Jumat, 21 Agustus 2015

Dua Sandera Abu Sayyaf Berhasil Melarikan Diri


Dua Sandera Abu Sayyaf Berhasil Melarikan Diri  
Militer Filipina mengatakan upaya pembebasan sandera lain yang masih ditahan oleh Abu Sayyaf terus dilakukan. (Getty Images/Gabriel Mistral)
 
 
Jakarta, CB -- Dua anggota polisi laut Filipina yang disandera oleh militan yang berafiliasi dengan al-Qaidah tiga bulan berhasil lolos selama serangan oleh pasukan Filipina yang dilatih oleh Amerika Serikat.

Juru bicara Angkatan Darat Filipina, Kapten Antonio Bulao, mengatakan pada Kamis (20/8), bahwa empat sandera lainnya, termasuk dua pengusaha dari Malaysia dan Korea Selatan, masih disandera di Pulau Jolo, Filipina selatan.

Dia mengatakan pasukan keamanan telah menewaskan 15 anggota kelompok Abu Sayyaf, yang berafiliasi dengan al-Qaidah, pada Rabu malam selama operasi penyelamatan.


Dua polisi laut itu mengambil kesempatan selama baku tembak dan melarikan diri.

"Mereka berada di sini bersama kami dan sedang makan sekarang," kata Bulao kepada wartawan melalui telepon dari sebuah pangkalan militer di Jolo. "Mereka berada dalam semangat tinggi tetapi lelah setelah bersembunyi sepanjang malam sebelum mereka ditemukan hari ini.”

"Kami tidak memiliki informasi apakah empat tawanan lainnya bisa lari dari para pemberontak," lanjut dia, menambahkan bahwa operasi di Jolo yang ditujukan untuk membebaskan semua sandera, termasuk dari Malaysia, Belanda dan Jepang, akan terus dilanjutkan.

“Perintah dari markas besar adalah untuk menyelamatkan mereka semua,” jelas Bulao.

Abu Sayyaf dituduh bertanggung jawab atas serangan bom di selatan Filipina, penculikan demi tebusan dan pemenggalan tawanan, termasuk seorang warga negara Amerika pada 2001. Para pemberontak yang dipimpin oleh Yasser Igasan itu, disebut-sebut memiliki hubungan dekat dengan al-Qaidah.

Sejak 2002, kontingen kecil militer AS telah melatih pasukan Filipina dalam memerangi Abu Sayyaf dan Pejuang Pembebasan Islam Bangsamoro (BIFF) serta sekelompok kecil militan yang mengklaim afiliasi dengan ISIS.
Credit  CNN Indonesia