Tampilkan postingan dengan label VIETNAM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label VIETNAM. Tampilkan semua postingan

Kamis, 02 Mei 2019

Indonesia-Vietnam perlu "rules of engagement" untuk hindari konflik


Indonesia-Vietnam perlu "rules of engagement" untuk hindari konflik
KRI Tjiptadi-318 saat diprovokasi oleh kapal pengawas Vietnam yang terjadi pada Sabtu (27/4/2019) di Laut Natuna Utara dalam wilayah ZEE Indonesia (ANTARA/dokumentasi video/aa)




Jakarta (CB) - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan pemerintah Indonesia dan Vietnam harus membuat aturan-aturan bila otoritas saling berhadapan atau rules of engagement untuk menghindari insiden yang mungkin terjadi di wilayah Laut Natuna Utara.

"Insiden yang terjadi di Wilayah Laut Natuna Utara karena adanya klaim tumpang tindih antara Indonesia dengan Vietnam atas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)," ujar Hikmahanto melaui pesan singkat di Jakarta, Senin.

Pendapat tersebut disampaikan terkait insiden yang terjadi di Laut Natuna Utara antara kapal TNI AU KRI Tjiptadi 381 dan kapal otoritas perikanan Vietnam pada Sabtu (27/4).

Hikmahanto berpendapat bahwa kejadian itu terjadi karena TNI AU merasa berwenang melakukan penangkapan terhadap kapal nelayan Vietnam, namun di sisi lain otoritas Vietnam dengan kapal penjaga pantainya merasa KRI Tjiptadi 381 tidak berwenang melakukan penangkapan.

Dari klaim tumpang tindih itu kedua otoritas menyatakan diri berwenang yang kemudian menyebabkan insiden penabrakan oleh kapal penjaga pantai Vietnam yang ingin membebaskan kapal nelayannya dari penangkapan oleh KRI Tjiptadi 381.

Untuk menghindari kejadian seperti ini berulang, pemerintah yang memiliki klaim tumpang tindih harus membuat aturan-aturan bila otoritas saling berhadapan.

"Sayangnya, aturan seperti demikian belum ada di antara negara ASEAN yang memiliki klaim tumpang tindih," ujar Hikmahanto.


Pakar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Ia mengatakan ZEE bukanlah laut teritorial dimana berada di bawah kedaulatan negara (state sovereignty). ZEE merupakan laut lepas dimana negara pantai mempunyai hak berdaulat (sovereign right) atas sumber daya alam yang ada di dalam kolom laut.

Hingga saat ini, kedua negara belum memiliki perjanjian batas ZEE. Akibatnya, nelayan Vietnam bisa menangkap di wilayah tumpang tindih dan akan dianggap sebagai penangkapan secara ilegal oleh otoritas Indonesia. Demikian pula sebaliknya.

"Beruntung, awak KRI Tjiptadi 381 tidak terprovokasi untuk memuntahkan peluru," kata Hikmahanto.

Dalam hukum internasional terlepas dari siapa yang benar atau yang salah, pihak yang memuntahkan peluru terlebih dahulu akan dianggap melakukan tindakan agresi.

"Dalam insiden ini, pemerintah Indonesia melalui Kemlu dapat melakukan protes dengan cara memanggil Duta Besar Vietnam. Protes bukan atas pelanggaran masuknya kapal nelayan dan kapal otoritas Vietnam ke ZEE Indonesia mengingat wilayah tersebut masih disengketakan. Protes dilakukan atas cara kapal coast guard Vietnam yang hendak menghentikan KRI Tjiptadi 381 dengan cara penabrakan," ujar dia.

Hikmahanto mengungkapkan penyelesaian atas insiden ini harus dilakukan melalui saluran diplomatik antara kedua negara dan tidak perlu dibawa ke Lembaga Peradilan Internasional.

"Membawa ke Lembaga Peradilan Internasional memiliki kompleksitas. Pertama akan sangat memakan biaya yang akan melebihi biaya yang diderita oleh KRI Tjitadi 381, terlebih antarnegara ASEAN sudah seharusnya menyelesaikan sengketa dengan mengedepankan cara-cara musyawarah untuk mufakat," kata dia.





Credit  antaranews.com




Kamis, 04 April 2019

AS Ingin Labuhkan Lagi Kapal Induknya ke Vietnam


AS Ingin Labuhkan Lagi Kapal Induknya ke Vietnam
Kapal induk Amerika Serikat, USS Carl Vinson saat mengunjungi pelabuhan di Danang, Vietnam, 5 Maret 2018. Foto/REUTERS/Nguyen Huy KhamFoto

WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) ingin membuat kesepakatan dengan Vietnam untuk kunjungan kapal induknya yang lain ke negara itu pada tahun ini. Jika kesepakatan tercapai, maka itu akan menjadi kunjungan kedua bagi kapal induk Washington ke negara mantan musuh Amerika tersebut.

Pada tahun 1975 kedua negara terlibat perang hebat yang dikenal sebagai Perang Vietnam. Setelah perang berakhir, kedua pihak menjalin hubungan baik.

Keinginan Washington untuk melabuhkan kembali kapal induknya ke Vietnam itu disampaikan seorang pejabat Pentagon pada hari Rabu.

Pada Maret tahun lalu, kapal induk USS Carl Vinson melakukan kunjungan pertama kali sejak Perang Vietnam berakhir, yang menandai menguatnya hubungan strategis kedua pihak pada saat pengaruh regional China meningkat.

"Kami melakukan kunjungan kapal induk pertama kami ke Vietnam sejak akhir Perang Vietnam dan kami sangat berharap kami dapat mencapai kesepakatan dengan rekan-rekan kami di Vietnam untuk kunjungan kapal induk kedua tahun ini," kata Randall Schriver, Asisten Menteri Pertahanan untuk Indo-Pasifik, kepada kelompok think tank Centre for Strategic and International Studies di Washington.

"Kami sedang mendiskusikannya dengan Vietnam sekarang. Harapan kami adalah ini bisa menjadi fitur reguler dari hubungan itu. Itu akan menjadi tanda hubungan yang matang dan strategis," ujar Schriver, seperti dikutip Reuters, Kamis (4/4/2019).

Pada hari Senin, Amerika Serikat mengirim enam kapal patroli senilai USD12 juta untuk Pasukan Penjaga Pantai Vietnam.

Presiden AS Donald Trump menggunakan pertemuan dengan para pejabat Vietnam pada bulan Februari untuk mengajukan ekspor senjata Washington.
Kapal induk AS sering melintasi Laut China Selatan dengan pola peningkatan penyebaran Angkatan Laut, dan sekarang secara rutin dibayangi oleh kapal-kapal Angkatan Laut China.

Vietnam sendiri merupakan salah satu negara yang ikut mengklaim wilayah kawasan Laut China Selatan yang disengketakan dengan China. Sejak krisis Laut China Selatan memanas, Hanoi telah membeli perangkat keras militer AS, termasuk kapal pemotong kelas Hamilton untuk Pasukan Penjaga Pantai Vietnam. 





Credit  sindonews.com



Senin, 01 April 2019

Malaysia batalkan dakwaan pembunuhan warga Vietnam dalam kasus Kim


Malaysia batalkan dakwaan pembunuhan warga Vietnam dalam kasus Kim
Warga Vietnam Doan Thi Huong, tersangka dalam kasus pembunuhan Kim Jong Nam yang adalah saudara tiri pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, saat meninggalkan Pengadilan Tinggi Shah Alam di pinggiran Kuala Lumpur, Lumpur, Malaysia, 14/3/2019. (REUTERS/LAI SENG SIN)




Kuala Lumpur (CB) - Jaksa penuntut Malaysia membatalkan dakwaan terhadap wanita Vietnam, yang dituduh membunuh kakak tiri Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, setelah ia mengaku bersalah atas tuduhan baru yang lebih ringan, yaitu mencelakakan dengan cara berbahaya.

Jaksa mengatakan kepada pengadilan bahwa mereka memberikan dakwaan yang lebih ringan setelah menerima perwakilan dari Kedutaan Besar Vietnam dan pengacaranya.

Doan Thi Huong, yang berusia 30 tahun, mengaku bersalah atas dakwaan baru,  yang membawanya mendekam di penjara hingga 10 tahun, denda atau cambuk.

Hudong dituduh mengusapkan racun VX, senjata bahan kimia yang mematikan, ke wajah Kim Jong Nam di bandara Kuala Lumpur pada Februari 2017.

Jika dinyatakan bersalah dalam pembunuhan tersebut, ia akan menghadapi hukuman mati.

Huong didakwa bersama warga Indonesia, Siti Aisyah.

Bulan lalu jaksa secara mengejutkan membatalkan dakwaan pembunuhan atas Siti Aisyah, namun menolak untuk melakukan hal yang sama terhadap Huong, meskipun ada banding dari pemerintah Vietnam. Tidak ada alasan yang diberikan untuk keputusan tersebut.

Tahun lalu, seorang hakim meminta Huong dan Siti Aisyah untuk memasuki tahap pembelaan mereka. Hakim mengatakan ada bukti bahwa kedua wanita tersebut dan empat pria asal Korea Utara merupakan bagian dari "konspirasi yang disusun rapih" untuk menghabisi kakak tiri Kim Jong Un. Keempat pria itu masih buron.

Tim pengacara kedua wanita tersebut mengungkapkan bahwa klien-klien mereka berpikir bahwa mereka sedang dilibatkan dalam acara lelucon dan tidak tahu bahwa mereka sedang meracuni Kim.



Credit  antaranews.com



Secarik Kertas yang 'Menggagalkan' KTT AS-Korut di Hanoi


Secarik Kertas yang 'Menggagalkan' KTT AS-Korut di Hanoi
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump dalam KTT yang berlangsung di Hanoi, Vietnam. (REUTERS/Jonathan Ernst)



 
Jakarta, CB -- Pada hari perundingan mereka di Hanoi yang gagal bulan lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyerahkan selembar kertas kepada pemimpin Korea Utara Kim Jong Un yang berisi seruan untuk pemindahan senjata nuklir dan bahan bakar bom dari Pyongyang ke Amerika Serikat, menurut dokumen dikutip oleh Reuters, seperti yang dikutip pada Sabtu (30/3).

Trump memberi Kim secarik kertas berbahasa Korea dan bahasa Inggris yang menjelaskan posisi AS di Hotel Metropole Hanoi pada 28 Februari, menurut seorang sumber anonim yang mengetahui jalannya pertemuan tersebut.

Itu adalah pertama kalinya Trump secara eksplisit mendefinisikan apa yang ia maksud dengan denuklirisasi ke Kim, kata sumber tersebut.


Makan siang antara kedua pemimpin dibatalkan pada hari yang sama. Meskipun tidak ada pihak yang memberikan penjelasan lengkap mengapa KTT itu gagal, dokumen tersebut dapat membantu menjelaskannya.

Keberadaan dokumen tersebut pertama kali disebutkan oleh penasihat keamanan nasional Gedung Putih John Bolton dalam wawancara televisi yang diberikannya setelah KTT yang berlangsung selama dua hari. Dalam wawancara itu Bolton tidak mengungkapkan maksud utama AS seperti yang terungkap dalam dokumen tersebut.

Dokumen itu tampaknya mewakili denuklirisasi "model Libya" yang telah ditolak Korea Utara berulang kali. Dokumen itu akan dilihat oleh Kim sebagai penghinaan dan provokatif, menurut para analis.

Trump sebelumnya mengatakan "model Libya" hanya akan digunakan jika kesepakatan tidak dapat dicapai.

Gagasan Korea Utara menyerahkan senjatanya pertama kali diusulkan oleh Bolton pada tahun 2004. Dia menghidupkan kembali proposal tahun lalu ketika Trump menugaskannya sebagai penasihat keamanan nasional.

Dokumen itu dimaksudkan untuk memberikan kepada Korea Utara definisi yang jelas dan ringkas tentang apa yang dimaksud AS dengan "finalisasi, sepenuhnya dapat diverifikasi, denuklirisasi," kata sumber tersebut.

Gedung Putih belum memberikan tanggapannya atas temuan dokumen ini. Departemen Luar Negeri menolak berkomentar tentang apa yang akan menjadi dokumen rahasia.

Setelah pertemuan tingkat tinggi itu, seorang pejabat Korea Utara menuduh Bolton dan Sekretaris Negara Mike Pompeo "seperti gangster", mengatakan Pyongyang sedang mempertimbangkan untuk menunda pembicaraan dengan AS dan mungkin mempertimbangkan larangan atas rudal dan uji coba nuklir.

Versi bahasa Inggris dari dokumen tersebut yang dikutip oleh Reuters, menyerukan "pembongkaran sepenuhnya infrastruktur nuklir Korea Utara, program perang kimia dan biologi dan kemampuan penggunaan ganda terkait; dan rudal balistik, peluncur, dan fasilitas terkait. "

Selain seruan untuk mentransfer senjata nuklir dan bahan bakar bom Pyongyang, dokumen itu memiliki empat poin penting lainnya.

Mereka meminta Korea Utara untuk memberikan deklarasi komprehensif tentang program nuklirnya dan akses penuh kepada AS dan inspektur internasional; untuk menghentikan semua kegiatan terkait dan pembangunan fasilitas baru; untuk menghilangkan semua infrastruktur nuklir; dan untuk mengalihkan semua ilmuwan dan teknisi program nuklir ke kegiatan komersial.

KTT di ibu kota Vietnam terhenti tak lama setelah Trump dan Kim gagal mencapai kesepakatan mengenai sejauh mana pengampunan atas sanksi ekonomi bagi Korea Utara sebagai imbalan atas langkah negara tersebut untuk menghentikan program nuklirnya.

KTT pertama antara Trump dan Kim, yang berlangsung di Singapura pada Juni 2018, hampir dibatalkan setelah Korea Utara menolak tuntutan Bolton atas "model Libya" yang terjadi antara AS dan Libya pada 2004.

Tujuh tahun setelah perjanjian denuklirisasi dicapai antara AS dan pemimpin Libya, Muammar Gaddafi, AS mengambil bagian dalam operasi militer yang dipimpin NATO terhadap pemerintahan Gaddafi dan akhirnya ia digulingkan oleh pemberontak lalu tewas terbunuh.


Credit  cnnindonesia.com



Rabu, 20 Maret 2019

FAO Serukan Vietnam Berlakukan Darurat Nasional Flu Babi


Flu Babi (Ilustrasi)
Flu Babi (Ilustrasi)

Wabah virus flu babi telah menyebar ke 17 provinsi di Vietnam

CB, HANOI -- Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (19/3) menyarankan Vietnam memberlakukan wabah Flu Babi Afrika (ASF) yang menyebar dengan cepat sebagai darurat nasional. Virus tersebut pertama kali dideteksi sebulan lalu di tiga peternakan di dua provinsi di bagian utara Vietnam.

"Virus tersebut kemudian menyebar ke 17 provinsi di Vietnam Utara dengan 239 wabah yang sudah dikonfirmasi," kata FAO dalam satu pernyataan.

Daging babi menyumbang tiga perempat dari total konsumsi daging di Vietnam, yang berpenduduk 95 juta jiwa, tempat sebagian besar dari 30 juta ekor babi yang diternak dikonsumsi di dalam negeri. "Hilangnya babi karena infeksi ASF dan tindakan pengendalian mengarah kepada beban ekonomi yang berat bagi banyak keluarga di pedesaan," kata Albert T Lieberg, perwakilan FAO di Vietnam, setelah pertemuan pekan lalu dengan pihak berwenang Vietnam.

Vietnam melaksanakan pengendalian ketat gerakan babi dan produk-produk babi dan memusnahkan lebih 25 ribu ekor babi. Tetapi FAO mengatakan peternakan-peternakan kecil dengan "biosecurity" akan menimbulkan penyebaran ASF.

Penyakit itu, yang tidak bisa disembuhkan pada babi tetapi tidak berbahaya bagi manusia, juga menyebar secara cepat di China, negara tetangga Vietnam, pekan lalu. Beijing melarang impor babi, babi hutan dan produk-produk terkait dari Vietnam.



Credit  republika.co.id



Jumat, 15 Maret 2019

Vietnam Kecewa Warganya Masih Terbelit Kasus Kim Jong-nam


Vietnam Kecewa Warganya Masih Terbelit Kasus Kim Jong-nam
Terdakwa kasus pembunuhan Kim Jong-nam asal Vietnam, Doan Thi Huong. (REUTERS/Lai Seng Sin)




Jakarta, CB -- Pemerintah Vietnam menyatakan kecewa terhadap Malaysia karena menolak permohonan supaya membebaskan salah satu warga mereka, Doan Thi Huong, dari ancaman hukuman mati. Doan adalah terdakwa kasus pembunuhan Kim Jong-nam, yang merupakan kakak tiri Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.

"Kami sangat menyesalkan pengadilan tinggi Malaysia tidak membebaskan warga negara Vietnam, Doan Thi Huong, secepatnya," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Vietnam, Le Thi Thu Hang, dalam jumpa pers seperti dikutip Reuters, Kamis (14/3).

Jaksa yang pemimpin penyelidikan kasus Kim Jong-nam, Muhammad Iskandar Ahmad, mengatakan proses persidangan atas Doan akan tetap dilanjutkan karena pengadilan menolak permintaan Vietnam untuk membebaskan warganya tersebut.

Ketika putusan itu dibacakan, Doan menangis mengingat tersangka asal Indonesia, Siti Aisyah, dibebaskan pada Senin (11/3) karena jaksa penuntut umum mencabut seluruh tuntutan.


"Saya tidak marah karena Siti dibebaskan. Hanya Tuhan yang tahu bahwa kami tidak melakukan pembunuhan itu. Saya ingin keluarga saya berdoa untuk saya," tutur Doan kepada para wartawan.

Le Thi menyatakan sudah berulang kali meminta supaya Malaysia membebaskan Doan. Dia dan Siti didakwa terlibat dalam pembunuhan Kim Jong-nam dengan mengusapkan zat saraf beracun VX, pada 2017 di Bandara Internasional Kuala Lumpur.

"Vietnam sudah mengangkat kasus ini dalam setiap kesempatan dengan Malaysia, dan kami juga sudah meminta supaya Malaysia menggelar persidangan yang adil," ujar Le Thi.

Hakim pada Pengadilan Tinggi Shah Alam, Azmi Ariffin, mengatakan bahwa fisik dan mental Doan belum belum begitu baik untuk mengikuti sidang yang dijadwalkan digelar pada hari ini. Sidangnya akan dilanjutkan pada 1 April mendatang.

Seusai sidang, Duta Besar Vietnam untuk Malaysia, Le Quy Quynh, mengatakan kepada AFP bahwa, "Saya sangat kecewa pengadilan tidak membebaskan Doan. Kami akan meminta Malaysia agar adil dan membebaskan dia secepat mungkin."

Keluarga Doan meminta perempuan itu tak hilang harapan setelah permohonan pembebasannya ditolak Malaysia.

"Tolong bersabar. Pemerintah Vietnam akan mendukung pembebasanmu," ujar ayah sang tersangka, Doan Van Thanh, saat ditemui AFP di rumahnya di utara Vietnam.



Credit  cnnindonesia.com


Malaysia tolak permintaan Vietnam atas pembebasan Doan Thi Huong


Malaysia tolak permintaan Vietnam atas pembebasan Doan Thi Huong
Warga Vietnam Doan Thi Huong, yang diadili atas pembunuhan Kim Jong Nam, saudara tiri pemimpin Korea Utara, tiba di Pengadilan Tinggi Shah Alam di pinggiran kota Kuala Lumpur, Malaysia, Senin (11/3/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Lai Seng Sin/cfo




Jakarta (CB) - Jaksa Agung Malaysia pada Kamis menolak permintaan Vietnam untuk membebaskan warganya, Doan Thi Huong,  yang dituduh membunuh kakak tiri pemimpin Korea Utara, Kim Jong Nam.

Pengadilan akan melanjutkan sidang pada 1 April mendatang.

Permintaan Vietnam menyusul pembebasan pada Senin, atas permintaan Indonesia, terhadap Siti Aisyah, warga negara Indonesia yang bersama warga Vietnam tersebut dikenai tuduhan.  


Huong dan Siti Aisyah dituduh membunuh Kim dengan mengusapkan racun VX ke wajah pria itu di bandara Kuala Lumpur pada Februari 2017. VX merupakan senjata kimia yang dilarang.

"Kami keberatan bahwa penuntutan umum tidak bertindak secara adil terhadap Doan Thi Huong," ungkap pengacaranya, Hisyam Teh, yang meminta penangguhan dengan alasan bahwa kliennya sedang sakit.

Teh mengatakan kepada pengadilan bahwa penolakan permintaan Vietnam tersebut "jahat" dan merupakan kasus diskriminasi. Jaksa agung dianggap lebih memilih satu salah satu pihak saja, sejak pengadilan memerintahkan keduanya untuk mengajukan pembelaan mereka.

Menteri Kehakiman dan Luar Negeri Vietnam sedang berkomunikasi dengan mitra mereka dari Malaysia untuk menjamin pembebasan kliennya, kata Teh.

Setelah putusan itu, Huong terlihat terisak saat berbicara dengan pejabat kedutaan Vietnam, sebelum akhirnya dibawa pergi oleh polisi.

Jaksa membuat kejutan pada Senin dengan meminta pengadilan untuk membatalkan dakwaan terhadap Siti Aisyah dan membebaskan perempuan tersebut. Kedutaan Indonesia membawanya pulang ke Jakarta pada hari yang sama.

Persidangan memperlihatkan CCTV dua wanita yang diduga menyerang Kim Jong Nam saat kakak tiri Kim Jong Un itu bersiap menjalani pemeriksaan sebelum terbang.

Para pengacara menyatakan bahwa kedua perempuan itu merupakan orang-orang suruhan dalam pembunuhan yang dirancang agen Korea Utara. Kedutaan Besar Korea Utara di Kuala Lumpur dirusak dengan coretan, hanya beberapa jam sebelum persidangan dilanjutkan.

Interpol mengeluarkan permintaan penangkapan atas empat warga Korea Utara, yang diidentifikasi sebagai tersangka oleh kepolisian Malaysia. Keempatnya meninggalkan Malaysia beberapa jam setelah pembunuhan terjadi.

Sebelum dibunuh, Kim Jong Nam tinggal di pengasingan di Macau selama beberapa tahun. Ia meninggalkan tanah airnya setelah  Kim Jong Un menjadi pemimpin Korea Utara pada 2011 setelah kepergian ayah mereka.

Sejumlah anggota parlemen Korea Selatan menuduh rezim Korea Utara sebagai otak dibalik pembunuhn Kim Jong Nam, yang mengkritik pemerintahan dinasti keluarganya. Tuduhan  itu dibantah oleh Pyongyang.







Credit  antaranews.com





Rabu, 13 Maret 2019

Kasus Kim Jong-nam, Vietnam Bujuk Malaysia Bebaskan Warganya



Kasus Kim Jong-nam, Vietnam Bujuk Malaysia Bebaskan Warganya
Terdakwa kasus pembunuhan Kim Jong-nam asal Vietnam, Doan Thi Huong (kiri). (AFP PHOTO / MOHD RASFAN)




Jakarta, CB -- Pemerintah Vietnam meminta Malaysia untuk membebaskan salah satu warga negaranya, Doan Thi Huong, yang masih menjalani persidangan dalam kasus pembunuhan Kim Jong-nam. Permohonan itu diajukan sehari setelah salah satu terdakwa, Siti Aisyah, dibebaskan oleh pengadilan karena jaksa mencabut seluruh tuntutan.

Seperti dilansir AFP, Selasa (12/3), Menteri Luar Negeri Vietnam, Pham Binh Minh, hari ini menelepon Menlu Malaysia, Saifuddin Abdullah, guna meminta pembebasan Doan.

"Dia (Pham) meminta Malaysia untuk memastikan persidangan berjalan adil, dan untuk membebaskan Doan Thi Huong," demikian laporan yang disampaikan stasiun radio Voice of Vietnam.


Persidangan Doan akan dilanjutkan pada Kamis (14/3) mendatang. Kuasa hukumnya sudah meminta supaya Jaksa Agung Malaysia, Tommy Thomas, mencabut tuntutan terhadap kliennya.

Keputusan Pham mengontak Saifuddin adalah permintaan langsung dari pemerintah Vietnam. Padahal umumnya mereka jarang ikut campur dalam perkara hukum yang menjerat warga negaranya di luar negeri.

Vietnam selama ini juga menyediakan bantuan hukum untuk Doan, tetapi selama ini tidak pernah diungkap kepada masyarakat.

Keputusan Pengadilan Tinggi Shah Alam yang membebaskan Siti membuat Doan saat ini seorang diri menjalani proses hukum.

Dalam sidang Senin (10/3) kemarin, Doan hanya bisa meratapi kebebasan Siti. Ketika hakim membacakan putusan, Siti sempat memeluk Doan yang sudah mulai menangis.

Didampingi penerjemah, Doan mengaku merasa "sangat buruk dan sedih" terkait posisinya sekarang dalam kasus ini.

"Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada saya sekarang. Saya tidak bersalah, tolong doakan saya," ucap perempuan 30 tahun itu.

Sementara itu, ayah Doan, Doan Van Thanh, mengaku terkejut lantaran putrinya masih harus mendekam di balik jeruji. Sang ayah meminta putrinya itu segera dibebaskan juga seperti Siti.

"Mengapa mereka melepaskan gadis asal Indonesia tetapi tak melepaskan putriku?," ucap Doan Van Thanh di Provinsi Nam Dinh, Vietnam Utara.

Siti bersama Doan telah mengikuti persidangan sejak Oktober 2017 lalu karena dituduh mengusapkan racun syaraf VX ke wajah Kim Jong-nam, yang tak lama tewas di terminal 2 Bandara Internasional Kuala Lumpur pada Februari 2017. Keduanya sempat terancam hukuman mati jika terbukti bersalah.






Credit  cnnindonesia.com



Senin, 04 Maret 2019

Trump: Korut tak punya masa depan ekonomi jika punya senjata nuklir


Trump: Korut tak punya masa depan ekonomi jika punya senjata nuklir
Presiden Amerika Serikat Donald Trump memperhatikan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un saat pertemuan puncak Korut-AS kedua di Hanoi, Vietnam, Kamis (28/2/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Leah Millis/djo




Washington/Seoul (CB) - Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Sabtu (2/3) mengatakan Korea Utara tidak memiliki masa depan ekonomi jika masih memiliki senjata nuklir.

Sementara itu, Pentagon membenarkan bahwa AS dan Korea Selatan sepakat mengakhiri latihan militer gabungan skala besar.

"Korea Utara punya masa depan ekonomi yang brilian dan luar biasa jika membuat kesepakatan, tetapi mereka tidak memiliki masa depan ekonomi jika mereka memiliki senjata nuklir," kata Trump di Konferensi Aksi Politik Konservatif.

Ia menambahkan hubungan dengan Korea Utara tampak "sangat, sangat, sangat kuat."

Di Vietnam pekan ini, pertemuan kedua antara Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berakhir tanpa mencapai kesepakatan mengenai pencabutan sanksi terhadap Korea Utara jika negara itu menghentikan program nuklirnya.

AS dan Korea Utara telah mengatakan mereka bermaksud melanjutkan pembicaraan, tetapi waktunya kapan belum dibahas khusus.

Menurut satu pernyataan, penjabat Kepala Pentagon Patrick Shanahan berbicara dengan rekan sejawatnya dari Korea Selatan pada Sabtu dan mereka sepakat untuk menyesuaikan program latihan mereka.

Keduanya "menjelaskan bahwa keputusan Aliansi untuk menyesuaikan program pelatihan mencerminkan keinginan kami untuk mengurangi ketegangan serta dukungan kami bagi usaha-usaha diplomatik untuk mencapai denuklirisasi penuh Semenanjung Korea dalam ragam akhir yang diverifikasi penuh," kata Pentagon.

Militer Korea Selatan mengeluarkan pernyataan serupa, yang membenarkan rencana-rencana untuk mengakhiri latihan militer gabungan pada musim semi.






Credit  antaranews.com




Jumat, 01 Maret 2019

Ketika Donald Trump dan Kim Jong Un Batal Makan Siang di Vietnam



Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump tampak akrab saat berbincang dalam pertemuan di Hotel Metropole, Hanoi, Vietnam, Rabu, 27 Februari 2019. REUTERS
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump tampak akrab saat berbincang dalam pertemuan di Hotel Metropole, Hanoi, Vietnam, Rabu, 27 Februari 2019. REUTERS

CB, Jakarta - Pertemuan dua hari Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Hanoi, Vietnam, tidak menghasilkan kesepakatan apapun.
Sayangnya, kesepakatan ini selesai sebelum Kim Jong Un dan Trump mencicipi hidangan makan siang foie gras, snowfish dan manisan ginseng,yang dimasak oleh koki Korea Utara dan Barat, pada hari kedua KTT. Menu tersebut tidak sampai disajikan untuk keduanya.

Reuters melaporkan, 1 Maret 2019, ketika chef dan staf hotel hampir menyelesaikan sentuhan akhir untuk makan siang, Gedung Putih mengumumkan Donald Tump akan meninggalkan Hanoi, tanpa kesepakatan, tanpa makan siang.
"Pembatalan betul-betul dilakukan di menit-menit terakhir. (Ketika) semuanya sudah disiapkan," kata salah satu sumber.
Detik-detik menuju makan siang itu menjadi kebuntuan pelucutan nuklir Korea Utara. Padahal, beberapa jam sebelumnya, Trump dan Kim Jong Un mengatakan mereka optimistik tentang kemajuan pertemuan.

Hotel Metropel, gedung pertemuan bergaya arsitektur era kolonial Prancis, dengan ramah mengantar keluar tamu luar negeri mereka.
Di sela-sela persiapan ruangan untuk pembicaraan tingkat tinggi, para pejabat Korea Utara dan Amerika melakukan percakapan kecil tentang bunga-bunga merah tua di tepi kolam renang, di mana Trump dan Kim akan berjalan-jalan keesokan harinya setelah pertemuan pertama mereka.

Pada waktu makan siang pada hari Rabu, seorang pengawal Korea Utara menjelingkan matanya untuk melihat sekelompok staf keamanan AS kembali dengan membawa pesanan burger dari McDonald terdekat.Tetapi suasana berubah sebelum makan siang pada hari Kamis.

Meskipun awal yang menggairahkan, ketika Kim menjawab pertanyaan pertamanya dari seorang jurnalis asing dan kedua pemimpin tampaknya optimistik bahwa kesepakatan harus dilakukan, makan siang yang seharusnya menjadi momentum akhir keduanya tidak pernah terjadi.
Setelah iring-iringan mobil Trump dan Kim dari sisi lain hotel keluar, kehidupan di The Metropole mulai kembali normal.
Saat minum bir bersama suaminya di restoran hotel, Cynthia Pagano, seorang tamu berusia 65 tahun dari negara bagian Georgia, AS, mengatakan dia bersemangat melihat langsung "momen sejarah".
"Apakah mereka akan bertemu lagi besok? Oh tidak," kata suaminya, Ray Pagano.

Ruang La Veranda, tempat Donald Trump dan Kim Jong Un berjabat tangan dan menerima pertanyaan dari korps pers Gedung Putih, meja konferensi untuk negosiasi para pemimpin telah dibenahi, tetapi bendera Korea Utara dan Amerika masih berdiri tegak menghias.




Credit  tempo.co





Korea Utara: Donald Trump Terlalu Menuntut di KTT Vietnam





CB, Jakarta - Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong Ho mengatakan Korea Utara mengajukan proposal yang realistis, namun menurutnya, Donald Trump menuntut lebih selama KTT di Vietnam.
Menurut Ri, seperti dilaporkan Reuters, 1 Maret 2019, Korea Utara bersedia untuk membongkar kompleks nuklir Yongbyon. Namun AS baru bisa melepas semua sanksi secara bertahap, jika Korea Utara bersedia melucuti semua material produksi nuklir, termasuk plutonium dan uraniun di bawah pengawasan AS.

"Jika AS menghapus sebagian sanksi, pasal sanksi yang menyangkut ekonomi dan kelangsungan hidup rakyat kami, kami akan melucuti seluruh material produksi dan fasilitas nuklir di Yongbyon, termasuk plutonium dan uranium," kata Ri, dikutip dari CNN.

Ri mengatakan Korea Utara hanya meminta kelonggaran sanksi sebagian, bukan kelonggaran sanksi penuh. KTT dua hari di Hanoi yang berakhir pada Kamis, berakhir buntu, Donald Trump dan Kim Jong Un tidak menyepakati apapun.
"Intinya, mereka ingin sanksi dicabut seluruhnya, dan kami tidak bisa melakukan itu," kata Trump pada konferensi pers setelah pertemuan puncak.

Fotot satelit fasilitas nuklir Yongbyon, Korea Utara.[38north.org]
Ri membantah pernyataan Trump, dengan mengatakan Korea Utara hanya meminta penghapusan lima dari 11 sanksi yang dikenakan oleh Dewan Keamanan PBB untuk menghukum Pyongyang karena uji coba rudal balistik nuklir dan balistik.
Sanksi-sanksi itu telah menghalangi upaya Kim Jong Un untuk meningkatkan ekonomi Korea Utara dan meningkatkan mata pencaharian rakyatnya, salah satu tujuan pemimpin muda Korea Utara.

Ri mengaku Korea Utara bersedia denuklirisasi jika kedua pihak saling membangun rasa percaya. Dirinya juga mengklaim Korea Utara juga menghentikan uji coba nuklir secara permanen.Donald Trump mengatakan pembicaraan dua hari dengan Kim Jong Un di Vietnam mengalami kemajuan yang baik untuk membangun hubungan dan menuju isu denuklirisasi, dan tidak perlu tergesa-gesa daripada meneken kesepakatan yang buruk.




Credit  tempo.co



AS: Kim Jong-un Tak Siap Penuhi Syarat Soal Denuklirisasi


AS: Kim Jong-un Tak Siap Penuhi Syarat Soal Denuklirisasi
Menlu AS, Mike Pompeo, menyebut Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, tidak siap memenuhi keinginan Washington terkait denuklirisasi. (Reuters/Leah Millis)



Jakarta, CB -- Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo, menyebut Pemimpin Tertinggi Korea Utara, Kim Jong-un, tidak siap memenuhi keinginan Washington terkait denuklirisasi.

Hal itu, menurut Pompeo menjadi penyebab Trump dan Kim Jong-un tak mencapai kesepakatan apa pun dalam pertemuan kedua mereka di Vietnam hari ini, Kamis (28/2).

"Kami tidak mencapai kesepakatan yang masuk akal bagi AS. Saya pikir Pemimpin tertinggi Kim Jong-un berharap kami bisa melakukannya. Kami meminta dia melakukan lebih banyak lagi dan dia tidak siap untuk melakukan itu," kata Pompeo dalam jumpa pers seusai pertemuan Trump dan Kim Jong-un.


Meski begitu, Pompeo tetap optimistis kesepakatan denuklirisasi antara AS-Korut akan berhasil walau butuh waktu tidak sebentar

"Saya pikir ketika kami semua terus bekerja ke depannya kami dapat membuat kemajuan sehingga kami dapat mencapai kesepakatan apa yang dunia inginkan yaitu merealisasikan denuklirisasi Korut dan mengurangi risiko bagi rakyat AS dan orang-orang di seluruh dunia."

Dalam kesempatan yang sama, Trump menuturkan masalah sanksi menjadi alasan utama dia dan Kim Jong-un tak dapat mencapai konsensus hari ini.

Menurut Trump, Kim Jong-un sangat ingin sanksi-sanksi yang selama ini dijatuhkan AS dan dunia internasional dicabut.

Namun, di saat bersamaan, Kim Jong-un tak bersedia menutup dan melucuti sejumlah situs rudal serta nuklirnya yang merupakan permintaan AS.

"Pada dasarnya mereka (Korut) ingin sanksi-sanksi dicabut sepenuhnya, tapi kami tidak bisa melakukannya," kata Trump.

"Dia (Kim Jong-un) ingin melakukan denuklirisasi, tapi dia hanya ingin (melucuti senjata nuklir) di situs-situs dan wilayah yang tidak terlalu penting dan tidak sesuai dengan keinginan kami."

Pompeo menuturkan meski Kim Jong-un bersedia menutup situs Yongbyon, kompleks nuklir utama Korut, negara itu masih tetap memiliki senjata lainnya seperti rudal dan hulu ledak.

Lebih lanjut, Trump menegaskan pertemuannya dengan Kim Jong-un hari ini diakhiri dengan suasana "bersahabat" meski harus selesai lebih cepat dari agenda semula. Dia menuturkan keduanya berjabat tangan saat menutup pertemuan.

"Akhir pertemuan kami bukan seperti berdiri lalu pergi begitu saja. Suasana hubungan kami sangat-sangat hangat dan kami berdua berjalan keluar ruangan dengan baik-baik," tuturnya.

Trump juga optimistis bahwa perundingan denuklirisasi masih terus berjalan menuju hasil yang memuaskan.

"Saya lebih memilih melakukan perundingan yang tepat, daripada perundingan yang cepat," katanya.



Credit  cnnindonesia.com




Gagal Capai Kesepakatan, Trump: Ini Semua Tentang Sanksi


Gagal Capai Kesepakatan, Trump: Ini Semua Tentang Sanksi
Presiden AS Donald Trump walk out dari pertemuan dengan Pemimpin Korut Kim Jong-un. Foto/Istimewa

HANOI - Pertemuan puncak antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un di Hanoi, Vietnam, berakhir tanpa kesepakatan. Pemicunya adalah Kim Jong-un menuntut agar AS mencabut sanksi atas Pyongyang yang dengan tegas ditolak Trump.

"Itu semua tentang sanksi. Mereka ingin sanksi dicabut seluruhnya dan kita tidak bisa melakukan itu," kata Trump kepada wartawan seperti disitir dari BBC, Jumat (1/3/2019).

Sebelumnya, kedua pemimpin negara yang sempat bersitegang ini diharapkan akan mengumumkan kemajuan dalam denuklirisasi.

"Kadang-kadang Anda harus pergi dan ini adalah salah satu dari waktu-waktu itu," ujar Trump.

Berbicara pada konferensi pers setelah pertemuan, Trump mengatakan tidak ada rencana untuk KTT ketiga, tetapi ia menyatakan optimisme tentang "hasil yang lebih baik" di masa depan.

Dan dalam penerbangannya kembali ke AS, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan dia sangat berharap bahwa para pejabat dari kedua belah pihak dapat melanjutkan pembicaraan sebelum terlalu lama.

Menurut jadwal yang dirilis Gedung Putih, hari itu direncanakan seremoni penandatanganan perjanjian bersama serta makan siang untuk kedua pemimpin, tetapi harapan tiba-tiba pupus dengan pembatalan keduanya.

Menurut Trump, Kim Jong-un mengajukan tawaran signifikan - untuk membongkar semua kompleks nuklir utama Yongbyon, yang merupakan jantung fasilitas penelitian dan produksi program nuklir Korut. Tetapi sebagai imbalannya Kim Jong-un ingin semua sanksi terhadap Korut dicabut, sesuatu yang AS tidak siap tawarkan.

Ada juga pertanyaan tentang jaringan fasilitas di luar Yongbyon. Bulan lalu, Stephen Biegun, perwakilan khusus Departemen Luar Negeri AS untuk Korut, mengatakan Pyongyang telah melakukan pembicaraan pra-KTT untuk menghancurkan semua fasilitas pengayaan plutonium dan uranium negara itu, tergantung pada tindakan balasan AS yang tidak ditentukan.

Yongbyon adalah satu-satunya sumber plutonium Korut yang diketahui, tetapi negara itu diyakini memiliki setidaknya dua fasilitas lain di mana uranium diperkaya.

Langkah-langkah AS yang tidak ditentukan itu nampaknya adalah sepenuhnya meringankan sanksi, yang tidak akan ditawarkan oleh Trump. Presiden AS juga menyatakan dalam konferensi persnya bahwa Jong-un hanya menawarkan penghancuran Yongbyon dan bukan seluruh peralatan nuklir Korut.

Trump mengatakan bahwa ketika ia mengangkat masalah fasilitas pengayaan kedua selain dari Yongbyon, delegasi Korut "terkejut" dengan apa yang diketahui AS.

Pertemuan pertama antara kedua pemimpin, yang berlangsung di Singapura pada Juni 2018, dikritik karena menghasilkan sedikit substansi. Ini menimbulkan wacana bahwa Trump akan mendorong kesepakatan denuklirisasi pada pertemuan kedua di Hanoi, Vietnam. 





Credit  sindonews.com





Pertemuan Kim-Trump di Hanoi Berakhir Tanpa Kesepakatan


Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un bertemu di Vietnam, Rabu (27/2).
Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un bertemu di Vietnam, Rabu (27/2).
Foto: AP

Gedung Putih mengatakan bahwa kedua pemimpin negara itu ingin segera bertemu kembali.



CB, HANOI -- Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Kamis (1/3) waktu setempat, mengakhiri pertemuan mereka yang kedua di Hanoi, Ibu Kota Vietnam, tanpa mencapai kesepakatan. Gedung Putih mengatakan bahwa kedua pemimpin negara itu ingin segera bertemu kembali.

"Tidak ada kesepakatan yang dicapai" antara Kim dan Trump pada hari kedua pertemuan puncak mereka di Hanoi, kata Gedung Putih.

Gedung Putih menambahkan bahwa kedua pemimpin negara ingin segera bertemu kembali. Kendati mengakhiri pertemuan tanpa kesepakatan apa pun, Kim dan Trump telah "melakukan pembicaraan yang sangat baik dan membangun". Mereka juga membahas berbagai cara untuk "memajukan denuklirisasi serta konsep-konsep yang didorong dengan aspek ekonomi," bunyi peryataan dari Gedung Putih.

Kim dan Trump pada awalnya dijadwalkan untuk menghadiri acara makan siang serta penandatanganan kemungkinan pernyataan bersama di Hotel Sofitel Legend Metropole di Hanoi. Namun, acara tersebut dibatalkan karena alasan yang tidak diungkapkan. Jumpa pers oleh Trump dimajukan dua jam menjadi pukul 14.00 waktu setempat.

Dalam kesempatan itu, Trump mengatakan masih ada jurang antara apa yang diinginkan Korea Utara dan Amerika Serikat. Kim menuntut sanksi yang dikenakan terhadap Pyongyang dilonggarkan sebagai imbalan atas perlucutan senjata nuklir "dalam jumah besar". AS tidak menyetujui tuntutan itu.

Trump mengatakan kepada para wartawan bahwa ia dan Kim masing-masing memiliki visi tertentu yang tidak selaras namun "semakin mendekati" dibandingkan satu tahun lalu. "Kami perlu bicara. Ada jurang," ucapnya.

Trump dan Kim memulai pertemuan puncak mereka pada Rabu (27/2) malam dengan mengadakan perbincangan empat mata dan makan malam. Keduanya melanjutkan pembicaraan keesokan harinya soal upaya nyata untuk mewujudkan perdamaian dan perlucutan senjata nuklir di Semenanjung Korea.

Setelah kembali dari Hotel J.W. Marriott, Trump mengisyaratkan dalam acara jumpa pers bahwa pembicaraan antara Pyongyang dan Washington bisa berlanjut walaupun ia dan Kim tidak berhasil mencapai kesepakatan selama pertemuan mereka yang kedua itu.

Namun, Trump tahu bahwa pertemuan puncak berikutnya dengan Trump kemungkinan belum akan dilakukan lagi untuk waktu lama. Pernyataanya itu mengisyaratkan bahwa diplomasi dengan menggelar pertemuan puncak seperti itu kemungkinan akan terhenti sementara.

Trump mengatakan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo merasa bahwa "tidak baik" untuk menandatangani apa pun selama pertemuan itu kendati mereka memiliki beberapa opsi untuk dirundingkan.

Walaupun pertemuan tidak menghasilkan kesepakatan, Trump mengatakan ia akan "terus melanjutkan upaya itu" dengan sang pemimpin Korea Utara untuk mengatasi kesenjangan antarkedua negara.

Kimp dan Trump dalam pertemuan puncak mereka yang pertama di Singapura, Juni tahun lalu, setuju untuk menciptakan perdamaian yang abadi serta menuntaskan perlucutan senjata nuklir di semenanjung tersebut. Mereka juga setuju memulai hubungan baru antara kedua negara. Pompeo mengatakan para perunding kedua negara akan bertemu lagi "pada hari-hari dan minggu-minggu mendatang."



Credit  republika.co.id




PM Jepang: saya dukung Trump akhiri ktt dengan Kim tanpa kesepakatan


PM Jepang: saya dukung Trump akhiri ktt dengan Kim tanpa kesepakatan
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un melambaikan tangannya saat ia tiba di stasiun kereta Dong Dang, Vietnam, di perbatasan dengan China, Selasa (26/2/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha/cfo




Tokyo, (CB) - Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Kamis, mengatakan bahwa dia sangat mendukung keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk mengakhiri pertemuannya dengan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un tanpa kesepakatan.

"Saya sangat mendukung keputusan Presiden Trump untuk tidak mengambil pilihan yang mudah," kata Abe setelah berbicara dengan Trump melalui telepon, seperti diberitakan oleh Reuters.

"Saya berniat selanjutnya saya harus bertemu dengan Pemimpin Kim," kata dia, menegaskan keputusannya untuk menemui pemimpin Korea Utara.

Abe menuturkan, Trump, dalam pertemuannya dengan Kim di Vietnam, mengangkat isu tentang warga-warga Jepang yang diculik agen Korea Utara.

Abe berpendapat bahwa Jepang tidak akan menormalisasi hubungan diplomatik dengan Pyongyang ataupun memberikan bantuan ekonomi hingga Korea Utara memberikan perhitungan penuh semua mereka yang diculik dan mengembalikan para korban penculikan yang masih hidup.




Credit  antaranews.com




Usai Temui Trump, Kim Kunjungan Kenegaraan di Vietnam


Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un bertemu di Vietnam, Rabu (27/2).
Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un bertemu di Vietnam, Rabu (27/2).
Foto: AP
Kunjungan kenegaraan Kim Jong-un di Vietnam selama dua hari.

CB, HANOI -- Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un akan memulai kunjungan kenegaraan selama dua hari ke Vietnam pada Jumat (28/2).

Hal tersebut disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri Vietnam dalam pernyataan singkat setelah KTT kedua antara Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump di Hanoi berakhir tanpa kesepakatan.

Trump pada Kamis mengatakan bahwa ia meninggalkan kesepakatan nuklir dengan Kim pada KTT di ibu kota Vietnam karena tidak dapat memenuhi permintaan Korea Utara untuk mencabut sanksi AS. Kementerian Luar Negeri tidak merilis secara rinci jadwal Kim di negara Asia Tenggara tersebut tetapi mengatakan bahwa kunjungan itu akan berlangsung hingga Sabtu.

Presiden Donald Trump berencana meninggalkan Vietnam dan kembali ke Amerika Serikat pada Kamis.




Credit  republika.co.id



Kamis, 28 Februari 2019

Trump - Kim Jong Un Belum Sepakat Denuklirisasi di Hari Pertama


Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump saling tersenyum saat berbincang dalam pertemuan di Hotel Metropole, Hanoi, Vietnam, Rabu, 27 Februari 2019. REUTERS
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump saling tersenyum saat berbincang dalam pertemuan di Hotel Metropole, Hanoi, Vietnam, Rabu, 27 Februari 2019. REUTERS

CB, Jakarta - Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un bertemu kembali hari Kamis setelah bercakap selama jamuan makan malam tanpa tanda-tanda kemajuan pada masalah utama denuklirisasi.
Donald Trump memuji hubungan istimewanya dengan Kim ketika ia bertemu Kim Jong Un untuk kedua kalinya di ibu kota Vietnam, Hanoi pada hari Rabu

Trump mengaku puas dengan pembicaraan dengan Kim, meskipun ia mengatakan tidak ada kemajuan berarti.
"Pertemuan hebat dan dialog yang sangat baik," kata Trump di Twitter setelah makan malam dengan Kim di Hotel Metropole, dikutip dari Reuters, 28 Februari 2019.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump tampak akrab saat berbincang dalam pertemuan di Hotel Metropole, Hanoi, Vietnam, Rabu, 27 Februari 2019. REUTERS
Gedung Putih tidak memberikan indikasi apa yang mungkin melibatkan upacara penandatanganan, meskipun diskusi kedua pihak telah memasukkan kemungkinan deklarasi mengakhiri Perang Korea 1950-1953.

Mereka juga telah membahas langkah-langkah denuklirisasi parsial, seperti memungkinkan pengawas untuk meninjau pembongkaran reaktor nuklir Yongbyon Korea Utara, kata para pejabat AS dan Korea Selatan.

Salah satu konsensus AS kepada Korut adalah membuka kantor penghubung atau mengizinkan proyek-proyek antar-Korea, tetapi yang mengkritik karena Trump memberikan terlalu banyak kelonggaran dan terlalu dini.KTT Vietnam adalah pertemuan kedua Donald Trump dan Kim Jong Un, setelah pertemuan pertama mereka di Singapura pada Juni 2018, tidak menghasilkan kemajuan konkret denuklirisasi Korea Utara.




Credit  tempo.co





Jabat Tangan Trump dan Kim Jong-un Buka Gelaran KTT Vietnam


Jabat Tangan Trump dan Kim Jong-un Buka Gelaran KTT Vietnam
Jabat tangan Presiden Donald Trump dan Kim Jong-un di depan Hotel Metropole membuka rangkaian KTT AS-Korut yang akan berlangsung di Vietnam sampai Kamis (28/2). (SAUL LOEB/AFP)



Jakarta, CB -- Jabat tangan antara Presiden Donald Trump dan Kim Jong-un di depan Hotel Metropole Hanoi membuka rangkaian konferensi tingkat tinggi Amerika Serikat-Korea Utara yang akan berlangsung di Vietnam sampai besok, Kamis (28/2).

Reuters melaporkan bahwa Kim dan Trump saling berjabat tangan di depan bendera AS dan Korut yang berkibar di depan Hotel Sofitel Legend Metropole pada Rabu (27/2) sore.

"Kami mampu melewati semua rintangan dan hadir di sini hari ini," ujar Kim yang duduk bersama Trump dalam sesi singkat bersama para wartawan.


Menanggapi Kim, Trump menjanjikan "masa depan gemilang" bagi Korut melalui pembicaraan kedua kepala negara ini.

"Saya pikir negara Anda memiliki potensi ekonomi yang luar biasa. Saya pikir akan ada masa depan gemilang bagi negara Anda. Kami akan membantu itu menjadi kenyataan," kata Trump.

Mereka dijadwalkan melakukan pertemuan empat mata selama 20 menit sebelum menghadiri jamuan makan malam bersama para pejabat tinggi Korut dan AS.

Trump dikabarkan akan didampingi Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo, dan Pelaksana Kepala Staf Kepresidenan AS, Mick Mulvaney, dalam jamuan tersebut.

Sementara itu, Kim Jong-un akan ditemani Kim Yong-chol, salah satu pemimpin partai Buruh Korut, dan seorang pejabat lainnya yang belum diketahui identitasnya. Adik perempuan Kim Jong-un, Kim Yo-jong, juga kemungkinan hadir dalam acara tersebut.

Rapat dan acara makan malam hari ini dinilai sebagai pertemuan "pemanasan" demi mempererat keakraban antara kedua pemimpin. Suasana hati Trump dan Kim Jong-un dianggap menjadi salah satu penentu hasil pertemuan pekan ini.

Agenda utama pertemuan Trump dan Kim Jong-un diperkirakan akan berlangsung pada Kamis. Utusan AS dan Korut terkait KTT ini telah menyusun dokumen awal deklarasi bersama yang kemungkinan akan disepakati Trump dan Kim di akhir pertemuan. 




Credit  cnnindonesia.com




Rabu, 27 Februari 2019

Donald Trump Tiba di Vietnam untuk Temui Kim Jong-Un


Donald Trump Tiba di Vietnam untuk Temui Kim Jong-Un
Presiden AS Donald Trump (kanan). (Lehtikuva/Heikki Saukkomaa via REUTERS)



Jakarta, CB -- Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un tiba di Vietnam pada Selasa (26/2). Mereka akan mengadakan KTT kedua selama dua hari.

Pada pertemuan puncak ini, pihak AS mendesak langkah-langkah nyata Korea Utara untuk menghentikan program senjata nuklirnya.

Trump terbang ke Hanoi menggunakan Air Force One. Dia mendarat tepat sebelum pukul 9 malam waktu setempat.


"Baru saja tiba di Vietnam," tulisnya di posting Twitter. "Terima kasih untuk semua orang atas sambutan yang luar biasa di Hanoi. Kerumunan yang luar biasa, dan begitu banyak cinta!" dikutip Reuters, Rabu (27/2). 


Kim tiba dengan kereta api pada pagi hari setelah perjalanan tiga hari, sekitar 3.000 km (1.850 mil) dari ibu kota, Pyongyang, melalui Cina. Dia menyelesaikan perjalanan terakhir dari stasiun perbatasan ke Hanoi dengan menumpang mobil.

Kedua pemimpin, yang memulai hubungan hangat pada pertemuan puncak pertama mereka di Singapura Juni 2018, akan bertemu untuk berbicara empat mata pada Rabu malam, disertai makan malam. Mereka akan ditemani dua tamu dan penerjemah.

Donald Trump Tiba di Vietnam Temui Kim Jong-Un
Pertemuan Trump dan Kim di Singapura, 12 Juni 2018. (Anthony Wallace/Pool via Reuters)
Juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders mengatakan mereka akan bertemu lagi pada Kamis.

Pembicaraan mereka dilakukan delapan bulan setelah pertemuan puncak bersejarah di Singapura pada Juni 2018. 



Pada pertemuan pertama itu, mereka berusaha memecahkan kebekuan setelah berpuluh-puluh tahun terjadi permusuhan sengit antara kedua negara. Pada pertemuan kali ini akan ada desakan untuk menagih komitmen Kim menuju denuklirisasi di seluruh semenanjung Korea.

Sebagai imbalannya, Kim akan mengharapkan konsesi penting AS seperti bantuan dari sanksi-sanksi dan pernyataan bahwa Perang Korea 1950-53 akhirnya secara resmi berakhir.

Trump, mendarat dalam kegelapan, melambaikan tangan saat ia turun dari Angkatan Udara Satu dan disambut oleh pejabat senior Vietnam dan A.S. Iring-iringan mobilnya melewati kerumunan orang yang mengibarkan bendera Vietnam, Amerika Serikat dan Korea Utara dalam perjalanan ke JW Marriott Hotel, tempat untuk pertemuan puncak selama dua hari.

Sebelumnya, para pejabat Vietnam menyambut Kim di stasiun di kota Dong Dang setelah ia melintasi perbatasan dari China dengan kereta api. Dia mendapat sambutan karpet merah dengan penjaga kehormatan, band militer dan mengibarkan bendera Korea Utara dan Vietnam. 



Kim ditemani oleh saudara perempuannya, Kim Yo Jong, seorang pembantu penting.

Sekitar selusin pengawal berlari sebentar di samping limusinnya ketika ia memulai perjalanan dua jam ke Hanoi. Kim tersenyum dan melambai kepada anak-anak yang berbaris di rute.





Credit  cnnindonesia.com



Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un Tunggu Trump di Vietnam



Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un Tunggu Trump di Vietnam
Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un Tunggu Trump di Vietnam

HANOI - Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un telah tiba di Vietnam kemarin untuk konferensi tingkat tinggi (KTT) dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kedua pemimpin akan berupaya mencapai kesepakatan tentang cara penerapan janji Korut untuk menyerahkan senjata nuklirnya. Trump diperkirakan tiba di Hanoi pada pukul 9 malam waktu setempat.

“Mereka akan bertemu untuk percakapan langsung pada Rabu (27/2) malam, diikuti dengan makan malam, yang masing-masing ditemani oleh dua orang dan penerjemah,” ungkap juru bicara Gedung Putih Sarah Sanders kepada para jurnalis di atas pesawat Air Force One yang terbang menuju Hanoi kemarin.

Sanders menambahkan, “Kim dan Trump akan bertemu lagi pada Kamis (28/2)” KTT kedua itu digelar delapan bulan setelah pertemuan pertama di Singapura. Adatekanan kepada kedua pihak untuk melangkah lebih nyata, tak hanya komitmen seperti yang dibuat di Singapura untuk sepenuhnya melakukan denuklirisasi semenanjung Korea.

Para pengkritik memperingatkan Trump agar tidak membuat kesepakatan yang banyak menghalangi ambisi nuklir Korut. Mereka meminta Trump mengambil langkah lebih jelas untuk tindakan Korut meninggalkan senjata nuklir yang mengancam AS. Sebagai imbalan, Kim diperkirakan mengharapkan konsesi besar dari AS seperti pemulihan dari sanksi dan deklarasi bahwa Perang Korea 1950-1953 telah resmi berakhir.

Kim yang melakukan perjalanan dari Pyongyang dengan kereta, tiba di stasiun di Kota Dong Dang, Vietnam, setelah melintasi perbatasan China. Para pejabat Vietnam menyambutnya di stasiun dengan karpet merah, termasuk pasukan kehor matan dan kibaran bendera Korut dan Vietnam. Adik Kim, Kim Yo-jong, yang muncul sebagai ajudan penting mendampingi kakaknya.

Puluhan pengawal berlari di samping mobil Kim saat dia melakukan perjalanan dua jam menuju ibu kota Vietnam, Hanoi. Jalanan ditutup oleh pasukan keamanan Vietnam yang dilengkapi personel bersenjata lengkap untuk menjaga jalanan yang dilalui Kim menuju Hotel Mulia, tempat Kim menginap.

Beberapa jam kemudian, Kim untuk pertama kali muncul, mengunjungi kedutaan besar (kedubes) Korut di Hanoi. Kim dan Trump juga akan menggelar pertemuan terpisah dengan para pemimpin Vietnam. Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Mike Pompeo juga tiba di Hanoi kemarin.

Dia menjadi utusan penting Trump dalam upayanya memperbaiki hubungan dengan Korut dan telah melakukan beberapa perjalanan ke Pyongyang untuk negosiasi mengakhiri program nuklir Korut. Trump menjelaskan, dirinya dan Kim akan memiliki pertemuan tingkat tinggi yang sangat hebat.

Dalam tweet, Trump menekankan keuntungan bagi Korut jika mereka menyerahkan senjata nuklirnya. “Dengan denuklirisasi penuh, Korut akan cepat menjadi kekuatan ekonomi. Tanpa itu, hanya akan sama. Chairman Kim akan membuat keputusan bijaksana!” tweet Trump. Saat pidatonya akhir pekan lalu, Trump berupaya meredam harapan tentang terobosan besar di Hanoi dengan menyatakan dia akan bahagia selama Korut tetap menghentikan tes senjata.

“Saya tidak terburu-buru. Saya hanya tidak ingin tes. Selama tidak ada tes, kita senang,” ujar Trump. Korut menggelar tes nuklir terakhir pada September 2017 dan tes rudal balistik antar benua pada November 2017. Para pengamat menyatakan, kedua pemimpin harus mengambil langkah lebih nyata.

“Tugas paling penting adalah membagi pemahaman bahwa denuklirisasi sangat diperlukan,” kata Gi-Wook Shin, direktur Pusat Riset Asia Pasifik Stanford kepada Reuters. “Ambiguitas tentang istilah denuklirisasi hanya akan menambah skeptisme tentang komitmen AS dan Korut pada denuklirisasi,” kata Gi-Wook Shin. Saat AS meminta Korut menyerahkan seluruh program nuklir dan rudalnya, Korut ingin melihat pencabutan payung nuklir AS untuk Korea Selatan (Korsel).

Juru bicara kepresidenan Korsel menjelaskan, kedua pihak mungkin menyepakati berakhirnya Perang Korea. Langkah ini sangat diinginkan oleh Korut. Kedua pihak juga telah membahas kemungkinan deklarasi politik bahwa perang telah berakhir.



Credit  sindonews.com