabu agar Presiden Amerika Serikat Donald Trump memveto satu resolusi untuk mengakhiri dukungan Washington bagi kampanye militer pimpinan Arab Saudi di Yaman.

Pernyataan Gedung Putih itu mengenai kebijakan pemerintah dikeluarkan ketika Senat AS siap memveto hal tersebut, salah satu dari beberapa usaha oleh para anggota Senat untuk mendesak Trump memperkuat kebijakannya terhadap kerajaan itu.

Para pendukung resolusi tersebut, yang termasuk beberapa orang anggota Partai Republik dan juga Demokrat, mengatakan mereka optimistis mengenai peluang-peluang menyangkut pengesahan oleh Senat. Presiden Trump berasal dari Partai Republik.

Namun, pemimpin mayoritas dari Republik di Senat, Mitch McConnell, mengecam resolusi kekuatan-kekuatan perang itu pada Rabu ketika ia membuka sidang Senat, dengan menyatakannya "tak pantas dan kontraproduktif."



Credit  antaranews.com




Rabu, 06 Maret 2019

Gerilyawan Al-Houthi tuduh Inggris berusaha gelincirkan proses perdamaian Yaman


Gerilyawan Al-Houthi tuduh Inggris berusaha gelincirkan proses perdamaian Yaman
Gadis kecil berdiri dekat pondok di kamp yang dibangun seadanya bagi warga yang mengungsi dekat Abs bagian barat laut provinsi Hajja, Yaman, Senin (18/2/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Khaled Abdullah/djo



Sana`a, Yaman, (CB) - Kelompok gerilyawan Syiah Yaman, Al-Houthi, menuduh Pemerintah Inggris berusaha menggelincirkan kesepakatan perdamaian yang rapuh di Kota Pelabuhan Utama Yaman, Al-Hudaydah.

"Kami tidak menganggap Inggris sebagai salah satu penengah dalam pembicaraan perdamaian Yaman," kata Juru Bicara Al-Houthi Mohammed Abdulsalam, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Yaman, SABA --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa siang.

Ia menanggapi pernyataan yang dikeluarkan sehari sebelumnya oleh Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt.

Abdulsalam menambahkan bahwa "Utusan Khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths juga tampaknya lebih mewakili Pemerintah Inggris ketimbang mewakili PBB".

Abdulsalam mengatakan kelompoknya berkomitmen pada Kesepakatan Stockholm, yang dicapai pada Desember tahun lalu.

Ia mengatakan penyerahan managemen kota pelabuhan tersebut kepada satu pihak netral bukan bagian dari kesepakatan yang ditandatangani tersebut. Ia menuduh Hunt berusaha melicinkan jalan bagi koalisi pimpinan Arab Saudi untuk menduduki Kota Pelabuhan Al-Hudaydah, yang strategis di tepi Laut Merah.

Pada Ahad, Hunt mengatakan ia mengunjungi Kota Pelabuhan Aden, yang dikuasai pemerintah di Yaman Selatan, untuk mendorong kedua pihak yang bertikai di Yaman ke arah penerapan kesepakatan perdamaian itu. Ia menambahkan itu adalah "kesempatan terakhir".

Hunt memperingatkan proses perdamaian di Yaman bisa mati dalam waktu beberapa pekan, kalau Kesepakatan Stockholm tidak dilaksanakan sepenuhnya.

Hunt mengatakan ia memberitahu Abdulsalam di Oman bahwa "penarikan gerilyawan Al-Houthi perlu dilakukan secepatnya, untuk memelihara kepercayaan pada Kesepakatan Stockholm dan memungkinkan dibukanya saluran penting kemanusiaan".

Kesepakatan perdamaian tersebut dimaksudkan untuk menghindari pertempuran di Al-Hudaydah, saluran kehidupan utama buat dua-pertiga warga Yaman, yang dikatakan PBB berada di jurang kelaparan.

Kedua pihak yang berperang belum melaksanakan rencana yang diperantarai PBB, untuk menarik pasukan dari dalam kota itu dan sekitarnya, sejak kesepakatan perdamaian tersebut diberlakukan pada 18 Desember 2018.



Credit  antaranews.com



Kamis, 28 Februari 2019

Houthi: UEA Halangi Pertukaran Tahanan



Gerilyawan Houthi (ilustrasi)
Gerilyawan Houthi (ilustrasi)
Foto: EPA/Yahya Arhab

Perjanjian di Swedia mendorong kesepakatan pertukaran tahanan.

CB, SANAA -- Kelompok gerilyawan Syiah Yaman pada Rabu (27/2) menuduh Uni Emirat Arab (UEA) menghalangi pelaksanaan kesepakatan pertukaran tahanan antara milisi Syiah Al-Houthi dan Pemerintah Yaman, yang berpusat di Aden. UEA menolak kesepakan itu.

"Kami memperoleh keterangan bahwa UAE menentang kesepakatan itu," kata stasiun televisi Al-Masirah, yang berafiliasi kepada Al-Houthi, dengan mengutip Abdul Qader Al-Murtada, anggota penting Al-Houthi.

Kantor berita Turki, Anadolu, belum bisa memperoleh komentar dari UEA atau pejabat Pemerintah Yaman berkaitan dengan pernyataan Al-Murtada.

Pada Desember lalu, pembicaraan perdamaian yang digelar di Swedia berakhir dengan seruan bagi gencatan senjata di Provinsi Pantai Yaman, Al-Hudaydah. Selain itu juga pertukaran sebanyak 15 ribu orang yang ditahan oleh kedua pihak dalam konflik tersebut.

Pada 2015, koalisi pimpinan Arab Saudi, termasuk UEA, melancarkan aksi militer secara luas di Yaman, setelah gerilyawan Al-Houthi menguasai sebagian besar wilayah negeri itu, termasuk Ibu Kotanya, Sana'a.




Credit  republika.co.id



AS Kucurkan Dana Bantuan Tambahan untuk Yaman


Anak-anak di tengah konflik di Yaman.
Anak-anak di tengah konflik di Yaman.
Foto: reuters

Dana bantuan untuk pembelian bahan pokok.



CB, WASHINGTON— Amerika Serikat (AS) mengumumkan akan mengucurkan dana bantuan kemanusiaan darurat tambahan untuk Yaman senilai 24 juta dolar AS.


Dana baru tersebut akan diberikan untuk pembelian bahan-bahan pokok dan penampungan darurat.

Seperti dilansir dari Anadolu, Rabu (27/2), Kementerian Luar Negeri AS mengatakan, dana bantuan kali ini jika ditotal dengan dana bantuan AS  sejak Oktober 2017, untuk negara yang dilanda krisis menjadi 721 juta dolar AS.


Dana baru ini akan digunakan untuk pembelian tempat penampungan darurat, dan barang-barang bantuan serta persediaan lain yang tidak dimiliki pengungsi korban perang Yaman. Bantuan ini juga akan meningkatakn upaya logistik yang tengah berlangsung.


Penduduk Yaman menghadapi krisis kemanusiaan parah dalam beberapa tahun terakhir ini.


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa sebagian besar warga Yaman berada di ambang kelaparan.


Kemenlu AS mencatat hampir 20 juta warga Yaman tidak memiliki akses ke perawatan kesehatan dasar. Lebih dari lima juta orang dilanda kelaparan.


"Tanpa melanjutkan upaya kemanusiaan internasional dengan skala besar, akan lebih banyak orang menghadapi kelaparan, mengancam jiwa, dan kematian yang dapat dicegah," ujar pernyataan Kemenlu.


Oleh karena itu, sangat penting bahwa pasukan bantuan kemanusiaan dan impor komersial utama seperti makanan, bahan bakar, dan obat-obatan, masuk tanpa penundaan secara bebas di seluruh Yaman.


Yaman, seperti diketahui telah dilanda konflik sejak pemberontak Houthi mengauasai sebagian besa negara itu. Termasuk di ibu kota Sanaa mulai tahun 2005.


Koalisi yang dipimpin Saudi berupaya untuk membalikkan kemajuan mereka. Namun, malah memperburuk krisis kemanusiaan yang parah. Sebelum konflik, Yaman tercatat sudah menjadi negara termiskin di negara-negara Arab.





Credit  republika.co.id





Selasa, 26 Februari 2019

Theresa May Janji Kucurkan Dana untuk Korban Perang Yaman


Theresa May
Theresa May
Foto: AP
Bantuan untuk korban perang Yaman diumumkan di Mesir.



CB, SHARM EL SHEIKH -- Perdana Menteri Inggris Theresa May berjanji memberikan dana 200 juta poundsterling untuk membantu para korban perang di Yaman. Ia juga menyerukan untuk pengakhiran krisis dan penderitaan dari perang saudara selama empat tahun di sana.

PM May mengumumkan sejumlah paket bantuan saat tiba untuk pembicaraan konferensi tingkat tinggi (KTT) selama dua hari dengan Uni Eropa dan Liga Arab di Sharm El Shiekh, Mesir pada Ahad (24/2) waktu setempat. "Kami berada pada bagian kami dan akan terus melakukannya, meski masih ada lagi yang bisa dilakukan sebagai komunitas internasional soal Yaman," kata May dilansir Guardian, Senin (25/2).

May juga mendorong negara-negara Arab dan Eropa untuk melipatgandakan upaya dalam mencapai perjanjian damai konflik Yaman. "Harus ada penyelesaian melalui solusi politik. Itulah satu-satunya cara untuk mengakhiri krisis dan penderitaan yang ditimbulkan," ujarnya.


May meminta, dialog damai yang digelar di Stockholm pada Desember lalu diganti menjadi perdamaian abadi. "Perjanjian Stokholm harus diimplementasikan secara penuh," kata dia.

Dalam dialog di Stockholm, kedua kubu, pasukan lokal yang didukung Arab Saudi dengan pemberontak Houthi, menyepakati kesepakatan bersenjata di kota pelabuhan Hodeidah serta manarik pasukan. May pun menyarankan agar tekanan diberikan kepada semua pihak yang terlibat dalam konflik Yaman. "Pasukan dari semua pihak harus mulai keluar dari Hodeidah dan menindaklanjuti rencana pertukaran tahanan," ujarnya.

"Gencatan senjata harus dihormati dengan pihak-pihak yang menahan diri. Houthi harus mematuhi komitmen mereka. Ini penting agar kemajuan dapat dicapai pada putaran pembicaraan damai berikutnya dan agar jalur pasokan bantuan kemanusiaan dapat dibuka," ujar May.

"Inggris telah memberikan dukungan penuh untuk proses perdamaian yang dipimpin oleh PBB, dan saya ingin terus membangun dukungan internasional untuk kerja tak kenal lelah dari utusan khusus PBB," May menambahkan.

Para pemimpin UE dan Liga Arab mengadakan pertemuan puncak pertama mereka di kota peristirahatan Mesir untuk membahas migrasi, keamanan dan kesepakatan bisnis. Dalam kesempatan tersebut, May bertekad mendorong Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz Al Saud untuk menyelesaikan konflik Yaman. "Inggris, bersama dengan mitra-mitra Eropa kami, juga terus menyerukan Iran untuk mendukung upaya-upaya untuk mengurangi konflik dan memastikan gencatan senjata saat ini," kata dia.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut sekitar 10 ribu orang tewas dalam konflik di Yaman. Namun sejumlah kelompok hak asasi manusia memprediksi angka sebenarnya jauh lebih tinggi.





Credit  republika.co.id




Unicef: 1,2 Anak Hidup di Daerah Konflik Yaman


Anak Yaman Kelaparan (ilustrasi)
Anak Yaman Kelaparan (ilustrasi)
Foto: Republika

Anak-anak tersebut hidup di 31 zona konflik aktif di Yaman.

CB, SANA'A -- Sebanyak 1,2 juta anak kini masih tinggal di daerah konflik di Yaman dan negara yang diguncang. Anak-anak "Anak-anak terus hidup di 31 zona konflik aktif termasuk Al-Hudaydah, Taiz, Hajjah dan Saada, di daerah yang menyaksikan kerusuhan besar yang berkaitan dengan perang," kata Geert Cappelaere, Direktur Regional Unicef untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, di dalam satu pernyataan, Senin (25/2).

Dia menjelasan, tidak cukup perubahan yang terjadi buat anak-anak di Yaman, sejak Kesepakatan Stockholm pada 13 Desember 2018," kata pejabat itu, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu yang dipantau Antara di Jakarta.

"Setiap hari sejak itu, delapan anak telah tewas atau cedera. Kebanyakan anak yang meninggal tersebut sedang bermain di luar rumah bersama teman mereka atau dalam perjalanan ke atau dari sekolah," kata Cappelaere.


Unicef menyeru semua pihak yang berperang agar mengakhiri kekerasan di tempat bergolak dan di seluruh wilayah Yaman, melindungi warga sipil, menjaga anak-anak dari bahaya dan mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan buat anak-anak. Juga bantuan untuk keluarga mereka di mana pun mereka berada di negeri itu.


Yaman telah dirongrong oleh kerusuhan sejak 2014, ketika kelompok Syiah Al-Houthi menguasai sebagian besar wilayah negeri tersebut. Krisis itu meningkat pada 2015, ketika koalisi pimpinan Arab Saudi melancarkan serangan udara yang memporak-porandakan dengan tujuan membalikkan perolehan gerilyawan Al-Houthi.





Credit  republika.co.id




Kamis, 21 Februari 2019

Milisi Houthi Ambil Alih Rumah Yasser Arafat di Yaman



Yasser Arafat
Yasser Arafat
Foto: AP

Mayoritas rakyat Palestina melihat sosok Arafat sebagai seorang pejuang kemerdekaan.




CB, SANAA -- Menteri Informasi Yaman Muammar Al-Iryani mengatakan kelompok milisi Houthi telah merebut dan mengambil alih rumah mendiang presiden Palestina Yasser Arafat di Ibu Kota Yaman, Sanaa. Tak hanya itu, Houthi juga memasuki beberapa markas organisasi yang mendukung perjuangan Palestina di kota tersebut.

Al-Iryani mengatakan, Houthi sebenarnya tidak memiliki perhatian terhadap perjuangan kemerdekaan Palestina. "Untuk milisi (Houthi), perjuangan Palestina adalah bahan propaganda yang digunakan untuk mengekploitasi orang-orang polos, menggunakan slogan-slogan seperti Yerusalem dan menolak normalisasi hubungan (dengan Israel)," kata Al-Iryani melalui akun Twitter pribadinya pada Selasa (19/2), dikutip laman Middle East Monitor.

Menurut dia, milisi Houthi memang sengaja menggunakan slogan-slogan yang terkait dengan perjuangan Palestina untuk menarik warga Yaman menjadi simpatisan atau pendukungnya. Setelah termakan propaganda, Houthi akan memanfaatkan orang-orang itu untuk terlibat dalam pertempuran yang melayani proyek reaksioner mereka.


photo

Warga Yaman yang simpati dengan Houthi.



Yasser Arafat adalah seorang negarawan Palestina. Ia merupakan ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang pernah menjabat sebagai presiden Otoritas Nasional Palestina (PNA). Arafat juga diketahui pemimpin partai politik dan mantan pasukan milisi Fatah.

Arafat dikenal karena sikapnya yang keras menentang pendudukan Israel atas Palestina. Wataknya mulai melunak pada 1988, yakni ketika menerima Resolusi 242 Dewan Keamanan PBB. 

Arafat terlibat dalam serangkaian perundingan dengan Israel guna mengakhiri konflik bersenjata yang berlangsung selama satu dekade. Perundingan tersebut antara lain Konferensi Madrid 1991, Perjanjian Oslo, dan pertemuan di Camp David pada 2000.

Mayoritas rakyat Palestina melihat sosok Arafat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang heroik. Dia pun dianggap sebagai martir yang menyimbolkan jeritan hati rakyat Palestina.



Credit  republika.co.id




Senin, 18 Februari 2019

Pihak bertikai di Yaman sepakat tarik pasukan dari Hudaidah

Pihak bertikai di Yaman sepakat tarik pasukan dari Hudaidah
Milisi Houthi berpatroli di jalan, tempat para pengunjung rasa pro-Houthi berdemonstrasi menentang koalisi pimpinan Arab Saudi, di Hudaidah, Yaman, 10 Desember 2018. (REUTERS/ABDULJABBAR ZEYAD)




PBB (CB)  - Pemerintah Yaman dan perwakilan al Houthi mencapai kesepakatan "Tahap I" tentang penarikan pasukan mereka, berdasarkan perjanjian yang ditengahi PBB, dari kota pelabuhan Hudaidah, Yaman, kata PBB pada Minggu (17/2).

"Para pihak mencapai kesepakatan Tahap I tentang pemindahan pasukan mereka,"  kata kantor juru bicara PBB tanpa memberikan penjelasan yang sebenarnya tentang apa yang disepakati antara kelompok al Houthi, yang bersekutu dengan Iran, dan pemerintah yang didukung Saudi.

PBB sedang berusaha menerapkan perjanjian penarikan pasukan dan gencatan senjata di Hudaidah, pintu gerbang utama bagi impor Yaman, sebagai bagian dari upaya mengakhiri perang yang telah menelan puluhan ribu jiwa dan membawa jutaan orang ke ambang kelaparan.

Berdasarkan kesepakatan Tahap I, kelompok al Houthi akan mundur dari pelabuhan Hudaidah, Saleef dan Ras Isa. Langkah serupa juga harus dilakukan pasukan koalisi dari pinggiran kota bagian timur, tempat pertempuran berkecamuk sebelum genjatan senjata diberlakukan pada 18 Desember.

Sebagian besar aturan genjatan senjata Hudaidah dihormati namun pertempuran terus terjadi antara gerakan al Houthi dan musuh mereka dalam memerangi koalisi pimpinan Saudi untuk memulihkan pemerintahan yang diakui secara internasional.




Credit  antaranews.com



Jumat, 15 Februari 2019

DPR AS setujui penghentian dukungan untuk koalisi Saudi di Yaman


DPR AS setujui penghentian dukungan untuk koalisi Saudi di Yaman
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud (ka) memberikan Collar of Abdulaziz Al Saud Medal kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Royal Court di Riyadh, Arab Saudi, Sabtu (20/5/2017). (REUTERS/Jonathan Ernst )





Washington (CB) - DPR Amerika Serikat (AS) yang dikuasai Fraksi Demokrat, Rabu (13/2), menyetujui resolusi yang akan mengakhiri dukungan AS kepada koalisi pimpinan Arab Saudi dalam peperangan di Yaman.

Resolusi itu disetujui setelah sejumlah legislator berupaya mendesak Presiden Donald Trump untuk memperketat kebijakannya terhadap kerajaan itu.

Langkah itu menjadi upaya pertama yang dilakukan DPR dalam mendukung resolusi kekuatan perang. Meskipun demikian, hasil pemungutan suara 248 mendukung berbanding 177 menolak dalam pengesahan dirasa belum cukup untuk menekan Trump.

Trump, di sisi lain, kemungkinan besar akan memveto resolusi itu.

Sebanyak 18 dari 230 anggota Fraksi Republik ikut mendukung resolusi yang digalang Fraksi Demokrat tersebut.

Resolusi berupaya menghentikan keterlibatan militer AS dalam pertempuran di atau yang memengaruhi Yaman, termasuk mengisi bahan bakar pesawat yang menjalankan misi dalam perang saudara di Yaman tanpa persetujuan dari Kongres.

Fraksi Demokrat dan Republik memperkenalkan kembali resolusi kekuatan perang dua pekan lalu sebagai cara untuk mengirim pesan kuat ke Riyadh mengenai bencana kemanusiaan di Yaman serta untuk mengutuk pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi.

Pertempuran yang berlangsung selama hampir empat setengah tahun di Yaman telah menewaskan puluhan ribu orang, menumbangkan perekonomian, dan membuat jutaan orang berada di ambang kelaparan.

Di sisi lain, pemerintahan Trump dan rekan-rekannya di Fraksi Republik di Kongres mengatakan resolusi itu tidak tepat karena pasukan AS hanya menyediakan pesawat pengisi bahan bakar dan dukungan lain dalam konflik di Yaman, bukan pasukan tempur.

Mereka juga mengatakan langkah itu dapat mengganggu hubungan di kawasan dan menghambat kemampuan AS untuk mencegah penyebaran kekerasan ekstremisme.

Senat diperkirakan akan melakukan pemungutan suara untuk menyetujui resolusi itu dalam 30 hari ke depan.

Versi resolusi sebelumnya diloloskan Senat dengan suara 56 mendukung berbanding 41 menolak pada Desember. Namun, versi itu tidak diajukan ke DPR yang sebelumnya dikuasai Fraksi Republik.

Demokrat menguasai mayoritas kursi di DPR pada 3 Januari setelah memenangi  pemilihan umum November lalu.

AS telah mendukung serangan udara pimpinan Arab Saudi terhadap pemberontak Houthi yang didukung Iran di Yaman dengan dukungan pengisian bahan bakar di udara, intelijen, dan bantuan pelacakan target.

Pemungutan suara di Senat pada Desember itu juga menjadi yang pertama dalam mendukung penarikan pasukan AS dari keterlibatan militer di bawah Undang-undang Kekuatan Perang.

Undang-undang Kekuatan Perang disahkan pada 1973 dan membatasi kekuasaan presiden untuk mengerahkan pasukan AS dalam kegiatan tempur tanpa persetujuan Kongres.



Credit  antaranews.com