Tampilkan postingan dengan label TAIWAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label TAIWAN. Tampilkan semua postingan

Kamis, 02 Mei 2019

Berhadapan dengan Pesawat China, Jet Taiwan Keliru Tembakkan Senjata



Berhadapan dengan Pesawat China, Jet Taiwan Keliru Tembakkan Senjata
Pesawat jet tempur F-16 Taiwan. Foto/REUTERS/File Photo

TAIPEI - Seorang pilot pesawat jet tempur Taiwan keliru menembakkan senjata bela diri ketika behadapan dengan sebuah pesawat tempur Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China. Senjata yang ditembakkan pilot tersebut adalah proyektil umpan inframerah.

Belum diketahui kapan dan dimana insiden itu terjadi, namun sumber yang mengetahui masalah tersebut mengungkapnya kepada China Times awal pekan ini. Insiden itu tidak memicu konflik langsung.

"Penembakan proyektil umpan inframerah adalah tindakan defensif, sehingga tidak menyebabkan pertukaran tembakan," kata sumber yang tidak disebutkan namanya tersebut, seperti dikutip South China Morning Post, Rabu (1/5/2019).

Proyektil umpan biasanya digunakan untuk menghindari terkena rudal musuh yang datang.

Dalam insiden terpisah, pilot Taiwan lainnya secara tidak sengaja menembakkan proyektil umpan inframerah ketika memantau pesawat pengintai P-3C Amerika Serikat di dekat pulau itu.

Angkatan Udara Taiwan tidak menanggapi pertanyaan tentang kedua insiden itu.

Rincian dari pertemuan udara antar-pesawat militer yang langka itu menggarisbawahi ketegangan yang meningkat di Selat Taiwan. Taiwan merupakan titik api yang berpotensi berbahaya bagi Beijing, yang menganggap pulau sebagai provinsinya yang membangkang.

Beijing telah meningkatkan kegiatan militer di dekat Taiwan sejak Tsai Ing-wen, dari Partai Progresif Demokratik yang pro-kemerdekaan, menjadi presiden pada tahun 2016. Presiden perempuan ini menolak untuk menerima prinsip satu-China.

Pada akhir Maret, dua jet tempur PLA China melintasi garis perbatasan yang memisahkan Taiwan dari China. Saat itu, Tsai merespons dengan memerintahkan "pengusiran paksa" pesawat tempur PLA jika nekat melewati "garis batas" lagi.

Collin Koh, seorang pakar militer dari S. Rajaratnam School of International Studies di Singapore’s Nanyang Technological University, mengatakan meningkatnya tekanan militer dari Beijing dapat menyebabkan lebih banyak senjata ditembakkan secara keliru.

"Meskipun tujuan sebenarnya (dari pilot Taiwan menembakkan proyektil umpan infra merah) sulit untuk dikonfirmasi, satu hal yang jelas—dalam keadaan tegang ada risiko penggunaan kekuatan yang tidak disengaja atau tidak disengaja," kata Koh.

"Jika PLA melanjutkan apa yang disebut patroli pulau di sekitar Taiwan, kita dapat mengharapkan militer Taiwan untuk menjaga respons mereka—dan dari waktu ke waktu ketegangan yang menumpuk dapat meningkat menjadi kecelakaan."

Laporan South China Morning Post juga mengatakan bahwa Taiwan telah menyebarkan sebagian kecil jet tempur untuk memperingatkan dan memonitor pesawat-pesawat tempur PLA selama setahun terakhir.

Menurut sumber surat kabar tersebut, kegiatan militer di dekat pulau itu sedang dipantau pada jarak 30 km oleh militer Taiwan karena berusaha menghindari konflik yang tidak disengaja.

Pakar militer yang bermarkas di Beijing, Zhou Chenming, mengatakan Taiwan berusaha mengerahkan lebih sedikit jet tempurnya untuk mengusir pesawat-pesawat China yang mengisyaratkan bahwa Taipei merasakan tekanan dari seberang Selat Taiwan.

Tetapi, mantan wakil menteri pertahanan Taiwan Lin Chong-pin mengatakan tindakan itu lebih cenderung menjadi tanda bahwa pemerintah Tsai mengambil pendekatan yang bijaksana dan terkendali. 





Credit  sindonews.com





Selasa, 16 April 2019

AS Setuju Jual Peralatan Militer Senilai Rp7 Triliun ke Taiwan


AS Setuju Jual Peralatan Militer Senilai Rp7 Triliun ke Taiwan
Pesawat tempur F-16 AS. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah menyetujui kemungkinan penjualan peralatan militer dan pelatihan pilot F-16 ke Taiwan senilai Rp7 triliun. Demikian pernyataan Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan (DCSA) mengatakan dalam siaran pers.

"Departemen Luar Negeri telah memutuskan untuk menyetujui kemungkinan Penjualan Militer Asing ke TECRO di Amerika Serikat untuk kelanjutan program pelatihan pilot dan dukungan pemeliharaan/logistik untuk pesawat F-16 yang saat ini berada di Pangkalan Angkatan Udara Luke, Arizona dengan perkiraan biaya Rp7 triliun," bunyi rilis tersebut seperti dikutip dari Sputnik, Selasa (16/4/2019).

TECRO adalah Kantor Perwakilan Ekonomi dan Kebudayaan Taipei di AS. TECR0 bertanggung jawab untuk menjaga hubungan bilateral antara Taiwan dan AS.

Menteri Pertahanan Taiwan Yen De-fa baru-baru ini mengungkapkan bahwa Taipei berharap untuk mengetahui apakah mereka akan diizinkan untuk membeli jet tempur F-16 tambahan dari Amerika Serikat pada bulan Juli. Ini dilakukan untuk terus meningkatkan armada F-16A/B yang semakin tua.

"Pada bulan Februari, Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan meminta jet tempur baru dan canggih untuk menunjukkan tekad dan kemampuan kami untuk membela diri," kata Wakil Menteri Pertahanan Taiwan Shen Yi-ming kepada wartawan pada saat itu, yang memicu protes dari Beijing.

China telah meningkatkan tekanan pada Taiwan. Beijing mencurigai presiden Taiwan mendorong kemerdekaan formal pulau itu, sebuah sinyal bahaya untuk China yang tidak pernah meninggalkan penggunaan kekuatan untuk membawa Taiwan berada di bawah kendalinya. 


Credit  sindonews.com



Presiden: Taiwan tidak terintimidasi oleh latihan militer China

Presiden:  Taiwan tidak terintimidasi oleh latihan militer China
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen berbicara pada peringatan 40 tahun Undang-undang Hubungan Taiwan di Taipei, Taiwan, Selasa (16/4/2019). (REUTERS/TYRONE SIU)



Taipei (CB) - Taiwan tidak terintimidasi oleh latihan militer China, Presiden Tsai Ing-wen pada Selasa setelah manuver militer China terbaru dikecam oleh pejabat senior Amerika Serikat sebagai "pemaksaan" dan ancaman terhadap stabilitas di kawasan tersebut.

Militer Pembebasan Rakyat China mengakui bahwa kapal perang, pengebom, dan pesawat pengintai miliknya melakukan "latihan yang diperlukan" di sekitar Taiwan pada Senin (15/4), meski pihaknya menggambarkan latihan itu sebagai kegiatan rutin.

"Kami tidak akan membuat kompromi apa pun di wilayah kami, bahkan untuk satu inci. Kami selalu berpegang teguh pada demokrasi dan kebebasan," kata Tsai saat menghadiri peringatan hubungan Taiwan-AS di Taipei. Ia menambahkan bahwa pembelian senjata oleh Taiwan dari AS akan membantu memperkuat kemampuan Pasukan Udara Taiwan.

Tsai berbicara di forum peringatan 40 tahun hubungan AS-Taiwan yang digelar oleh Kementerian Luar Negeri Taiwan, menyusul keputusan Washington yang memutus hubungan resmi dengan Taiwan pada 1979 untuk mendukung China.

Taiwan menyebarkan sejumlah jet dan kapal untuk mengawasi pasukan Cina pada Senin, menurut kementerian pertahanan mereka. Pihaknya menuduh Beijing "berupaya merubah status quo Selat Taiwan."

China berulang kali melancarkan gerakan, yang menurutnya sebagai "patroli pengepungan pulau", dalam beberapa tahun belakangan.

Delegasi yang dipimpin mantan ketua DPR AS Paul Ryan berada di Taipei untuk memperingati 40 tahun peresmian Taiwan Relations Act, yaitu undang-undang yang mengatur hubungan AS-Taiwan, dan untuk menegaskan kembali komitmen AS.

Ryan mengatakan AS menganggap setiap ancaman militer terhadap Taiwan sebagai kekhawatiran. Ia mendesak China untuk menghentikan pergerakan seperti itu, dengan menyebut langkah tersebut kontraproduktif.

AS tidak memiliki hubungan resmi dengan Taiwan, namun terikat oleh hukum untuk membantu Taiwan mempertahankan diri dan menjadi sumber utama senjata bagi mereka.




Credit  antaranews.com



Kamis, 04 April 2019

Gempa 5,6 SR guncang Taiwan


Gempa 5,6 SR guncang Taiwan



Sebuah bangunan miring berbahaya setelah pondasinya ambruk dalam gempa berkekuatan 6,4 yang mengguncang Taiwan bagian timur pada 6 Februari 2018. (Foto Istimewa/Paul Yang / AFP / Getty Images)

Taiwan berada di persimpangan dua lempengan tektonik sehingga rentan terhadap gempa.


Taipei (CB) - Gempa dengan magnitudo 5,6 pada skala Richter mengguncang Kota Taitung, wilayah tenggara Taiwan, Rabu, demikian informasi BMKG setempat.

Tidak ada laporan mengenai korban maupun kerusakan yang ditimbulkan.

Wartawan Reuters melaporkan gempa dengan kedalaman 10 kilometer tersebut, menggetarkan sejumlah bangunan di Ibu Kota Taiwan di Taipei. Belum ada penjelasan rinci terkait gempa tersebut.

Taiwan berada di persimpangan dua lempengan tektonik sehingga rentan terhadap gempa.

Lebih dari 100 orang meninggal akibat gempa di Taiwan selatan pada 2016. Sejumlah warga Taiwan masih trauma akan gempa dengan magnitudo 7,6 SR ang merenggut lebih dari 2.000 jiwa pada 1999.



Credit  antaranews.com





Senin, 01 April 2019

AS Jual Jet Tempur F-16 ke Taiwan Dinilai Membuat China Shock



AS Jual Jet Tempur F-16 ke Taiwan Dinilai Membuat China Shock
Pesawat jet tempur F-16 buatan Lockheed Martin Amerika Serikat. Foto/Bloomberg/Chris Ratcliffe


SINGAPURA - Amerika Serikat (AS) diam-diam setuju memenuhi permintaan Taiwan yang ingin membeli 60 unit pesawat jet tempur F-16 Lockheed Martin. Pakar hubungan internasional menilai langkah Washington itu akan membuat Beijing shock atau terkejut karena AS selama ini tak peduli dengan apa yang dirasakan China.

Persetujuan Washington untuk menjual 60 unit jet tempur F-16 ke Taipei ini merupakan yang pertama sejak 1992. Langkah itu akan menandakan kesediaan Amerika untuk mendukung pulau yang diperintah sendiri secara demokratis tersebut karena beberapa lusin jet tempurnya tidak akan mampu mengimbangi kekuatan militer China.

"Untuk Beijing, itu akan sangat mengejutkan," kata Wu Shang-su, seorang peneliti di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura.

"Tapi itu akan lebih merupakan kejutan politik daripada kejutan militer. Itu akan, ‘Oh, AS tidak peduli dengan apa yang kita rasakan'. Itu akan lebih merupakan masalah simbolis atau emosional," ujarnya, seperti dikutip Bloomberg, Senin (1/4/2019).

Penjualan senjata adalah di antara beberapa isyarat dukungan AS untuk Taiwan dalam beberapa bulan terakhir, bahkan ketika Presiden Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping mendekati kesepakatan untuk mengakhiri perang dagang yang mahal.

AS juga mengirim kapal perang melewati Selat Taiwan dan mengakomodasi persinggahan Presiden Tsai Ing-wen di Hawaii pekan lalu. Berbagai tindakan AS itu telah menuai protes dari China yang menganggapnya sebagai langkah "sangat berbahaya".

Minat baru AS di Taiwan menyusul seruan yang meningkat di Washington untuk upaya mencegah China melampaui dominasi militer dan industri Amerika.

China telah mengarahkan kekuatan industrinya ke arah investasi besar-besaran dalam perangkat keras militer selama dua dekade terakhir. Salah satunya membangun kekuatan angkatan lautnya menjadi berkelas dunia dan mengisi garis pantainya dengan rudal yang mampu mengenai sasaran di Taiwan. Negara ini menghabiskan 23 kali lebih banyak dari Taiwan untuk pertahanan pada 2017 atau naik dua kali lipat dari 1997. 





Credit  sindonews.com


Dua Jet Tempur China Terobos Garis Batas, Taiwan Marah




Dua Jet Tempur China Terobos Garis Batas, Taiwan Marah
Pesawat jet tempur J-11 China. Foto/REUTERS


TAIPEI - Taipei marah setelah dua pesawat jet tempur J-11 China melintasi "median line (garis tengah)" Selat Taiwan yang memisahkan kedua wilayah. Taipei menyebut tindakan militer China sudah sembrono dan provokatif.

Aksi kedua jet tempur Beijing itu berlangsung pada hari Minggu pagi. Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan Taipei mengerahkan pesawat-pesawat tempurnya sendiri dan menyiarkan peringatan setelah dua jet tempur J-11 melintasi "median line" Selat Taiwan.

"Pada pukul 11 ​​pagi, 31 Maret, dua jet PLAAF J-11 melanggar perjanjian secara diam-diam yang telah lama diadakan dengan melintasi median line Selat Taiwan," kata Kementerian Luar Negeri setempat di Twitter, seperti dikutip South China Morning Post, Senin (1/4/2019).

“Itu adalah tindakan yang disengaja, sembrono dan provokatif. Kami telah memberi tahu mitra regional dan mengutuk China atas perilaku seperti itu," lanjut kementerian tersebut.

Beijing telah meningkatkan jumlah penyeberangan jet tempur dan kapal perang di dekat Taiwan atau pun melewati Selat Taiwan dalam beberapa tahun terakhir. Langkah itu telah meningkatkan ketegangan di kawasan setempat pada saat hubungan kedua pihak berada pada titik rendah.

Aksi pesawat-pesawat tempur China ini tidak biasa. Media Taiwan melaporkan terakhir kali jet tempur China melewati median line itu pada 2011.

Taipei menggambarkan "serangan" terbaru China sebagai tindakan yang disengaja. Juru bicara Kantor Kepresidenan Alex Huang menyebut penerbangan itu provokatif dan merusak status quo lintas-selat. Pemerintah maupun militer Beijing belum berkomentar atas aksi kedua jet tempurnya yang mendekati Taipei.

Penerbangan kedua jet tempur itu terjadi seminggu setelah AS mengerahkan kapal perang dan kapal penjaga pantai melintasi Selat Taiwan, yang membuat Beijing marah.

Meskipun Selat Taiwan adalah jalur perairan internasional, namun China sering kali tersingkir ketika AS atau kapal-kapal angkatan laut Barat lainnya melewatinya. 






Credit  sindonews.com

Identitas Multikultur Taiwan Dibentuk Seiring Globalisasi



Identitas Multikultur Taiwan Dibentuk Seiring Globalisasi
Identitas Multikultur Taiwan Dibentuk Seiring Globalisasi


Siapakah negara Taiwan? Pertanyaan ini bisa sekilas terasa aneh karena faktanya masyarakat negara tersebut tidak berbeda dengan saudara tuanya di China daratan (mainland), dalam hal ini Suku Hakka yang merupakan mayoritas di negeri itu. Tapi, untuk beberapa dekade ke depan, bisa jadi persepsi ini akan berubah.

Negeri kepulauan itu bisa menjadi negara multikultur akibat banyak perkawinan antarnegara (cross-national marriages) yang dilakukan antarwarga Taiwan dengan warga negara lainnya. Selain itu, Taiwan juga semakin terbuka dengan pendatang atau imigran dari negara lain, di luar dari China, Hong Kong, dan Makao (new imigrant).

Dengan demikian, Taiwan benar-benar mempunyai identitas berbeda dengan China daratan. Identitas baru Taiwan terbangun seiring globalisasi, juga kebijakan yang lebih mendekatkan diri dengan negara-negara the New Soutbound Policy dan strategi Indo Pafisik yang berujung semakin dekatnya negara tersebut dengan negara di kawasan selatan, bukan hanya dengan China daratan atau negara-negara di Asia Utara.

“Taiwan saat ini bisa disebut menuju negara multikultur. Taiwan sangat terbuka terhadap warga negara lain,” ujar Wakil Dirjen National Imigration Agency Bill C Chang saat menyambut kunjungan sejumlah wartawan dari negara-negara The New Southbound Policy di Taipei, beberapa waktu lalu.

Jeremy Chiang dan Alan Hao Yang dalam sebuan artikel bertajuk ‘A Nation Reborn? Taiwan Belated Recognition of its Souetheast Asian Heritage’ yang dirilis jurnal The Diplomat menyebut, sejak President Tsai Ing-wen dan Partai Demokratic Progessive memimpin sejak 2016, negeri itu mengakui adanya hubungan daerah dengan negara-negara Asia Tenggara.

Di sisi lain, mengambil survei Taiwan Nation Security dan analisisi terkait lainnya, hanya 3% warga negara Taiwan mengidentifikasi diri mereka secara eksklusif sebagai “Chinese” pada 2014 dan lebih dari 60% warganya mengklaim Taiwan sebagai identitas tunggal mereka. Hal ini diakui sebagai dampak proses Taiwanisasi yang dilakukan sejak kepemimpinan Presiden Lee Teng-hui pada era 90-an sering dengan mulai meningkatkan tekanan China terhadap Taiwan.

Jeremy dan Alan menyebut, ketika sebagian besar diskusi tentang identitas Taiwan selama era otoriterian dan awal pascaautoriterian berfokus pada upaya menggambarkan perbedaan budaya antara Taiwan dan China daratan, nilai-nilai multikulturalisme dan demokratik liberal berkembang mewarnai diskursus identitas Taiwan.

Di sisi lain, setelah munculnya demokratisasi pada masa 1990, gagasan Taiwan sebagai sebuah masyarakat mono-etnik China secara cepat kehilangan popularitasnya. “Masyarakat Taiwan dengan cepat menunjukkan dirinya sebagai anggota masyarakat imigran multikultur yang terdiri dari suku asli Taiwan, Suku Hoklo, Suku Hakka, dan warga negara China yang datang ke Taiwan setelah 1949,” ujar mereka.

Multikultur masyarakat Taiwan semakin berwarna pada 1990 seiring dengan kian membesarnya kelompok new imigran di luar empat kelompok penduduk sebelumnya dan mereka mulai menanam benih identitas Taiwan baru. Sebagian besar penduduk baru itu berasal dari Asia Tenggara dan China datang ke Taiwan akibat perkawinan antarnegara dengan warga negara Taiwan. 


Kini keturunan hasil perkawinan antarnegara dan new imigran semakin mewarnai sekolah dasar dan sekolah menengah sehingga kehadiran mereka secara signifikan memengaruhi lanskap demografi Taiwan. Gagasan “South East Asia-Taiwanese” menjadi bagian penting masyarakat

Taiwan semakin diperkuat Pemerintah Taiwan pada era 2.000-an. Terutama setelah Presiden Tsai Ing-wn yang saat itu masih menjadi kandidat presiden mengumumkan kebijakan The New Soutbound Policy pada 2015. Sejak itulah warga masyarakat dari kawasan Asia Tenggara semakin mewarnai wajah baru Taiwan.

Perkawinan Antarnegara dan New Imigran


Banyaknya perkawinan antarnegara yang terjadi di Taiwan selama ini tidak banyak diketahui. Padahal faktanya sangat banyak. Perkawinan terutama terjadi antara warga negara tersebut dengan China daratan, Vietnam, dan Indonesia. Lebih dari itu, pemerintah setempat memberikan ruang gerak dan hak terbilang sangat besar untuk mereka serta keturunan mereka agar sebenar-benarnya menjadi orang Taiwan.

Berdasar data National Immigration Agency, perkawinan antarnegara di negerinya relatif tinggi. Pada 2018 lalu, misalnya, perkawinan antarwarga negara Taiwan dengan warga China, Hong Kong, atau Makau mencapai 8.216 kasus, sedangkan antarwarga negara Taiwan dengan negara lain mencapai 12.392 kasus.

Besarnya perkawinan antarwarga negara Taiwan dengan warga di luar Suku Hakka, termasuk pada tahun sebelumnya, menarik karena hal tersebut keluar dari “tradisi” yang telah berlangsung lama sebelumnya. Jumlah imigran yang datang ke negeri tersebut juga terbilang besar, walaupun mayoritas masih berasa dari China daratan yang mencapai 342.000 orang.

Kendati demikian, jumlah imigran dari non-China juga lumayan besar di antara paling besar berasal dari Vietnam sebesar 105.596 orang, Indonesia (30.016), Thailand (8.916), dan Filipina (9.681). Para imigran beserta keluarganya tinggal tersebar di hampir semua provinsi di Taiwan. Sebagian besar memilih hidup di New Taipei sebesar 104.692 orang beserta 30.888 orang anak.

Selain New Taipei, wilayah lain yang menjadi sasaran imigran adalah Taipei, Kaohsiung, Taoyuan, Taichung, dan Tainan. Berdasar data per 2017 lalu, dari ratusan ribu anak imigran, sebagian besar merupakan keturunan warga China daratan berjumlah 73.540 orang, diikuti keturunan warga Vietnam (72.508), Indonesia (16.350), Filipina (3.796), Kamboja (3.563), dan Thailand (3.263).

Hebatnya, Taiwan bukan hanya terbuka dengan kehadiran mereka, tapi juga menyambut sepenuhnya dengan menjadikan mereka sebagai warga Taiwan seutuhnya dalam membentuk wajah baru Taiwan. Hal ini dibuktikan dengan upaya pemerintahannya yang selalu meningkatkan pelayanan terhadap mereka, baik dari sisi hak hidup (life), pelayanan kesehatan (medical), serta pelatihan diberikan (course).

Pada 2003, Taiwan hanya memberikan hak hidup berupa hak tinggal dan adaptasi hidup di negeri itu. Namun pada 2008, para imigran juga mendapatkan bimbingan hidup (living assistance) dan pendidikan untuk anak-anak mereka. Selanjutnya pada 2013, para imigran mendapatkan bimbingan adaptasi untuk hidup dan bimbingan hidup serta adanya service center untuk pelayanan mereka.

Pelayanan kesehatan dan pelatihan untuk imigran juga terus ditingkatkan. Untuk pelayanan, misalnya, mereka saat ini mendapatkan bimbingan kesehatan, asuransi kesehatan, serta pengetahuan untuk merawat anak balita dan perempuan hamil. Sedangkan untuk pelatihan, para imigran saat ini mendapatkan pelatihan bahasa, pendidikan untuk orang tua dan pengetahuan untuk perawatan balita, serta pelatihan pengobatan dan perawatan.

Untuk mendukung kelancaran berbagai program dimaksud menyediakan berbagai fasilitas dan kegiatan, seperti counseling hotline, pendidikan untuk keluarga dan kampanye hukum, mendirikan care and service network, kendaraan untuk pelayanan bergerak, new imigrant development funds, dan lainnya.

Khusus untuk imigran yang berasal dari negara-negara Then New Soutbound, Taiwan juga melakukan sejumlah kegiatan di antaranya membantu imigran dan anak-anak mereka mewujudkan mimpi atau “Make Dreams Comes True”, proyek pelatihan untuk pemberdayaan generasi kedua imigran, summer camp untuk new imigran, serta beasiswa untuk imigran dan anak-anak mereka.


Credit  sindonews.com





Kamis, 28 Maret 2019

Tekanan China Meningkat, Taiwan Beli Tank dan Jet Tempur F-16 AS



Tekanan China Meningkat, Taiwan Beli Tank dan Jet Tempur F-16 AS
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen. Foto/REUTERS


WASHINGTON - Presiden Tsai Ing-wen mengatakan Taiwan mengajukan permintaan baru kepada Amerika Serikat (AS) berupa pembelian tank M-1 Abrams dan jet tempur F-16B. Dia mengatakan peralatan tempur itu dibutuhkan untuk mendukung pertahanan negaranya seiring dengan meningkatkan tekanan dari China.

Berbicara melalui jaringan video kepada kelompok think tank Heritage Foundation di Washington pada Rabu waktu AS, Tsai mengatakan bahwa Washington merepons positif permintaan Taipei.

Tsai menyampaikan hal itu saat singgah di Hawaii dalam rangakain tur Pasifik."Ini akan sangat meningkatkan kemampuan Angkatan Darat dan Angkatan Udara kami, memperkuat moral militer dan menunjukkan kepada dunia komitmen AS terhadap pertahanan Taiwan," katanya, seperti dikutip Reuters, Kamis (28/3/2019).

AS tidak memiliki hubungan formal dengan Taiwan, tetapi terikat oleh undang-undangnya untuk membantu menyediakan pulau itu dengan sarana dan sumber utama senjata untuk mempertahankan diri.

Pada hari Minggu, Washington mengirim kapal perang dan kapal Penjaga Pantai ke Selat Taiwan. Pengiriman kapal-kapal itu berlangsung justru pada saat para pejabat AS pergi ke Beijing untuk perundingan sengketa dagang.

Tsai mengatakan tekanan dari China telah meningkat yang meminta agar Taiwan menerima kebijakan "satu negara, dua sistem". "Ini menggarisbawahi perlunya Taiwan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan diri," ujarnya.

"Untungnya Taiwan tidak berdiri sendiri," katanya. "Komitmen Amerika Serikat terhadap Taiwan lebih kuat dari sebelumnya."

Tsai mengatakan bahwa dia merasa proses penjualan senjata AS ke Taiwan menjadi kurang dipolitisasi. "Kami dapat melakukan diskusi terbuka dengan AS mengenai peralatan yang tepat untuk pertahanan Taiwan dan AS menanggapi positif permintaan kami," paparnya.

Tur Tsai di Pasifik terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Taipei dan Beijing, yang telah meningkatkan tekanan diplomatik dan militer China untuk menegaskan kedaulatannya atas Taiwan. 

China mencurigai Tsai dan Partai Progresif Demokratik-nya yang pro-kemerdekaan mendorong kemerdekaan secara formal pulau tersebut.

Presiden Cina Xi Jinping pada bulan Januari mengatakan bahwa Beijing memiliki hak untuk menggunakan kekuatan untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya. Namun, pihaknya berusaha untuk mencapai "penyatuan kembali" tersebut dengan damai.



Credit  sindonews.com



Rabu, 27 Maret 2019

Senat Amerika Serikat Ingin Tingkatkan Hubungan dengan Taiwan


ilustrasi bendera Amerika Serikat dan Taiwan. Sumber: Brookings Institution/Reuters
ilustrasi bendera Amerika Serikat dan Taiwan. Sumber: Brookings Institution/Reuters

CB, Jakarta - Anggota senat Amerika Serikat dari Partai Republik dan Partai Demokrat sepakat merancang undang-undang yang akan meningkatkan hubungan bilateral Amerika Serikat dengan Taiwan. Rencana senat Amerika Serikat ini, dikhawatirkan akan membuat ketegangan dengan Cina.
Dikutip dari reuters.com, Rabu, 27 Maret 2019, anggota senat Bob Menendez, yang berasal dari Partai Demokrat dan berpengaruh di Komite Hubungan Luar Negeri, bersama Tom Cotton anggota senat Partai Republik dan Ted Cruz serta senat dari partai Demokrat Catherine Cortez Masto dan Chris Coons, kompak mengajukan rancangan undang-undang Taiwan.

Michael McCaul politikus Partai Republik di Komite Hubungan Luar Negeri berencana memperkenalkan langkah-langkah untuk mendukung rancangan undang-undang ini ke DPR. Melalui rancangan undang-undang ini, maka Presiden Amerika Serikat Donald Trump akan diberikan mandat untuk mengevaluasi hubungan Amerika Serikat dengan Taiwan, berkoordinasi dengan Kementerian Pertahanan Amerika Serikat untuk melakukan latihan militer gabungan dengan Taiwan dan dukungan bagi penjualan senjata ke Taiwan.
"Legislasi ini akan memperdalam keamanan Amerika Serikat - Taiwan, ekonomi dan hubungan di bidang budaya. Pada saat yang sama, mengirimkan sebuah pesan kalau sikap agresif Cina ke Taiwan tidak akan ditoleransi," kata Cotton.

Agar rancangan undang-undang ini bisa berkekuatan hukum, maka rancangan undang-undang ini harus disahkan oleh Senat dan DPR serta ditanda-tangani oleh Presiden Trump. Rangkaian proses ini kemungkinan akan membuat Beijing kecewa dan mengancam kesepakatan perang dagang antara kedua negara dengan menaikkan tarif impor.
Taiwan adalah salah satu wilayah Cina yang berkembang paling pesat. Beijing sebelumnya sudah kecewa dengan Amerika Serikat yang melakukan patroli di Laut Cina Selatan, sebuah wilayah laut yang masih dipersengketakan oleh Cina dan sejumlah negara ASEAN.
Washington tidak memiliki hubungan resmi dengan Taiwan. Hubungan keduanya hanya diikat oleh hukum untuk memperkuat Taiwan dan memasok senjata ke wilayah itu. Catatan Pentagon memperlihatkan, Washington sejak 2010 sudah menjual senjata lebih dari US$15 miliar atau Rp 213 triliun ke Taiwan.



Credit  tempo.co



Selasa, 26 Maret 2019

Taiwan Perkuat Kerja Sama dengan Pemerintahan Indonesia


Taiwan Perkuat Kerja Sama dengan Pemerintahan Indonesia
Taiwan Perkuat Kerja Sama dengan Pemerintahan Indonesia

TAIPEI - Taiwan menjadikan Indonesia sebagai salah satu mitra strategis. Hal ini tidak hanya sebatas dilakukan dengan memperkuat hubungan dagang maupun investasi semata, tapi juga memperluas hubungan di bidang lain, seperti pertanian, pendidikan, kesehatan, kebudayaan, dan lainnya.

Langkah baru yang diambil negeri kepulauan tersebut merupakan implikasi dari kebijakan Taiwan memformat kembali strategi Asianya dari go to south yang semata berorientasi bisnis menjadi the New Southbound Policy yang fokus pada enam negara. Selain Indonesia, negara lainnya adalah Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, Singapura, India, dan Australia.

Kebijakan ini memiliki tiga karakter penting hubungan, yakni menekankan hubungan antara warga negara (people-centeredness), membangun hubungan regional yang terbuka (regional inclusiveness), serta memperdalam dan memperluas bidang kerja sama (deepening and diversifying partnership).

“Pemerintah berharap langkah-langkah tersebut akan mampu mendorong terwujudnya perdamaian di kawasan dan menciptakan kesejahteraan masyarakat secara bersama-sama,” ujar Nick K.Ni, Chierf Secretary Bureau of Foreign Trade Ministry of Economic Affair saat menerima kunjungan sejumlah wartawan dari negara-negara the New Soutbound.

Reorientasi kebijakan secara konkret di antaranya melalui kerja sama Talent Exchange yang dilakukan dengan Indonesia, juga negara-negara yang masuk the New Southbound lain. Dengan Indonesia, misalnya, Taiwan membangun Comprehensif Demonstration Zone. Di tempat ini dilatih 100 kader instruktur pertanian untuk memanfaatkan peralatan mesin penanaman bekerja sama dengan Kementerian Perindustrian Indonesia.

Secara luas dalam bidang pertanian, Taiwan juga mengenalkan teknologi pemupukan berkualitas tinggi, mesin-mesin pertanian, penanaman bibit, dan teknologi manajemen pertanian, dengan mendirikan zona demonstrasi pertanian di Indonesia. Melalui program ini, Taiwan berharap petani bisa meningkatkan kemampuannya dan taraf hidupnya.

Perdagangan dan investasi tentu tetap menjadi tumpuan utama. Penguatan di sektor tersebut dilakukan dengan berbagai pendekatan. Taiwan misalnya, bersama-sama dengan negara-negara the New Southbound menggelar the Industry Link Summit Forums untuk memikirkan langkah bersama ke depan mendorong pertumbuhan. Forum ini juga diharapkan akan mengakselerasi kerja sama bilateral bidang perindustrian dan memfasilitasi kerja sama supply chain.

“Saat ini wilayah kerja sama antara Taiwan dengan negara-negara the New Soutbound Policy termasuk kerja sama pengembangan zona industri serta sebuah kawasan teknologi dan sains internasional, mengenalkan solusi kampus smart campus, membuat situs demonstrasi smart city, mengenalkan sertifikasi halal, pembangkit listrik terbarukan, dan lainnya,” kata Nick.

Selain itu, Taiwan juga bekerja sama dengan pemerintahan lokal dan kalangan swasta menggelar Taiwan Expo yang mengenalkan berbagai produk Taiwan beserta keunggulannya, yakni pelayanan kesehatan, pendidikan, tourisme, dan kebudayaan. Ekspor diharapkan akan mendongkrak citra Taiwan dan industrinya serta memfasilitasi kerja sama dan hubungan antar negara. 

Memperkuat dan memperluas kerja sama dengan Indonesia sangat penting bagi Taiwan. Sebab Indonesia negara dengan potensi pertumbuhan ekonomi luar biasa. Pemikiran ini berdasar pertimbangan di antaranya jumlah penduduk sebesar 270 juta merupakan pasar yang besar, memiliki bahan baku berlimpah, ekonomi pertanian dan industri yang tumbuh cepat, memilik kelompok usia muda sangat besar dan dibutuhkan lapangan kerja, serta memiliki pertumbuhan ekonomi stabil di atas 5%.

Lebih dari itu Taiwan juga melihat Indonesia merupakan pemimpin ASEAN dan negara terbesar di kawasan, baik dari sisi jumlah penduduk maupun kapasitas perekonomian. Sebagai informasi, jumlah penduduk Indonesia meliputi 40% penduduk di kawasan ASEAN. Sedangkan secara kapasitas ekonomi, sejak 2017, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai USD1triliun dan pada 2018 melampaui USD1,77 triliun.

Pada 2030, negeri ini diprediksi menjadi top 10 negara dengan perekonomian terbesar. “Bagaimanapun Indonesia diyakini menjadi negara sangat penting dalam mendorong terwujudnya strategi Indo-Pasifik,” kata Nick. Dari pihak Indonesia, mantan perwakilan Indonesia di Taiwan, Robert James Bintaryo, pada kesempatan Indonesia Investment Forum diTaichung pada Juli 2018 lalu, menyebut Taiwan sebagai salah satu pilar komersial dunia.

Dia juga mengatakan Taiwan sebagai salah satu partner penting bisnis Indonesia. Hal ini berdasar nilai investasi dan perdagangan antardua negara yang terus menunjukkan tren kenaikan. Berdasar data, investasi Taiwan ke Indonesia pada 2017 sebesar USD397 juta naik 166% dibandingkan tahun sebelumnya. Investasi meliputi 530 proyek, hampir 80% di antara proyek infrastruktur.

Nilai perdagangan juga terus menunjukkan kenaikan, yakni senilai USD8 miliar pada 2017 atau naik 15% dibanding tahun sebelumnya. Lebih dari itu, Indonesia juga menjadi penyumbang tenaga kerja migran untuk Taiwan, yakni mencapai 261 ribu orang atau 38% dari keseluruhan jumlah pekerja migran di negara itu.

The New Southbound Policy

Inisiatif the New Soutbound Polici diluncurkan Presiden Tsai Ing Wen pada 2016 lalu. Dia menyebut, dengan the New Soutbound Policy, Taiwan tidak hanya sebatas berinvestasi, tapi juga membangun kerja sama jangka panjang yang membawa keuntungan bersama untuk saat ini dan ke depan.

Negara yang dimaksudkan dalam paket kebijakan ini adalah negara-negara yang selama ini sudah menjalin kerja sama erat dengan Taiwan, bahkan menempati peringkat nomor dua dalam konteks kapasitas hubungan perekonomian. Pada 2017, misalnya, total perdagangan antara Taiwan dengan negara-negara the New Soutbound sebesar USD110,9 miliar.

Pada 2018, angkanya meningkat 5,7%, yakni mencapai USD117,1 miliar. Pada periode sama, investasi Taiwan ke negara-negara ini menyentuh USD2,42 miliar, sedangkan sebaliknya investasi ke Taiwan sebesar USD391 juta, baik 43,3% year on year. Hsin-Huang Michael Hsiao dari Taiwan-Asia Exchange Fundation (TAEF) menyebut, kebijakan the New Soutbound Policy merupakan redefinisi kebijakan Go South Policy yang dicanangkan pada 1990 dalam menjalin hubungan dagang dan investasi dengan negara-negara ASEAN.

“Perubahan ini merefleksikan fakta bahwa multihubungan yang terjalin di antara masyarakat Taiwan dengan negara-negara tetangga sudah pada taraf matang, dan the New Soutbound Policy menjadi katalis hubungan-hubungan yang sudah terjalin baik tersebut,” ujar dia. Hsiao melihat, kebijakan the New Soutbound yang fokus pada inovasi industri, kerja sama kesehatan dan supply chains, pengembangan talent, kerja sama pertanian, forum bersama, dan platform pertukaran generasi muda sebagai langkah strategis.

“Rasionalisasi kebijakan ini bukan sekadar diplomasi uang, tapi juga kerja sama pemerintah yang jujur dan pengembangan pengalaman serta sumber daya dengan rekan Taiwan di kawasan untuk menyediakan solusi masalah yang ada dan menghadapi persoalan mendatang,” katanya.




Credit  sindonews.com




Senin, 11 Maret 2019

Cina ingin Reunifikasi, Taiwan Borong Jet Tempur F-35 dan F-16




Industri penerbangan Taiwan, Aerospace Industrial Development Corp (AIDC) dan Lockheed Martin mendapat kontrak senilai 3,4 miliar dolar Amerika atau sekitar 45,34 triliun rupiah untuk program modernisasi yang diberi kode Phoenix Rising Project. Taiwan memiliki 144 pesawat tempur F-16. thediplomat.com
Industri penerbangan Taiwan, Aerospace Industrial Development Corp (AIDC) dan Lockheed Martin mendapat kontrak senilai 3,4 miliar dolar Amerika atau sekitar 45,34 triliun rupiah untuk program modernisasi yang diberi kode Phoenix Rising Project. Taiwan memiliki 144 pesawat tempur F-16. thediplomat.com

CBTaiwan – Pemerintah Cina tidak akan menunda proses reunifikasi dengan Taiwan selamanya. Beijing berharap negara pulau yang mengatur dirinya sendiri itu bakal bergabung dengan Cina lewat mekanisme damai.
Anggota delegasi Taiwan, Cai Peihui, mengatakan kepemimpinan Presiden Cina, Xi Jinping, menginspirasi dan visioner.
“Dan dia tidak akan membiarkan agenda reunifikasi tertunda tanpa batas waktu yang jelas,” kata Cai, yang merupakan satu dari 13 anggota delegasi Taiwan dalam Kongres Rakyat Nasional di Beijing pada Ahad, 10 Maret 2019.
Delegasi Taiwan menghadiri sesi sidang parlemen di Beijing. Semua anggota delegasi dari Taiwan ini memiliki koneksi langsung ke Taiwan meskipun tidak tinggal di negara pulau itu.

Cai merupakan pensiunan tentara yang pernah berperang membela Cina melawan Vietnam pada 1979. Dia terpilih mewakili Taiwan karena memiliki akar keluarga di Taiwan. Saat ini dia merupakan pengusaha berbasis di Hong Kong.
Beijing melihat Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri dan bakal reunifikasi lagi meski harus menempuh cara kekerasan. Cina mengusulkan mekanisme satu negara dua sistem seperti yang telah diterapkan di Hong Kong. Namun, Taiwan menyebut mekanisme itu tidak bisa diterima.
Dalam sebuah pidato mengenai Taiwan pada Januari 2019, Xi mengulangi sikap Cina bahwa perbedaan politik lintas selat antara Cina dan Taiwan tidak bisa diturunkan dari generasi ke generasi.
Cai tidak mengungkapkan kapan tenggat waktu dari Beijing untuk reunifikasi dengan Taiwan. Tapi Cina tidak bakal ragu untuk ‘membebaskan’ Taiwan jika pulau itu menyatakan kemerdekaannya.
Menurut dia, Cina bakal memberikan otonomi yang lebih luas jika Taiwan mau bergabung dalam satu negara dua sistem. Namun, Taiwan tidak bisa membawa nama sendiri di pentas internasional, tidak memiliki hubungan luar negeri sendiri dan tidak memiliki tentara nasional sendiri.
“Begitu kedua pihak menyepakati reunifikasi, keduanya bakal harus mencapai kompromi mengenai kedaulatan nasional dan pertahanan yang diterapkan di Taiwan,” kata dia.
Seorang anggota delegasi Taiwan lainnya, Zhang Xiong, mengatakan militer Taiwan dan Cina harus bekerja sama dalam satu komando dari Beijing. Zhang merupakan profesor di Tongji University di Shanghai, Cina. Dia juga meminta nama Tentara Pembebasan Rakyat diubah setelah Taiwan bersedia reunifikasi.

Secara terpisah, Taiwan meminta pengadaan jet tempur baru dari AS untuk persiapan menghadapi Cina. Deputi Menteri Pertahanan Taiwan, Shen Yi-ming, mengatakan,”Kami telah mengajukan rencana pembelian ini karena Cina telah meningkatkan kemampuan militernya. Saat ini mulai ada ketidakseimbangan dalam kemampuan pertahanan udara,” kata dia seperti dilansir Channel News Asia.
Jika pembelian ini jadi terlaksana, hubungan AS dan Cina bakal makin menegang. AS mengalihkan pengakuan dari Taiwan ke Beijing pada 1979 namun tetap menyuplai senjata ke Taiwan hingga saat ini. Militer Taiwan telah mengajukan pembelian sejumlah jet tempur F-16 dan F-35, yang bisa take off secara horizontal.
Saat ini, Taiwan memiliki 326 jet tempur dari berbagai jenis seperti F-16, Mirage 2000 dan jet tempur buatan sendiri. Media lokal Apple Daily menyebut Taiwan bakal memborong 66 jet tempur F-16V dengan harga US$13 miliar atau sekitar Rp190 triliun.
“Tidak masalah apakah pembelian F-15, F-18, F-16 atau F-35 sepanjang cocok dengan kebutuhan pertahanan udara,” kata Tang Hung, seorang mayor jenderal di Angkatan Udara Taiwan.





Credit  tempo.co



Jumat, 08 Maret 2019

Hadapi China, Taiwan Bakal Beli Jet Tempur Baru dari AS


Hadapi China, Taiwan Bakal Beli Jet Tempur Baru dari AS
Ilustrasi jet tempur. (Stocktrek Images/Thinkstock)




Jakarta, CB -- Taiwan mengaku telah mengajukan permintaan resmi kepada Amerika Serikat (AS) untuk membeli jet tempur baru guna mempertahankan diri dari ancaman China yang mulai meningkat.

"Kami mengajukan permintaan untuk membeli (jet tempur) karena China telah meningkatkan kekuatan militernya dan kami mulai memiliki ketidakseimbangan kekuatan dalam kemampuan pertahanan udara kami," ujar Wakil Menteri Pertahanan Shen Yi-ming, seperti dikutip dari AFP, Kamis (7/3).

Permintaan tersebut, jika dikabulkan, akan meningkatkan ketegangan antara China dan Amerika Serikat. Beijing melihat Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya yang menunggu penyatuan, meskipun kedua pihak telah diperintah secara terpisah sejak berakhirnya perang saudara pada tahun 1949.


Tiongkok secara signifikan telah meningkatkan tekanan diplomatik dan militer terhadap Taiwan sejak Presiden skeptis Beijing Tsai Ing-wen menjabat pada 2016, termasuk mengadakan serangkaian latihan militer di dekat pulau itu. Pesawat pengintai China juga sudah mulai menerbangkan lebih banyak lagi serangan reguler di sekitar pulau.

Washington mengalihkan pengakuan diplomatik dari Taipei ke Beijing pada 1979, tetapi tetap menjadi sekutu tidak resmi paling kuat dan pemasok senjata terbesar Taiwan.

Tahun lalu, AS membuat China jengkel atas rencananya untuk menjual peralatan militer ke Taiwan dalam kontrak senilai US$330 juta termasuk suku cadang standar untuk pesawat terbang.

Beijing telah jengkel dengan hubungan panas antara Washington dan Taipei, termasuk persetujuan oleh Departemen Luar Negeri AS untuk lisensi pendahuluan penjualan teknologi kapal selam ke pulau itu.

Namun, karena takut akan kemungkinan balasan dari Beijing, AS telah berulang kali menolak permintaan Taiwan sejak 2002 untuk jet tempur baru termasuk pesawat F-16 dan F-35 yang lebih baru.

Pada waktu itu, China secara besar-besaran meningkatkan pengeluaran untuk angkatan bersenjatanya, termasuk pesawat jet tempur generasi kelima yang sangat maju.Itu telah meninggalkan Taiwan dengan angkatan udara yang menua yang menurut para analis sangat membutuhkan peningkatan.

Saat ini, Taiwan memiliki 326 jet tempur, semuanya beroperasi sejak 1990-an, termasuk F-16 buatan AS, Mirage 2000an Prancis, dan pesawat tempur Taiwan sendiri.

Pejabat pertahanan tidak akan mengkonfirmasi berapa banyak jet tempur yang mereka minta dalam permintaan pembelian, atau model apa. Sementara media lokal Apple Daily melaporkan Taiwan mencari 66 F-16V senilai US$13 miliar termasuk rudal, logistik, dan pelatihan.

"Tidak masalah apakah itu F-15, F-18, F-16 atau F-35, asalkan sesuai dengan kebutuhan tempur kita," jelas Tang Hung-an, seorang mayor jenderal dengan Markas Komando Angkatan Udara Taiwan.

Tang menambahkan bahwa surat permintaan ke AS tidak menyebutkan jenis pesawat yang diinginkan Taiwan. 





Credit  cnnindonesia.com



Selasa, 05 Maret 2019

Pakistan Tersudut soal Jet F-16, Taiwan Dijadikan Kambing Hitam



Pakistan Tersudut soal Jet F-16, Taiwan Dijadikan Kambing Hitam
Militer India tunjukkan puing AIM-120 Advanced Medium-Range Air-to-Air Missile atau AIM-120 AMRAAM buatan Amerika Serikat yang digunakan Pakistan untuk menembak jatuh jet tempur MiG-21 Bison India. Foto/APTN



ISLAMABAD - Bukti yang disodorkan militer New Delhi bahwa militer Islamabad menggunakan pesawat jet tempur F-16 dalam konflik dengan India di Kashmir telah membuat Pakistan tersudut. Kini, media Pakistan menjadikan Taiwan sebagai kambing hitam.

Bukti yang disodorkan militer New Delhi adalah puing-puing AIM-120 Advanced Medium-Range Air-to-Air Missile atau AIM-120 AMRAAM, rudal buatan Amerika Serikat (AS) yang menjadi senjata jet tempur F-16.

Masalah ini sensitif karena jet tempur yang dipasok AS hanya boleh digunakan untuk misi kontra-terorisme, bukan menyerang negara lain.

Media Pakistan berbahasa Inggris, Express Tribune, melaporkan puing-puing itu merupakan bagian dari rudal yang dijual oleh AS ke Taiwan. Para jurnalis media itu mengklaim melacak nomor identifikasi dari rudal AIM-120C-5 AMRAAM, yang menurut mereka masuk daftar Departemen Pertahanan AS sebagai rudal yang dijual ke Taiwan dengan nilai kontrak USD2,38 juta.

Tuduhan media itu tidak masuk akal, karena Taiwan tidak terlibat konflik dengan India. Selain itu, mustahil jet tempur Taiwan dengan rudal tersebut menyerang wilayah Kashmir yang dikuasai India bertepatan dengan hari di mana konflik New Delhi dan Islamabad pecah.

"Bagaimana puing-puing rudal yang dijual ke Taiwan berakhir di tangan wakil marsekal udara militer India adalah sesuatu yang hanya bisa dijelaskan oleh New Delhi," tulis media Pakistan tersebut, dikutip Economic Times, Senin (4/3/2019). Media-media India menyebut Islamabad lihai menutupi kebohongan dengan membuat kebohongan lainnya.

Angkatan Udara Taiwan yang dijadikan kambing hitam oleh media Pakistan bergegas melakukan pengecekan dan memastikan bahwa nomor identifikasi rudal yang dilaporkan media tersebut tidak cocok dengan salah satu misilnya. Angkatan Udara tersebut memastikan misil yang dibeberkan militer New Delhi tidak kompatibel dengan sistem senjata yang dimilikinya.

"Jenis senjata seperti misil yang dipasok oleh AS adalah untuk digunakan Taiwan sendiri dan tidak dapat dijual ke negara lain," kata Angkatan Udara pulau tersebut.

Media Taiwan menggambarkan tuduhan media Pakistan sebagai kasus "Taiwan tertembak peluru ketika berbaring". 

Taiwan yang nama resminya Republik Tiongkok tidak menikmati hubungan diplomatik dengan India. Keduanya memiliki kantor budaya dan komersial di masing-masing negara dan tidak berbagi kemitraan pertahanan apa pun. Taiwan sendiri dilindungi di bawah payung militer AS.

Serangan udara telah menyebabkan beberapa pertempuran lintas perbatasan, termasuk pertempuran udara di mana Varthaman ditangkap, serta kewaspadaan di seluruh dunia ketika berbagai kekuatan menyaksikan konflik dan mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri.

Konflik di Kashmir antara India dan Pakistan—dua negara bersenjata nuklir—pecah setelah serangan bom mobil oleh kelompok militan yang bermarkas di Pakistan, Jaish-e-Mohammed. Serangan pada 14 Februari itu menewaskan lebih dari 40 polisi paramiliter India yang sedang konvoi.

Sebagai tanggapan, India melancarkan serangan udara melintasi garis kontrol Kashmir, dengan mengklaim menewaskan banyak teroris disebut India mendapat izin untuk bersembunyi di Pakistan.

Pakistan membantah bahwa ada gerilyawan yang hadir di wilayahnya dan menuduh India melakukan serangan terorisme terhadap lingkungan karena serangan udaranya menghancurkan pohon-pohon di hutan lindung.



Credit  sindonews.com



Jumat, 15 Februari 2019

Beijing Tekan Negara Pasifik Agar Akui Kebijakan Satu Cina


abc news
abc news

Pasifik masih menjadi kawasan yang memberi dukungan kepada Taiwan.




Beijing telah meningkatkan usaha untuk mengucilkan Taiwan di kawasan Pasifik dengan mendesak badan diplomatik penting di kawasan untuk secara resmi mendukung kebijakan Satu Cina.


Tekanan Beijing di Pasifik.

Sumber-sumber dari dua negara di kawasan Pasifik mengatakan para pejabat Cina telah berusaha menyakinkan Forum Kepulauan Pasifik (PIF) harus menerima bahwa Partai Komunis Cina adalah pemerintah yang sah bagi Cina Daratan dan Taiwan.


Tindakan ini dianggap sebagiai provokasi, karena kawasan Pasifik masih menjadi kawasan satu-satunya di dunia yang masih memberi dukungan kepada Taiwan, dengan enam negara di kawasan itu Solomon Islands, Kiribati, Marshall Islands, Nauru, Tuvalu dan Palau masih mengakui Taipei dan bukannya Beijing.

Taiwan memberikan bantuan asing besar-besaran kepada negara-negara tersebut, dan sudah berusaha keras membina hubungan dengan para pemimpin politik mereka. Namun Cina juga terus melakukan usaha untuk mengucilkan Taiwan dari negara sekutunya yang masih ada.


Solomon Islands leader Rick Hou and his wife give a necklace as a gift to Taiwan's President Tsai Ing-wen.
Photo: Pemimpin Solomon Islands Rick Hou dan istrinya memberikan bingkisan kepada Presiden Taiwan Tsai Ing-wen. (Taiwan's Office of the President)





Dalam dua tahun terakhir, dua negara yaitu Republik Dominika dan Panama di kawasan Amerika Tengah memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan, setelah Cina menawarkan utang dan paket investasi besar-besaran.


Dan tahun lalu, Cina melarang turis mereka untuk mengunjungi Palau, dalam langkah yang menurut banyak pihak merupakan usaha untuk melakukan tekanan ekonomi kepada negara kepulauan yang kecil tersebut.


Juga sudah muncul spekulasi bahwa pemerintah yang berkuasa sekarang di Solomon Islands mungkin akan mengalihkan dukungan ke Beijing setelah pemilu bulan April meskipun para pemimpin partai sudah mengesampingkan spekulasi tersebut.


Bila memang Forum Kepulauan Pasifik (PIF) mendukung kebijakan Satu Cina maka ini merupakan pukulan simbolis besar terhadap Taiwan.


Palau beaches
Photo: Cina sudah melarang turis mereka mengunjungi Palau, negara yang masih mengakui Taiwan. (Reuters: Jackson Henry)





Namun Graeme Smith dari Australian National University di Canberra mengatakan PIF 'besar kemungkinan' tidak akan mengikuti permintaan Cina.


"Saya kira tekanan seperti ini kontra produktif, besar kemungkinan negara-negara Pasifik yang mengakui Taiwan akan tetap bertahan." katanya. "Ini bukan strategi tepat untuk bisa mendapatkan banyak teman."


"Tetapi ini juga seperti ingin mengirimkan pesan kepada enam sekutu Taiwan tersebut bahwa mereka melakukan tekanan dan menjadi kepentingan anda untuk beralih."


Pejabat Pasifik yang dilobi Cina tersebut meminta namanya tidak disebutkan karena mereka tidak ingin merusak hubungan diplomatik dengan Beijing.


Namun keduanya mengatakan Cina sudah melakukan tekanan kepada negara Pasifik lain dalam masalah ini, dan mungkin juga sudah berbicara dengan Sekretariat PIF.


Seorang juru bicara PIF menolak memberikan komentar apakah forum tersebut sudah dilobi langsung mengenai masalah tersebut.


Namun dalam keterangan kepada ABC, juru bicara tersebut menunjukkan bahwa posisi mereka sekarang dimana beberapa negara memiliki hubungan dengan Cina, sedangkan yang lainnya memiliki hubungan dengan Taiwan.




Credit  republika.co.id



Rabu, 06 Februari 2019

Video Manuver Jet Tempur, Pesan Tahun Baru Imlek China pada Taiwan


Video Manuver Jet Tempur, Pesan Tahun Baru Imlek China pada Taiwan
Cuplikan video pesan Tahun Baru Imlek dari China untuk Taiwan yang berisi gambar manuver pesawat pembom dan jet tempur. Foto/YouTube/Shilei/PLA

BEIJING - China merilis pesan video Tahun Baru Imlek untuk Taiwan yang menyandingkan adegan kehidupan sehari-hari di pulau yang diperintah sendiri itu dengan manuver pesawat jet tempur dan pesawat pembom Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).

Video itu berjudul My Fighting Eagles Fly Around Formosa. Formosa adalah nama lama untuk Taiwan.

Video dirilis di media sosial oleh PLA Airborne Corps Airborne pada hari Minggu dengan pesan tertulis yang mengatakan itu untuk merayakan tahun baru, yang jatuh pada hari Selasa (5/2/2019).

Tayangan propaganda berdurasi 3,5 menit yang dirilis di Weibo meninggalkan sedikit imajinasi karena melapiskan lencana resmi Angkatan Udara PLA melawan tembakan pencakar langit ikonik Taiwan, Taipei 101, yang pernah menjadi gedung tertinggi di dunia.

Meski menampilkan manuver pesawat pembom H-6 dan jet tempur siluman J-20, pesan video itu berbicara tentang penyatuan kembali dan persaudaraan. Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsinya yang membangkang dan telah mengancam akan menyatukan kembali dengan China, termasuk dengan cara kekerasan.

Lirik lagu yang menyertai tayangan video menyerukan; "Saudara dan saudari dari Taiwan untuk kembali (dan) bersatu kembali".

"Elang tempurku terbang di sekitar Taiwan, ingatan nostalgia dari tanah air dengan lembut memanggilmu untuk kembali," lanjut lirik lagu tersebut.

Selain memajang gambar Taipei 101, video propaganda itu juga menampilkan cuplikan lokasi terkenal lainnya yang ada di Taiwan, seperti Danau Sun Moon dan Gunung Ali.

Beijing telah mengambil garis keras terhadap Taipei sejak Tsai Ing-wen terpilih sebagai presiden pulau itu pada 2016. Tsai menolak untuk mendukung pandangan Beijing bahwa Taiwan yang demokratis adalah provinsi China.

Sebagai tanggapan, PLA telah meningkatkan latihan militernya di udara dan di perairan di dekat Taiwan. Selain itu, PLA juga menggelar latihan perang di sisi daratan Selat Taiwan.

Kementerian pertahanan di Taipei menanggapi video PLA dengan merilis video berdurasi 90 detik, berjudul Freedom Is Not Free, pada hari Senin di Facebook.

Video balasan dari Taipei itu mencakup gambar kekuatan militer Taiwan seperti peluncuran rudal dan latihan perang yang melibatkan Angkatan Darat, Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Pesan yang disampaikan menyatakan bahwa militer Taiwan selalu siap untuk pertempuran, bahkan selama liburan Tahun Baru Imlek.

Dewan Urusan Daratan Taiwan mengutuk Beijing karena menggunakan film propaganda untuk membangkitkan perasaan tidak enak di selat itu.

"Pendekatan ini bertujuan menyatukan kembali Taiwan dengan kekuatan dan hanya akan menghasilkan hasil yang kontraproduktif karena Taiwan akan merasa jijik dan tidak menyenangkan," katanya, dikutip South China Morning Post




Credit  sindonews.com


Jumat, 25 Januari 2019

Lawan Manuver Militer China, Taiwan Luncurkan Drone Mata-mata


Lawan Manuver Militer China, Taiwan Luncurkan Drone Mata-mata
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen saat memantau latihan militer. Foto/REUTERS/Tyrone Siu

TAIPEI - Angkatan Laut Taiwan meluncurkan pesawat nirawak mata-mata jarak jauh terbarunya pada hari Kamis (24/1/2019). Langkah militer Taipei ini untuk melawan retorika dan manuver militer China yang semakin berotot.

Pesawat tak berawak atau drone mata-mata jarak jauh terbaru Taiwan ini diberi nama Rui Yuan (Sharp Hawk). Menurut para pejabat setempat, kendaraan udara pengintai tersebut dapat terbang selama 12 jam sehingga bisa diandalkan untuk membantu memantau pergerakan di selat yang disengketakan oleh Taipei dan Beijing.

"Drone sekarang menjadi bagian yang tak tergantikan dari strategi pengintaian kami," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Taiwan Chen Chung-chi kepada AFP. "Mereka adalah pilihan utama kita untuk kegiatan di selat," katanya lagi.

Taiwan merupakan pulau yang memiliki memiliki mata uang, bendera, dan pemerintahan sendiri, tetapi tidak diakui sebagai negara merdeka oleh PBB. China tetap menganggap pulau itu sebagai provinsinya yang membangkang dan ingin memaksakan reunifikasi termasuk dengan menggunakan kekuatan militer.

China dan Taiwan berpisah pada tahun 1949 setelah perang saudara. Beijing mengatakan tidak akan ragu untuk menggunakan kekerasan jika Taipei secara resmi mendeklarasikan kemerdekaan, atau ada intervensi eksternal, termasuk oleh Amerika Serikat yang merupakan sekutu tidak resmi paling kuat bagi pulau tersebut.

Krisis Taiwan telah memanas setelah Presiden China Xi Jinping dalam pidato Tahun Baru menggambarkan reunifikasi sebagai hal yang tak terhindarkan.

Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, membalas dengan mengatakan bahwa rakyatnya tidak akan pernah melepaskan kebebasan demokratik mereka. Taipei telah menyelenggarakan beberapa latihan militer sejak pidato Xi Jinping untuk menekankan bahwa pulau itu siap untuk melawan setiap invasi.

Taipei telah berjuang untuk mendapatkan peralatan militer dari banyak kekuatan besar yang dikhawatirkan bisa membuat Beijing marah. Sebagai gantinya, pulau itu beralih ke pabrik lokal, terutama untuk memperoleh drone dan rudal.

"Penggunaan lebih banyak drone buatan lokal menunjukkan kemandirian pertahanan Taiwan dan membantu meningkatkan kemampuan pengintaiannya," kata Wang Kao-cheng, seorang analis militer di Universitas Tamkang, kepada AFP.

Taipei saat ini mengandalkan pesawat tempur F-16 buatan Amerika Serikat dan pesawat tempur Mirage buatan Prancis yang sudah tua untuk menanggapi manuver militer China. Beberapa analis memperingatkan armada pesawat tempur itu semakin lelah dan kekurangan suku cadang penting.

Lin Ming-chang, seorang pejabat eksekutif Angkatan Laut Taiwan, mengatakan pesawat tak berawak sangat efektif untuk pengintaian.

"Seorang pilot, ketika dia terbang, Anda harus kembali dalam dua jam, tetapi bukan pesawat tanpa awak Rui Yuan. Kita bisa tetap di udara hingga 12 jam," katanya.

"Dalam istilah operasi, baik dalam hal bahan bakar atau suku cadang mesin, drone dapat beroperasi jauh lebih lama daripada pesawat berawak," ujarnya.

Pada hari Kamis, Angkatan Laut Taiwan juga meluncurkan pesawat pengintai yang diterbangkan dengan tangan yang disebut "The Cardinal", yang diklaim dapat tetap di udara selama satu jam. 




Credit  sindonews.com






Jumat, 18 Januari 2019

AS Sebut Militer China Siap Berperang Dengan Taiwan


AS Sebut Militer China Siap Berperang Dengan Taiwan
Ilustrasi pasukan angkatan bersenjata China. (AFP PHOTO / STR)


Jakarta, CB -- Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat memperkirakan China akan menggunakan segala cara, termasuk berperang, untuk menguasai Taiwan. Menurut AS, militer Negeri Tirai Bambu dalam kondisi cukup kuat untuk menghadapi pihak-pihak yang menghalangi kepentingan mereka di kawasan Asia.

"Kepentingan lama Beijing untuk menyatukan Taiwan dengan daratan China, serta menghalangi upaya Taiwan untuk menyatakan kemerdekaan, telah menjadi faktor pendorong utama modernisasi militer China," demikian isi laporan itu, dikutip CNN, Kamis (17/1).

China sudah menyatakan kepada AS mereka tidak segan menggunakan kekuatan militer untuk menguasai Taiwan. Mereka juga tidak asal menggertak karena AS pun mengakui modernisasi militer China.


"Jika seseorang mencoba memisahkan Taiwan dari China, militer China akan melakukan apa pun untuk melindungi reunifikasi nasional, kedaulatan nasional dan integritas wilayah," kata anggota Komisi Militer Pusat China, Jenderal Li Zuocheng kepada Kepala Operasi Angkatan Laut AS, Laksamana John Richardson.


Berdasarkan laporan, Badan Intelejen Pertahanan AS memperkirakan China menghabiskan lebih dari US$200 miliar pada 2018 untuk pembaruan persenjataan Angkatan Darat. Direktur Badan Intelijen Pertahanan AS, Letnan Jenderal Robert Ashley, menyatakan China telah menggunakan berbagai cara untuk memperoleh teknologi canggih demi meningkatkan kemampuan militernya.

"China mengerahkan dana dan berbagai upaya untuk memperoleh teknologi dengan segala cara yang ada. Undang-undang dalam negeri memaksa mitra asing yang berbasis di China untuk mengalihkan teknologi mereka, dengan imbalan dapat masuk ke pasar China yang menguntungkan. China juga telah menggunakan cara lain untuk mengamankan teknologi dan keahlian yang dibutuhkan," kata Ashley.

Dengan cara itu, China tidak harus menanam modal untuk penelitian dan pengembangan yang mahal untuk mendapatkan teknologi baru.

"Sebaliknya, China telah secara rutin mengadopsi program terbaik dan paling efektif yang diperoleh dari militer asing melalui pembelian langsung atau pencurian kekayaan intelektual. Dengan melakukan itu, China telah mampu berfokus pada percepatan modernisasi militernya," lanjut Ashley.


Ashley mengatakan saat ini China mempunyai sejumlah persenjataan paling modern di dunia. Salah satunya adalah meriam elektronik (railgun) yang sudah dipasang di kapal perang mereka.

Laporan itu menyatakan sebagian besar rudal China mampu menghantam Taiwan. China juga telah mengembangkan sistem persenjataan baru. Yakni hulu ledak H-6 yang digabungkan dengan rudal jelajah CJ-20, yang dilaporkan mampu menjangkau pangkalan militer AS di Guam.

Laporan AS juga menyatakan China telah membangun sejumlah alat utama sistem persenjataan termasuk kapal selam, kapal perang permukaan, kapal patroli rudal, pesawat tempur maritim dan sistem pertahanan darat yang menggunakan rudal jelajah kapal baru dan rudal daratan ke udara (surface to air) yang canggih.

"China juga telah mengembangkan rudal balistik anti-kapal pertama di dunia, sebuah sistem yang dirancang khusus untuk menyerang kapal induk musuh," tulis laporan itu.


AS menyatakan dengan bekal persenjataan itu, China berharap akan membuat gentar gerakan pro-kemerdekaan Taiwan. Termasuk jika mereka harus berperang dengan Taiwan dan pihak ketiga.

Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen mengatakan mereka tetap tidak akan mau bergabung dengan China, meski dijanjikan mempertahankan sistem pemerintahan demokrasi seperti halnya Hong Kong.

Selama kunjungannya ke China, Laksamana Richardson mengatakan Angkatan Laut AS akan terus mengirim kapal perang ke mana pun asal sesuai izin hukum internasional, termasuk melakukan operasi pelayaran dengan alasan kebebasan navigasi di Laut China Selatan.


"Angkatan Laut AS akan terus melakukan operasi rutin yang legal di seluruh dunia, untuk melindungi hak-hak, kebebasan, serta pemanfaatan wilayah laut dan udara yang dijamin secara hukum bagi semua pihak," kata Richardson.






Credit  cnnindonesia.com



Kamis, 17 Januari 2019

China Peringatkan AS Tak Akan Tolerir Intervensi Urusan Taiwan



China Peringatkan AS Tak Akan Tolerir Intervensi Urusan Taiwan
Ilustrasi China dan Amerika Serikat dalam pusaran krisis Taiwan. Foto/SINDOnews/Berlianto

BEIJING - Militer China memperingatkan Amerika Serikat (AS) bahwa Beijing tidak akan montolerir intervensi asing dalam urusan Taiwan. Beijing, yang menganggap Taiwan bagian dari kedaulatannya, tidak akan segan-segan menggunakan kekuatan untuk mempertahankan wilayahnya.

Peringatan itu disampaikan Kepala Departemen Staf Gabungan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) Jenderal Li Zuocheng selama pertemuan dengan Kepala Angkatan Laut AS Laksamana John Richardson di Beijing.

Richardson berada di negeri Tirai Bambu itu dalam kunjungan tiga hari, termasuk singgah di kota timur Nanjing, markas Komando Teater Timur PLA.

Kementerian Pertahanan China atau Tiongkok dalam sebuah pernyataan mengatakan kedua pemimpin militer itu terlibat "pertukaran mendalam" terkait pandangan tentang Taiwan dan Laut China Selatan.

Li memperingatkan bahwa Tiongkok akan mempertahankan kedaulatannya dengan segala cara.

"Masalah Taiwan adalah masalah urusan dalam negeri Tiongkok yang menyangkut kepentingan inti Tiongkok dan perasaan orang-orang Tiongkok di Selat Taiwan, dan Tiongkok tidak akan mengizinkan campur tangan dari luar," kata Li, dalam pernyataan kementerian tersebut, yang dikutip dari South China Morning Post, Rabu (16/1/2019).

"Jika ada yang ingin memisahkan Taiwan dari Tiongkok, militer Tiongkok akan melindungi persatuan nasional dengan segala cara untuk melindungi kedaulatan dan integritas teritorial Tiongkok," lanjut Li.

Li mengatakan ikatan militer adalah komponen kunci dari hubungan China-AS, dan meminta kedua belah pihak untuk meningkatkan komunikasi.

"Pasang surut yang dialami selama 40 tahun sejak berdirinya hubungan Tiongkok-AS telah menunjukkan bahwa kepentingan bersama antara Tiongkok dan AS jauh melebihi perbedaan, dan kerja sama adalah pilihan terbaik bagi kedua belah pihak," kata Li, yang juga anggota Komisi Militer Pusat, badan penguasa militer.

"Kedua militer harus saling menghormati, memperkuat rasa saling percaya dan komunikasi, mengelola risiko dengan benar, dan bekerja untuk menjadikan pertukaran militer sebagai penstabil hubungan Tiongkok-AS," katanya.

Di bawah Presiden AS Donald Trump, Washington telah meningkatkan dukungannya bagi Taiwan yang memerintah sendiri wilayahnya dengan penjualan senjata baru dan meningkatkan kontak antara para pejabat. Hal itu menuai protes yang berulang kali dari Beijing.

Presiden China Xi Jinping melihat penyatuan kembali dengan Taiwan sebagai inti dari visinya tentang peremajaan negara dan mengatakan dalam pidato bulan ini bahwa Beijing tidak akan berjanji untuk meninggalkan penggunaan kekuatan guna mencapai hal tersebut.

Hubungan Tiongkok dengan AS juga memburuk karena peningkatan militer China di wilayah Laut China Selatan yang disengketakan. Wilayah itu menjadi tempat kapal perang kedua negara hampir bertabrakan pada bulan September lalu.

Dalam pertemuan itu, Richardson mengatakan Amerika Serikat sangat menghargai hubungan yang konstruktif dan berorientasi pada hasilnya. Richardson juga menyatakan keinginannya untuk meningkatkan pertukaran militer tingkat tinggi, memperkuat saling pengertian dan mengurangi risiko salah paham dan salah perhitungan.

Kunjungan Richardson ke Beijing merupakan yang kekdua kali sejak dia menjadi kepala Angkatan Laut AS pada tahun 2015. Kunjungan sebelumnya dilakukan pada tahun 2016 yang fokus pembicaraan perihal gesekan di Laut China Selatan. 






Credit  sindonews.com




Sabtu, 05 Januari 2019

Diancam Digempur China, Taiwan Minta Bantuan Internasional


Presiden Taiwan Tsai Ing-wen saat memantau latihan militer. Foto/REUTERS/Tyrone Siu



TAIPEI - Presiden Taiwan Tsai Ing-wen pada Sabtu (5/1/2019) menyerukan dukungan dan bantuan masyarakat internasional setelah China mengancam akan menggunakan kekuatan militer untuk memaksa reunifikasi. 

Tsai mengatakan bantuan dibutuhkan untuk membela demokrasi dan cara hidup negaranya dalam menghadapi ancaman Beijing.

Permintaan bantuan itu muncul sehari setelah Presiden China Xi Jinping mengatakan angkatan bersenjata negara Tirai Bambu harus memperkuat rasa urgensi mereka dan melakukan segala yang mereka bisa untuk mempersiapkan pertempuran.

"Kami berharap masyarakat internasional menanggapinya dengan serius dan dapat menyuarakan dukungan dan membantu kami," kata Tsai kepada wartawan di Taipei, mengacu pada ancaman China yang akan menggunakan kekuatan militer untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya.

Menurutnya, jika komunitas internasional tidak mendukung, maka negaranya yang demokratis bisa terancam. "Kita mungkin harus bertanya negara mana selanjutnya?," ujar Tsai, seperti dikutip Reuters.

Taiwan adalah masalah paling sensitif bagi China. Pemerintah Xi Jinping menganggap Taiwan sebagai provinsinya yang membangkang.

Xi Jinping telah meningkatkan tekanan pada Taipei sejak Tsai dari Partai Progresif Demokratik yang pro-kemerdekaan menjadi presiden Taiwan pada tahun 2016.

Presiden Xi mengatakan pada hari Rabu bahwa China memiliki hak untuk menggunakan kekuatan guna membawa Taiwan di bawah kendalinya. Kendati demikian, pihaknya akan berusaha untuk mencapai reunifikasi damai dengan wilayah tersebut.


Sebagai tanggapannya, Tsai mengatakan Taiwan tidak akan menerima kebijakan politik "satu negara, dua sistem" dengan China. Dia menekankan semua negosiasi perlu dilakukan atas dasar kedua pihak pemerintah.

Tsai juga mendesak China untuk memiliki pemahaman yang benar tentang apa yang orang Taiwan pikirkan. Menurutnya, tindakan seperti intimidasi politik tidak membantu dalam hubungan lintas selat.

China dan Taiwan dulunya memang satu pemerintahan. Namun, terpisah pada tahun 1949 setelah perang saudara.




Credit Sindonews.com




https://international.sindonews.com/read/1368105/40/diancam-digempur-china-taiwan-minta-bantuan-internasional-1546681785




Jumat, 04 Januari 2019

Taiwan klarifikasi dugaan kerja paksa pelajar Indonesia


Taiwan klarifikasi dugaan kerja paksa pelajar Indonesia
Arsip: Para TKI di Taiwan foto bersama sebelum menjalankan tugas sebagai pemandu di beberapa stasiun bawah tanah di Taipei pada malam pergantina tahun. (GWO Taiwan)




Jakarta (CB) - Kantor Dagang dan Ekonomi Taiwan (Taipei Economic and Trade Office/TETO) di Indonesia mengklarifikasi tentang dugaan kasus kerja paksa terhadap para pelajar Indonesia yang berpartisipasi dalam program kuliah dan magang di Taiwan.
 
Klarifikasi oleh Perwakilan Taiwan itu dilakukan di kantor TETO di Gedung Artha Graha di Jakarta Selatan pada Jumat.
 
"Pemerintah Taiwan selalu mementingkan kesejahteraan mahasiswa dan pekerja asing dan sangat mewajibkan semua universitas dan dan perguruan tinggi yang berpartisipasi dalam 'Program Magang Industri-Universitas' untuk mengikuti aturan dan peraturan yang relevan," kata Kepala Kamar Dagang dan Ekonomi Taiwan (TETO) John Chen.
 
Dia membantah dugaan kasus kerja paksa yang dialami oleh beberapa mahasiswa Indonesia di Taiwan seperti yang diberitakan pertama kali oleh Taiwan News.
 
"Secara keseluruhan berita yang disampaikan oleh seorang jurnalis Taiwan (tentang dugaan kerja paksa) itu tidak benar. Bagi para siswa yang mempunyai keluhan atau merasa tidak puas, kami akan berupaya untuk meningkatkan dan memperbaiki program ini, tapi saya tekankan bahwa tidak ada pelecehan," ucap John.
 
Untuk menyelidiki dugaan kasus kerja paksa terhadap pelajar Indonesia di "Kelas Khusus Kerjasama Industri-Universitas" dari Universitas Sains dan Teknologi Hsing Wu, pihak Kementerian Pendidikan Taiwan telah mengunjungi dan mewawancarai para mahasiswa.
 
"Berdasarkan semua pengaturan magang di luar kampus sudah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan Taiwan, dan mereka menangkal bahwa mereka dilecehkan dalam program magang tersebut," ujar dia.
 
Dia mengatakan bahwa untuk memastikan kualitas program magang kelas khusus itu, Kementerian Pendidikan Taiwan telah mengawasi universitas-universitas, yang menjalankan program kuliah-magang, sejak tahun 2017 ketika program tersebut diluncurkan.
 
Dia jugaa menyebutkan bahwa sanksi hukum akan dikenakan terhadap pihak universitas jika ditemukan penyimpangan atau operasi ilegal. Salah satu bentuk sanksi itu adalah penghilangan hak universitas untuk berpartisipasi dalam program internasional kerja sama industri-universitas. Selain itu, setiap universitas yang terlibat dalam aktivitas magang ilegal akan dituntut.
 
Lebih lanjut John menjelaskan bahwa siswa pada tahun pertama tidak akan diizinkan untuk bekerja lebih dari 20 jam setiap pekan, kecuali pada saat liburan musim panas dan musim dingin, dan semua harus mendapatkan izin kerja dan menikmati semua hak sesuai dengan ketentuan hukum ketenagakerjaan.
 
"Mereka harus mendapatkan asuransi kesehatan, mendapatkan bayaran yang sesuai, dibayar dua kali lipat bila lembur, biaya transportasi ke dan dari universitas yang diatur oleh otoritas universitas," ucapnya.



Credit  antaranews.com


https://www.antaranews.com/berita/783851/taiwan-klarifikasi-dugaan-kerja-paksa-pelajar-indonesia