Tampilkan postingan dengan label KURDI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KURDI. Tampilkan semua postingan

Rabu, 10 April 2019

Pasukan keamanan Turki "netralkan" dua anggota PKK


Pasukan keamanan Turki "netralkan" dua anggota PKK

Pasukan keamanan Turki sedang melaksanakan tugas. (Anadolu Agency)




Siirt, Turki (CB) - Pasukan keamanan Turki "menetralkan" dua anggota PKK di Provinsi Siirt di bagian tenggara negeri itu, kata satu sumber keamanan pada Selasa (9/4).

Pemerintah Turki sering menggunakan kata "dinetralkan" dalam pernyataannya untuk menyatakan gerilyawan yang dimaksud menyerah atau tewas atau ditangkap.

Operasi yang didukung pesawat terhadap kelompok teror tersebut dilancarkan oleh personel polisi militer di daerah desa di Kabupaten Eruh, kata sumber itu, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu pagi. Sumber tersebut tak ingin disebutkan jatidirinya karena keterbatasan berbicara dengan media.

Operasi masih berlangsun, tambah sumber itu.

Di Provinsi Sirnak di Turki Tenggara pada Selasa, empat anggota PKK menyerah kepada pasukan keamanan Turki, kata satu sumber keamanan.

Gerilyawan tersebut meninggalkan kamp PKK di Irak Utara dan menyerah di gerbang perbatasan Habur di Kabupaten Silopi, kata sumber itu. Keempat gerilyawan itu masih ditahan, katanya.

Dalam lebih dari 30 tahun aksi teror melawan Turki, PKK --yang dimasukkan ke dalam daftar organisasi teroris oleh Turki, AS dan Uni Eropa-- telah bertanggung-jawab atas kematian lebih dari 40.000 orang, termasuk perempuan dan anak-anak.



Credit  antaranews.com




Kamis, 21 Maret 2019

Iran bantah lagi operasi gabungan dengan Turki perangi PKK


Iran bantah lagi operasi gabungan dengan Turki perangi PKK

Iran Menyerang Basis Kelompok Oposisi Kurdi Irak Ilustrasi (REUTERS/Ako Rasheed) (REUTERS/Ako Rasheed/)





London (CB) - Seorang juru bicara pasukan angkatan bersenjata Iran mengatakan pada Rabu bahwa tak ada operasi gabungan dengan Turki dekat perbatasan mereka.

Untuk kedua kali, Teheran membantah ada keterlibatan dalam serangan-serangan Turki terhadap gerilyawan Partai Pekerja Kurdi (PKK).

"Angkatan bersenjata Iran tak ikut bergabung dalam operasi bersama dengan tentara Turki di kawasan perbatasan," kata Abolfazl Shekarchi yang dikutip kantor berita Tasnim.

Sebelumnya, diberitakan bahwa Turki dan Iran melancarkan operasi gabungan melawan gerilyawan terlarang PKK pada Senin (18/3), menurut informasi dari media milik negara yang mengutip Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu.

"Kami mulai melancarkan operasi gabungan dengan Iran untuk melawan PKK di perbatasan timur kami pagi ini (dan) akan mengumumkan hasilnya," kata Soylu seperti yang dikutip Kantor Berita Anadolu. Lembaga penyiaran negara TRT Haber juga mengutip komentarnya mengenai operasi tersebut.

Militer Turki kerap melancarkan serangan udara terhadap gerilyawan PKK di Irak Utara dan menggelar operasi penangkapan terhadap terduga anggota kelompok tersebut di Turki. PKK dianggap sebagai kelompok teroris oleh sejumlah negara, seperti Turki, Amerika Serikat dan Uni Eropa.





Credit  antaranews.com




Senin, 18 Maret 2019

Pasukan Koalisi AS-Kurdi Kesulitan Rebut Basis Terakhir ISIS


Pasukan Koalisi AS-Kurdi Kesulitan Rebut Basis Terakhir ISIS
Ilustrasi serangan pasukan koalisi AS-Kurdi terhadap basis ISIS di Desa Baghouz, Suriah. (Delil SOULEIMAN / AFP)




Jakarta, CB -- Menaklukkan basis pertahanan terakhir kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ternyata tidak semudah yang dikira. Meski Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengklaim mereka berhasil merebut seratus persen wilayah kekuasaan ISIS, tetapi kenyataan di lapangan memperlihatkan ribuan militan masih bertahan dari serangan pasukan koalisi AS-Kurdi.

Seperti dilansir Associated Press, Minggu (17/3), Pasukan Demokratik Suriah (SDF) mengakui agak kesulitan menembus basis pertahanan terakhir ISIS di Desa Baghouz, Provinsi Deir al Zour, Suriah. Menurut juru bicara SDF, Kino Gabriel, para militan meninggalkan sejumlah jebakan berupa ranjau untuk menghambat laju serdadu koalisi.

"Kami menghadapi sejumlah kesulitan dalam operasi militer ini," kata Kino.


Menurut Kino, meski sudah berkali-kali digempur, ribuan militan ISIS masih bertahan di Desa Baghouz. Di sana bercampur antara militan dan anak istri mereka.

Kondisi itu, menurut Kino, menyulitkan pasukan koalisi untuk menggunakan kekuatan penuh untuk menggempur ISIS.

"Kami khawatir melukai anak-anak dan para perempuan yang masih ada di desa," ujar Kino.

Di samping itu, Kino menyatakan militan ISIS juga membangun terowongan yang saling terhubung untuk membuat serangan kejutan kepada pasukan koalisi. Dari sana militan ISIS juga melakukan serangan bom bunuh diri.

Ranjau yang ditinggalkan juga berdaya ledak besar dan diduga bom rakitan dari hulu ledak.

Bahkan luas wilayah kekuasaan terakhir ISIS itu diperkirakan masih sama dibandingkan beberapa pekan lalu. Yakni sekitar 250 kilometer. Hal ini memperlihatkan perkembangan operasi militer untuk menaklukkan ISIS belum berdampak signifikan, meski gencar disebut tak lama lagi kelompok itu bakal habis.





Credit  cnnindonesia.com


Jumat, 15 Maret 2019

Digempur Tiga Hari, Ribuan Militan ISIS di Suriah Menyerah


Digempur Tiga Hari, Ribuan Militan ISIS di Suriah Menyerah
Ilustrasi pasukan koalisi Amerika Serikat-Kurdi saat bertempur dengan militan ISIS. (REUTERS/Rodi Said)



Jakarta, CB -- Gempuran bertubi-tubi dari pasukan koalisi Amerika Serikat dan Kurdi (SDF) terhadap basis terakhir kelompok ISIS di Desa Baghouz, Deir al Zour, Suriah digelar siang malam selama tiga hari berturut-turut. Alhasil, ribuan militan memilih menyerah.

Seperti dilansir CNN, Kamis (14/3), juru bicara SDF, Mustafa Bali menyatakan serangan itu digelar sejak Selasa lalu. Militan ISIS yang memilih menyerah saat ini mencapai sekitar 3000 orang.

Bali menyatakan prajuritnya juga berhasil menyelamatkan seorang perempuan suku Yazidi dan empat anak-anak.

Serangan beruntun itu digelar dengan mengerahkan pasukan infantri, artileri, dan melalui udara. Namun, SDF enggan merinci berapa jumlah militan ISIS yang masih bertahan di Desa Baghouz.


Pertempuran terjadi dengan sengit antara pasukan SDF dan militan ISIS. Kelompok ISIS lantas mencoba membalikkan keadaan dengan serangan bom bunuh diri, tetapi berhasil dicegah.

Bali mengklaim mereka berhasil menghancurkan dua gudang senjata, dan menewaskan 38 militan ISIS. Menurut dia perkembangan operasi militer untuk menaklukkan ISIS lebih cepat dari perkiraan mereka selama ini.

Ketika sedang berjaya, ISIS menguasai wilayah di lembah Sungai Eufrat antara Suriah dan Irak. Kemudian, mereka perlahan-lahan diserang dari kedua negara itu dan berangsur-angsur mundur lantaran terdesak.

Sebelum operasi militer untuk mengalahkan ISIS digelar sejak Februari, SDF memperkirakan ada sekitar 1500 warga sipil dan 500 militan ISIS yang tersisa. Namun, nampaknya prediksi itu nampaknya meleset karena jumlah sebenarnya jauh lebih besar.




Credit  cnnindonesia.com


Kamis, 14 Maret 2019

Digempur Pasukan Kurdi, 3.000 Lebih Anggota ISIS Letakkan Senjata



Digempur Pasukan Kurdi, 3.000 Lebih Anggota ISIS Letakkan Senjata
Lebih dari 3.000 anggota ISIS menyerah ditengah pertempuran memperebutkan benteng terakhir kelompok ekstrimis itu. Foto/Ilustrasi/Istimewa


DAMASKUS - Lebih dari 3.000 anggota ISIS menyerah di tengah pertempuran sengit dengan pasukan dukungan Amerika Serikat (AS) untuk merebut kembali benteng terakhir ISIS di Suriah.

Juru bicara Pasukan Demokrat Suriah (SDF) Mustafa Bali mengklaim pada Selasa malam jumlah anggota ISIS yang telah meletakkan senjata telah meningkat menjadi 3.000. Bali menambahkan bahwa tiga wanita Yazidi dan empat anak juga telah diselamatkan seperti dilansir dari CNN, Kamis (14/3/2019).

Itu terjadi di tengah pertempuran sengit di kota Baghouz di Suriah, wilayah terakhir di Suriah dan Irak yang diklaim oleh ISIS.

Sebuah tim CNN di Suriah menyaksikan baku tembak hebat di kota itu sepanjang Selasa malam hingga Rabu pagi, tetapi sejauh ini SDF telah menolak memberikan rincian tentang bagaimana mereka mengharapkan pejuang ISIS yang tersisa bertahan.

Dalam sebuah pernyataan di Twitter pada Selasa, Bali mengatakan saat yang menentukan lebih dekat daripada sebelumnya. Dia mengklaim para pejuang ISIS di kota itu menyerah secara massal.

Sebelumnya pada hari itu, juru bicara itu mengklaim dua depot senjata ISIS telah dihancurkan dalam sebuah serangan, yang menewaskan 38 anggota ISIS.

Pada kejayaannya, ISIS mengendalikan sejumlah besar wilayah di Suriah dan Irak. Koalisi yang dipimpin AS telah bekerja selama bertahun-tahun untuk mengusir kelompok itu dari kota ke kota.

Sebelum serangan baru-baru ini dimulai pada bulan Februari, para pejabat SDF memperkirakan bahwa 1.500 warga sipil dan 500 anggota ISIS tetap bertahan. Tetapi setelah pertempuran dimulai, baru diketahui jika jumlah sebenarnya jauh lebih besar. 




Credit  sindonews.com




Jumat, 08 Maret 2019

Turki-Iran Kerjasama Serbu Milisi Kurdi Suriah




Turki-Iran Kerjasama Serbu Milisi Kurdi Suriah
Turki dan Iran dilaporkan akan bekerjasama untuk memerangi militan Kurdi di Suriah. Foto/Istimewa


ANKARA - Turki dan Iran dilaporkan akan bekerjasama untuk memerangi militan Kurdi di Suriah. Ankara menilai milisi Kurdi Suriah, yang merupakan sekutu Amerika Serikat (AS), adalah kepanjangan tangan PKK, sebuah kelompok yang melakukan pemberontakan dan masuk dalam daftar teroris di Turki.

"Insya Allah, kami akan melakukan operasi bersama dengan Iran untuk melawan PKK," kata Menteri Dalam Negeri Turki, Suleyman Soylu dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Al Jazeera pada Rabu (7/3).

Namun, Soylu tidak menyatakan pangkalan milisi Kurdi mana yang akan menjadi target operasi atau kapan operasi bersama tersebut akan dilakukan.

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan sebelumnya mengatakan, operasi bersama Turki-Iran melawan pejuang Kurdi selalu menjadi agenda dan bahwa operasi itu juga akan menargetkan tempat persembunyian milisi Kurdi di Irak.

Pemerintah Iran sejauh ini belum memberikan pernyataan apapun mengenai kerjasama dengan Turki dalam melawan milisi Kurdi. Pada 2017 Iran pernah membantah pernyataan Erdogan bahwa mereka akan melakukan operasi bersama di Suriah.

Iran sendiri sejatinya sudah terlibat dalam perang di Suriah dalam melawan ISIS dan kelompok teroris lainnya. Namun, Teheran mengatakan keterlibatan mereka hanya sebatas mengerahkan penasihat militer ke Suriah dan bukan tentara untuk terlibat langsung dalam perang di negara yang sudah dilanda perang saudara selama delapan tahun itu. 





Credit sindonews.com




Aparat Irak dan Kurdi Dilaporkan Siksa Anak yang Dituduh ISIS


Aparat Irak dan Kurdi Dilaporkan Siksa Anak yang Dituduh ISIS
Ilustrasi. (Foto: REUTERS/Rodi Said)



Jakarta, CB -- Aparat keamanan Irak dan Kurdi dilaporkan menyiksa sejumlah anak-anak yang ditahan karena dituduh terlibat dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Menurut lembaga pemantau hak asasi manusia, Human Rights Watch, mereka juga mengadili para bocah hanya berbekal bukti-bukti yang tidak memadai.

"Penyaringan, penyelidikan, dan penuntutan terhadap anak-anak sebagai tersangka ISIS oleh otoritas Irak dan Kurdi sangat cacat, seringkali mengarah pada penahanan sewenang-wenang dan pengadilan yang tidak adil," demikian isi laporan Human Rights Watch, seperti dilansir AFP, Rabu (6/3).

Laporan Human Rights Watch itu didasarkan pada hasil wawancara dengan 29 anak-anak Irak yang saat ini atau pernah ditahan oleh pasukan Kurdi. Mereka juga mewawancarai kerabat para bocah, penjaga penjara, dan petugas pengadilan.


Irak mengumumkan telah mengalahkan ISIS pada akhir 2017, tetapi mereka terus mengadili pria, wanita, anak-anak, dan termasuk orang asing, yang dituduh menjadi anggota ISIS.

Banyak anak laki-laki yang ditangkap di kamp atau pos pemeriksaan berdasarkan bukti yang lemah.

Mereka dipukuli dan disetrum ketika diinterogasi, serta tidak diberi akses kepada kerabat atau kuasa hukumnya. Mereka dipaksa untuk mengaku sebagai anggota ISIS, meskipun mereka tidak pernah bergabung dengan ISIS.

"Mereka memukuli saya di seluruh tubuh saya dengan pipa plastik. Pertama mereka meminta saya harus mengakui bergabung dengan ISIS, jadi saya setuju," kata seorang anak berusia 14 tahun yang ditahan oleh aparat Kurdi.

ISIS memang banyak merekrut dan mendoktrin anak-anak. Sebagian dari anak-anak yang diwawacarai oleh Human Rights Watch mengaku bahwa mereka tidak pernah berselisih dengan kelompok tersebut.

Mereka diadili tanpa pengacara dalam sidang yang hanya berlangsung tidak lebih dari sepuluh menit dan menggunakan bahasa Kurdi. Kebanyakan dari mereka adalah orang Arab dan tidak memahaminya.

Hukuman yang diterima anak-anak itu dari aparat Kurdi berkisar antara enam dan sembilan bulan penjara.

Sementara itu, pengadilan federal Irak menghukum hingga 15 tahun penjara. Seringkali pemerintah Irak menempatkan mereka di penjara yang penuh sesak bersama orang dewasa yang melanggar standar dunia.

"Setiap hari adalah siksaan. Kami dipukuli setiap hari, kita semua," kata seorang perempuan berusia 17 tahun yang berada di penjara federal selama sembilan bulan.

Bahkan setelah mereka dibebaskan, anak-anak lelaki itu memilih untuk tidak pulang ke rumah karena takut ditangkap kembali.

Human Rights Watch memperkirakan pada akhir 2018 aparat Irak dan Kurdi telah menahan sekitar 1.500 anak-anak karena diduga terlibat ISIS.

Human Rights Watch mendesak pemerintah Irak dan Kurdi berhenti menangkap anak-anak yang dituduh terlibat ISIS, dan meminta semuanya dibebaskan kecuali mereka dituduh melakukan kejahatan kekerasan.

"Irak dan perlakuan keras Kurdi terhadap anak-anak lebih mirip pembalasan buta dibanding keadilan atas kejahatan ISIS," kata Direktur Hak Asasi Anak HRW, Jo Becker.

"Anak-anak yang terlibat dalam konflik bersenjata berhak mendapatkan rehabilitasi dan reintegrasi, bukan penyiksaan dan penjara," kata Jo Becker.





Credit  cnnindonesia.com



Senin, 04 Maret 2019

ISIS Terdesak, Mulai Sembunyi di Bawah Tanah dan Gunakan Sniper



Ledakan dari pertempuran terlihat di Baghouz, Deir Al Zhour, Suriah, 3 Maret 2019.[REUTERS]
Ledakan dari pertempuran terlihat di Baghouz, Deir Al Zhour, Suriah, 3 Maret 2019.[REUTERS]

CB, Jakarta - Pasukan SDF Kurdi mengatakan ISIS memberikan perlawanan sengit saat serangan ke wilayah terakhir mereka di Baghouz, timur laut Suriah.
SDF mengerahkan tembakan artileri dan serangan udara untuk menekan perlawanan ISIS.
Aljazeera melaporkan, 4 Maret 2019, terlihat asap hitam tebal di desa Baghouz, Provinsi Deir Az Zor, ketika serangan pertama diluncurkan, ujar komandan SDF.

Milisi ISIS melawan balik dengan sniper, bom bunuh diri dan perangkap.
Komandan SDF mengatakan milisi mengirim bom mobil menuju posisi SDF pada Sabtu malam.
Juru bicara SDF, Mustafa Bali, serangan udara koalisi AS menghancurkan beberapa bom mobil selama dua hari serangan.

Asap tebal terlihat di langit Baghouz, selama serangan ke kantong terakhir ISIS.[Sky News]
Pada Ahad, SDF maju secara bertahap untuk menghindari ranjau darat yang ditanam ISIS. Selain itu, SDF juga waspada serangan dari terowongan bawah tanah yang digali ISIS.

Diperkirakan ada ratusan milisi ISIS yang terjebak di Baghouz, dan kebanyakan adalah warga asing.
"Milisi ISIS menggunakan rompi bunuh diri dan bom mobil untuk memperlambat serangan SDF dan bersembunyi dari serangan udara koalisi di Baghouz," kata Kolonel Sean Ryan, juru bicara koalisi, dikutip dari Reuters.

Ryan mengatakan ISIS bersembunyi di bawah tanah sehingga sulit berapa jumlah mereka yang tersisa.
Baghouz adalah kantong terakhir ISIS. Kekuasaan ISIS semakin menyempit setelah kampanye militer koalisi dan pemerintah Suriah. Ribuan milisi ISIS akhirnya kabur ke Baghouz, desa di timur Suriah di tepi sungai Eufrat yang berbatasan dengan Irak.




Credit  tempo.co




Selasa, 26 Februari 2019

Pasukan Kurdi-AS Pulangkan 280 Warga Irak Pengikut ISIS


Pasukan Kurdi-AS Pulangkan 280 Warga Irak Pengikut ISIS
Ilustrasi keluarga militan ISIS di Suriah. (Fadel SENNA / AFP)



Jakarta, CB -- Pasukan koalisi Amerika Serikat di Suriah memulangkan 280 warga Irak yang menjadi pengikut kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) ke negara asalnya. Mereka ditangkap dari wilayah terakhir kelompok teroris tersebut di Suriah.

Melalui pernyataan, media kantor keamanan Irak memaparkan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) telah menahan pejuang ISIS dari berbagai negara "dalam jumlah besar", termasuk lebih dari 500 warga Irak.

SDF merupakan salah satu kelompok bersenjata yang tergabung dalam koalisi AS di Timur Tengah.


"Sejauh ini 280 (warga Irak pejuang ISIS) telah diserahkan," bunyi pernyataan kantor tersebut pada Minggu (24/2).

Seorang juru bicara militer Irak mengonfirmasi hal tersebut. Dia menyebutkan pasukan keamanan Irak telah menerima penyerahan pejuang ISIS gelombang pertama yang berjumlah sekitar 130 orang.

"Transfer (tahanan pejuang ISIS) akan dilanjutkan sampai selesai," bunyi pernyataan itu menambahkan seperti dilansir AFP.

Di sisi lain, penyerahan itu dibantah seorang juru bicara dari pasukan koalisi AS.

Sementara itu, pasukan keamanan Irak juga dikabarkan telah menerima daftar nama para pejuang ISIS asal negaranya.

Daftar itu kemudian akan disamakan dengan data milik pengadilan, yang juga telah mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap para teroris tersebut.

Dalam jumpa pers, Perdana Menteri Irak, Adel Abdel Mahdi mengatakan negaranya terus memantau situasi di Suriah bagian timur "dengan sangat hati-hati dan seksama."

Wilayah itu menjadi benteng pertahanan terakhir ISIS yang saat ini masih terus digempur koalisi AS.

Koalisi AS melaporkan saat ini ISIS telah terkepung di daerah seluas setengah kilometer persegi di sebuah gurun di timur Suriah.

Irak khawatir sisa-sisa pejuang ISIS yang masih bertahan bisa kabur dari wilayah itu melalui perbatasan Irak.
Irak telah mendeklarasikan kemenangan terhadap ISIS pada Desember 2017 lalu, setelah berhasil merebut wilayah-wilayah yang sempat dikuasai kelompok teroris itu sejak 2014 lalu. 




Credit  cnnindonesia.com




Kurdi Mengeluh Kerepotan Urus Tawanan dan Pengungsi ISIS


Kurdi Mengeluh Kerepotan Urus Tawanan dan Pengungsi ISIS
Keluarga militan ISIS yang menyerah dan ditampung pasukan Kurdi di Suriah. (Fadel SENNA / AFP)




Jakarta, CB -- Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin etnis Kurdi dan koalisi yang dipimpin Amerika Serikat mulai mengeluh kerepotan menampung dan mengurus para pengungsi dan tawanan perang militan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang ditangkap, terutama warga asing. Mereka mendesak supaya negara-negara asal para anggota ISIS bertanggung jawab memulangkan warga mereka karena dianggap menjadi beban.

"Jumlah para militan asing dan kerabat mereka yang kami tahan meningkat tajam. Fasilitas kami tidak sanggup menampungnya," kata juru bicara urusan luar negeri Kurdi, Abdel Karim Omar, seperti dilansir AFP, Senin (25/2).

Omar menyatakan SDF sampai saat ini mengevakuasi sekitar 5000 orang dari Baghouz, yang merupakan kantong pertahanan terakhir ISIS di Suriah. Mereka terdiri dari lelaki, perempuan, dan anak-anak.

Kelompok Kurdi sudah berulang kali meminta negara-negara yang warga negaranya menjadi pengikut ISIS dan tertangkap supaya segera memulangkan. Namun, kebanyakan enggan melakukan itu karena mereka khawatir para anggota ISIS itu justru bisa membuat masalah di kampung halamannya jika dipulangkan.

"Ribuan warga asing yang kabur dari wilayah ISIS membuat beban kami yang sudah berat menjadi bertambah. Hal ini menyulitkan kami, kecuali sejumlah negara bertanggung jawab atas warga negaranya," kata Juru Bicara SDF, Mustafa Bali.

Menurut lembaga pegiat hak asasi manusia berbasis di Inggris, Observatorium HAM untuk Suriah, menyatakan sekitar 46 ribu warga asing kabur dari wilayah ISIS. Mereka yang merupakan warga sipil dibawa ke kamp pengungsian, sedangkan yang militan langsung dijebloskan ke penjara Kurdi.

Menurut Omar, saking banyaknya militan asing ISIS yang ditangkap membuat penjara Kurdi sampai kelebihan kapasitas.

Sedangkan kondisi kamp pengungsian, salah satunya Al Hol, juga mulai sesak karena jumlahnya pendatang terus bertambah. Omar menyatakan jika hal ini terus terjadi, maka bakal terjadi masalah baru.

"Kami harus menyediakan tenda tambahan dan perlengkapan lainnya, menambah pasokan air, fasilitas mandi cuci kakus, dan obat-obatan," kata Omar.

Pertempuran melawan ISIS di Suriah terus berlangsung. Mereka saat ini semakin terdesak dan dilaporkan sisa-sisa anggota mereka kabur dan bergabung dengan kelompok yang berada di Irak. Menurut sumber CNNIndonesia.com, saat ini ada 38 warga negara Indonesia pengikut ISIS yang ditangkap oleh pasukan Kurdi. 




Credit  cnnindonesia.com


Selasa, 12 Februari 2019

Pasukan AS-Kurdi Siapkan Serangan Pamungkas Untuk ISIS


Pasukan AS-Kurdi Siapkan Serangan Pamungkas Untuk ISIS
Ilustrasi pasukan Amerika Serikat di Deir al-Zour, Suriah. (Delil SOULEIMAN / AFP)



Jakarta, CBa -- Pasukan koalisi Kurdi-Amerika Serikat perlahan-lahan terus menggempur basis pertahanan terakhir kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di sebelah timur Provinsi Deir al-Zour. Mereka kini mempersiapkan pertempuran terakhir untuk menghabisi sisa-sisa kelompok teror itu.

Juru bicara Pasukan Demokratik Suriah (SDF), Mustafa Bali, mereka menggempur basis terakhir ISIS sejak Sabtu hingga Minggu pekan lalu. Kedua belah pihak bertempur di Desa Barghouz, dan berhasil merebut 41 posisi pertahanan ISIS.

Bali menyatakan pertempuran sengit terjadi pada Minggu pekan lalu, setelah SDF berhasil mematahkan serangan balasan ISIS. Dia menyatakan dibantu dengan serangan udara dari jet-jet tempur AS.




Bali sebelumnya mengaku tidak bisa menggempur dengan seluruh kekuatan karena khawatir jatuh korban dari para istri dan anak-anak anggota ISIS, dan memilih mengubah taktik dengan serangan terukur.

Bali menyatakan menolak upaya dialog dari ISIS, yang menyatakan akan angkat kaki dari sana dan meminta supaya mereka tidak diserang. Sebab, dia menyatakan ISIS tetap membahayakan setelah beberapa waktu lalu melakukan serangan bom yang menewaskan dua pasukan AS.

AS mengklaim ISIS sudah kehilangan 99,5 persen wilayahnya, dan kini bertahan di basis pertahanan terakhir seluas lima kilometer persegi. Namun, para analis memperkirakan ISIS sebagai ideologi dan gerakan belum berakhir dan mereka meyakini kelompok itu sudah menyiapkan sel-sel 'tidur'.

Sel-sel itu nantinya bergerak di bawah tanah dan bisa kembali menyusun kekuatan lalu bangkit angkat senjata. Para analis sudah memperingatkan AS supaya tidak mengendurkan operasi militer dan kontra terorisme jika tidak mau ISIS bangkit kembali.



Presiden AS, Donald Trump, pada Rabu pekan ini bakal mendeklarasikan kehancuran ISIS, jika seluruh wilayah kekuasaan kelompok sudah berhasil direbut. Hal itu bakal menjadi titik akhir perang melawan kelompok teror itu yang telah berlangsung selama empat tahun, sejak ISIS memproklamirkan diri pada 2014 lalu.





Credit  cnnindonesia.com



Senin, 11 Februari 2019

Milis Kurdi Mulai Serangan Final ke Basis Terakhir ISIS di Suriah


Pasukan Kurdi dari Unit Pelindung Rakyat (YPG) menggunakan senjata mesin saat bertempur dengan militan ISIS dari sebuah rumah di Raqqa, Suriah, 21 Juni 2017. REUTERS/Goran Tomasevic
Pasukan Kurdi dari Unit Pelindung Rakyat (YPG) menggunakan senjata mesin saat bertempur dengan militan ISIS dari sebuah rumah di Raqqa, Suriah, 21 Juni 2017. REUTERS/Goran Tomasevic

CBDeir Az Zor – Pasukan milisi Kurdi dukungan Amerika Serikat melancarkan serangan final terhadap basis terakhir kelompok teroris ISIS di Suriah.

 
Serangan dimulai pada Sabtu pukul enam sore dengan dukungan jet tempur, artileri dan senapan mesin berat. Target serangan adalah sebuah kota kecil di Baghouz AL-Fawqani, yang terletak di Suriah timur.
“Laporan awal dari garis depan menunjukkan hanya ada sedikit perlawanan dari kelompok ISIS,” begitu dilansir CNN pada Ahad, 10 Februari 2019 waktu setempat.


Menurut komandan Pasukan Demokrasi Suriah atau SDF, yang menjadi naungan milisi Kurdi, sebagian pasukan ISIS hendak menyerah namun sebagian lain mengatakan akan melawan hingga mati. Perkiraan sementara menunjukkan ada sekitar 500 anggota pasukan ISIS di lokasi dan sekitar 1500 warga.
Sebagian warga telah meninggalkan daerah ini sebelum serangan dilakukan. “ISIS belum selesai. Masih ada di area ini, masih melawan. Sebagiannya menjadi sel tidur,” kata seorang komandan SDF.


Reuters mengutip pejabat SDF yang bernama Mustafa Bali. Menurut Bali, ini merupakan pertempuran terakhir. Selama sepuluh hari terakhir pasukan SDF menunggu hingga sekitar 20 ribu warga dievakuasi dari area yang dikuasai ISIS dan telah dikepung itu di Provinsi Deir Az Zor.
Seorang pejabat SDF lainnya Redur Xelil mengatakan kawasan ini bakal dikuasai menjelang akhir Februari 2019. Wilayah yang dikuasai ISIS semakin menurun sejak mendeklarasikan kalifah di Timur Tengah pada 2014, yang meliputi Suriah dan Irak. Namun, kota terbesar yang mereka kuasai seperti Raqqa di Suriah dan Mosul di Irak jatuh pada 2017.


Sedangkan pentolan ISIS yaitu Abu Bakar al-Baghdadi diyakini masih hidup dan kemungkinan bersembunyi di Irak.





Credit  tempo.co




Senin, 04 Februari 2019

Turki Penjarakan 2 Politisi Perempuan Kurdi, Didakwa Teroris


Politisi Kurdi Sebahat Tuncel dihukum penjara 15 tahun oleh pengadilan Turki atas dakwaan terlibat teroris. [ KURDISTAN24.NET]
Politisi Kurdi Sebahat Tuncel dihukum penjara 15 tahun oleh pengadilan Turki atas dakwaan terlibat teroris. [ KURDISTAN24.NET]

CB, Jakarta - Pengadilan Turki menjatuhkan hukuman penjara kepada dua politisi perempuan Kurdi atas tuduhan jaringan teroris Partai Pekerja Kurdi atau PKK. Keduanya juga dihukum karena mempropagandakan teroris.
Gultan Kisanak, mantan anggota parlemen dan ditangkap tahun 2016 saat menjabat wali kota kota Diyarbakir di tenggara Turki, dihukum 14 tahun penjara.

Sebahat Tuncel, anggota parlemen dan pimpinan partai Kurdish Peoples' Democratic atau HDP dihukum 15 tahun penjara. Dia menolak putusan pengadilan dengan melakukan aksi mogok makan selama 3 minggu dan tidak menghadiri sidang.

Kisanak menolak hukuman itu di dalam persidangan.


Politisi Kurdi Gultan Kisanak dihukum 14 tahun penjara oleh pengadilan Turki atas dakwaan terlibat teroris. [CUMHURIYET]



" Saya melakukan karena itu benar, legal, sah, kemanusiaan. Semuanya saya lakukan dalam kerangan politik yang demokratis," kata Kisanak seperti dikutip media Demiroren News Agency dan dilansir oleh Reuters, Sabtu, 2 Februari 2019.Kasus ini berawal ketika Kisanak berpidato mendukung Partai Pekerja Kurdi atau PKK pada Oktober 2016. Pemerintah Turki menuding HDP merupakan salah satu sayap politik PKK.
Turki, Uni Eropa dan Amerika Serikat menyatakan PKK sebagai organisasi teroris. PKK melakukan pemberontakan terhadap Turki sejak tahun 1980-an. Lebih dari 40 ribu orang termasuk etnis Kurdi telah tewas dalam kekerasan tersebut.




Credit  tempo.co





Sabtu, 02 Februari 2019

Pasukan Kurdi-AS Kesulitan Gempur Pertahanan Terakhir ISIS


Ilustrasi pasukan Amerika Serikat di Suriah. (STR / AFP)

Jakarta, CB -- Sisa-sisa anggota kelompok teror Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) saat ini dilaporkan sudah berada di garis pertahanan terakhir mereka tidak jauh dari Sungai Eufrat, Suriah. Namun, Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin oleh etnis Kurdi dibantu Amerika Serikat kesulitan menaklukkan mereka karena terdapat anak-anak dan istri para militan ISIS di lokasi itu.

Menurut juru bicara SDF, Mustafa Bali, basis pertahanan terakhir ISIS berada sekitar lima sampai enam kilometer dari Sungai Eufrat. Dia mengaku tidak bisa menggempur dengan seluruh kekuatan karena khawatir jatuh korban dari para istri dan anak-anak anggota ISIS, dan memilih mengubah taktik dengan serangan terukur.

"Ada ribuan keluarga anggota ISIS di sana. Kalau perang sudah usai, mereka dianggap warga sipil. Kami tidak bisa menyerbu seluruh kawasan itu dan malah membahayakan nyawa anak-anak itu," kata Mustafa, seperti dilansir Reuters, Jumat (1/2).


SDF dibantu 2000 pasukan AS memang sudah bersiap menghabisi sisa-sisa militan ISIS di sebelah timur Suriah. Diperkirakan ada sekitar 10 ribu pengungsi yang merupakan keluarga petempur ISIS di sana dalam keadaan kekurangan makanan.

Mustafa menyatakan menolak upaya dialog dari ISIS, yang menyatakan akan angkat kaki dari sana dan meminta supaya mereka tidak diserang. Sebab, dia menyatakan ISIS tetap membahayakan setelah beberapa waktu lalu melakukan serangan bom yang menewaskan dua pasukan AS.

Pecahan Al-Qaeda Bangkit Lagi

Di sisi lain, keruntuhan ISIS justru menguntungkan kelompok bersenjata pesaing mereka, Hayat Tahrir al-Sham (HTS) atau Komite Pembebasan Syam. Organisasi pecahan dengan Al-Qaeda itu mulai melebarkan sayap dengan menguasai lebih dari 20 kota kecil dan desa di sebelah utara Suriah, yang diperkirakan setara dengan luas Libanon.

Kelompok HTS mulai bergeliat lagi selepas rencana Presiden AS, Donald Trump, untuk menarik seluruh pasukannya di Suriah. Meski mengaku sudah putus hubungan dengan Al-Qaeda, tetapi mereka dianggap masih tetap terhubung dengan jejaring organisasi itu di seluruh dunia.


Menurut pakar politik Timur Tengah di London School of Economics, Prof. Fawaz Gerges, gelagat kebangkitan sel Al-Qaeda itu bisa memperpanjang masa perang dan krisis kemanusiaan di Suriah. Sebab, hal itu bisa menjadi pembenaran untuk Presiden Bashar al-Assad menyerang kelompok itu.

"Bisa jadi akan terulang lagi pertempuran berdarah seperti di Aleppo," kata Gerges.

Meski sudah pisah jalan dari Al-Qaeda, tetapi sejumlah petempur organisasi itu masih bergabung dengan HTS. Mereka kini menguasai wilayah seluas 9,900 kilometer, atau sekitar lima persen dari wilayah Suriah.

Ada sekitar tiga juta warga sipil tinggal di sana, yang kebanyakan juga pengungsi dari daerah lain di Suriah yang dilanda perang.


Sejumlah kelompok bersenjata di Suriah bahkan menyatakan takluk dan menyerahkan wilayah kekuasaan mereka kepada HTS. Mereka adalah grup Nour el-Din el-Zinki, Ahrar al-Sham, Thuwar al-Sham, Bayareq al-Islam, hingga Jaysh al-Ahrar. 

Credit CNN Indonesia


https://m.cnnindonesia.com/internasional/20190201120119-120-365638/pasukan-kurdi-as-kesulitan-gempur-pertahanan-terakhir-isis





Minggu, 27 Januari 2019

Demonstran Kurdi Serbu Pangkalan Militer Turki di Irak, 2 Tewas

Sejumlah demonstran Kurdi yang penuh kemarahan menyerbu sebuah pangkalan militer Turki dan merusak kendaraan serta peralatan militer. Foto/Istimewa



BAGHDAD - Sejumlah demonstran Kurdi yang penuh kemarahan menyerbu sebuah pangkalan militer Turki di wilayah otonom Kurdistan Irak, Sabtu (26/1/2019). Mereka merusak kendaraan dan peralatan militer dalam sebuah konfrontasi yang menewaskan dua orang dan 15 terluka.

Ratusan demonstran Kurdi berkumpul di luar sebuah pangkalan militer Turki di dekat kota Shaladze, barat laut Duhok, Irak, untuk memprotes pemboman Turki minggu lalu yang menewaskan sedikitnya empat warga sipil.
Militer Turki secara teratur melakukan serangan udara di Irak utara terhadap Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang bermarkas di Pegunungan Qandil dan memiliki pos terdepan dan pangkalan gerilyawan yang tersebar di seluruh wilayah perbatasan Turki-Irak-Iran. Ankara juga telah melakukan puluhan operasi darat lintas batas yang menargetkan PKK selama bertahun-tahun.



NRT, saluran berita di Kurdistan Irak, menyiarkan video yang menunjukkan asap membumbung dari pangkalan Turki ketika ratusan pemrotes mencoba memotong kawat berduri dan menghadapi pasukan Turki. Dalam video lain dari NRT, jet Turki terlihat melakukan terbang rendah dan menjatuhkan suar kepada para pengunjuk rasa.

NRT melaporkan bahwa enam jurnalisnya yang meliput protes ditangkap oleh pasukan keamanan Kurdi dan kemudian dibebaskan.

Menurut saksi mata, pasukan Turki pada awalnya menembaki para pengunjuk rasa. Seorang bocah lelaki berusia 13 tahun dan seorang lelaki berusia 60 tahun tewas, bunyi laporan jaringan berita Kurdi, Rudaw.

Setidaknya dua tentara Turki dilaporkan disandera sebelum dibebaskan ke pasukan keamanan Kurdi Irak. Ada juga laporan yang tidak diverifikasi bahwa pasukan Turki telah meninggalkan kamp.

Atas kejadian itu Kementerian Pertahanan Turki mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa beberapa kendaraan dan peralatan rusak dalam aksi provokasi yang dilakukan organisasi teror PKK.

Kelompok sayap kiri PKK telah melakukan pemberontakan terhadap Turki sejak tahun 1984 dan dianggap sebagai organisasi teroris oleh Turki, Amerika Serikat dan Uni Eropa.


Pemerintah Daerah Kurdistan mengeluarkan pernyataan yang menyatakan belasungkawa kepada keluarga para korban tetapi mengatakan "tangan yang mengganggu" ada di belakang protes, dalam referensi yang jelas ke PKK.

"Otoritas terkait sedang melakukan penyelidikan menyeluruh dan para pelaku akan diadili," katanya. Bala bantuan keamanan juga dikirim ke wilayah tersebut seperti dikutip dari Deutsche Welle, Minggu (27/1/2019).

Partai Demokrat Kurdistan (KDP) yang mendominasi provinsi Irbil dan Duhok adalah pesaing PKK dan memiliki hubungan dekat dengan Turki.

Sejak 1990-an, Turki telah mendirikan setidaknya selusin pangkalan militer dan kantor intelijen di wilayah Kurdistan Irak untuk mendukung operasi melawan PKK. Insiden hari Sabtu adalah yang pertama dari jenisnya melawan kehadiran Turki di Kurdistan Irak.

Credit Sindonews.com



https://international.sindonews.com/read/1373886/43/demonstran-kurdi-serbu-pangkalan-militer-turki-di-irak-2-tewas-1548560564






Selasa, 15 Januari 2019

Trump Menggertak Soal Kurdi, Turki Tetap Pada Pendirian


Trump Menggertak Soal Kurdi, Turki Tetap Pada Pendirian
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. (Kayhan Ozer/Presidential Palace/Handout via REUTERS) 


Jakarta, CB -- Pemerintah Turki meminta Amerika Serikat menghormati kerja sama strategis mereka, menanggapi gertakan Presiden Donald Trump yang bakal menghancurkan perekonomian negara itu jika berani menyerang etnis Kurdi. Turki tetap berpendirian sejumlah organisasi Kurdi tergolong teroris, meski AS menganggapnya sebagai sekutu.

"Teroris tidak dapat menjadi mitra dan sekutu Anda, @realDonaldTrump. Turki berharap AS dapat menghormati kemitraan strategis kami dan tidak menghalanginya dengan propaganda teroris," cuit juru bicara kepresidenan, Ibrahim Kalin, melalui akun Twitternya, seperti dilansir Reuters, Senin (14/1).

Dalam cuitan yang berbeda, Kalin juga menekankan Turki akan melawan segala bentuk aksi terorisme, dan bukan menyerang etnis Kurdi.


"Menyamakan Kurdi Suriah dengan PKK, yang ada dalam daftar teroris AS dan PYD/YPG cabang Suriah, merupakan kesalahan yang fatal. Turki akan melawan terorisme, bukan Kurdi. Kami akan melindungi Kurdi dan warga Suriah lainnya dari semua ancaman teroris," lanjut Kalin.


Cuitan-cuitan tersebut ditujukan langsung kepada Trump, membalas cuitan dalam akun Twitternya kepada Turki.

Turki memandang kelompok suku Kurdi yang mempunyai sayap politik Partai Pekerja Kurdi (PKK), dan sayap militer mereka yaitu Peshmerga, YPJ, dan YPG sebagai organisasi teroris. Di Suriah, mereka turut terlibat dalam perang saudara melawan rezim Presiden Bashar al-Assad dan bertempur melawan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

Etnis Kurdi selama ini bergantung dari bantuan senjata dari AS untuk menahan serangan dari Turki dan ISIS.

Penasihat keamanan nasional AS, John Bolton, mengatakan penarikan pasukan akan bergantung pada keputusan Turki untuk tidak menyerang Kurdi begitu pasukan AS meninggalkan Suriah.



Keputusan Trump menarik seluruh pasukan dari medan perang di Suriah pada Desember 2018 lalu sudah mulai dilakukan. Pada pekan lalu, sebagian dari pasukan AS di Suriah dilaporkan mulai mengemasi sejumlah peralatan tempur. Trump meminta penarikan pasukan dilakukan bertahap dengan tenggat maksimal empat bulan.

Meski begitu, ada kemungkinan sejumlah peralatan militer AS akan diwariskan kepada petempur Kurdi, karena posisi mereka semakin terdesak setelah AS hengkang dari Suriah. Mereka harus menghadapi Iran, ISIS, Rusia, Suriah dan Turki.




Credit  cnnindonesia.com





Pompeo: Ancaman Trump pada Turki Tak Ubah Keputusan Soal Suriah


Pompeo: Ancaman Trump pada Turki Tak Ubah Keputusan Soal Suriah
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo menuturkan, ancaman Presiden AS, Donald Trump tidak mempengaruhi keputusan untuk menarik pasukan dari Suriah. Foto/Reuters

WASHINGTON - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo menuturkan, ancaman Presiden AS, Donald Trump tidak mempengaruhi keputusan untuk menarik pasukan dari Suriah. Trump mengancam untuk menargetkan ekonomi Turki, jika Ankara menyerang pasukan Kurdi Suriah, ditengah penarikan pasukan Washington dari Suriah.

Dalam konferensi pers pasca melakukan kunjungan ke Arab Saudi, Pompeo ditanya apa yang dimaksud Trump dengan kehancuran ekonomi. Pompeo mengatakan, dia tidak tahu apa maksud dari ancaman Trump tersebut.

Namun, mantan pemimpin badan intelijen AS atau CIA itu menegaskan, ancaman itu tidak mengubah keputusan untuk menarik mundur semua pasukan AS yang ditempatkan di Suriah.



"Anda harus bertanya kepada presiden. Kami telah menerapkan sanksi ekonomi di banyak tempat, saya berasumsi dia berbicara tentang hal-hal seperti itu. Anda harus bertanya kepadanya," ucap Pompeo.

"Saya tidak berpikir itu mengubah keputusan presiden untuk 2.000 personel berseragam kami untuk meninggalkan Suriah," sambungnya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters pada Senin (14/1).

Sementara itu, sebelumnya Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu menegaskan Ankara tidak takut dengan ancaman yang dilontarkan oleh Trump. "Mengancam Turki secara ekonomi tidak akan membawa Anda ke mana-mana," ucapnya.

Dia juga melemparkan kritikan terhadap cara komunikasi Trump, yang lebih senang menyampaikan sesuatu melalui Twitter, dibandingkan menyampaikanya secara langsung kepada pihak yang bersangkutan. 





Credit  sindonews.com





Trump Menggertak Hancurkan Ekonomi Turki Jika Serang Kurdi


Trump Menggertak Hancurkan Ekonomi Turki Jika Serang Kurdi
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. (REUTERS/Carlos Barria)


Jakarta, CB -- Presiden Amerika SerikatDonald Trump mengancam akan merusak perekonomian Turki jika negara itu berani menyerang sekutu mereka, etnis Kurdi, yang berada di wilayah perbatasan Suriah. Sebab, etnis Kurdi selama ini bergantung dari bantuan pasokan senjata dari AS untuk menahan serangan dari Turki dan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).

"Kami akan menghancurkan Turki secara ekonomi jika mereka menyerang suku Kurdi. Kami juga tak ingin Kurdi memprovokasi Turki," cuit Trump melalui akun Twitternya, seperti dikutip CNN, Senin (14/1).

Penasihat keamanan nasional AS, John Bolton, mengatakan penarikan pasukan akan bergantung pada keputusan Turki untuk tidak menyerang Kurdi begitu pasukan AS meninggalkan Suriah.


Turki memandang kelompok suku Kurdi yang mempunyai sayap politik Partai Pekerja Kurdi (PKK), dan sayap militer mereka yaitu Peshmerga, YPJ, dan YPG sebagai organisasi teroris. Di Suriah, mereka turut terlibat dalam perang saudara melawan rezim Presiden Bashar al-Assad dan bertempur melawan ISIS.


Menanggapi hal tersebut, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam Bolton.

"Bolton melakukan kesalahan serius. Jika ia berpikir seperti itu, ia melakukan kesalahan besar. Kami tidak akan berkompromi," kata Erdogan.

Keputusan Trump menarik seluruh pasukan dari medan perang di Suriah pada Desember 2018 lalu sudah mulai dilakukan. Pada pekan lalu, sebagian dari pasukan AS di Suriah dilaporkan mulai mengemasi sejumlah peralatan tempur. Trump meminta penarikan pasukan dilakukan bertahap dengan tenggat maksimal empat bulan.

Keputusan Trump menarik 2000 pasukan dari Suriah ditentang sejumlah pihak. Menteri Pertahanan AS, Jim Mattis memilih mundur sehari setelah Trump memutuskan hal tersebut.


Melalui cuitan dalam akun Twitternya pada Minggu kemarin, Trump juga menambahkan Rusia, Iran dan Suriah merupakan tiga negara yang menerima manfaat terbesar dari kebijakan jangka panjang AS menghancurkan ISIS di Suriah.

"Kami juga mendapatkan manfaat, tapi sekarang saatnya membawa pasukan kami kembali ke rumah. Hentikan perang tanpa hati!," cuit Trump.



Credit  cnnindonesia.com






Senin, 14 Januari 2019

Rusia Desak Damaskus-Kurdi Gelar Dialog



Rusia Desak Damaskus-Kurdi Gelar Dialog
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova. Foto/Istimewa

MOSKOW - Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova, mengatakan penting bagi Kurdi Suriah dan rezim Damaskus untuk memulai pembicaraan satu sama lain sehubungan dengan rencana penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari negara itu.

Ia juga mengatakan wilayah yang sebelumnya dikuasai Amerika Serikat harus dipindahkan ke pemerintah Suriah.

“Dalam hal ini, membangun dialog antara Kurdi dan Damaskus memiliki arti penting tertentu. Bagaimanapun, Kurdi adalah bagian integral dari masyarakat Suriah,” kata Zakharova seperti dikutip dari Reuters, Minggu (13/1/2019).


Turki memandang milisi Kurdi Suriah, YPG, yang didukung oleh AS sebagai perpanjangan tangan dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Kelompok PKK telah melancarkan pemberontakan selama 34 tahun di Turki untuk hak-hak politik dan budaya Kurdi. Wilayah pemberontakannya sebagian besar di daerah tenggara dekat Suriah.

Seorang politisi Kurdi mengatakan kepada Reuters pekan lalu bahwa Kurdi telah memberi Moskow road map untuk kesepakatan dengan Damaskus. Sementara Wakil menteri luar negeri Suriah mengatakan pada hari Rabu bahwa ia optimis tentang dialog baru dengan Kurdi.

Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian, yang merupakan bagian dari koalisi yang dipimpin AS, menyambut apa yang ia yakini sebagai penarikan yang lebih lambat oleh Washington setelah tekanan dari sekutu-sekutunya.


"Presiden Macron berbicara dengannya (Trump) beberapa kali dan tampaknya telah terjadi perubahan yang saya pikir positif," katanya dalam sebuah wawancara televisi, Kamis lalu.

Dalam pengakuan yang jarang bahwa pasukan Prancis juga berada di Suriah, dia mengatakan mereka akan pergi ketika ada solusi politik di negara itu



Credit  sindonews.com




Selasa, 08 Januari 2019

Menhan Turki: Kami tak Perangi Kurdi, Tapi YPG/PKK



Militan Kurdi yang terus berupaya melawan militer Turki.
Militan Kurdi yang terus berupaya melawan militer Turki.
Foto: Rand.org

Hulusi menilai YPG tak akan pernah menjadi wakil rakyat Kurdi.




CB, ANKARA -- Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar menyatakan, Turki hanya memerangi kelompok teror YPG/PKK yang mengancam wilayahnya, bukan memerangi Kurdi. Hal itu ia sampaikan untuk meluruskan kesalahpahaman AS.

"Apa yang dilakukan Angkatan Bersenjata Turki itu tidak untuk melawan saudara-saudara Kurdi. Kita selama berabad-abad berbagi geografis dan roti dengan mereka," tutur dia dilansir Anadolu Agency, Selasa (8/1).

Pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Hulusi itu bukan tanpa alasan. Sebelumnya Penasehat Keamanan Nasional AS John Bolton menegaskan AS tidak akan menarik pasukan dari timur laut Suriah kecuali jika Pemerintah Turki menjamin tidak akan menyerang "pejuang Kurdi" yang merujuk pada kelompok teroris YPG/PKK.



Padahal menurut Hulusi, kelompok teror YPG/PKK tidak akan pernah bisa menjadi wakil rakyat Kurdi. "Kelompok teror ini merupakan ancaman bagi keamanan dan stabilitas regional, dan mencegah para pengungsi Suriah, khususnya Kurdi, untuk kembali ke wilayah mereka," tambah Hulusi.
Untuk diketahui, dalam aksi terornya selama 30 tahun, PKK disebut telah merenggut nyawa sekitar 40 ribu jiwa. Otoritas Turki merencanakan operasi kontra-teroris ke Suriah yang menargetkan YPG/PKK, menyusul dua operasi yang sukses sejak 2016.

Juru Bicara Kepresidenan Turki Ibrahim Kalin juga menolak pernyataan Bolton. Dia menyebutkan, klaim bahwa Turki menargetkan Kurdi "tidak rasional," karena negaranya memerangi kelompok teror ISIS dan PKK/PYD/YPG.




Credit  republika.co.id