Tampilkan postingan dengan label BPPT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BPPT. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 Januari 2019

Drone BPPT Raih Layak Produk Militer




Pesawat udara nir awak (PUNA) atau drone tipe Alap-alap PA-06D.

 

 

CB, JAKARTA -- Pesawat udara nir awak (PUNA) atau drone tipe Alap-alap PA-06D yang dirancang Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mendapatkan sertifikat kelayakan dari Badan Sarana Pertahanan (Baranahan) Kementerian Pertahanan sebagai produk militer. Dalam sertifikasinya, drone ini diperuntukkan untuk misi pemetaan.

Deputi Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa (TIRBR) BPPT, Wahyu Widodo Pandoe mengatakan drone ini memiliki kemampuan pemetaan seluas 1.700 hektare per jam. Drone ini juga dapat memetakan wilayah seluas lebih dari 8.500  hektare pada ketinggian 1.500 kaki.

Menurutnya proses sertifikasi memerlukan waktu tiga bulan sejak didaftarkan hingga lulus sertifikasi pada Desember 2018. Wahyu berharap dengan didapatkannya sertifikasi ini, drone ini dapat digunakan untuk keperluan TNI.

"Setelah mendapatkan TC (type certificate), PUNA Alap-Alap PA-06D harusnya bisa langsung (diproduksi) massal dan dimanfaatkan oleh TNI," katanya.

Ia menambahkan bahwa drone ini mampu terbang di ketinggian 12 ribu kaki dengan kecepatan 55 hingga 65 knot. Untuk altitude atau ketinggian terbangnya, Alap-alap ini mampu mencapai 12 ribu kaki, dengan jangkauan datalink 100 km (LOS). Drone ini memiliki spesifikasi bentang sayap sepanjang 3.2 m, berat maksimum saat lepas landas sebesar 31 kg, dan memiliki ketahanan untuk terbang selama lima jam.

"Untuk kecepatan saat cruise 55 hingga 65 knot dan untuk take off landing memerlukan landasan pacu sepanjang 150 sampai 200 meter," kata dia.

Credit REPUBLIKA.CO.ID



https://m.republika.co.id/amp_version/pkqq9b368

 




Senin, 31 Desember 2018

LIPI: Gunung Raksasa di Bawah Laut Sumatera Sudah Tak Aktif

Pakar Geologi dari Pusat Geotekhnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natadidjaja mengatakan, gunung raksasa di bawah laut Sumatera sudah tidak aktif lagi. Foto/Ilustrasi/Okezone

JAKARTA - Pakar Geologi dari Pusat Geotekhnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natadidjaja mengatakan, gunung raksasa di bawah laut Sumatera sudah tidak aktif lagi. Jadi, kata Danny, gunung yang terletak di laut lepas Pantai Bengkulu sudah tidak berbahaya lagi.

Danny menjelaskan, berdasarkan penelitian, gunung yang ada sejak ratusan tahun lalu tersebut sudah tidak aktif. "Berita lama itu, iya ada di lepas Pantai Bengkulu. Namun, sudah enggak aktif, sisa-sisa yang dulu jutaan tahun yang lalu. Sudah enggak aktif‎. Enggak berbahaya," katanya saat berbincang dengan Okezone, Sabtu (29/12/2018).

Menurut Danny, gunung tersebut sudah ada sejak ratusan tahun lalu di bawah perairan Sumatera dan pernah aktif pada masanya. Namun, saat ini, gunung tersebut sudah mati dan tidak berbahaya. "Dulunya jelas ada, pernah aktif, tapi sekarang sudah enggak aktif. Itu ada di tengah laut, gunung api, di bawah laut. Intinya enggak berbahaya, sudah enggak aktif, sudah mati, jadi mumi," terangnya.

Sebelumnya diketahui, ‎tim yang terdiri dari gabungan para pakar geologi Indonesia, AS, dan Perancis berhasil menemukan gunung api raksasa di bawah perairan barat Sumatera. Gunung api tersebut berdiameter 50 km dan tinggi 4.600 meter dan berada 330 km arah barat Kota Bengkulu.

Para ahli geologi yang menemukan gunung tersebut berasal dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, CGGVeritas dan IPG (Institut de Physique du Globe) Paris. "Gunung api ini sangat besar dan tinggi. Di daratan Indonesia, tak ada gunung setinggi ini kecuali Gunung Jayawijaya di Papua," kata Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam BPPT Yusuf Surachman.


Credit Sindonews.com



https://daerah.sindonews.com/read/1366644/174/lipi-gunung-raksasa-di-bawah-laut-sumatera-sudah-tak-aktif-1546100173





Ditemukan Gunung Raksasa di Dalam Laut Sumatera Berdiameter 50 Km


Gunung Anak Kratau. Tim yang terdiri dari gabungan para pakar geologi Indonesia, Amerika Serikat (AS), dan Perancis, menemukan gunung api raksasa di bawah perairan barat Sumatera. Foto/Ilustrasi/SINDOnews

BENGKULU - Tim yang terdiri dari gabungan para pakar geologi Indonesia, Amerika Serikat (AS), dan Perancis, menemukan gunung api raksasa di bawah perairan barat Sumatera. Gunung api tersebut berdiameter 50 km dan tinggi 4.600 meter dan berada 330 km arah barat Kota Bengkulu.

Para ahli geologi ini berasal dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, CGGVeritas dan IPG (Institut de Physique du Globe) Paris.

“Gunung api ini sangat besar dan tinggi. Di daratan Indonesia, tak ada gunung setinggi ini kecuali Gunung Jayawijaya di Papua,” kata Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam BPPT Yusuf Surachman.

Gunung api bawah laut ini berada di Palung Sunda barat daya Sumatera, 330 km dari Bengkulu, di kedalaman 5,9 km dengan puncak berada di kedalaman 1.280 meter dari permukaan laut. Meskipun gunung ini diketahui memiliki kaldera yang menandainya sebagai gunung api, para pakar mengaku belum mengetahui tingkat keaktifan gunung api bawah laut ini. 

Survei yang menggunakan kapal seismik Geowave Champion canggih milik CGGVeritas itu adalah yang pertama di dunia karena menggunakan streamer terpanjang, yaitu 15 km dari yang pernah dilakukan oleh kapal survei seismik. Tujuan dari survei ini adalah untuk mengetahui struktur geologi dalam (penetrasi sampai 50 km) yang meliputi Palung Sunda, prisma akresi, tinggian busur luar (outer arc high), dan cekungan busur muka (fore arc basin) perairan Sumatera.

ADVERTISEMENT

Sejak gempa dan tsunami akhir 2004 lalu dan gempa-gempa besar susulan lainnya, terjadi banyak perubahan struktur di kawasan perairan Sumatera yang menarik minat banyak peneliti asing. Tim ahli dari Indonesia, AS, dan Perancis kemudian bekerja sama memetakan struktur geologi dalam untuk memahami secara lebih baik sumber dan mekanisme gempa pemicu tsunami menggunakan citra seismik dalam (deep seismic image).


Credit Sindonews.com



https://daerah.sindonews.com/read/1366643/174/ditemukan-gunung-raksasa-di-dalam-laut-sumatera-berdiameter-50-km-1546099743




Sabtu, 15 Desember 2018

Uji N219 Versi Amfibi Dilakukan di BPPT Surabaya





Miniatur Pesawat N219 di hanggar PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Kota Bandung.

CB, SURABAYA -- Pengembangan uji desain floater N219 versi amfibi dilakukan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Surabaya. Khususnya untuk hidrodinamika atau tingkat gerak kapal.

Kepala Seksi Program dan Penerapan Teknologi Balai Hidrodinamika BPPT Fariz Maulana Noor di Surabaya, Senin (10/12) mengatakan pengujian N219 dilakukan untuk melihat dan menganalisa apakah desain floateryang sudah dibuat mampu beroperasi di perairan wilayah Indonesia dengan aman dan nyaman, khususnya untuk penumpang.

"Pengujian ini kami lakukan pada bulan September sampai bulan November 2018, dan saat ini kami laksanakan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas hasil pengujian floater N219 versi amfibi," kata Fariz, usai kegiatan FGD di Kantor BPPT Surabaya.

Pelaksanaan FGD, kata dia, juga diikuti berbagai institusi yang berkepentingan seperti Pustekbang LAPAN, PT Dirgantara Indonesia, Balai Teknologi Hidrodinamika BPPT, Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika BPPT, Kementerian Perhubungan, serta Dirjen KPPU dan Institut Teknologi Bandung Jurusan Teknik Dirgantara.

Ia berharap, dengan terlaksananya FGD akan ada masukan dan perbaikan untuk desain floater N219 versi amfibi ke depannya. Sebelumnya, floater N219 versi amfibi dibuat atas pengembangan keberadaan Pesawat N219 produksi PT Dirgantara Indonesia yang kini memasuki tahap sertifikasi.

Kemudian, PT Dirgantara Indonesia bekerja sama dengan LAPAN mengembangkan pembuatan N219 versi amfibi, untuk mendukung logistik dan pengembangan pariwisata di daerah pinggiran dan terpencil. "Keberadaan versi amfibi dibuat untuk daerah yang tidak memungkinkan dibangun landasan pesawat terbang biasa," katanya.

Peta jalan pengembangan pesawat N219 versi amfibi dimulai tahun 2018, dengan ditandai dengan penandatangan kontrak kerja antara Pustekbang LAPAN dengan PT DI. Dari kontrak tersebut diharapkan akan dihasilkan Conceptual Design Floater untuk N219 versi amfibi.

Credit Republika.co.id




Selasa, 11 Desember 2018

Ilmuwan Temukan Petunjuk Penyebab Tsunami Palu



Ilmuwan Temukan Petunjuk Penyebab Tsunami Palu
Masjid Arkam Bab Al Rahman atau Masjid Apung terlihat masih kokoh berdiri pascagempa dan tsunami di Kampung Lere, Palu, Sulawesi Tengah. Foto/ANTARA/Muhammad Adimaja


WASHINGTON - Para ilmuwan semakin dekat memahami tsunami yang melanda Palu, Sulawesi Tengah, bulan September lalu. Tsunami dahsyat langsung menghantam daratan pasca gempa 7,8 skala Richter mengguncang wilayah itu. Namun para peneliti saat itu mengaku terkejut dengan ukuran Tsunami tersebut.

Sekarang, penelitian terhadap teluk di depan kota Sulawesi menunjukkan penurunan signifikan dari dasar laut. Hal ini kemungkinan berkontribusi pada bencana tsunami yang tiba-tiba menghantam daratan.

Lebih dari 2.000 orang kehilangan nyawa dalam bencana tersebut. Hasil awal berbagai investigasi dilaporkan pada Fall Meeting of the American Geophysical Union - pertemuan tahunan terbesar ilmuwan Bumi dan luar angkasa.

Gempa bumi di Palu terjadi akibat apa yang disebut sebagai strike-slip, di mana tanah di satu sisi pecah bergerak secara horizontal melewati tanah di sisi lain. Peristiwa ini bukan konfigurasi yang biasanya terkait dengan tsunami yang sangat besar.

Namun demikian, inilah yang terjadi pada sore hari tanggal 28 September lalu. Dua gelombang besar, di mana yang kedua adalah yang terbesar dan merasuk ke daratan hingga 400m.

Udrekh al Hanif, dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Indonesia (BPPT) di Jakarta, mengatakan pada pertemuan itu bahwa sumber tsunami harus sangat dekat dengan kota karena interval pendek antara awal gempa dan datangnya air yang tinggi - kurang dari tiga menit.

Dia dan rekan-rekannya mencari jawaban dalam peta (batimetri) kedalaman panjang, saluran masuk sempit yang mengarah ke Palu di kepalanya. Timnya masih bekerja berdasarkan hasil, tetapi data menunjukkan dasar laut di sebagian besar teluk turun setelah gempa.

"Ini, dikombinasikan dengan gerakan tajam dari kerak ke arah utara, pasti bisa menghasilkan tsunami," kata ilmuwan Indonesia seperti dikutip dari BBC, Selasa (11/12/2018).

"Ketika kita saling mencocokkan data batimetrik dari sebelum dan sesudahnya, kita dapat melihat bahwa hampir semua area dasar laut di dalam teluk surut. Dan dari data ini, kita juga dapat mengamati (gerakan) di utara. Jadi, sebenarnya, kami memiliki perpindahan vertikal dan horizontal," jelas Udrekh Al Hanif.

Apakah perilaku ini cukup untuk menjelaskan ukuran tsunami masih terbuka untuk dipertanyakan. Ada bukti beberapa tanah longsor di bawah tanah dalam data tersebut. Ini juga bisa menjadi faktor.

Kemungkinan lain adalah dorongan ke atas dari dasar laut di suatu zona agak jauh dari Palu di mana patahan strike-slip terbagi menjadi jalur yang menyimpang. Gerakan pada kedua lintasan pada saat yang sama mungkin telah memampatkan kerak di antara keduanya.

"Ini adalah peristiwa yang sangat tidak biasa tetapi tektonik memberi tahu kami bahwa itu bisa terjadi lagi," kata Finn Lovholt dari Institut Geoteknik Norwegia.

"Memang, ini bukan pertama kalinya sebuah peristiwa terjadi di Palu. Mungkin ini adalah peristiwa ketiga atau keempat yang telah menyebabkan banyak korban jiwa. Kami mengalami peristiwa di tahun 1960-an dan 1920-an," imbuhnya.

Dan sejarah ini dibuktikan dalam budaya lokal di mana ada kata-kata khusus untuk menggambarkan fitur-fitur tsunami dan gempa. Pada peristiwa September, Palu menyaksikan banyak likuifaksi, di mana struktur tanah di kota itu terlihat runtuh, menjadi cair dan mengalir bahkan pada gradien yang sangat rendah.

Rumah-rumah tertelan lumpur. Penduduk setempat menyebutnya "Nalodo", yang berarti sesuatu seperti "terkubur dalam warna hitam". 

Hermann Fritz, dari Institut Teknologi Georgia di AS, mengatakan Palu menunjukkan tantangan yang dihadapi penduduk setempat.

"Tsunami ini tiba sangat cepat, dalam beberapa menit," dia menekankan.

"Itu pada dasarnya tidak meninggalkan waktu untuk peringatan. Itu sangat berbeda dari Jepang (pada tahun 2011) di mana ada jeda waktu - lebih dari 30 menit di mana-mana sampai orang pertama tewas oleh tsunami. Itulah tantangan bagi tsunami lokal ini: orang-orang harus mengevakuasi diri sendiri," sambungnya.

Widjo Kongko, juga dari BPPT, berbicara tentang rasa puas diri setelah latihan darurat yang dilakukan di Palu pada tahun 2012.

"Dikatakan pergi ke tempat tinggi dalam waktu 5-10 menit. Orang-orang perlu belajar bahwa tsunami bisa datang jauh, jauh lebih cepat."


Credit  sindonews.com



Selasa, 30 Oktober 2018

Ini Cara Kapal Baruna Jaya I BPPT Cari Black Box Lion Air JT 610



Kapal riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Baruna Jaya I, siap dikirimkan untuk membantu mencari kotak hitam pesawat Lion Air yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin, 29 Oktober 2018. (Dok. BPPT)
Kapal riset Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Baruna Jaya I, siap dikirimkan untuk membantu mencari kotak hitam pesawat Lion Air yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, Senin, 29 Oktober 2018. (Dok. BPPT)

CB, Jakarta - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT mengirimkan kapal Baruna Jaya I untuk mencari kotak hitam atau Blackbox pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh pada Senin pagi, 29 Oktober 2018.

"Kami telah diminta oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi   dan akan koordinasi dengan Basarnas untuk melakukan operasi ini. Kapal Baruna Jaya I akan diberangkatkan malam ini atau paling lambat besok pagi, dari Dermaga Muara Baru," ujar Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam BPPT Hammam Riza, dalam keterangan tertulis.
Kapal Baruna Jaya I merupakan kapal riset BPPT yang dilengkapi dengan peralatan canggih untuk mencari objek yang tenggelam di dasar laut. Kapal tersebut sebelumnya pernah membantu menemukan kotak hitam pesawat Air Asia QZ 8501, awal 2015.

Teknologi yang berada dalam kapa tersebut salah satunya, Multi Beam Echo Sounder, yang berfungsi untuk melakukan pemetaan biometri dalam laut. Alat tersebut merupakan pengembangan dari Single Beam Echo Sounder dan digunakan untuk memperoleh gambaran atau model bentuk permukaan (topografi) dasar perairan.
"Baruna Jaya juga sebelumnya terlibat dalam pencarian KM Gurita di Sabang pada 1996, pencarian pesawat Adam Air 574 yang hilang pada Januari 2007 di barat laut Makassar dan pencarian kapal feri Baruga di Selat Sunda pada 2013," kata Hammam.

Selain itu, kapal juga dilengkapi dengan Side Scan Sonar, mirip dengan Multi Beam Echo Sonar, tapi memiliki jangkauan dan berfungsi untuk melakukan pemetaan yang lebih tajam.
Ada juga Megato Meter atau alat deteksi logam, yang digunakan jika hasil tes oleh dua alat sebelumnya menunjukan indikasi adanya objek di dasar laut.
Kapal dilengkapi Remote Operated Vehicle (ROV), berupa kendaraan bawah laut yang dikendalikan dari jarak jauh, untuk menampilkan gambar video secara langsung dari dasar laut. Dengan alat ini, pencarian sebuah objek di dasar laut akan lebih cepat dilakukan.
"Baruna Jaya merupakan kapal yang biasa digunakan untuk kegiatan riset batimetri untuk mengukur kedalaman laut dan memetakan struktur bawah laut. Sensor sonar yang dimiliki kapal ini dapat mendeteksi objek hingga kedalaman 2.500 meter," kata Hammam.

Kapal canggih BPPT itu baru saja kembali dari perairan Palu-Donggala, setelah selesai melakukan survei batimetri pasca bencana gempa dan tsunami, serta mendalami fenomena likuifaksi yang terjadi.
"BPPT siap menunjukkan kerja pemerintah tanggap bencana dari aspek teknologi. Kami harapkan dukungan kami dapat membantu dengan cepat menemukan kotak hitam dari Lion Air JT 610. Mewakili segenap keluarga besar BPPT, kami juga ucapkan belasungkawa kepada keluarga korban," kata Hammam.




Credit  tempo.co




BPPT Kerahkan Kapal Baruna Jaya I Cari Black Box Lion Air JT 610


Tim Basarnas Jawa Barat menyiapkan alat-alat penyelaman untuk pencarian korban di perairan Tanjung Karawang esok. Empat tabung penyelaman didatangkan dari Bandung dan tiba di Pantai Pakis Jaya malam ini, Senin, 29 Oktober 2018. TEMPO/Francisca Christy Rosana
Tim Basarnas Jawa Barat menyiapkan alat-alat penyelaman untuk pencarian korban di perairan Tanjung Karawang esok. Empat tabung penyelaman didatangkan dari Bandung dan tiba di Pantai Pakis Jaya malam ini, Senin, 29 Oktober 2018. TEMPO/Francisca Christy Rosana

CB, Jakarta - Badan Pengkajian dan penerapan Teknologi atau BPPT bersiap mengerahkan Baruna Jaya I untuk mencari kotak hitam (black box) Lion Air JT 610. Kapal tersebut diberangkatkan paling lambat Selasa pagi ini, 30 Oktober 2018.

"Kami telah diminta oleh KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) dan koordinasi dengan Basarnas untuk melakukan operasi pencarian," kata Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam BPPT Hammam Riza, dalam keterangan tertulisnya Senin, 29 Oktober 2018.Kapal Baruna Jaya I, menurut Hammam, diberangkatkan dari Dermaga Muara Baru, Jakarta Utara. Baruna Jaya I meruakan kapal riset BPPT yang dilengkapi dengan peralatan canggih untuk mencari obyek yang tenggelam di dasar laut.

ROV Sea Eye Falcon milik BPPT yang dikerahkan untuk pencarian KM Sinar Bangun dan korban penumpangnya di dasar Danau Toba berkedalaman 450 meter. Kredit: Dok. Henky Suharto



Tugas Baruna Jaya I sebelumnya, membantu menemukan kotak hitam pesawat Air Asia QZ 8501 pada awal 2015. Teknologi yang dimiliki kapal tersebut salah satunya Multi Beam Echo Sounder, yang berfungsi untuk pemetaan biometri dalam laut.
Alat itu merupakan pengembangan dari Single Beam Echo Sounder dan digunakan untuk memperoleh gambaran atau model bentuk permukaan (topografi) dasar perairan.

Sukses dalam Berbagai Misi

Menurut Hammam, Baruna Jaya I juga sebelumnya terlibat dalam pencarian KM Gurita di Sabang pada 1996, pencarian pesawat Adam Air 574 yang hilang pada Januari 2007 di barat laut Makassar dan pencarian kapal feri Baruga di Selat Sunda pada 2013.

Kapal ini juga dilengkapi dengan Side Scan Sonar, mirip dengan Multi Beam Echo Sonar, tapi memiliki jangkauan dan berfungsi untuk melakukan pemetaan yang lebih tajam. Ada juga Megato Meter atau alat deteksi logam, yang digunakan jika hasil tes oleh dua alat sebelumnya menunjukkan indikasi adanya obyek di dasar laut.
Berikutnya Remote Operated Vehicle (ROV), bentuknya kendaraan bawah laut yang dikendalikan dari jarak jauh. Tugasnya menampilkan gambar video secara langsung dari dasar laut. "Dengan alat ini, pencarian sebuah obyek di dasar laut akan lebih cepat dilakukan".
"Baruna Jaya merupakan kapal yang biasa digunakan untuk kegiatan riset batimetri untuk mengukur kedalaman laut dan memetakan struktur bawah laut. Sensor sonar yang dimiliki kapal ini dapat mendeteksi objek hingga kedalaman 2.500 meter," kata Hammam.
Dia menambahkan, kapal canggih BPPT itu baru saja kembali dari perairan Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. Tugasnya melakukan survei batimetri pasca bencana gempa dan tsunami, serta mendalami fenomena likuifaksi yang terjadi.
"BPPT siap menunjukkan kerja pemerintah tanggap bencana dari aspek teknologi. Kami harapkan dukungan kami dapat membantu dengan cepat menemukan kotak hitam dari Lion Air JT 610. Mewakili segenap keluarga besar BPPT, kami juga ucapkan belasungkawa kepada keluarga korban," ujar Hammam.




Credit  tempo.co



Selasa, 28 November 2017

Kerja sama Indonesia-China targetkan satu industri probiotik


Kerja sama Indonesia-China targetkan satu industri probiotik
BPPT (ANTARA News/Istimewa)





Jakarta (CB) - Kerja sama Indonesia dan China untuk pengembangan bioteknologi dalam kerangka kerja sama ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) menargetkan munculnya satu industri probiotik di Tanah Air.

Deputi Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan (BPPT) Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB) Eniya Listiani Dewi yang mewakili Kepala BPPT dalam Forum Kerja sama Iptekin Indonesia-China di Jakarta, Senin, mengatakan kerja sama dengan industri di China tahun 2017 diperluas dengan menggandeng universitas dengan target bisa menghasilkan produk inovasi yang berarti harus ada industri baru yang muncul di Indonesia.

Menurut Eniya, langkah ini diambil agar BPPT selaku focal point untuk Indonesia dalam kerangka kerja sama ?Joint Laboratory on Biotechnology? dengan China bisa memperoleh hibah dalam mengembangkan produk probiotik dan enzim dari mikroba.

"Jumlah hibahnya sekitar 6 juta yuan atau Rp12 miliar untuk tiga tahun kerja sama. Dengan target ada produk dan juga tentu saja industri baru yang lahir di Indonesia, ini mengingat ada inovasi yang akan dihasilkan untuk perdagangan dan perindustrian," kata Eniya.

Dengan demikian BPPT selain menggandeng industri bioteknologi terbesar di China yakni Qingdao Vland Biotech Group Co. Ltd. akhirnya juga menggandeng Zhejiang University.

Jika Indonesia dalam kerja sama ini menawarkan iptekin bipeat yang merupakan pengembangan produk mikrobiologi untuk menaikkan pH di lahan gambut maka, menurut dia, transfer teknologi yang diharapkan diperoleh dari China adalah ilmu pengembangan probiotik dan enzim.

"Sebetulnya kita tidak kalah, hanya saja di pasar lebih banyak barang impor. Untuk produk probiotik pasar Indonesia memang dipenuhi produk pakan ternak dari China dan Thailand sedangkan enzim dari India," lanjutnya.

Enzim ini sendiri sangat dibutuhkan untuk industri pulp and paper, deterjen dan kulit. Yang sudah dikembangkan BPPT bersama PT Petrokimia Gresik adalah pabrik pembuatan enzim mikroba yang menggantikan bahan-bahan kimia yang menghasilkan limbah yang buruk untuk lingkungan.

?Sehingga jika enzim diganti dari bahan kimia dengan mikroba maka hasilnya menjadi ramah lingkungan. Ramah lingkungan ini yang semakin dicari di produk-produk industri masa depan,? ujar Eniya.

Kolaborasi Indonesia dengan China di bidang Iptekin sudah dirintis sejak 2011 yang ditandai dengan penandatanganan perjanjian kerja. Sebagai tindak lanjut, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tiongkok telah membentuk Joint Committee Meeting (JCM) untuk mengawal pelaksanaan kerja sama yang telah disepakati tersebut.

Hingga saat ini, penyelenggaraan JCM sudah terlaksana lima kali, terakhir dilakukan di Beijing pada Agustus 2017. Dan pada Forum Kerja sama Iptekin Indonesia-China yang digelar di Jakarta, Solo dan Yogyakarta, akan dilaporkan implementasi program dan kegiatan tentang joint laboratory bidang bioteknologi dan High Temperature Gas-Cooled Reactor (HTGR), transfer teknologi, serta diskusi tentang potensi kerja sama lainnya.

Rencana Aksi Kerja sama Iptekin Indonesia dan China dari 2018 sampai dengan 2020 yang juga baru diluncurkan dalam forum kerja sama Iptekin dua negara ini akan menjadi pedoman pelaksanaan kerja sama yang telah berjalan maupun yang belum berjalan. Sejumlah kerja sama yang telah berjalan yakni Joint Laboratory on Biotechnology dengan focal point di Indonesia adalah BPPT, ?Joint Laboratory on High Temperature Gas Cooled Reactor (HTGR) for safety purposes nuclear technology for energy dengan focal point di Indonesia yakni Badan Teknologi Nuklir Indonesia (Batan), dan Transfer of Technology dengan focal point di Indonesia Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (LIPI).





Credit   antaranews.com






BPPT tingkatkan kemampuan kapal riset Baruna Jaya I



BPPT tingkatkan kemampuan kapal riset Baruna Jaya I
Baruna Jaya I. (bppt.go.id)





Jakarta (CB) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) meningkatkan kemampuan Kapal Riset Baruna Jaya I menjadi kapal survei yang disiapkan khusus untuk hidro-oseanografi dan suvei bathymetri laut dangkal hingga laut dalam.

Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT Muhammad Ilyas dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu, mengatakan revitalisasi peralatan survei kelautan Kapal Riset (KR) Baruna Jaya I dimulai dengan mengganti "Multibeam Echosounder (MBES) Deep Sea" untuk survei pemetaan laut dalam yang lebih baik.

"Alat ini juga dilengkapi dengan beberapa sensor pendukung antara lain system positioning atau DGPS, sensor gerak, sensor kecepatan suara di permukaan air, sensor profiler kecepatan suara, beserta sistem akuisisi dan processing (pengolahan) data MBES," paparnya.

Kapal Riset yang beroperasi sejak 1989 ini, menurut dia, juga akan menjalani "Sea Acceptance Test" (SAT) atau lebih dikenal dengan sebutan uji coba laut untuk menguji kelayakan multibeam echosounder di laut. Multibeam merupakan alat untuk menentukan profil permukaan dasar laut dan kedalaman air dengan cakupan area dasar laut yang luas.

Penggunaan alat ini, lanjutnya, diharapkan dapat membantu Badan Informasi Geospasial (BIG) dalam melengkapi peta lingkungan laut nasional terutama di laut dalam.

Selain itu, dengan proyek Pembangunan Konektivitas Palapa Ring Timur, KR Baruna Jaya I dengan peralatan baru tersebut diharapkan dapat berkontribusi penuh dalam penelitian dan penentuan jalur kabel bawah laut. Selain juga dapat digunakan untuk pemetaan jalur kapal di pelabuhan, studi geodinamik, migas.

"Multibeam echosounder yang dimiliki kapal Baruna Jaya I menjangkau kedalaman kurang lebih dari 11.000 meter yang mana belum ada kapal-kapal riset di Indonesia yang memiliki kemampuan pemetaan dasar laut dari kedalaman dangkal 20 meter hingga kedalaman tersebut," lanjutnya.

BPPT melakukan kerja sama dengan galangan kapal PT Samudera Marine Indonesia (SMI) dan Telefyne Techoligies dari Denmark sebagai penyedia teknologi multibeam echosounder ini. Pemasangan berlangsung selama tiga minggu sejak 1 hingga 23 November 2017.

Kapal yang digunakan BPPT untuk membantu operasi SAR menemukan bangkai pesawat Air Asia QZ 8501 pada 2014-2015 ini menjalani uji laut leg pertama selama sembilan hari pada 25 sampai dengan 29 November 2017 dipimpin langsung Kepala Balai Teknologi Survei Kelautan BPPT, untuk menguji alat multibeam echosounder.

Sedangkan tahap kedua akan dilakukan pada 30 Novermber hingga 3 Desember 2017 untuk pengujian pemanfaatan kegiatan ilmiah yakni mendeteksi adanya patahan di sekitar selatan Pulau Jawa.




Credit  antaranews.com







Rabu, 30 Agustus 2017

Teknologi Pertahanan Bawah Air, BPPT Belajar dari Saab


Teknologi Pertahanan Bawah Air, BPPT Belajar dari Saab
Photo : VIVA.co.id/Lazuardhi Utama Rifki

Diskusi BPPT dan Saab            


CB – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi bersama Universitas Pertahanan serta Saab AB menandatangani perjanjian kerja sama pengembangan teknologi pertahanan melalui Kerangka Acuan Kerja atau Terms of Reference, di Gedung BPPT, Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017.
Menurut Kepala Bagian Program dan Anggaran Pusat Teknologi Industri Pertahanan Keamanan BPPT, Fadilah Hasim, kerja sama dalam bentuk kemitraan ini terfokus pada sistem bawah laut untuk pertahanan.

Sistem bawah laut ini mulai dari penanggulangan ranjau laut hingga desain serta pengembangan kapal selam. Oleh karena itu, Fadilah menuturkan, kemitraan ini diterapkan ke dalam 'Triple Helix', yang mana industri bersama institusi akademis dan pemerintah bekerja sama untuk mencapai sesuatu yang lebih.
"Kami sedang mengembangkan Inovasi Teknologi Desain Wahana Bawah Air. Kerangka Acuan Kerja ini sebagai tindaklanjut pelaksanaan MoU BPPT dengan Saab tentang kerja sama pengembangan teknologi industri pertahanan," katanya.
Perusahaan pertahanan asal Swedia ini, kata Fadilah, memiliki produk, layanan, serta solusi terkemuka dunia. Mulai dari pertahanan militer hingga keamanan sipil. Seperti diketahui, Saab telah memasok alat dan peralatan pertahanan (Alpalhan) berkinerja tinggi untuk TNI di antaranya peluru kendali dan radar.

"Mereka menawarkan alih teknologi (ToT) dan kerja sama industri untuk memastikan peningkatan kemampuan pertahanan Indonesia. BPPT dengan SDM yang kompeten diharapkan menjadi mitra dalam proses ToT bersama Saab AB, " tutur Fadilah.



Credit  viva.co.id









Indonesia Target Miliki Prototipe Kapal Selam Mini pada 2025




Ilustrasi kapal selam. (Istimewa)


Jakarta - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menargetkan tahun 2025 Indonesia bisa mempunyai purwarupa (prototipe) kapal selam mini. Sebagai negara maritim Indonesia harus menguasai teknologi bawah laut.
Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT Wahyu W Pandoe mengatakan, penguasaan teknologi kapal selam melibatkan banyak cabang keilmuan seperti desain kapal, mesin (engine), baling-baling, dan persenjataan.
"Untuk desain kapal selam kita masih dalam tahap riset dan pengembangan diharapkan kita bisa menguasai teknologinya dari kapal selam awal, menengah hingga besar," katanya di sela-sela Seminar BPPT- SAAB "Meraih Pertahanan yang Tangguh Melalui Teknologi Pertahanan Bawah Air", Selasa (29/8).
Wahyu mengungkapkan, ada tahapan yang masih perlu dikuasai Indonesia. Oleh karena itu berbagai peluang kerja sama dijajaki dalam transfer teknologi untuk meningkatkan penguasaan teknologi.
Ia menambahkan, untuk bisa berhasil menguasai teknologi kapal selam memang membutuhkan proses panjang. Butuh pula sinergi Kementerian lembaga terkait.
"Konsorsium akan dibentuk dalam waktu dekat. Kita mulai penjajakan ke Kementerian Pertahanan, TNI Angkatan Laut, PT PAL, ITB, ITS , UPN Veteran dan beberapa perusahaan swasta untuk desain kapal," ucapnya.
Senior Engineer Pusat Teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan BPPT Mohamad Dahsyat mengungkapkan, tahun 2025 ditargetkan Indonesia memiliki purwarupa kapal selam mini dengan panjang 30-32 meter, mampu berada di kedalaman 150 meter, diawaki 11-12 orang dan bertahan 2-3 hari di dalam air.
"Teknologi bawah air kompleks. Bagaimana bisa berlama-lama di air. Kapal bisa layaknya siluman, mampu mendeteksi berbagai ancaman dan orang yang di dalam kapal selam mampu bertahan lama, sehat, dan nyaman," papar Mohamad.
Saat ini sejumlah negara yang sudah menguasai kapal selam antara lain Rusia, Amerika Serikat, Tiongkok, Prancis, Swedia, Jepang, dan Korea Selatan.
Vice President Head of SAAB Indonesia Anders Dahl mengatakan, Indonesia memiliki kesamaan dengan Swedia yang memiliki pulau-pulau. Untuk itulah sangat penting bagi SAAB memberikan transfer pengetahuan dan teknologi.
"Kami sudah menguasai teknologi bawah laut hingga pesawat tempur," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, perusahaan pertahanan dan keamanan SAAB kembali mengukuhkan komitmen jangka panjangnya untuk Indonesia melalui perpanjangan kemitraan dengan BPPT.

Sebelumnya beberapa bidang teknologi yang pernah diulas SAAB bersama BPPT antara lain informasi geospasial, peluru kendali, ancaman perang elektronika (electronic warfare), dan kali ini teknologi pertahanan bawah air.



Credit  beritasatu.com



Indonesia kembangkan kapal selam mini

Indonesia kembangkan kapal selam mini
Kapal selam buatan Saab Kockums, Swedia, yang bersedia melakukan alih teknologi untuk membantu pengembangan kapal selam mini Indonesia. (Saab)



Jakarta (CB) - Indonesia akan membentuk konsorsium untuk mengembangkan kapal selam mini yang ditargetkan selesai pada 2025, kata Deputi Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi (BPPT) bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa, Wahyu W Pandoe

"Saat ini konsorsium tersebut sedang dijajaki dan akan dibentuk dalam waktu dekat," katanya di sela Seminar BPPT-Saab "Meraih Pertahanan yang Tangguh melalui Teknologi Pertahanan Bawah Air" di Jakarta, Selasa.

Konsorsium yang akan melibatkan BPPT, TNI, PT PAL, ITS, ITB, PT Risea, dan lembaga lain itu akan mengembangkan industri pertahanan bawah laut guna membangun kemandirian bangsa.

Prototipe kapal selam mini tersebut rencananya dibangun dengan dimensi 32 meter x 3 meter yang mampu menyelam di kedalaman 150 meter di bawah laut selama 2-3 hari dengan kapasitas 11 awak.

"Ini hanya sasaran antara, tujuan berikutnya adalah mengembangkan kapal selam ukuran besar jenis U209. Penguasaan teknologi bawah laut sangat penting untuk negara maritim sehingga harus dimulai dari sekarang," kata Wahyu.

Untuk mengembangkan kapal selam ini, BPPT mulai menjajaki kerja sama dengan Saab, industri pertahanan Swedia yang bersedia melakukan alih teknologi pertahanan bawah air.

Kepala Bagian Program dan Anggaran Pusat Teknologi Industri Pertahanan dan Keamanan BPPT Dr Fadilah Hasim mengatakan, Indonesia memiliki potensi besar untuk menguasai teknologi bawah laut.

BPPT, ia menjelaskan, juga memiliki berbagai laboratorium yang mendukung alih teknologi bawah laut seperti Balai Teknologi Hidrodinamika, Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika, Balai Besar Kekuatan Struktur, Balai Teknologi Mesin Perkakas Produksi dan Otomasi, Balai Teknologi Polimer dan Balai Teknologi Termodinamika Motor Propulsi.

"Negara yang mengembangkan teknologi kapal selam tidak banyak di dunia, misalnya AS, Rusia, Perancis, Jepang, dan Korea Selatan dan cukup sulit untuk melakukan alih teknologi, khususnya negara anggota NATO. Sedangkan Swedia karena bukan anggota NATO, sehingga lebih terbuka dalam alih teknologi," katanya.

Manajer Teknologi Saab Kockums Swedia, Roger Berg, mengatakan perusahaannya telah 100 tahun mendesain dan memproduksi kapal angkatan laut dan telah 100 tahun mengembangkan kapal selam serta sedang mengembangkan program kapal selam modern, A26 Kockum Class.

Teknologi kapal selam terbaru yang dikembangkan Swedia adalah kemampuan tinggal di kedalaman laut dalam waktu lama dengan nyaman, kemampuan dalam menghadapi tekanan dan kemampuan mendeteksi ancaman serta penggunaan energi ramah lingkungan, kata Berg.




Credit  antaranews.com









Selasa, 22 Agustus 2017

BPPT Kembangkan Drone untuk Pertahanan Negara



Logo BPPT. (Antara)
Logo BPPT. (Antara).


CB, Jakarta - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang mengembangkan program drone medium altitude long endurance (MALE) untuk membantu menjaga pertahanan negara. Seluruh proses produksi dari drone tersebut akan dilakukan oleh putra-putri Indonesia.

"Selama ini kita selalu ketergantungan dengan luar. Kemandirian kita masih kurang dalam hal surveillance dari udara. Nah BPPT berpikir SDM kita bagus-bagus rasanya sayang kalau tidak dimanfaatkan," kata Wahyu Widodo Pandoe selaku Deputi Bidang Teknologi Industri Rancang Bangun dan Rekayasa BPPT saat ditemui di Gedung BPPT, Jakarta Pusat, Senin, 21 Agustus 2017.

Wahyu mengatakan bahwa drone atau pesawat tanpa awak ini akan berfungsi sebagai intelligent surveillance reconnaissance (ISR) udara, sehingga memudahkan kerja TNI Angkatan Udara untuk menjaga penyusup udara dari daerah perbatasan Indonesia. Program Drone MALE saat ini sedang digencarkan mengingat berbagai keuntungan yang bisa didapatkan Indonesia.

"Selama ini kalau pakai alat dari luar, suku cadang kita harus tunggu dari luar," ucap Wahyu.



Saat ini, menurut Wahyu, sumber daya manusia dalam negeri sudah sangat menguasai berbagai hal terkait drone ini, misalnya image processing dari pemotretan udara untuk hal surveillance. Saat ini yang sangat penting untuk dilakukan adalah mengintegrasikan keunggulan-keunggulan yang masih berpencar di universitas, kementerian dan lembaga.

Para ahli dari berbagai instansi tersebut menurutnya harus disinergikan untuk menghasilkan produk drone yang dapat bersaing dengan produk lain di luar negeri.  Oleh karena itu, program drone MALE ini menggandeng dilakukan BPPT dengan menggandeng Kementerian Pertahanan dan TNI AU sebagai pengguna, ITB sebagai mitra perguruan tinggi, PT Dirgantara Indonesia sebagai mitra industri pembuatan pesawat, serta PT LEN Persero yang akan mengembangkan sistem kendali dan muatan.

Wahyu optimistis drone buatan Indonesia ini dapat ditawarkan ke negara-negara lain, mengingat berbagai keunggulan teknologi yang akan dimiliki oleh drone MALE tersebut. Apalagi, pembuatan drone ini akan melibatkan konsorsium dari berbagai lembaga terkait.



Program pengembangan drone MALE saat ini dalam tahap proof of concept (PoC) tahap detail design. Tahun depan, drone MALE akan memasuki tahap manufacturing prototype termasuk pengadaan komponen flight control system, dan memasuki uji terbang pada 2019. Proses kegiatan pada tahun 2018-2019 tersebut rencananya akan dibiayai oleh BPPT dan Kementerian Pertahanan.

Program pengembangan Drone MALE sebenarnya sudah mulai dikembangkan sejak 2015 lalu. Saat itu drone MALE sudah sampai tahap DR&O dan Conceptual Design, kemudian di tahun 2016 memasuki tahap preliminary design.

BPPT berharap drone MALE ini akan segera memasuki tahapan sertifikasi pada 2020-2022. Sehingga, pada 2022 Indonesia akan memiliki drone MALE buatan sendiri yang siap digunakan dan diproduksi dalam jumlah banyak, sesuai dengan kebutuhan.






Credit  tempo.co