Tampilkan postingan dengan label CHECHNYA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label CHECHNYA. Tampilkan semua postingan

Rabu, 03 Oktober 2018

Pemimpin Chechnya Olok-olok Ancaman Blokade Laut AS



Pemimpin Chechnya Olok-olok Ancaman Blokade Laut AS
AS mengancam akan melakukan blokade laut terhadap Rusia untuk menghentikan ekspor energinya. Foto/Ilustrasi/Istimewa

MOSKOW - Pemimpin Chechnya, Ramzan Kadyrov, mengolok-olok ancaman blokade laut Amerika Serikat (AS) untuk menghentikan ekspor energi Rusia. Menurutnya, ancaman itu akan sia-sia dan berbahaya.

Dalam sebuah surat terbuka yang ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri AS, Ryan Zinke, Kadyrov mengatakan ancaman itu mungkin akan bekerja di negara-negara kecil. 


"Amerika membayangkan bahwa mereka memiliki hak untuk menutup selat laut dan rute transportasi laut internasional, untuk menghalangi perdagangan antara negara-negara lain," katanya di jejaring sosial Vkontakte.

"Ancaman seperti itu dapat bekerja dengan negara kecil yang tak berdaya, tetapi, seperti yang mereka katakan, nafsu makan datang dengan makanan," imbuhnya seperti dikutip dari Russia Today, Selasa (2/10/2018).

Pemimpin Chechnya, yang dikenal karena gaya komunikasinya yang tajam dan informal, serta kesetiaannya kepada Presiden Vladimir Putin, menyatakan Zinke memiliki pengetahuan yang buruk tentang Rusia, sejarahnya, dan kemampuannya.

Ia pun mengejek Menteri Dalam Negeri AS dengan mengatakan bahwa Amerika memiliki sedikit kesamaan dengan (mantan PM Israel) Golda Meir, sama seperti Rusia bukan Terusan Suez yang dibuka dan ditutup sesuai dengan perintah eksternal. Kadyrov merujuk pada upaya Barat untuk mengendalikan jalur air strategis dari Mesir pada 1950-an, yang berakhir pada perang Arab-Israel kedua.

Kadyrov menyimpulkan jawabannya dengan mengatakan bahwa Zinke membuang-buang waktunya dengan menyampaikan pidato yang tidak berarti. Dia meminta para pejabat AS untuk berpikir tentang kemungkinan reaksi Rusia terhadap upaya-upaya asing memblokir pelabuhan lautnya.




Credit  sindonews.com



Senin, 21 Mei 2018

ISIS Mengklaim Serangan Gereja di Chechnya Rusia



Para militan ISIS (ilustrasi).
Para militan ISIS (ilustrasi).
Foto: AP

Serangan menewaskan tiga orang di gereja Ortodoks di Chechnya.



CB, MOSKOW – Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengklaim bertanggung jawab atas serangan terhadap sebuah gereja Ortodoks di Republik Chechnya, Rusia. Serangan itu menewaskan tiga orang yakni satu jemaat dan dua orang petugas kepolisian.


Dilansir Reuters dan kantor berita RT di Moskow, kelompok teroris itu mengklaim untuk serangan itu dengan mengeluarkan pernyataan melalui juru bicara online, Ahad (20/5) waktu setempat. Empat teroris yang bersenjata dengan pisau, alat pembakar dan senjata, menyerbu Gereja Michael the Archangel di ibu kota Chechnya, Grozny.

“Pejuang Negara Islam melakukan serangan terhadap 'Gereja Michael' kemarin di ibu kota Chechnya, Grozny," kata kantor berita Amaq.


Serangan itu digagalkan oleh pasukan keamanan yang menewaskan semua empat penyerang yang sempat terjadi baku tembak. Kedua perwira dikerahkan ke Chechnya dari wilayah Saratov.


Sementara, tiga dari penyerang diidentifikasi sebagai penduduk Republik Chechnya. Menurut pemimpin Chechnya, Ramzan Kadyrov, pemimpin kelompok itu berasal dari Republik Ingushetia.


Dia menyebut, para penyerang berusia antara 18 dan 19 tahun. “Para teroris menerima perintah untuk melakukan serangan]dari salah satu negara Barat," kata Kadyrov yang mengutip data intelijen.


Rusia, yang menjadi tuan rumah Piala Dunia sepak bola bulan depan, telah berperang dua perang dengan separatis di republik internal mayoritas Muslim sejak keruntuhan Soviet 1991. Tetapi serangan semacam itu relatif jarang terjadi di Chechnya.


Wilayah Kaukasus Utara yang lebih luas juga mengalami gejolak. Namun, adanya tingkat pengangguran yang tinggi serta korupsi, mendorong beberapa orang untuk memeluk Islam radikal.




Credit  republika.co.id






Jumat, 29 Desember 2017

Facebook Tutup Akun Presiden Muslim Chechnya, Ada Apa?


Ramzan Kadyrov bersama Vladimir Putin
Ramzan Kadyrov bersama Vladimir Putin


CB, GROZNY -- Platform media sosial Facebook dan Instagram menonaktifkan akun pemimpin kuat Republik Chechnya Ramzan Kadyrov sejak 23 Desember lalu. Hal ini memicu banyak orang bertanya-tanya maksud perusahaan layanan jejaring sosial yang berbasis di California, Amerika Serikat (AS) tersebut. Padahal Kadyrov adalah salah satu pengguna aktif dengan memiliki empat juta pengikut.

Ketika akun Kadyrov ditutup secara tiba-tiba, orang-orang memperhatikannya. Presiden Chechnya tersebut telah lama menjadi pengguna media sosial yang produktif, dia mengisi akunnya dengan foto-fotonya memeluk kucing, mengangkat barbel dan juga pernah mengunggah puisi tentang Presiden Rusia Vladimir Putin.

Adapun menurut laporan The New York Times, Jumat (29/12), juru bicara Facebook menjelaskan bahwa akun Kadyrov dinonaktifkan karena dia telah ditambahkan ke dalam daftar sanksi oleh AS.
Sehingga perusahaan tersebut memiliki kewajiban untuk bertindak. Kadyrov dilaporkan telah terlibat dalam tindakan penyiksaan, penculikan dan pembunuhan, di antara pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

Namun demikian penutupan akun itu tidak terjadi pada pemimpin-pemimpin lain yang juga termasuk dalam daftar sanksi. Termasuk Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan banyak pejabat pemerintahannya.

Langkah Facebook dalam melawan politisi Muslim tersebut merupakan tindakan terbaru dalam proses pengambilan keputusan yang tampaknya sewenang-wenang dan seringkali buram. Hal ini menarik kritikan luas untuk raksasa media sosial tersebut.

Facebook telah diserang karena mengizinkan penyebaran berita palsu di platformnya, dengan responsnya yang terbatas. Dalam kasus ini, dikatakan bahwa secara hukum wajib bertindak karena sanksi keuangan dan standar yang belum diterapkan secara merata, yang menurut para ahli mungkin tidak dapat dipertahankan.

"Undang-undang sanksi ini hanya ditulis untuk satu tujuan, digunakan untuk menekan pembicaraan dengan sedikit pertimbangan mengenai nilai-nilai ekspresi kebebasan dan tujuan khusus untuk menghalangi ucapan, berlawanan dengan pemblokiran perdagangan atau pendanaan karena sanksi tersebut dirancang untuk dilakukan. Ini benar-benar bermasalah," kata staf pengacara untuk proyek Ucapan, Privasi dan Teknologi di Serikat Kebebasan Sipil AS Jennifer Stisa Granick.

Facebook yang juga memiliki Instagram itu tidak memiliki seperangkat aturan yang komprehensif untuk mengatur penghapusan akun atau unggahan. 





Credit  REPUBLIKA.CO.ID





Kamis, 21 Desember 2017

Ledekan Pemimpin Muslim Chechnya 'Tampar' AS


Ledekan Pemimpin Muslim Chechnya Tampar AS
Pemimpin Muslim Chechnya, Rusia, Ramzan Kadyrov. Foto/Instagram/kadyrov95


GROZNY - Pemimpin Muslim Chechnya, Rusia, Ramzan Kadyrov, meledek sanksi Amerika Serikat (AS) yang dijatuhkan kepadanya atas tuduhan melakukan pelanggaran HAM. Ledekan Kadyrov berupa seruan yang menjadi tamparan bagi AS, yakni minta pelaku pelanggar HAM di Gedung Putih dan Pentagon.

Sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin yang sudah siap mengundurkan diri ini justru mengaku bangga mendapat sanksi AS yang didasarkan pada Magnitsky Act (Undang-Undang Magnitsky).

Kadyrov  mengatakan bahwa dia tersanjung ditempatkan pada daftar sanksi AS bersama empat warga Rusia lainnya pada hari Rabu kemarin. Dengan dijatuhi sanksi oleh Washington, dia merasa sangat terhormat.

”Oh, daftar Magnitsky. Itu berarti saya melanggar hak asasi manusia,” ucap Kadyrov bernada sarkastis, sambil turun dari bangku olahraga barbel besar. ”Malangnya orang Amerika! Sebuah republik kecil Chechnya tapi bisa menghantui seluruh negara,” lanjut Kadyrov.


Menurutnya, Washington tak perlu khawatir karena dia tidak menerima perintah untuk menginjak tanah AS.

”Jadi, saya sudah dilarang memasuki AS. Tapi, apakah saya mengajukan permohonan visa, apakah saya memiliki aset di bank-bank AS? Sudah saya katakan, tapi akan saya ulangi paling tidak untuk menyadarkan bahwa saya tidak akan pergi ke AS, bahkan jika saya ditawari semua cadangan moneter negara tersebut sebagai hadiah,” imbuh Kadyrov yang ungkapan ledekannya itu dia unggah di video.

Kadyrov menegaskan bahwa dia diberi sanksi bukan karena dugaan sejumlah pelanggaran hak asasi manusia (HAM), namun karena perjuangan seumur hidup tanpa henti dalam melawan teroris, di mana banyak di antara teroris itu dibina oleh layanan khusus AS.

”Saya bangga bahwa saya tidak senang dengan badan intelijen AS,” ucapnya, seperti dikutip Russia Today, Kamis (21/12/2017). ”Mereka mengatakan bahwa sanksi itu terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia. Nah, mengapa orang mencari daftarnya  di sisi lain dunia, kapan mereka mencarinya di Gedung Putih dan di Pentagon?.”

Seperti diberitakan sebelumnya, Departemen Keuangan AS memberlakukan sanksi baru terhadap lima orang Rusia dan Chechnya atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. Salah satunya adalah Kepala Republik Chechnya, Rusia, Ramzan Kadyrov.

"Sanksi baru tersebut memasukkan Ramzan Kadyrov, pemimpin Chechnya dan sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin, ke dalam daftar hitam," kata Departemen Keuangan AS dalam sebuah pernyataan. 




Credit  sindonews.com






AS Jatuhkan Sanksi kepada Pemimpin Chechnya


AS Jatuhkan Sanksi kepada Pemimpin Chechnya
Pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov. Foto/Istimewa


WASHINGTON - Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) memberlakukan sanksi baru terhadap lima orang Rusia dan Chechnya atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia. Salah satu sosok yang terkena sanksi tersebut termasuk kepala republik Rusia Chechnya.

"Sanksi baru tersebut memasukkan Ramzan Kadyrov, pemimpin Chechnya dan sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin, ke dalam daftar hitam," Departemen Keuangan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan seperti dilansir dari Reuters, Kamis (21/12/2017).

Pihak berwenang AS menuduh Kadyrov mengawasi sebuah pemerintahan yang terlibat dalam penghilangan dan pembunuhan di luar hukum.

Kadyrov bereaksi terhadap berita tersebut dengan sikap menantangnya yang biasa.

"Suatu malam tanpa tidur menungguku," Kadyrov menulis, tampak sarkastik, di akun media sosial Instagramnya.

"Saya bangga bahwa saya tidak disukai dengan dinas khusus Amerika Serikat. Sebenarnya, AS tidak dapat memaafkan saya karena telah mengabdikan seluruh hidup saya untuk memerangi teroris asing, di antaranya ada bajingan dari dinas khusus Amerika," imbuhnya.

Ia pun menulis bahwa dia tidak akan mengunjungi Amerika Serikat.

Departemen Keuangan AS memberlakukan sanksi, yang membekukan rekening bank dari yang ditargetkan, berdasarkan undang-undang tahun 2012 yang dikenal dengan Undang-Undang Magnitsky.

Undang-undang Magnitsky menerapkan larangan visa dan pembekuan aset pada pejabat Rusia yang terkait dengan kematian di penjara Sergei Magnitsky, seorang auditor dan whistleblower Rusia berusia 37 tahun. Tindakan tersebut juga berusaha untuk bertanggung jawab atas pihak berwenang AS tersebut yang menyatakan bahwa mereka diatur atau diuntungkan dari kematian Magnitsky.

"Departemen Keuangan tetap berkomitmen untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang terlibat dalam urusan Sergei Magnitsky, termasuk mereka yang memiliki peran dalam konspirasi kriminal dan skema penipuan yang ia temukan," kata Direktur Departemen Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan John Smith dalam sebuah pernyataan.

Magnitsky ditangkap dan meninggal di sebuah penjara di Moskow pada tahun 2009 setelah menemukan skema penipuan pajak senilai USD230 juta, menurut pihak berwenang AS. Pendukung Magnitsky mengatakan bahwa negara Rusia membunuhnya dengan menolak perawatan medis yang memadai setelah dipenjara karena tuduhan penghindaran pajak. Kremlin membantah tuduhan tersebut.

Selain Kadyrov dan satu pejabat Chechnya lainnya, tindakan Departemen Keuangan juga menargetkan tiga orang Rusia yang pihak berwenang AS katakan terlibat dalam skema penipuan pajak kompleks yang dilatarbelakangi oleh Magnitsky.

Sanksi Magnitsky telah menjadi titik ketegangan antara Moskow dan Washington, bahkan sebelum aneksasi Rusia terhadap Crimea mengirim hubungan merenggang. Sebagai pembalasan atas Undang-Undang Magnitsky, Putin menandatangani sebuah RUU yang menghentikan adopsi anak-anak Rusia oleh AS. 




Credit  sindonews.com






Selasa, 28 November 2017

Siap Mundur, Pemimpin Muslim Chechnya Minta Kremlin Tunjuk Pengganti


Siap Mundur, Pemimpin Muslim Chechnya Minta Kremlin Tunjuk Pengganti
Pemimpin Muslim Chechnya, Rusia, Ramzan Kadyrov. Foto/REUTERS


GROZNY - Ramzan Kadyrov, pemimpin Muslim dari wilayah otonom Chechnya, Rusia, menyatakan siap untuk mengundurkan diri. Dia menyerahkannya kepada Kremlin untuk memilih penggantinya.

Kadyrov, 41, adalah mantan pemberontak Islam yang telah memimpin Chechnya sejak 2007. Dia disahkan oleh Presiden Vladimir Putin pada bulan Maret tahun lalu untuk melanjutkan kepemimpinan wilayah itu dengan UU Rusia sebagai aturan.

Ditanya dalam sebuah wawancara televisi, apakah dia siap untuk mengundurkan diri, Kadyrov menjawab; ”Mungkin ini untuk mengatakan bahwa itu adalah mimpi saya.”

”Pernah ada kebutuhan orang-orang seperti saya untuk bertarung, untuk mengatur semuanya. Sekarang kita memiliki ketertiban dan kemakmuran, dan waktunya telah tiba untuk perubahan di Republik Chechnya,” katanya kepada stasiun televisi Rossiya 1 yang disiarkan Senin (27/11/2017).

Ditanya tentang calon penggantinya, Kadyrov menjawab; ”Ini adalah hak prerogatif dari kepemimpinan negara (Kremlin).”

”Jika saya ditanya, ada beberapa orang yang 100 persen mampu melaksanakan tugas ini di level tertinggi,” ujarnya, tanpa merinci lebih jauh.

Pernyataan Kadyrov yang siap mengundurkan diri ini muncul saat Putin, 65, diprediksi akan mengumumkan kesediaannya untuk mencalonkan dirinya sebagai presiden Rusia lagi dalam pemilu Maret mendatang.

Putin yang merupakan mantan mata-mata KGB ini diperkirakan akan menang telak jika maju lagi dalam pemilu. Namun beberapa analis mengatakan bahwa hubungannya dengan politisi seperti Kadyrov dapat dimanfaatkan oleh lawannya selama kampanye berlangsung.

Kadyrov merupakan loyalis Putin. Dia bahkan blakblakan menyebut Putin sebagai idolanya. ”Saya siap mati untuknya, untuk memenuhi perintah apapun,” katanya.

Kadyrov juga membantah keras hubungan Chechnya dengan pembunuhan pemimpin oposisi Rusia Boris Nemtsov pada tahun 2015.

Pada bulan Juni, sebuah pengadilan di Moskow menghukum lima warga  Chechnya atas tuduhan membunuh Nemtsov, musuh politik Putin. Nemtsov ditembak mati di sebuah jalan. Dia dibunuh di saat dia sedang mengerjakan laporan yang memeriksa peran Rusia dalam krisis Ukraina. 

”Saya lebih dari yakin orang-orang Chechnya ini tidak ada hubungannya dengan itu. Menurut informasi saya, mereka (lima warga Chechnya) tidak bersalah,” kata Kadyrov dalam wawancara tersebut, seperti dikutip Reuters.

Siap Mundur, Pemimpin Muslim Chechnya Minta Kremlin Tunjuk Pengganti

MOSKOW-Ramzan Kadyrov, pemimpin Muslim dari wilayah otonom Chechnya, Rusia, menyatakan siap untuk mengundurkan diri. Dia menyerahkannya kepada Kremlin untuk memilih penggantinya.

Kadyrov, 41, adalah mantan pemberontak Islam yang telah memimpin Chechnya sejak 2007. Dia disahkan oleh Presiden Vladimir Putin pada bulan Maret tahun lalu untuk melanjutkan kepemimpinan wilayah itu dengan UU Rusia sebagai aturan.

Ditanya dalam sebuah wawancara televisi, apakah dia siap untuk mengundurkan diri, Kadyrov menjawab; ”Mungkin ini untuk mengatakan bahwa itu adalah mimpik saya.”

”Pernah ada kebutuhan orang-orang seperti saya untuk bertarung, untuk mengatur semuanya. Sekarang kita memiliki ketertiban dan kemakmuran, dan waktunya telah tiba untuk perubahan di Republik Chechnya,” katanya kepada stasiun televisi Rossiya 1 yang disiarkan Senin (27/11/2017).

Ditanya tentang calon penggantinya, Kadyrov menjawab; ”Ini adalah hak prerogatif dari kepemimpinan negara (Kremlin).”

”Jika saya ditanya, ada beberapa orang yang 100 persen mampu melaksanakan tugas ini di level tertinggi,” ujarnya, tanpa merinci lebih jauh.

Pernyataan Kadyrov yang siap mengundurkan diri ini muncul saat Putin, 65, diprediksi akan mengumumkan kesediaannya untuk mencalonkan dirinya sebagai presiden Rusia lagi dalam pemilu Maret mendatang.

Putin yang merupakan mantan mata-mata KGB ini diperkirakan akan menang telak jika maju lagi dalam pemilu. Namun beberapa analis mengatakan bahwa hubungannya dengan politisi seperti Kadyrov dapat dimanfaatkan oleh lawannya selama kampanye berlangsung.

Kadyrov merupakan loyalis Putin. Dia bahkan blakblakan menyebut Putin sebagai idolanya. ”Saya siap mati untuknya, untuk memenuhi perintah apapun,” katanya.


Kadyrov juga membantah keras hubungan Chechnya dengan pembunuhan pemimpin oposisi Rusia Boris Nemtsov pada tahun 2015.

Pada bulan Juni, sebuah pengadilan di Moskow menghukum lima warga  Chechnya atas tuduhan membunuh Nemtsov, musuh politik Putin. Nemtsov ditembak mati di sebuah jalan. Dia dibunuh di saat dia sedang mengerjakan laporan yang memeriksa peran Rusia dalam krisis Ukraina.

”Saya lebih dari yakin orang-orang Chechnya ini tidak ada hubungannya dengan itu. Menurut informasi saya, mereka (lima warga Chechnya) tidak bersalah,” kata Kadyrov dalam wawancara tersebut, seperti dikutip Reuters.





Credit  sindonews.com