Senin, 31 Agustus 2015

Fakta-Fakta Tentang Krisis Migran yang Mematikan di Eropa


 
Ilustrasi (CNN Indonesia/Reuters/Yannis Behrakis TPX) 
 
Perbatasan Amerika Serikat dan Meksiko serta arus migrasi gelap di sana, kerap menjadi itu politik kandidat Presiden Amerika Serikat. Tapi siapa mengira, krisis  migran terbesar di dunia justru terjadi di Eropa.


Dalam pekan ini saja, sudah 71 orang pengungsi tewas dalam sebuah truk di Austria. Korbannya kebanyakan warga Suriah.

Di Laut Mediterania, julukan ’perbatasan paling mematikan’ bukanlah pepesan kosong. Sudah ribuan orang yang tewas di sana saat hendak mencapai Eropa dari Afrika dan Timur Tengah.

CNN, sabtu (29/8), mencatat ada empat hal atau fakta mengenai migrasi manusia menuju Eropa, dan akhirnya berujung pada kematian tragis.

Mengapa Begitu Banyak yang Bermigrasi? Kapal Penjaga Pantai Swedia menyelamatkan ratusan imigran ilegal yang berdesakan di kapal di tengah Laut Mediterania. (CNN Indonesia/Swedish Coast Guard Handout via Reuters TV)
 
Mengapa Begitu Banyak yang Bermigrasi?
Sampai tahun ini, berdasarkan catatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih dari 300 ribu pengungsi dan kaum imigran, yang melintasi Laut Mediterania. Angka ini lebih tinggi ketimbang 2014 yang mencapai 219 ribu orang.

Alasan mereka bermigrasi bervariasi, tergantung pada asal para imigran itu. Untuk alasan yang lebih umum, mereka beralasan harus meninggalkan negara asalnya karena perang, menghindari penyiksaan, atau kemiskinan di Afrika dan semenanjung Arab.

Di Timur Tengah, sudah lebih dari 4 juta orang Suriah yang hengkang karena perang sipil tiada habis di negeri itu.
Seberapa Mematikan Imigrasi ke Eropa?  
 Ilustrasi (CNN Indonesia/Reuters/Alkis Konstantinidis)
 
Seberapa Mematikan Imigrasi ke Eropa?
Perlintasan di Mediterania menjadi penyebab kematian 75 persen dari keseluruhan kematian kaum migran selama sembilan bulan pertama 2014, menurut data International Organization for Migration. Itu setara dengan 3.072 kematian.

Kawasan mematikan lainnya adalah Afrika Timur, dengan korban tewas mencapai 251 orang, pada periode yang sama. Berikutnya adalah perbatasan Amerika-Meksiko yang menewaskan 230 orang.

Secara keseluruhan, perbatasan Eropa adalah perangkap mematikan bagi imigran gelap, dengan 22.400 kematian selama kurun waktu 1996-2014. Kemudian disusul perbatasan Amerika Serikat-Meksiko dengan 6.029 kematian antara 1998 sampai 2013, menurut statistik Patroli Perbatasan AS.
Apa yang Sudah Dikerjakan?  
Ilustrasi (CNN Indonesia/Reuters/Osman Orsal)
 
Apa yang Sudah Dikerjakan?
Kalau Kongres AS memberikan perhatian lebih pada soal-soal imigran di perbatasan, penanganan di Eropa terkesan lebih lambat.

“Tak ada jawaban yang sederhana, tunggal, terhadap tantangan yang muncul dari migrasi dan tak ada seorang pun anggota yang bisa menghadapi masalah migrasi sendirian. Jelas bahwa kami membutuhkan pendekatan baru, pendekatan yang lebih Eropa,” tutur seorang pejabat Komisi Eropa.

Migrasi bukanlah topik yang popular di Eropa. Pejabat itu mengatakan, lebih mudah menangis di depan televisi ketika melihat tragedi dibanding bertindak. Lihat saja kenyataan berikut.

Portugal, Belanda, dan Finlandia, mendukung aksi Search and Rescue untuk mencari korban-korban yang hilang dalam tragedi di Laut Mediterania. Tapi Italia sudah mengurangi bantuannya karena merasa negara Eropa lainnya diam-diam saja. Italia, karena kedekatannya dengan Libya, merasa paling bertanggung jawab menampung dan memberi makan para pengungsi.

Adapun Inggris tak mendukung operasi kelautan Operation Triton karena meyakini munculnya kapal-kapal penyelamat justru akan membuat para imigran kabur ke perairan berbahaya.

Komisi Eropa berencana melakukan konferensi tingkat tinggi bersama dengan sejumlah negara kunci di Afrika pada November mendatang. Konferensi itu direncanakan membahas soal imigran dan pengungsi dari berbagai sudut pandang.
Perbedaan Antara Migran dan Pengungsi  
Ilustrasi (CNN Indonesia/Reuters/Yannis Behrakis TPX) 
 
Perbedaan Antara Migran dan Pengungsi
Perbedaan istilah imigran dan pengungsi amat penting bagi negara-negara Eropa dalam menerima kedatangan mereka. Pengungsi, menurut Konvensi Pengungsi 1951, berhak atas hak-hak asasi manusia di bawah hukum internasional, termasuk hak untuk tidak segera dideportasi atau tidak segera dipulangkan ke tempat asal.

Seorang pengungsi adalah seseorang yang terpaksa melarikan diri dari tempatnya berasal gara-gara konflik atau penyiksaan. Suriah adalah salah satu contoh.

Sedangkan imigran, harus diproses menurut hukum imigrasi. Jadi ini memiliki implikasi yang besar pada mereka yang mencari suaka dan negara yang diminta memberikan suaka.

Seorang imigran adalah mereka yang memilih untuk berpindah tempat tinggal ke negara lain untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Sebagai contoh, mereka yang meninggalkan kemiskinan di Nigeria, mencari kerja di Eropa, tidak akan mendapat status pengungsi dan disebut imigran.



Credit  CNN Indonesia