Tampilkan postingan dengan label KONGO. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KONGO. Tampilkan semua postingan

Jumat, 05 April 2019

Kongo tahan pimpinan pemberontak atas kasus perkosaan massal


Kongo tahan pimpinan pemberontak atas kasus perkosaan massal
Petugas kesehatan melepaskan pakaian pelindung setelah mengunjungi barak isolasi rumah sakit Bikoro, yang menerima terduga kasus Ebola, di Bikoro, Republik Demokratik Kongo, Sabtu (12/5/2018). (REUTERS/Jean Robert N'Kengo)




Kinshasa (CB) - Pemimpin pemberontak yang dituduh mendalangi perkosaan massal dan kekejaman-kekejaman lain telah ditangkap, kata tentara Republik Demoktarik Kongo, Kamis.

Masudi Alimasi Kokodiko, pimpinan kelompok milisi Raia Mutomboki --yang ditakuti, ditangkap pada Selasa (2/4) di wilayah Shabunda, selatan Kivu setelah terkena tembakan ringan, kata juru bicara terntara Dieudonne Kasereka.

Raira Mutomboki dibentuk pada 2015 untuk melawan milisi Hutu Rwanda, yang aktif di belahan timur Rwanda dan menjadi salah satu kelompok bersenjata terkuat dari puluhan kelompok lainnya di wilayah yang kaya akan minyak yang berbatasan dengan Rwanda, Udanda dan Burundi.

Suatu laporan oleh panel ahli Dewan Keamanan PBB tahun lalu menyebutkan bahwa pasukan Kokodiko telah melakukan perkosaan terhadap 17 perempuan di kota Lubila pada September tahun lalu. Panel tersebut juga menuding kelompok itu menggunakan anak-anak sebagai serdadu.

Pada 2012 penyelidikan yang dipimpin oleh PBB juga membuktikan Raia Mutomboki dan dua milisi lainnya bertanggungjawab atas kematian lebih dari 260 warga sipil dalam gelombang balas-membalas pembunuhan etnis di provinsi Kivu Utara.

Presiden baru Kongo, Felix Tshisekedi yang baru menduduki jabatannya pada Januari telah berjanji untuk menangani kekerasan oleh kelompok milisi yang bersarang di timur, tempat jutaan orang meninggal dalam perang 1998-2003.

Christoph Vogel, seorang peneliti yang pernah menyarankan PBB, mengatakan penangkapan Kokodiko "bertepatan dengan saat pemerintah baru mengumumkan mempunyai agenda untuk melucuti milisi, yang sekarang masih tetap terlihat sebagai perubahan besar."

Salah seorang panglima perang Kongo yang lain, Ntabi Ntaberi Sheka tahun lalu disidang untuk kasus perkosaan dan kekejaman. Kesaksian para korban di persidangan mulai didengar bulan lalu.



Credit  antaranews.com




Selasa, 26 Maret 2019

Kasus Ebola di Kongo Hampir Sentuh Seribu Kasus


Pekerja medis menggandeng seorang anak laki-laki yang terpapar virus ebola di pusat rehabilitasi Ebola di Beni, Kongo Timur. Ebola menjadi wabah penyakit terburuk kedua di Kongo, setidaknya 400 orang terpapar wabah tersebut. Foto diambil pada 9 September 2018.
Pekerja medis menggandeng seorang anak laki-laki yang terpapar virus ebola di pusat rehabilitasi Ebola di Beni, Kongo Timur. Ebola menjadi wabah penyakit terburuk kedua di Kongo, setidaknya 400 orang terpapar wabah tersebut. Foto diambil pada 9 September 2018.
Foto: AP

Ebola telah menyebabkan lebih dari 500 orang tewas di Kongo.




CB, DAKAR -- Kementerian Kesehatan Republik Demokratik Kongo (DRC) mencatat kasus Ebola di negara itu mencapai 944 kasus. Sebanyak 564 orang tewas sejak wabah ini melanda DRC Juli tahun lalu.

"Di antaranya 1.009 kasus demam berdarah yang dilaporkan, sebanyak 944 dikonfirmasi sebagai kasus Ebola," ujar pernyataan Kemenkes DRC seperti dikutip Anadoluu Agency, Senin.

Sementara, 59 orang masih mendapatkan perawatan untuk wabah Ebola. Sebanyak 321 orang sembuh dari virus yang awalnya dari hewan ini.

Rakyat DRC menerima vaksin sebagai antisipasi virus mewabah ke seluruh negeri. Sebanyak 91.826 orang diberikan vaksin anti-Ebola yang dimulai 8 Agustus tahun lalu.

Namun demikian, aksi kekerasan oleh sejumlah grup bersenjata di DRC membuat beberapa fasilitas penanganan Ebola ditutup. Hal tersebut mempersulit upaya petugas medis dalam mencegah agar wabah tidak meluas ke daerah lain.

Ebola merupakan demam tropis yang pertama kali muncul pada 1976 di Sudan dan DRC. Virus itu dapat ditularkan ke manusia dari hewan liar.

Ebola juga dilaporkan dapat menyebar melalui kontak dengan cairan tubuh dari orang yang terinfeksi atau mereka yang meninggal karena virus.

Ebola menyebabkan kekhawatiran global pada 2014 ketika wabah terburuk dunia dimulai di Afrika Barat, yang menewaskan lebih dari 11.300 orang. Ebola menginfeksi sekitar 28.600 ketika melanda Liberia, Guinea, dan Sierra Leone.




Credit  republika.co.id



Kamis, 14 Maret 2019

PBB: 800 Orang Banunu Dibantai 2 Minggu Sebelum Pemilu di Kongo


Bendera negara-negara dunia di markas PBB di Wina, Austria.[weforum.org]
Bendera negara-negara dunia di markas PBB di Wina, Austria.[weforum.org]

CB, Jakarta - Tim investigasi PBB melaporkan sebanyak 890 orang terdiri dari pria, wanita dan anak-anak etnis Banunu dibunuh secara sadis dalam bentrokan dengan penduduk desa Batende di Republik Demokratik Kongo.

Bentrokan komunal yang pecah dua minggu sebelum pemilu dipicu oleh pemakaman pemimpin etnis Banunu di kota Yumbi dan desa Bongede serta desa Nikolo II. Pemimpin etnis Banunu mendukung kandidat-kandidat dari kelompok oposisi. Sedangkan pemimpin etnis Batende mendukung kandidat dari koalisi partai berkuasa di Kongo.

Dalam tempo singkat, pembantaian terjadi yang dipimpin warga desa Batende dengan senjata api, senjata berburu. pisau, panah, dan gasolin.

Tindakan brutal dan mengerikan terhadap penduduk Banunu dijelaskan secara detil dalam laporan tim investigasi seperti dikutip dari Reuters dan situs africanews.com, 12 Maret 2019.
Sebanyak 535 pria dibantai, perempuan-perempuan diperkosa secara brutal. Bahkan seorang perempuan dilaporkan diperkosa setelah anaknya berusia 3 tahun dan suaminya dibunuh.

Menurut saksi, para pelaku lebih dulu bertanya apakah mereka etnis Banunu sebelum mereka membunuh. Banyak yang tewas dibunuh saat berusaha menyeberang sungai menuju negara tetangga, Republik Kongo.
Para pelaku kemudian membakar rumah etnis Banunu sehingga ada korban yang dibakar hidup-hidup dan yang berhasil lolos mengalami luka bakar serius.
Tim investigasi PBB juga menemukan korban mutilasi oleh para pelaku.
Orang-orang diserang di jalan-jalan, di rumah atau saat mereka berupaya menyelamatkan diri.
Diduga jumlah korban bertambah karena masih ada korban yang dinyatakan hilang karena jasad korban diduga diuang ke sungai.

Sekitar 19 ribu orang diperkirakan lari meninggalkan rumah mereka karena mengalami kekerasan. Dan sekitar 16 ribu orang menyeberangi sungai Kongo menunju negara Republik Kongo.
"Beberapa kepala desa yang mayoritas Batende terlibat dalam perencanaan serangang, mengutip beberapa sumber," ujar laporan tim investigasi PBB.
Tim investigasi menyimpulkan bahwa kejahatan di Yumbi merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam bentuk pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan dan bentuk kejahatan seksual lainnya, serta persekusi.
Munculnya kejahatan terhadap kemanusiaan yang menimpa etnis Banunu di Kongo juga karena tidak hadirnya negara untuk mencegah kejahatan itu terjadi. Laporan ini juga memperingatkan tentang kemungkinan kekerasan ini akan terulang kembali.



Credit  tempo.co



Senin, 11 Maret 2019

Milisi Mai mai serang pusat perawatan ebola


Milisi Mai mai serang pusat perawatan ebola

Petugas Kementerian Kesehatan Kongo mengatur vaksin Ebola eksperimen angkatan pertama di Kinshasa, Republik Demokratk Kongo, Rabu (16/5/2018). (REUTERS/Kenny Katombe)




Goma, Kongo (CB) - Sejumlah anggota milisi Mai Mai yang bersenjata menyerang satu pusat perawatan Ebola di jantung wabah penyakit itu di bagian timur Kongo pada Sabtu.

Serangan itu menewaskan seorang personel polisi sebelum aksi mereka dibalas pasukan keamanan, kata wali kota setempat.

Pusat tersebut yang terletak di Butembo sama dengan fasilitas yang dibakar para penyerang tak dikenal pekan lalu, serangan yang menyebabkan Medecins Sans Frontieres (Dokter Tanpa Perbatasan) menangguhkan kegiatan-kegiatan di kawasan itu.

Para pekerja bantuan telah menghadapi rasa tak percaya yang dalam dari para warga setempat di beberapa kawasan ketika mereka bekerja untuk mengatasi wabah itu, yang sudah menjadi wabah terburuk dalam sejarah Republik Demokratik Kongo. Sejauh ini wabah itu membunuh hampir 600 orang, demikian Reuters melaporkan.

Usaha-usaha untuk mengatasi virus itu telah terkendala kebanyakan kelompok-kelompok bersenjata yang beroperasi di wilayah timur yang tingkat ketaatannya kepada hukum rendah.

Presiden Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus dijadwalkan mengunjungi pusat Butembo itu pada Sabtu.

Seorang juru bicara WHO mengatakan masih belum jelas apakah lawatan Presiden WHO itu akan berlangsung.

Walikota Butembo Sylvain Kanyamanda Mbusa mengatakan para militan Mai Mai berhasil dipukul mundur.

"Karena serangan-serangan sebelumnya, sistem keamanan sudah berlaku dan para penyerang segera dibalas personel polisi yang menjaga ....pusat itu," kata dia kepada Reuters.

Fasilitas itu sudah beroperasi kembali hanya seminggu lalu dan telah dikelola kementerian kesehatan bekerja sama dengan WHO dan Dana Anak-anak PBB.

Mai Mai mengambil nama dari kata "air" dalam bahasa setempat Swahili, karena sebagian petempur meyakini sihir dapat mengubah peluru-peluru yang terbang menjadi air.

Mereka terdiri atas beberapa kelompok bersenjata yang sebenarnya terbentuk untuk melawan dua invasi pasukan Rwanda pada penghujung 1990-an. Sejak itu mereka berubah menjadi berbagai milisi berdasarkan suku, jejaring penyelundup dan kegiatan perlindungan.




Credit  antaranews.com



Selasa, 26 Februari 2019

Penyerang bakar pusat perawatan Ebola di Kongo


Penyerang bakar pusat perawatan Ebola di Kongo
Petugas kesehatan melepaskan pakaian pelindung setelah mengunjungi barak isolasi rumah sakit Bikoro, yang menerima terduga kasus Ebola, di Bikoro, Republik Demokratik Kongo, Sabtu (12/5/2018). (REUTERS/Jean Robert N'Kengo)



Kinshasa (CB) - Para penyerang membakar satu pusat perawatan Ebola yang dikelola Medecins Sans Frontieres (MSF) di bagian timur Republik Demokratik Kongo (RDK) Ahad malam (24/2), memaksa para staf mengevakuasi pasien-pasien, kata lembaga amal tersebut.

Sejauh ini, belum ada rincian mengenai identitas atau motif dari orang-orang pembakar fasilitas, yang berada di distrik Katwa, di jantung wilayah wabah terburuk penyakit mematikan itu di RDK.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa para pekerja bantuan menghadapi ketidakpercayaan di beberapa kawasan. Kondisi itu dipicu desas-desus mengenai perawatan dan orang-orang yang memilih pengobatan tradisional.

"Akibat pembakaran bangunan itu, para pasien tak mungkin lagi mendapat perawatan di sana," menurut MSF di Twitter pada Senin. Tak ada pasien maupun staf yang mengalami luka-luka, tambahnya.

Wabah Ebola telah membunuh 546 orang sejak Juli, kata Kementerian Kesehatan Kongo melaporkan.

Sebagian besar dari kasus itu terjadi sejak permulaan tahun di Katwa, yang dekat dengan perbatasan dengan Uganda.

Tiga sukarelawan Palang Merah Kongo diserang ketika mereka membantu penguburan seorang korban Ebola di bagian timur Kongo pada Oktober. Dua bulan kemudian, para pengunjuk rasa politik menggeledah sebuah pusat isolasi Ebola di dekatnya.





Credit  antaranews.com



Senin, 11 Februari 2019

Wabah Ebola di Kongo Tewaskan Lebih dari 500 Orang


Wabah Ebola di Kongo Tewaskan Lebih dari 500 Orang
Wabah Ebola di Kongo telah menewaskan lebih dari 500 orang. Foto/Istimewa

 

KINSHASA - Lebih dari 500 orang tewas akibat wabah Ebola di Kongo. Meski begitu, program vaksinasi telah berhasil mencegah ribuan kematian. Hal itu diungkapkan oleh Menteri Kesehatan Kongo Oly Ilunga Kalenga.

"Secara total, ada 502 kematian dan 271 orang sembuh," kata Kalenga yang dikutip buletin Kementerian Kesehatan negara itu, melaporkan wabah di bagian timur negara itu.

Tetapi Kalenga mengatakan bahwa, untuk pertama kalinya, program vaksinasi telah melindungi 76.425 orang dan mencegah ribuan kematian.

"Saya yakin kami telah mencegah penyebaran epidemi di kota-kota besar di kawasan itu," ucapnya seperti disitir dari Channel News Asia, Minggu (10/2/2019).

"Tim-tim (kesehatan) juga berhasil menahan penyebaran epidemi ke negara-negara tetangga," tambahnya.

"Masalah terbesar adalah mobilitas penduduk yang tinggi," sambungnya lagi.

Wabah Ebola dimulai pada Agustus tahun lalu di wilayah Kivu Utara, yang berbatasan dengan Uganda dan Rwanda.

Sayap Spanyol dari lembaga bantuan Doctors Without Borders (MSF) melaporkan di Twitter bahwa ada lonjakan kasus sejak 15 Januari.

"Rwanda, Uganda dan Sudan Selatan, lebih jauh ke utara, semua sekarang dalam keadaan siaga," tambahnya.

Situasi keamanan di timur negara itu, di mana kelompok pemberontak bersenjata telah meneror penduduk selama bertahun-tahun, telah membuat pengobatan terhadap penyakit ini menjadi sulit. 




Credit  sindonews.com




Kamis, 31 Januari 2019

PBB Temukan 15 Kuburan Massal di Kongo



PBB Temukan 15 Kuburan Massal di Kongo
Misi PBB di Kongo, MONUSCO, menemukan 15 kuburan massal telah ditemukan di bagian barat laut Republik Demokratik Kongo tiga hari setelah pertumpahan darah antar etnis pada bulan Desember lalu. Foto/Ilustrasi/Istimewa

KINSHASA - Setidaknya 15 kuburan massal telah ditemukan di bagian barat laut Republik Demokratik Kongo setelah tiga hari pertumpahan darah antar etnis pada bulan Desember lalu. Demikian pernyataan juru bicara misi PBB di Kongo, MONUSCO.

Sebelumnya pada bulan Januari, PBB memperkirakan bahwa setidaknya 890 orang terbunuh sebagai akibat dari kekerasan, beberapa yang terburuk di daerah itu selama bertahun-tahun yang menyoroti keadaan genting hubungan antar-etnis bahkan di daerah yang lebih damai di negara Afrika Tengah itu.

Juru bicara MONUSCO, Florence Marchal mengatakan, sebuah misi khusus badan itu yang menyelidiki situasi pertempuran menemukan setidaknya 11 kuburan massal dan 43 kuburan individu di sekitar kota Yumbi dan setidaknya empat kuburan komunal yang berisi setidaknya 170 mayat yang berdekatan di Bongende.



"Sementara kesimpulan dari misi ini masih diselesaikan, kami dapat mengkonfirmasi bahwa beberapa ratus orang termasuk wanita dan banyak anak-anak terbunuh dalam keadaan yang tidak mengenaskan," ujarnya.

"Kecepatan, modus operandi dan tingginya angka kematian dari kekerasan ini menunjukkan bahwa peristiwa ini direncanakan dan dipikirkan terlebih dahulu sebelumnya," ungkapnya seperti dilansir dari Reuters, Rabu (30/1/2019).

Perselisihan terkait dengan pemakaman kepala suku dipandang sebagai katalis untuk pertempuran antara komunitas Banunu dan Batende. Ini menyebabkan pemerintah membatalkan pemungutan suara di daerah itu untuk pemilihan presiden bulan lalu.

Sementara pertumpahan darah itu tidak terkait langsung dengan pemungutan suara 30 Desember, seorang aktivis setempat mengatakan kepada Reuters pada saat itu ketegangan antara kedua kelompok etnis itu mereda karena para pemimpin Batende mendukung koalisi yang berkuasa sementara para pemimpin Banunu mendukung para kandidat oposisi.

Marchal mengatakan daerah itu sekarang relatif tenang, tetapi memperingatkan: "Ketegangan antara kedua komunitas masih sangat jelas dan berisiko memburuk."


Melindungi situasi keamanan Kongo yang rapuh akan menjadi salah satu tugas utama bagi Presiden Felix Tshisekedi, yang dilantik pada 24 Januari lalu dalam transfer kekuasaan pertama di Kongo melalui pemilihan umum dalam 59 tahun kemerdekaan negara itu.

Kongo tetap tidak stabil selama bertahun-tahun setelah berakhirnya perang regional 1998-2003 di perbatasan timur dengan Uganda, Rwanda dan Burundi yang menyebabkan jutaan kematian, sebagian besar karena kelaparan dan penyakit. Lusinan milisi terus membinasakan daerah-daerah itu. 




Credit  sindonews.com




Senin, 14 Januari 2019

SADC: Kongo sebaiknya hitung ulang suara pemilihan presiden


SADC: Kongo sebaiknya hitung ulang suara pemilihan presiden
Seorang polisi Kongo berpatroli ketika aktivis oposisi berdemonstrasi untuk menuntut Presiden Joseph Kabila mengundurkan diri di ibukota Republik Demokratik Kongo, Kinshasa, Senin (19/9/2016). (REUTERS/Stringer)



Johannesburg (CB) - Republik Demokratik Kongo sebaiknya menghitung ulang suara dalam pemilihan presiden yang diklaim pemenang kedua sebagai curang, kata Komunitas Pembangunan Afrika Selatan (SADC) pada Ahad.

Pemungutan suara pada 30 Desember itu semestinya menandai peralihan kekuasaan demokratik pertama di Kongo tanpa diperselisihkan setelah negara itu merdeka selama 59 tahun dan dimulainya era baru menyusul pemerintahan kacau selama 18 tahun di bawah Presiden Joseph Kabila.

Martin Fayulu sebagai pemenang kedua mengklaim bahwa pada kenyataannya dia menang dengan suara mayoritas dan pemenang resmi, pemimpin oposisi Felix Tshisekedi sudah membuat kesepakatan dengan Kabila untuk dinyatakan sebagai pemenang. Tshisekedi dan Kabila membantah hal ini, demikian Reuters melaporkan.

Gereja Katholik Kongo mengatakan bahwa pengitungan suara yang dilakukan tim pemantaunya yang berkekuatan 40.000 orang menunjukkan pemenang berbeda dari apa yang diumumkan komisi pemilihan, tanpa menyebut siapa pemenang itu.


Kekerasan terjadi secara masif setelah pemungutan suara di seluruh negara yang kaya bahan tambang itu. Kongo yang berpenduduk 80 juta jiwa pernah dilanda perang saudara yang membunuh jutaan orang sejak 1990an.

Banyak yang takut peristiwa tersebut terulang kembali.

"Penghitungan kembali suara akan memberikan jaminan bagi pemenang dan pecundang," kata SADC dalam pernyataan.


SADC yang mencakup Angola dan Afrika Selatan - sekutu lama Kabila, merekomendasikan pemerintahan persatuan nasional termasuk partai-partai yang mewakili Kabila, Fayulu dan Tshiksekedi yang akan mendorong perdamaian.

"SADC menarik perhatian para politisi Kongo untuk melakukan pengaturan serupa yang sangat sukses di Afrika Selatan, Zimbabwe dan Kenya yang menciptakan stabilitas bagi perdamaian yang langgeng," menurut pernyataan itu.

Peluang untuk mencapai persatuan seperti ini di Kongo tampak tipis sekarang. Fayulu, yang didukung tokoh-tokoh politik yang menjadi lawan Kabila, pada Sabtu mengajukan keluhan resmi kepada Mahkamah Konstitusi.





Credit  antaranews.com




Minggu, 06 Januari 2019

Khawatir Kongo Rusuh, AS Kerahkan Tentara ke Gabon


Presiden Amerika Serikat Donald John Trump. Foto/REUTERS



WASHINGTON - Militer Amerika Serikat (AS) telah mengerahkan puluhan tentara ke Gabon di tengah kekhawatiran pecahnya kerusuhan di Republik Demokratik Kongo (DRC). Negara Afrika itu sedang dilanda demo besar setelah pemilu untuk memilih presiden baru.

Presiden Donald Trump mengatakan kepada Kongres AS pada hari Jumat waktu Washington bahwa pengerahan perdana dari sekitar 80 tentara telah tiba di Gabon pada hari Rabu. Misinya untuk melindungi warga AS dan fasilitas diplomatik jika kekerasan pecah di Kinshasa, Ibu Kota DRC.


Warga Kongo telah memberikan suaranya pada pemilu untuk memilih presiden pada 30 Desember 2018 lalu. Pemilu ini digelar untuk memilih penerus Presiden Joseph Kabila, yang telah berkuasa selama 18 tahun.

"Yang pertama dari personel ini tiba di Gabon pada 2 Januari 2019, dengan peralatan tempur yang sesuai dan didukung oleh pesawat militer," bunyi surat Trump kepada Kongres, seperti dikutip Reuters, Sabtu (5/1/2019).

"Pasukan tambahan dapat dikerahkan ke Gabon, Republik Demokratik Kongo, atau Republik Kongo, jika perlu untuk tujuan ini," lanjut surat Trump.

"Personel yang dikerahkan ini akan tetap berada di kawasan itu sampai situasi keamanan di Republik Demokratik Kongo menjadi sedemikian rupa sehingga kehadiran mereka tidak lagi diperlukan," imbuh surat Presiden Trump.

Komisi Pemilihan Umum Kongo dijadwalkan akan merilis hasil sementara dari pemilihan presiden pada hari Minggu (6/1/2019). Namun, komisi tersebut mengatakan kemungkinan ada penundaan karena lambatnya kedatangan lembar penghitungan suara.

Para pengamat dan oposisi mengatakan pemilu telah dirusak oleh kecurangan yang serius. Sedangkan Pemerintah Kongo mengatakan pemilu berlangsung itu adil dan berjalan lancar.

Kubu koalisi pendukung Kabila atau kubu berkuasa menjagokan Emmanuel Ramazani Shadary sebagai presiden baru.

Komunitas internasional telah mengajukan kekhawatiran bahwa hasil pemilu yang disengketakan dapat menyebabkan kerusuhan, seperti yang terjadi setelah pemilu 2006 dan 2011.


Pada hari Kamis, Departemen Luar Negeri AS meminta Komisi Pemilihan Umum Kongo untuk memastikan suara dihitung secara akurat. Departemen itu mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap mereka yang merusak proses atau mengancam perdamaian dan stabilitas di negara itu.

Sementara itu, Human Rights Watch memperingatkan potensi manipulasi hasil pemilu Kongo. "Uni Afrika dan pemerintah lain harus menjelaskan kepada kepemimpinan Kongo bahwa setiap manipulasi hasil pemilu akan memiliki konsekuensi serius," kata Ida Sawyer, wakil direktur Afrika di Human Rights Watch.

"Penghitungan suara palsu hanya akan mengobarkan situasi yang sudah tegang dan bisa berakibat buruk," ujarnya.




Credit Sindonews.com



https://international.sindonews.com/read/1368099/42/khawatir-kongo-rusuh-as-kerahkan-tentara-ke-gabon-1546679290





Senin, 31 Desember 2018

Kekacauan Warnai Pemilu Demokratis Pertama Kongo

Republik Demokrat Kongo

CB, KINSHASA -- Puluhan tempat pemungutan suara (TPS) masih tutup beberapa jam setelah pemilihan presiden Kongo dimulai di ibu kota Kinshasa, Kongo, pada Ahad (30/12). Di depan TPS, para calon pemilih harus menunggu lama dan beberapa ada yang berteriak "Kami ingin memilih!"

Ketua komisi pemilihan Kongo, Corneille Nangaa, mengatakan 49 TPS di Kinshasa masih menunggu daftar pemilih. "Kami telah mencetak daftar pemilih untuk 29 TPS dan sisanya sedang dicetak sekarang," kata Nangaa sambil bergegas mendatangi beberapa TPS.

Ratusan orang terlihat menunggu di TPS Saint Raphael di Limete, Kinshasa. "Kami menunggu untuk mengetahui siapa yang seharusnya memilih di mana," kata panitia pemungutan suara, Christian Mwangalay.

Ada sekitar 6.000 calon pemilih yang diperkirakan akan ikut berartisipasi di Limete. Lusinan remaja putra bahkan mempraktikkan cara pemungutan suara dengan memasukkan kertas ke dalam keranjang.

Pemilu ini adalah kesempatan pertama Kongo untuk melangsungkan transfer kekuasaan yang damai dan demokratis sejak kemerdekaan pada 1960. Pemilu diselenggarakan setelah Presiden Joseph Kabila mundur.

Pemilihan kali ini mempertaruhkan sebuah negara yang kaya akan mineral, tetapi masih sangat tertinggal. Korupsi semakin meluas dan rakyatnya tinggal jauh dari rasa aman.

Kerusuhan terjadi di menit-menit terakhir pemilu setelah sekitar 1 juta orang yang terinfeksi virus ebola dinyatakan tidak boleh ikut memilih. Keputusan itu telah banyak dikritik karena mengancam kredibilitas pemilu.

Jacob Salamu (24 tahun) mengaku ia harus mencuci tangan sebelum memberikan suara sebagai tindakan perlindungan terhadap Ebola, yang disebarkan melalui cairan tubuh orang yang terinfeksi. “Kami tidak ada Ebola. (presiden) Kabila lebih buruk dari Ebola,” kata Salamu.

Di Beni, pemungutan suara harus ditunda hingga Maret. Sedangkan presiden baru Kongo dijadwalkan akan dilantik pada Januari. Beberapa pengunjuk rasa di Beni telah menyerang fasilitas Ebola.

Dua kandidat oposisi utama, Martin Fayulu dan Felix Tshisekedi, menantang kandidat pilihan Kabila, mantan menteri dalam negeri Emmanuel Ramazani Shadary, yang mendapat sanksi dari Uni Eropa. Kabila dan Shadary memilih bersama di TPS Gombe Institute.

"Pesan saya hari ini untuk rekan saya adalah datang dan pilih kandidat, dan berani hadapi hujan," kata Kabila. Sementara Shadary menyerukan perdamaian dan ketenangan. "Saya sangat percaya diri untuk bisa meraih kemenangan," ungkapnya.

Fayulu ikut memberikan suara di TPS yang sama. "Hari ini, kami melihat akhir Kabila, akhir kesengsaraan bagi rakyat Kongo. Kongo akan berhenti menjadi bahan tertawaan dunia," kata dia saat memberikan suara.

Meskipun panitia pemilu memperkirakan satu orang dapat memberikan suara dalam waktu satu menit, prosesnya ternyata memakan waktu beberapa menit per orang.

Sebanyak 40 juta pemilih terdaftar di Kongo menggunakan mesin pemilihan elektronik dengan layar sentuh untuk pertama kalinya. Oposisi telah menyuarakan kekhawatiran bahwa hasilnya dapat dimanipulasi. Seorang petugas pemungutan suara di Kinshasa bahkan khawatir mesin pemungutan suara akan kehabisan daya baterai.


Credit REPUBLIKA.CO.ID



https://m.republika.co.id/berita/internasional/afrika/18/12/30/pkjx26377-kekacauan-warnai-pemilu-demokratis-pertama-kongo




Rabu, 12 Desember 2018

Korban Meninggal Akibat Ebola di Kongo Tembus 235 Jiwa



Korban Meninggal Akibat Ebola di Kongo Tembus 235 Jiwa
Korban meninggal akibat wabah Ebola di Kongo mencapai 235 jiwa. Foto/Istimewa

DAKAR - Jumlah korban tewas akibat Ebola di Republik Demokratik Kongo meningkat menjadi 235 jiwa sejak akhir Juli lalu. Demikian pernyataan Kementerian Kesehatan negara itu.

Menurut Departemen Kesehatan Kongo, di antara 494 kasus demam berdarah yang dilaporkan, 446 diantaranya dikonfirmasi sebagai kasus Ebola. Juga telah dilaporkan bahwa 165 orang telah sembuh dari virus.

Sekitar 48 orang meninggal setelah mengalami demam berdarah, tetapi tidak dapat diverifikasi apakah mereka meninggal karena Ebola karena mereka dimakamkan tanpa otopsi seperti disitat dari Anodolu, Selasa (11/12/2018).

Sementara itu, 11 dari 44 pekerja kesehatan yang terinfeksi virus meninggal dunia.

Sebanyak 43.449 orang telah diberikan vaksin anti-Ebola di negara itu sebagai bagian dari kampanye yang dimulai pada 8 Agustus lalu. Ebola - demam tropis yang pertama kali muncul pada tahun 1976 di Sudan dan Republik Demokratik Kongo - dapat ditularkan ke manusia dari hewan liar.

Juga dilaporkan dapat menyebar melalui kontak dengan cairan tubuh orang yang terinfeksi atau dari mereka yang telah terkontaminasi virus.

Ebola menyebabkan alarm global pada tahun 2014 lalu ketika wabah terburuk di dunia dimulai di Afrika Barat, menewaskan lebih dari 11.300 orang dan menginfeksi sekitar 28.600 orang karena melanda Liberia, Guinea dan Sierra Leone. 



Credit  sindonews.com



Senin, 19 November 2018

Delapan Penjaga Perdamaian PBB Tewas di Kongo Timur


Delapan Penjaga Perdamaian PBB Tewas di Kongo Timur
Delapan anggota pasukan penjaga perdamaian PBB di Kongo tewas di wilayah timur negara itu. Foto/Istimewa

 

KINSHASA - Delapan anggota pasukan perdamaian PBB, MONUSCO, tewas dalam operasi melawan milisi pemberontak di Kongo timur. Hal itu diungkapkan Dewan Keamanan (DK) PBB.

"Satu tentara pemelihara perdamaian Tanzania dan tujuh Malawi tewas," kata Dewan Keamanan PBB, yang meningkatkan jumlah korban dari jumlah sebelumnya seperti dikutip dari AFP, Jumat (16/11/2018).

Dalam pernyataannya, Dewan Keamanan PBB menggarisbawahi bahwa serangan yang disengaja menargetkan pasukan perdamaian mungkin merupakan kejahatan perang di bawah hukum internasional.

Dewan menyerukan penyelidikan cepat dari pemerintah Kongo dan memperingatkan bahwa serangan terhadap personil PBB merupakan dasar untuk menjatuhkan sanksi.

Korban tewas ini menandai kerugian terbesar pasukan PBB di Republik Demokratik Kongo sejak pemberontak menewaskan 15 tentara hampir setahun lalu.

Sebelumnya Kamis, wakil kepala pasukan penjaga perdamaian MONUSCO, Jenderal Bernard Commins mengatakan operasi gabungan telah diluncurkan pada hari Selasa terhadap pasukan ADF, kelompok jihad yang dituduh melakukan serangan berdarah terhadap warga sipil.

Commins mengatakan serangan itu ditujukan ke Kididiwe, sekitar 20 kilometer dari Beni, kota antara 200.000 dan 300.000 penduduk. Ia menggambarkan Kididiwe sebagai "benteng utama" ADF.

"Kami menguasai Kididiwe saat ini, setelah pertempuran sengit dengan kelompok bersenjata. Saat ini, kami sedang mengevakuasi tentara Kongo yang terluka dan Helm Biru," katanya kepada AFP.

Dia menambahkan bahwa dia tidak dapat memberikan informasi apapun tentang laporan anggota pasukan keamanan PBB yang tewas itu.

Tidak ada rincian lebih lanjut tentang di mana atau bagaimana mereka tewas.

Angkatan bersenjata Malawi menegaskan sebelumnya bahwa empat tentaranya dengan MONUSCO - seorang sersan dan tiga prajurit berusia antara 29 dan 38 - tewas pada hari Rabu.

"Militer telah kehilangan tentara pemberani, pekerja keras dan disiplin yang selalu siap melayani untuk memastikan perdamaian itu berlaku," kata Angkatan Bersenjata Malawi dalam sebuah pernyataan.

Pada hari Rabu, Commins mengatakan MONUSCO telah mengerahkan helikopter serang terhadap pasukan ADF yang mengancam pasukan PBB di daerah Mayangose, timur laut Beni.

Wilayah ini juga tengah memerangi wabah Ebola yang telah menyebabkan lebih dari 200 orang tewas. Ketidakamanan menghambat upaya untuk menahan penyakit itu, kata jurubicara PBB. 







Credit  sindonews.com







Selasa, 04 September 2018

Zimbabwe Sumbangkan 10 Badak Putih ke Kongo


Anak Badak Putih di samping induknya Donsa, bermain lumpur di kandang kebun binatang Singapore Zoo.
Anak Badak Putih di samping induknya Donsa, bermain lumpur di kandang kebun binatang Singapore Zoo.
Foto: Wong May E/AP Photo

Sumbangan itu untuk mengokohkan kembali populasi badak putih.





CB, HARARE -- Zimbabwe menyumbangkan 10 badak putih kepada Republik Demokratik Kongo untuk mengokohkan kembali populasi hewan yang hampir punah itu akibat perbuatan para pemburu liar satu dasawarsa lalu. Otoritas Pengelola Taman dan Margasatwa Zimbabwe mengatakan, badak-badak itu ditangkap dan akan dipindahkan dari Victoria Falls akhir pekan ini atau awal pekan depan.

Sementara itu, badak-badak putih Kongo hidup di Taman Nasional Garamba di dekat perbatasan dengan Sudan Selatan namun tidak jelas apakah hewan-hewan itu akan dipindahkan.

Perlindungan terhadap satwa liar merupakan upaya yang sulit dijalankan di Kongo karena tidak ada kepastian hukum serta masih terjadinya kekerasan yang dilancarkan oleh kalangan milisi.

Keadaan itu telah berlangsung selama 15 tahun setelah berakhirnya perang, yang telah menewaskan jutaan orang, terutama karena kelaparan dan penyakit.

"Pemerintah Zimbabwe merasa puas karena keadaan sebelum dan setelah pemindahan di ... (Kongo) memenuhi standar yang diperlukan bagi pengokohan kembali (populasi, red) badak," kata Juru bicara Otoritas Pengelola Taman dan Margasatwa Zimbabwe ZimParks, Tinashe Farawo, Senin (3/9) waktu setempat.

Zimparks dan kalangan pelindung satwa liar mengatakan pemindahan badak-badak itu dari Zimbabwe akan memperkuat pengumpulan gen.

Zimbabwe pada 2016 memiliki sekitar 800 badak hitam dan badak putih serta merupakan salah satu dari hanya empat negara yang memiliki hampir seluruh badak putih yang ada di dunia.


Cula badak merupakan barang berharga di Cina dan Asia tenggara.Para pemburu liar juga mengincar gorila gunung, yang merupakan salah satu jenis hewan paling langka di dunia.


Orang utan gunung itu hanya dapat ditemukan di suatu bagian pegunungan berapi yang membentang di sepanjang Kongo, Uganda dan Rwanda. Jumlah gorila gunung berhasil dipulihkan dalam beberapa tahun belakangan berkat upaya perlindungan yang terus menerus.





Credit  republika.co.id



Selasa, 07 Agustus 2018

Wabah Ebola diduga tewaskan 33 orang di Kongo


Wabah Ebola diduga tewaskan 33 orang di Kongo
Petugas Kementerian Kesehatan Kongo mengatur vaksin Ebola eksperimen angkatan pertama di Kinshasa, Republik Demokratk Kongo, Rabu (16/5/2018). (REUTERS/Kenny Katombe)




Dakar (CB) - Wabah virus Ebola di kawasan timur Republik Demokratik Kongo dipercaya telah menewaskan 33 orang, kata Kementerian Kesehatan setempat pada Sabtu.

Sebanyak 13 kasus demam disertai pendarahan dipastikan terjadi. Tiga di antara kasus itu telah menyebabkan kematian, demikian siaran tertulis Kementerian Kesehatan yang dikutip Reuters. Pernyataan itu menambahkan bahwa kasus Ebola juga diduga terdeteksi di Provinsi North Kivu dan Ituri.

Tiga kasus telah dipastikan positif terjadi di Beni, sebuah kota pusat perdagangan dengan populasi ratusan ribu yang terletak 30 km dari pusat wabah di Kota Mabaloko. Beni juga hanya berjarak 70 km dari perbatasan Uganda.

Menyebarnya wabah Ebola terbaru ini terjadi hanya satu pekan setelah pemerintahan Kongo menyatakan bahwa wabah di kawasan lain telah berhasil dikendalikan. Wabah Ebola di kawasan timur laut Kongo itu juga menewaskan 33 orang.

Otoritas kesehatan setempat mengaku tidak punya bukti adanya keterkaitan antara dua wabah Ebola tersebut.

Hingga sejauh ini, sebanyak 879 orang yang menjalin kontak dengan pasien Ebola telah berhasil diidentifikasi, kata Kementerian Kesehatan. Pelacakan terhadap orang-orang tersebut adalah pekerjaan yang sulit mengingat padatnya populasi dan situasi pergolakan keamanan di kawasan timur di mana banyak terdapat kelompok milisi bersenjata.




Credit  antaranews.com




Kamis, 02 Agustus 2018

Wabah Baru Ebola Kembali Ditemukan di Kongo


Foto yang diambil pada Ahad, 20 Mei 2018 ini menunjukkan sebuah tim dari Doctors Without Borders memakai pakaian pelindung dan peralatan untuk persiapan pengobatan pasien Ebola di rumah sakit Mbandaka, Kongo.
Foto yang diambil pada Ahad, 20 Mei 2018 ini menunjukkan sebuah tim dari Doctors Without Borders memakai pakaian pelindung dan peralatan untuk persiapan pengobatan pasien Ebola di rumah sakit Mbandaka, Kongo.
Foto: Louise Annaud/Medecins Sans Frontieres via AP

Ribuan orang telah tewas akibat terjangkit ebola di Afrika Tengah.



CB, MANGINA -- Empat orang dinyatakan positif terjangkit Ebola di kawasan timur Republik Demokratik Kongo.


Hal itu disampaikan Kementerian Kesehatan setempat pada Rabu (1/8), hanya empat hari setelah penyebaran wabah Ebola yang menewaskan 33 orang di daerah utara negeri itu dinyatakan berhasil dihentikan. Sebanyak 20 orang telah tewas akibat demam yang disertai pendarahan di sekitar Mangina, sebuah kota padat sekitar 30 Km di sebelah selatan Kota Beni dan 100 Km dari perbatasan Uganda.

Kementerian Kesehatan mengaku tidak mempunyai bukti yang menghubungkan penyebaran wabah Ebola baru di kawasan timur tersebut dengan wabah lain di bagian utara, yang mulai terjadi pada April lalu. Kedua wilayah itu berjarak 2.500 Km.

Namun, kasus terbaru tersebut menunjukkan bahwa pola penyebaran Ebola masih sulit dipahami. Hal itu terutama di hutan-hutan tropis Kongo tempat virus itu menemukan habitat aslinya.

Kasus itu merupakan untuk ke-10 kalinya wabah Ebola terjadi di negara Afrika Tengah tersebut sejak 1976, saat virus Ebola pertama kali ditemukan di dekat sebuah sungai kawasan utara. Ebola diduga disebarkan oleh kelelawar dan menjangkiti hewan-hewan liar, yang dagingnya bisa ditemui di pasar-pasar Kongo. Setelah menjangkiti manusia, korban kemudian akan mengalami demam yang disertai pendarahan, muntah, dan diare. Ebola menyebar di antara manusia melalui cairan tubuh.

Sebelumnya pada 2013 sampai 2016 lalu, wabah Ebola menewaskan sedikitnya 11.300 orang di kawasan Afrika Tengah, seperti Sierra Leone, Liberia, dan Guinea. Sebuah tim beranggotakan 12 pakar dari Kementerian Kesehatan Kongo akan tiba di Beni pada Kamis.

Kongo dan pakar kesehatan internsional sempat dipuji karena merespons dengan cepat wabah Ebola di kawasan utara. Di sana mereka menggunakan vaksin eksperimental yang dibuat oleh Merck. Selain itu, mereka juga secara agresif melacak orang-orang yang menjalin kontak dengan pasien Ebola untuk mengontrol penyebaran virus.




Credit  republika.co.id






Kamis, 28 Juni 2018

PBB: Pasukan Keamanan Kongo Lakukan Kejahatan Kemanusiaan


Demonstrasi di Kinshasa, Republik Kongo.
Demonstrasi di Kinshasa, Republik Kongo.
Foto: AP Photo/John Bompengo

Mereka diduga melakukan kekejaman, seperti mutilasi dan pemerkosaan.



CB, JENEWA -- Pasukan keamanan Kongo serta milisi dengan sengaja membunuh warga sipil, termasuk anak-anak. Mereka juga melakukan kejahatan kemanusiaan dan memicu terjadinya perang. Hal itu disampaikan para penyelidik hak asasi manusia PBB, Selasa (26/7).


"Setelah penyelidikan di wilayah Kasai Republik Demokratik Kongo, Tim Ahli Internasional yang ditunjuk Dewan Hak Asasi Manusia mengatakan mereka percaya sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh pasukan keamanan, milisi Kamuina Nsapu dan Milisi Bana Mura sejak 2016 merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang," kata penyelidik PBB dalam sebuah pernyataan dilansir di Anadolu.

Dia mengatakan pasukan keamanan Kongo, milisi Kamuina Nsapu, dan milisi Bana Mura dengan sengaja membunuh warga sipil, termasuk anak-anak. Mereka diduga melakukan kekejaman, seperti mutilasi, pemerkosaan dan bentuk lain dari kekerasan seksual, penyiksaan, dan pemusnahan," ujarnya.


Milisi Kamuina Nsapu juga merekrut anak-anak, anak perempuan dan anak laki-laki sehingga para ahli mengatakan serangan itu dilakukan terhadap warga sipil dari beberapa kelompok etnis secara umum dan sistematis yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Menurut ahli PBB, beberapa pelanggaran yang dilakukan bisa juga menjadi penganiayaan berdasarkan etnis. Kejahatan dan kehancuran terus terjadi dua tahun setelah konflik dimulai mengakibatkan perpindahan orang, dan perbudakan perempuan.


Menurut PBB, krisis Kasai telah menyebabkan pemindahan internal sekitar 1,4 juta orang yang tetap dalam situasi yang sangat genting, 35 ribu orang lainnya telah melarikan diri ke Angola, sekitar 3,2 juta orang terus mengalami ketidakamanan pangan, dan tingkat kekurangan gizi, terutama untuk anak-anak sangat tinggi.






Credit  republika.co.id




Jumat, 11 Mei 2018

Nigeria perketat bandara pasca-wabah ebola di Kongo


Nigeria perketat bandara pasca-wabah ebola di Kongo
Dokumen foto relawan Medicine Sans Frontiere (MSF) di bawah kerja sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menolong pasien ebola di Afrika barat. (msf.org)
Kami harus mengambil tindakan lebih untuk memastikan orang disaring di semua tempat masuk ke negara ini."



Abuja (CB) - Pemerintah Nigeria mengambil kebijakan tegas untuk meningkatkan keamanan dan pemeriksaan di bandar udara dan tempat masuk lain sebagai upaya pencegahan pasca-wabah ebola di Republik Demokratik Kongo,demikian pernyataan layanan imigrasi negeri itu, Kamis (10/5).

Setidak-tidaknya 17 orang dinyatakan tewas di daerah barat laut Republik Demokratik Kongo, dua tahun sesudah wabah terburuk virus itu berakhir di Afrika Barat, dan membunuh lebih dari 11.300 orang, kemudian menulari sekira 28.600 orang lainnya, terutama di Guinea, Sierra Leone maupun Liberia.

Nigeria dipuji kalangan kesehatan dunia karena dinilai berhasil menahan virus itu pada 2014, dengan catatan delapan kasus kematian warga, menyusul kekhawatiran bahwa musibah kesehatan itu dapat menyebar melalui sekitar 20 juta penduduk di seluruh negara berpenduduk paling banyak di Afrika, yaknimencapai sekira 180 juta orang.

Layanan Imigrasi Nigeria (NIS) menyatakan termometer digunakan untuk memantau beberapa pendatang ke negara itu sejak virus tersebut terakhir menghantam wilayah tersebut. Penyaringan ditingkatkan sejak wabah terkini di Kongo tersebut.

"Kami menggunakan semua sarana tersedia untuk melacak virus itu, yang berarti menggunakan lebih banyak termometer," kata juru bicara NIS Sunday James, yang berbicara melalui telepon kepada kantor berita Reuters.

Ia menimpali, "Kami harus mengambil tindakan lebih untuk memastikan orang disaring di semua tempat masuk ke negara ini."

Ebola menyebar ke Nigeria pada 2014 ketika Patrick Sawyer, warga blasteran Amerika Serikat-Liberia, terbang ke negara itu dari Liberia dan ambruk di bandar udara antarbangsa utama di Lagos.

Menteri Kesehatan Nigeria Isaac Adewale pada Rabu malam (9/5) menyatakan kabinetnya meningkatkan status darurat pengawasan di semua perbatasan darat dan bandar udara, dengan khusus menekankan penyaringan orang yang berkunjung dari Kongo untuk mencegah penularan ebola yang mematikan.

"Pusat Pengendalian Penyakit Nigeria (NCDC) juga akan pertimbangkan pengiriman beberapa kelompok ke DRC sebagai bagian dari pembangunan kemampuan untuk mengelola wabah," katanya kepada wartawan.




Credit  antaranews.com





Ebola Kembali Mewabah di Kongo


Ebola Kembali Mewabah di Kongo
Wabah ebola kembali merebak di Republik Demokratik Kongo, Afrika Tengah. (Pete Muller)



Jakarta, CB -- Wabah ebola kembali merebak di Republik Demokratik Kongo. Kementerian Kesehatan Kongo memastikan satu korban pertama, dan 11 orang terjangkit, termasuk tiga staf medis, Kamis (10/5).

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Sedikitnya 17 orang tewas sejak penduduk di sebuah desa wilayah barat laut negeri itu menunjukkan tanda-tanda mirip ebola, Desember lalu.

Wabah tersebut adalah yang kesembilan kalinya tercatat di Republik Demokratik Kongo sejak pertama kali muncul, dekat Sungai Ebola, sebelah utara negara di Afrika Tengah itu di era 1970-an.



"Negara kita menghadapi epidemi ebola lagi, yang merupakan kondisi darurat kesehatan internasional," kata Kementerian Kesehatan Kongo dalam sebuah pernyataan.

Menteri Kesehatan Kongo Oly Ilunga memastikan tiga petugas medis turut terjangkit virus. "Tiga petugas kesehatan terjangkit. Situasi ini membuat kami khawatir dan memerlukan respons segera," kata Ilunga.



Sebagian besar kasus terjadi di sekitar Desa Ikoko Impenge, dekat Kota Bikoro di wilayah barat laut Kongo.

"Setelah kontak (dengan pasien), para perawat mulai menunjukkan tanda-tanda. Kami telah mengisolasi mereka," kata Serge Ngaleto, Direktur Rumah Sakit Bikoro, seperti dilaporkan Reuters.

Pengalaman panjang Kongo menangani ebola, dan kondisi geografis yang terpencil membuat wabah kerap kali terlokalisir dan relatif mudah diisolasi.

Namun kali ini, Ikoko Impenge dan Bikoro terletak tidak jauh dari tepi Sungai Kongo, jalur arteri utama perdagangan dan transportasi hulu dari Ibu Kota Kinshasa. Negeri tetangganya, Republik Kongo terletak di sisi lain sungai.

Juru bicara Direktur Epidemiologi di Republik Kongo menyatkaan para pakar pemerintah akan bertemu untuk membahas langkah-langkah pencegahan menularnya ebola melintasi perbatasan, Kamis (11/5).


Virus Ebola di bola mata Dokter Ian Crozier
Foto: Dok. Emory Eye Center
Virus Ebola di bola mata Dokter Ian Crozier


Imigrasi Nigeria menyatakan akan memperketat tes di bandara serta titik-titik masuk lainnya sebagai langkah penegahan. Tindakan serupa membantu Nigeria membendung virus ebola selama epidemi Afrika Barat pada 2013.

Pejabat di Guinea dan Gambia juga telah meningkatkan tindakan pemeriksaan di sepanjang perbatasan untuk mencegah penyebaran virus ebola.

Kementerian Kesehatan Republik Demokratik Kongo telah mengirim 12 pakar ke wilayah barat lalu untuk melacak kontak-kontak baru, mengidentifiksi episentrum dan semua desa yang terkena dampak, serta menyediakan sumber daya.

Ebola adalah penyakit yang paling ditakuti, selain fatal, penularan yang cepat dan menyebabkan pendarahan internal maupun eksternal yang menyebabkan penderitanya mengalami kerusakan pembuluh dara yang parah. Saat mewabah di Afrika Barat pada 2014 tercatat lebih dari 6.800 orang tewas dan 19 ribu tertular virus ebola.




Credit  cnnindonesia.com