Tampilkan postingan dengan label UKRAINA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label UKRAINA. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 12 Februari 2022

Amerika Serikat Mengevakuasi Staf Kedutaan di Ukraina Ketakutan akan Invasi Rusia


Ilustrasi



Pemerintah Amerika Serikat akan mengevakuasi sebagian besar staf kedutaan di Kiev, Ukraina, karena takut akan invasi Rusia. Ilustrasi konflik yang berkembang antara Rusia dan Ukraina.

Pemerintah AS akan mengevakuasi kedutaan besarnya di Kiev, Ukraina, karena kekhawatiran akan invasi Rusia. Rencana itu muncul setelah peringatan intelijen tentang kemungkinan berkembangnya invasi. 

Pejabat AS mengatakan Departemen Luar Negeri berencana mengumumkan pada Sabtu pagi (12 Februari) waktu setempat bahwa hampir semua staf AS di Kedutaan Besar di Kiev akan diminta untuk pergi sebelum waktunya.Invasi Rusia "terjadi". 

Sejumlah kecil personel diizinkan untuk tetap berada di Kyiv sehingga Amerika Serikat dapat mempertahankan kehadiran diplomatik di negara itu. Tetapi sebagian besar dari sekitar 200 orang di kedutaan akan dievakuasi lebih jauh ke Ukraina barat, dekat perbatasan Polandia Sebelumnya, Departemen Luar Negeri memerintahkan keluarga staf kedutaan AS untuk tiba. Namun, perintah itu diteruskan kembali ke staf, jadi mereka bebas jika ingin pergi atau tinggal.

Sekarang, Amerika Serikat mengambil langkah baru yang lebih tegas seiring dengan meningkatnya kemungkinan Rusia menginvasi Ukraina. Beberapa pejabat, yang berbicara dengan syarat anonim karena mereka tidak berwenang untuk membahas masalah ini secara terbuka, mengatakan sejumlah kecil diplomat AS dapat dikerahkan ke ujung barat Ukraina, dekat perbatasan dengan Brasil.Lan, sekutu NATO, sehingga Amerika Serikat dapat mempertahankan kehadiran diplomatik di negara tersebut.

Selain itu, Pentagon pada hari Jumat (2 November) mengumumkan bahwa mereka akan mengirim 3.000 tentara ke Polandia bersama dengan 1.700 tentara yang telah dikumpulkan, untuk menunjukkan komitmen Amerika Serikat kepada sekutu NATO-nya. Pasukan tambahan akan meninggalkan pos mereka di Fort Bragg, Carolina Utara, dalam beberapa hari mendatang dan akan ditempatkan di Polandia, menurut seorang pejabat pertahanan.

Ini adalah sisa brigade infanteri dari Divisi Lintas Udara ke-82. Misi pasukan tambahan adalah untuk melatih dan mencegah, tetapi tidak untuk berperang di Ukraina. Selain pasukan AS yang dikerahkan di Polandia, sekitar 1.000 tentara AS yang ditempatkan di Jerman telah dipindahkan ke Rumania dalam misi serupa. Kemudian 300 pasukan dari markas Korps Lintas Udara ke-18 yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Michael E. Kurilla juga tiba di Jerman.

Selasa, 23 April 2019

Ukraina masuki ketidak-tentuan setelah pelawak menang pemilu


Ukraina masuki ketidak-tentuan setelah pelawak menang pemilu
Calon presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy memperlihatkan kertas suaranya saat berdiri di depan media di tempat pemungutan suara dalam fase kedua pemilihan presiden di Kiev, Ukraine, Minggu (21/4/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Valentyn Ogirenko/cfo (REUTERS/VALENTYN OGIRENKO)




Kiev, Ukraina (CB) - Ukraina memasuki kondisi politik yang tak menentu pada Senin, setelah hasil yang mendekati akhir memperlihatkan seorang pelawak tanpa pengalaman politik dan sekelumit kebijakan terperinci secara dramatis memutar-balikkan status quo menang dalam pemilihan presiden.

Kemenangan Volodymyr Zelenskiy menjadi pukulan keras buat calon petahana Petro Poroshenko dan mencuatkan teka-teki buat penanam modal, Barat serta Rusia --yang bertanya-tanya pendekatan apa yang akan ia lakukan dalam semua hal mulai dari hubungan dengan Moskow sampai sektor perbankan dalam negeri.

Zelenskiy (41) akan mengambil-alih kepemimpinan negara yang berada di garis depan pertikaian Barat dengan Rusia, setelah Moskow mencaplok Krimea dan dukungannya buat aksi perlawanan pro-Rusia di Ukraina Timur.

Dalam pemungutan suara babak-kedua pada Ahad (21/4), Poroshenko (53) telah berusaha menghimpun pemilih, dan menampilkan diri sebagai "benteng" dalam melawan agresi Rusia dan pelopor identitas Ukraina.

Tapi Zelenskiy, yang terkenal karena memerankan seorang presiden di dalam satu acara televisi, mengalahkan Poroshenko, dan meraih 73 persen suara, demikian data dari Komisi Pemilihan Umum Sentral setelah lebih dari 99 persen suara dihitung.

Oleksiy Kondrashov, seorang pekerja sektor pelayanan masyarakat di Ibu Kota Ukraina, Kiev, mengatakan hasil itu bukan mensahkan Zelenskiy tapi suarat protes terhadap Poroshenko --yang janjinya, seperti akan memberantas korupsi, tidak terbukti.

"Setiap orang bukan memberi suara buat Zelenskiy, tapi menentang Poroshenko. Jika ada orang lain yang lolos ke babak kedua, orang mungkin akan memberi suara buat mereka," kata Kondrashov, sebagaimana dikutip Reuters --yang dipantau Antara di Jakarta, Senin malam.

Dalam pidato kemenangan pada Ahad malam waktu setempat, Zelenskiy berjanji ia takkan membiarkan rakyat kecewa.

"Saya belum secara resmi menjadi presiden, tapi sebagai seorang warga negara Ukraina, saya dapat mengatakan kepada semua negara pada era pasca-Uni Sovyet 'lihat kami. Semuanya mungkin!', kata Zelenskiy.

"Benar-benar tak menentu"

Zelenskiy, tokoh paling akhir anti-kemapanan yang menggulingkan petahana, baik di Eropa maupun di luar wilayah tersebut, telah berjanji akan mengakhiri perang di Wilayah Donbass Timur dan akan memberantas korupsi di tengah kekecewaan luas mengenai kenaikan harga dan kemerosotan standard hidup. Tapi ia belum mengatakan secara pasti bagaimana ia berencana mewujudkan itu semua.

Penanam modal menginginkan jaminan kembali bahwa ia akan mempercepat pembaruan yang diperlukan untuk menarik penanaman modal asing dan mempertahankan negara itu di dalam program Dana Moneter Internasional dengan nilai miliaran dolar AS.

"Karena ada ketidak-tentuan total mengenai kebijakan ekonomi orang yang akan menjadi presiden, kami benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi dan itu membuat khawatir masyarakat keuangan," kaa Serhiy Fursa, seorang bankir penanam modal di Dragon Capital di Kiev.

Parlemen telah menentukan kebijakan di Ukraina dan Zelenskiy dapat berjuang untuk memperoleh persetujuan anggota parlemen bagi kebijakan baru sebab partainya sendiri tak mempunyai kursi dan satu faksi yang setia kepada Poroshenko adalah kekuatan terbesar di Parlemen.






Credit  antaranews.com





Senin, 22 April 2019

Exit Poll: Pelawak Volodymyr Zelenskiy Menang Pilpres Ukraina


Exit Poll: Pelawak Volodymyr Zelenskiy Menang Pilpres Ukraina
Setelah pemungutan suara putaran kedua, exit poll nasional Pilpres Ukraina menunjukkan Zelenskiy menang 73 persen, sementara capres petahana hanya 25 persen. (REUTERS/Valentyn Ogirenko)




Jakarta, CB -- Komedian Volodymyr Zelenskiy diunggulkan memenangi Pilpres Ukraina putaran kedua melawan capres petahana Petro Poroshenko.

Warga Ukraina memberikan suara mereka untuk Pilpres putaran kedua pada Minggu (21/4).

Seperti dikutip dari Reuters, setelah proses pemungutan suara, exit poll nasional Pilpres Ukraina menunjukkan Zelenskiy menang 73 persen suara, sementara Poroshenko hanya sekitar 25 persen suara.


Zelenskiy dikenal sebagai seorang komedian berusia 41 tahun pengisi acara 'Servant of the People'. Acara itu pula lah yang kemudian membuat Zelenskiy melaju ke kontestasi Pilpres Ukraina.


Dalam sejumlah survei, elektabilitas Zelenskiy memang naik tajam dibandingkan petahana. Zelenskiy mewakili kaum muda Ukraina yang jenuh dengan sejumlah persoalan korupsi hingga tingkat ekonomi yang stagnan.

Zelenskiy punya keunggulan di kaum pemilih muda. Para pemuda itu mengakui bahwa Zelenskiy memang tak punya pengalaman, namun mereka percaya bahwa Zelenskiy punya kekuatan untuk memimpin Ukraina yang diisi 42 juta penduduk.

"Saya tidak punya semua pengetahuan tapi saya tengah belajar saat ini," kata Zelenskiy dalam sebuah wawancara dengan AFP, belum lama ini.

Namun, andai Zelenskiy menang dan menduduki jabatan presiden, itu akan menjadi risiko tersendiri karena negara tersebut dipimpin bukan oleh politikus berpengalaman.

Salah satu pemilih senior di Ukraina, Egor BInkevych berharap kandidat yang terpilih nanti bisa mengatasi isu korupsi di negara tersebut.

"Lebih dari apapun, saya ingin struktur negara kita diubah, keseluruhan sistem," tutur Binkevych.



Credit  cnnindonesia.com


Kamis, 18 April 2019

Ukraina Tangkap 8 Pasukan Intelijen Rusia


Ukraina Tangkap 8 Pasukan Intelijen Rusia
Vasyl Hrytsak, kepala SBU atau Layanan Keamanan Ukraina, saat konferensi pers di Kiev, Rabu (17/4/2019). Foto/REUTERS

KIEV - Layanan keamanan Ukraina, SBU, mengatakan telah menangkap delapan personel pasukan intelijen Rusia yang bertanggung jawab atas percobaan pembunuhan mata-mata militer Ukraina. Menurut SBU, rencana pembunuhan itu akan dijalankan saat pemilihan presiden pada hari Minggu.

Masalah yang berkaitan dengan Rusia, termasuk aneksasi Crimea pada tahun 2014 dan mendukung separatis pro-Rusia di Ukraina timur, menjadi isu menonjol menjelang pemungutan suara pemilihan presiden Ukraina. Kandidat presiden petahana, Petro Poroshenko, telah memainkan peran dirinya sebagai panglima Ukraina yang perlu mempertahankan negara itu.

Vasyl Hrytsak, kepala SBU (Security Service of Ukraine), mengatakan pada konferensi pers di Kiev bahwa tujuh anggota intelijen Rusia telah ditahan dan didakwa dan orang kedelapan telah baru ditahan Rabu pagi.

Jaksa penuntut militer Ukraina, Anatoly Matios, mengatakan dua dari delapan anggota intelijen Moskow adalah warga negara Rusia. Dia menggambarkan para anggota intelijen itu sebagai staf badan intelijen militer Rusia, GRU. Sedangkan enam persone lainnya adalah warga Ukraina.

Pihak GRU belum bersedia berkomentar atas klaim Ukraina tersebut.

SBU telah melaporkan sebelumnya bahwa mereka menangkap kelompok-kelompok yang dimiliki oleh agen khusus Rusia.

"Mereka yang ditahan terlibat dalam percobaan pembunuhan terhadap seorang karyawan dari dinas intelijen Kementerian Pertahanan Ukraina di Kiev pada bulan April," kata Matios, seperti dikutip Reuters, Kamis (18/4/2019). Menurutnya, kelompok itu telah menanam sebuah bom di bawah mobil karyawan yang meledak sebelum waktunya. Salah satu pelaku terluka parah.

SBU merilis video dari insiden yang sama, yang menunjukkan seorang lelaki meletakkan bom di bawah mobil sebelum ledakan besar terjadi. Video itu memperlihatkan seorang pria terbaring di ranjang rumah sakit dengan bagian lengan kanannya hilang dan mengatakan bahwa dia orang Rusia dan lahir di Moskow. 





Credit  sindonews.com



Senin, 01 April 2019

Pilpres Ukraina, Seorang Komedian Unggul Hadapi Petahana


Pilpres Ukraina, Seorang Komedian Unggul Hadapi Petahana
Capres petahana Ukraina, Petro Poroshenko harus mengakui keunggulan pesaingnya, Komedian Volodymyr Zelenskiy yang unggul di Pilpres Ukraina, REUTERS/Grigory Dukor



Jakarta, CB -- Pemilihan umum presiden Ukraina resmi dimulai Minggu (31/3), dan mulai masuk penghitungan suara. Komedian Volodymyr Zelenskiy diumumkan untuk sementara unggul dengan persentase 30,4 persen suara, dan capres petahana Presiden Petro Poroshenko yang berada di posisi kedua dengan 17,8 persen.

Dilansir Reuters, Minggu (31/3) keunggulan komedian tersebut berdasarkan hasil penghitungan Komisi Pemilihan Umum setempat didasarkan pada pemungutan suara hingga 18:00 (15:00 GMT).

"Jika tidak ada kandidat yang menerima lebih dari setengah suara, pemilihan akan kembali dilakukan 21 April," sebuah pernyataan penyelenggara pemilu.



Pilpres Ukraina, Seorang Komedian Unggul Hadapi Petahana
Volodymyr Zelenskiy. (REUTERS/Valentyn Ogirenko)

Seperti diketahui, Presiden Ukraina Petro Poroshenko kembali mencalonkan diri menghadapi pesaing utamanya seorang komedian, Volodymyr Zelenskiy.

Zelensky dikenal sebagai seorang komedian beusia 41 tahun. Dia dikenal melalui acara 'Servant of the People'. Dalam sejumlah survei, elektabilitas Zelensky memang naik tajam dibandingkan petahana. Zelensky mewakili kaum muda Ukraina yang jenuh dengan sejumlah persoalan korupsi hingga tingkat ekonomi yang stagnan.

Zelensky punya keunggulan di kaum pemilih muda. Para pemuda itu mengakui bahwa Zelensky memang tak punya pengalaman, namun mereka percaya bahwa Zelensky punya kekuatan untuk memimpin Ukraina yang diisi 45 juta penduduk.

"Saya tidak punya semua pengetahuan tapi saya tengah belajar saat ini," kata Zelensky dalam sebuah wawancara dengan AFP, belum lama ini.



Credit  cnnindonesia.com



Kamis, 28 Maret 2019

Seorang Komedian Diperkirakan Unggul di Pilpres Ukraina


Bendera Ukraina
Bendera Ukraina
Foto: euintheus.org

Komedian Ukraina Velodymyr Zelenzkiy pernah berperan jadi presiden di serial TV.


CB, KLEV -- Seorang komedian sekaligus politisi pemula, Velodymyr Zelenskiy diperkirakan menjadi unggulan dalam putaran pertama pemilihan presiden Ukraina. Sebelumnya, Zlenskiy juga memerankan tokoh presiden Ukraina dalam serial televisi populer.

"Zelenskiy mungkin akan berada di babak kedua, melawan Poroshenko atau Tymoshenko, yang berarti akan menjadi pertandingan antara yang baru dan yang lama," kata Ketua lembaga think tank Chatham House, Robert Brinkley.

Sejumlah jajak pendapat menempatkan presiden, Petro Poroshenko di tempat kedua dalam pemilu. Poroshenko dan Zlenskiy akan kembali bertarung di putaran kedua, dengan hasil yang sulit untuk diprediksi.

Selain itu, mantan Perdana Menteri Yulia Tymoshenko juga ikut serta dalam pemilihan. Ia dapat maju ke putaran kedua pada bulan depan pemilihan presiden.

Adapun warga Ukraina sudah cukup mengalami kelelahan yang diakibatkan perang selama lima tahun dan korupsi yang terjadi. Masyarakat menginginkan pemimpin yang dapat mengatasi masalah yang terjadi.

"Masyarakat akan memilih pemula, atau mereka akan lebih berhati-hati. Mereka juga dapat menegaskan pilihannya, bahwa sebaiknya memilih yang sudah diketahui daripada seseorang yang sama sekali tidak dikenal," ujar Brinkley.

Berdasarkan jajak pendapat Gallup yang diterbitkan pada Maret, hanya sembilan persen warga Ukraina yang memiliki kepercayaan pada Pemerintah. Kemudian hanya 12 persen orang dewasa Ukraina yang mempunyai kepercayaan terkait kejujuran dalam pemilu, sedangkan 91 persen percaya korupsi ada dalam pemerintahan.

"Tidak satu pun dari tiga kandidat yang cocok dengan saya. Dan kandidat lain tidak akan berhasil melewatinya," ucap warga Kiev, Yevheniya Shmelkova.

"Karena itu kita secara umum ragu-ragu, haruskah kita pergi ke tempat pemungutan suara. Tapi tidak, Anda tetap harus pergi, tetapi memang hasilnya tidak dapat diprediksi," kata Shmelkova.

Sementara itu, pemerintah Barat memiliki banyak hal yang dipertaruhkan dalam pemilihan di Ukraina. Sebab, mereka memihak pada negara itu dalam konflik dengan Rusia, dan telah menginvestasikan sejumlah uang.

Siapa pun kandidat yang menjadi pemenang akhir, kemungkinan mereka tidak akan kembali ke Rusia. Tetapi para pejabat dan investor Barat menyatakan, mereka khawatir terkait ketidakpastian yang akan dibawa oleh kepresidenan Zelenskiy.



Credit  republika.co.id


Selasa, 26 Februari 2019

Ukraina Minta Indonesia Bantu Akhiri Aneksasi Rusia atas Crimea


Ukraina Minta Indonesia Bantu Akhiri Aneksasi Rusia atas Crimea
Pemerintah Ukraina mendesak dunia internasional, termasuk di dalamnya Indonesia, untuk membantu mengakhiri aneksasi Rusia terhadap Crimea. Foto/Istimewa

JAKARTA - Pemerintah Ukraina mendesak dunia internasional, termasuk di dalamnya Indonesia, untuk membantu mengakhiri aneksasi Rusia terhadap Crimea, yang saat ini telah memasuki tahun kelima.

"Ukraina mendesak masyarakat internasional dan khususnya Republik Indonesia sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB saat ini untuk terus melanjutakan upaya untuk menghentikan agresi hibrida Rusia terhadap Ukraina, termasuk pendudukan temporal Crimea, dengan tujuan akhir pemulihan integritas wilayah Ukraina di dalam perbatasannya yang diakui secara internasional," kata Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Volodymyr Pakhil dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews pada Selasa (26/2).

Pakhil, dalam keterangan menuturkan bahwa lima tahun lalu pasukan Rusia atau yang disebut "orang hijau kecil" memasuki Crimea tanpa lencana militer. Pada awalnya, papar Pakhil, Presiden Rusia, Vladimir Putin membantah keterlibatan negaranya, kemudian mengakui bahwa ia telah berbohong kepada seluruh dunia.

Dengan keberadaan “lelaki hijau kecil” bersenjata, Moskow berhasil melakukan referendum palsu tentang transisi Crimea ke Rusia, yang tidak diakui oleh dunia yang beradab secara demokratis.

"Yaitu, Resolusi Majelis Umum PBB “Integritas Teritorial Ukraina” menegaskan komitmen terhadap integritas teritorial Ukraina dalam batas-batasnya yang diakui secara internasional dan menggarisbawahi ketidakabsahan referendum palsu yang disebutkan. Dokumen itu didukung oleh 100 negara anggota PBB. Oleh karena itu, sejak awal Rusia mendapati dirinya berada dalam isolasi internasional, yang didukung hanya oleh 10 negara yang memiliki catatan demokrasi serupa dengan Moskow," ucapnya.

Dia kemudian menambahkan, pendudukan sementara Crimea berarti bahwa, untuk pertama kalinya sejak 1940-an, sebuah negara Eropa merebut sebagian wilayah dari tetangga dengan paksa, sehingga secara besar-besaran melanggar hukum dan ketertiban internasional.

"Selain itu, pendudukan Crimea menjadi awal perang hibrida Rusia melawan Ukraina, termasuk agresi militer yang sedang berlangsung di timur Ukraina serta perang informasi yang sangat besar. Untuk beberapa alasan, kampanye disinformasi besar-besaran dan intervensi agresif ke dalam urusan internal Ukraina serta banyak negara lain menjadi praktik umum bagi Kremlin," tukasnya. 





Credit  sindonews.com





Kiev Tuding Moskow Jadikan Crimea Pangkalan Militer Rusia


Kiev Tuding Moskow Jadikan Crimea Pangkalan Militer Rusia
Ukraina menyatakan Rusia saat ini telah menjadikan Crimea sebagai pangkalan militer mereka di Semenanjung Laut Hitam. Foto/Istimewa

JAKARTA - Ukraina menyatakan Rusia saat ini telah menjadikan Crimea sebagai pangkalan militer mereka di Semenanjung Laut Hitam. Crimea, di mata Ukraina, adalah wilayah yang dianeksasi Rusia lima tahun lalu.

Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Volodymyr Pakhil dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews pada Selasa (26/2), menuturkan pelanggaran HAM terus menerus dilakukan oleh Rusia di Crimea.

Namun, selain pelanggaran HAM, papar Pakhil, Moskow juga mengubah Krimea menjadi pangkalan militer besar, mengubah keseimbangan keamanan regional.

"Orang tidak dapat mengesampingkan bahwa militerisasi Krimea dapat digunakan untuk memperluas agresi Rusia terhadap Ukraina ke wilayah Ukraina baru dengan kemungkinan upaya pendudukan Laut Azov dan bagian selatan Ukraina," tulisnya.

"November lalu, Rusia melakukan satu lagi tindakan agresi terbuka terhadap Ukraina dengan cara serangan bersenjata dan penangkapan kapal-kapal angkatan laut Ukraina di perairan internasional Selat Kerch dan Laut Azov, serta melukai dan menangkap anggota kru mereka," sambung Pakhil.

Dia lalu menuturkan, Ukraina sangat menyambut keputusan Majelis Umum PBB pada akhir tahun lalu untuk mengadopsi Resolusi "Masalah militerisasi Republik Otonomi Crimea dan kota Sevastopol (Ukraina), serta bagian dari Laut Hitam dan Laut Azov", mendesak Rusia menarik pasukan bersenjatanya dari Krimea.

"Pada saat yang sama, sanksi terhadap Rusia terbukti menjadi salah satu langkah terkuat yang diterapkan oleh komunitas internasional untuk mendukung Ukraina, 41 negara saat ini telah menjatuhkan sanksi terhadap Rusia untuk agresi terhadap Ukraina. Sanksi-sanksi ini harus tetap berlaku sampai de-pendudukan wilayah Ukraina terjadi," tukasnya.




Credit  sindonews.com




Dubes Ukraina: Muslim Tatar Crimea Jadi Korban Utama Aneksasi Rusia


Dubes Ukraina: Muslim Tatar Crimea Jadi Korban Utama Aneksasi Rusia
Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Volodymyr Pakhil menuturkan, pihak yang paling rentan akibat aneksasi Rusia atas Crimea adalah kelompok Muslim Tatar. Foto/Istimewa

JAKARTA - Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Volodymyr Pakhil menuturkan, pihak yang paling rentan akibat aneksasi Rusia atas Crimea, yang saat ini telah memasuki tahun kelima adalah kelompok Muslim Tatar.

Dalam keterangan tertulis yang diterima Sindonews pada Selasa (26/2), Pakhil menuturkan pendudukan sementara Crimea berarti bahwa, untuk pertama kalinya sejak 1940-an, sebuah negara Eropa merebut sebagian wilayah dari tetangga dengan paksa, sehingga secara besar-besaran melanggar hukum dan ketertiban internasional.

Selain itu, pendudukan Crimea menjadi awal perang hibrida Rusia melawan Ukraina, termasuk agresi militer yang sedang berlangsung di timur Ukraina serta perang informasi yang sangat besar.

"Untuk beberapa alasan, kampanye disinformasi besar-besaran dan intervensi agresif ke dalam urusan internal Ukraina serta banyak negara lain menjadi praktik umum bagi Kremlin," tulis Pakhil.

Dia lalu menuturkan, Crimea sekarang menjadi zona ilegalitas dan pelanggaran hukum bagi semua orang yang menolak bekerja sama dengan Rusia. Kelompok yang paling rentan adalah Tatar Crimea, di mana mayoritas dari mereka, dipenjara secara ilegal di bawah motif politik. Kremlin, lanjut Pakhil juga melarang Parlemen Nasional Tatar Crimea, serta media, pendidikan, budaya, dan agama Tatar telah dilecehkan secara sistematis.

"Lebih dari 70 Tatar Muslim dan etnis Ukraina lainnya tetap ditahan secara ilegal di bawah dakwaan yang bermotivasi politik dan tidak memiliki hukum di Rusia dan Crimea yang diduduki Rusia. Daftar ini diperbarui berdasarkan bergulir ketika penangkapan baru, penahanan dan keputusan pengadilan berlangsung. Aktivis hak asasi manusia, pengacara, dan semua orang yang memberikan dukungan kepada warga Ukraina, termasuk Tatar Crimea, berada di bawah tekanan konstan," ucapnya.

Diplomat Kiev itu menyebut larangan Moskow bagi pengawas internasional dan lembaga bantuan untuk masuk ke Crimea membuat hampir tidak mungkin untuk memberikan bantuan yang diperlukan bagi mereka yang sangat membutuhkan di wilayah di Semenanjung Laut Hitam itu.

"Karena tidak ada lembaga penegakan hukum independen dan pengadilan yang adil di Rusia, satu-satunya alat adalah untuk melanjutkan dan memperkuat tekanan politik dan sanksi internasional. Pelanggaran hak asasi manusia dan nasional di Krimea oleh Rusia telah berulang kali dikutuk oleh PBB dan organisasi internasional lainnya," tukasnya. 




Credit  sindonews.com







Selasa, 19 Februari 2019

UE Ancam Jatuhkan Sanksi Baru pada Rusia Terkait Crimea


UE Ancam Jatuhkan Sanksi Baru pada Rusia Terkait Crimea
Menteri Luar Negeri Uni Eropa (UE), Federica Mogherini menyatakan, UE dapat menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia atas Crimea. Foto/Istimewa

BRUSSELS - Menteri Luar Negeri Uni Eropa (UE), Federica Mogherini menyatakan, UE dapat menjatuhkan sanksi baru terhadap Rusia atas Crimea. Pernyataan ini datang beberapa hari jelang peringatan apa yang disebut aneksasi Crimea oleh Rusia.

"Mungkin ada keputusan dengan suara bulat tentang sanksi baru yang akan datang dalam beberapa minggu ke depan terkait dengan perkembangan terakhir," kata Mogherini dalam menanggapi pertanyaan tentang kemungkinan sanksi baru terhadap Moskow.

Dia menuturkan UE telah menjatuhkan sanksi terhadap Rusia selama lima tahun terakhir. Mogherini mengatakan bahwa blok itu juga terus-menerus memperbarui sanksi-sanksi tersebut.

"Ini mengingat kenyataan bahwa kami belum melihat implementasi perjanjian Minsk dan kami belum melihat perkembangan berjalan dengan baik," ungkapnya, seperti dilansir Anadolu Agency pada Selasa (18/2).

"Tujuan dari sanksi adalah bahwa suatu hari itu akan dicabut, tetapi kami tidak melihat langkah-langkah positif dan inilah mengapa negara anggota UE sejauh ini selalu menegaskan kembali keinginan mereka untuk mempertahankannya," tambahnya.

Ukraina bagian timur telah dilanda konflik sejak Maret 2014 setelah aneksasi Crimea oleh Rusia.

Pihak-pihak yang bertikai kemudian menandatangani perjanjian gencatan senjata di Minsk pada Februari 2015 dengan mediasi Prancis dan Jerman, tetapi pertempuran berlanjut, merenggut lebih dari 10 ribu jiwa. 




Credit  sindonews.com




Rabu, 30 Januari 2019

Denmark serukan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia terkait Laut Azov


Denmark serukan sanksi Uni Eropa terhadap Rusia terkait Laut Azov
Menteri Luar Negeri Denmark Anders Samuelsen (tengah) dalam perjalanan mengunjungi Kota Mariupol di tepi Laut Azov, Selasa (29/1/2019). (Twitter @anderssamuelsen)



Kopenhagen (CB) - Menteri Luar Negeri Denmark Anders Samuelsen pada Selasa (29/1) menyerukan agar Uni Eropa menjatuhkan sanksi terhadap Rusia atas perselisihannya dengan Ukraina di Laut Azov.

Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri, Menteri Samuelsen akan bertemu dengan Menteri Luar Negeri Ukraina Pavlo Klimkin pada 29-30 Januari, dan mengunjungi Kota Mariupol di tepi Laut Azov.

"Saya merasa Uni Eropa perlu bereaksi atas tingkah laku agresif Rusia," kata Samuelsen dalam pernyataan tersebut.

Uni Eropa akan mengeluarkan langkah politik - satu nota protes diplomatik resmi - kepada Moskow secepatnya pekan ini atas penahanan yang terus berlanjut oleh Rusia terhadap 24 pelaut Ukraina yang ditangkap saat insiden pada November 2018, kata sejumlah sumber diplomat kepada Reuters pekan lalu.

Para menteri luar negeri Eropa Kamis pekan ini akan mengelar pertemuan guna membahas Ukraina dan sejumlah isu yang lain.




Credit  antaranews.com





Jumat, 18 Januari 2019

Rusia Sebar Sistem Rudal Iskander Berkemampuan Nuklir di Dekat Ukraina




Rusia Sebar Sistem Rudal Iskander Berkemampuan Nuklir di Dekat Ukraina
Gambar satelit dari Imagesat International menunjukkan penyebaran sistem rudal Iskander Rusia di dekat perbatasan Ukraina dan Mongolia. Foto/Imagesat International


MOSKOW - Gambar satelit yang diambil pada hari Kamis mengungkapkan penyebaran baterai rudal Iskander dan peluncurnya di dekat perbatasan Ukraina. Misil Iskander yang mampu membawa hulu ledak nuklir tersebut akan menempatkan Kiev dan sebagian besar sekutu NATO dalam bahaya.

Gambar satelit yang dirilis Fox News, Jumat (18/1/2019) diperoleh dari Imagesat International. Foto tersebut menunjukkan penyebaran baru sistem rudal Iskander di Krasnodar, 270 mil dari perbatasan Rusia dengan Ukraina.

Selain baterai misil dan peluncur, gambar-gambar yang dirilis juga menunjukkan beberapa bungker dan senyawa hanggar lainnya.

Di dekat peluncur terdapat kendaraan transloader yang memungkinkan reload cepat dari rudal ke peluncur. Salah satu pintu bungker terbuka, dan kendaraan reload lain terlihat keluar dari sana.

Rudal balistik Iskander memiliki jangkauan hingga 310 mil dan dapat membawa baik hulu ledak nuklir.

Moskow juga diketahui menempatkan empat peluncur rudal dan satu kendaraan pemuat di dekat perbatasan Rusia dengan Mongolia, di Ulan-Ude.

Pemerintah maupun militer Moskow belum berkomentar atas laporan pengerahan sistem rudal Iskander di dekat perbatasan Rusia dengan Ukraina.

Awal pekan ini, Nikolai Patrushev, Sekretaris Dewan Keamanan Rusia, mengatakan otoritas Ukraina sedang "dikontrol" oleh Barat, dan memperingatkan risiko dari hal itu.

"Kelanjutan kebijakan tersebut oleh otoritas Kiev dapat berkontribusi pada hilangnya kewarganegaraan (warga) Ukraina," kata Patrushev kepada Rossiyskaya Gazeta, yang dikutip TASS.

November lalu, kapal perang Rusia menembaki tiga kapal militer Ukraina di dekat pantai Crimea, Laut Hitam. Tiga kapal Ukraina dan 24 tentaranya ditangkap dan diadili atas tuduhan melanggar wilayah Rusia di Crimea.

Insiden itu menandai bentrokan langsung dan paling berbahaya antara Moskow dan Kiev dalam beberapa tahun terakhir. 






Credit  sindonews.com




Selasa, 08 Januari 2019

Rusia dan Ukraina Berseteru, Kapal Perang AS Masuk Laut Hitam


Rusia dan Ukraina Berseteru, Kapal Perang AS Masuk Laut Hitam
Kapal perang Amerika Serikat (AS), USS Fort McHenry. Foto/REUTERS/US Navy

KIEV - Kapal perang Amerika Serikat (AS), USS Fort McHenry, memasuki Laut Hitam di saat Rusia dan Ukraina sedang berseteru. Angkatan Laut Washington berdalih pengiriman kapal itu untuk keamanan dan stabilitas di Eropa.

"Kedatangan USS Fort McHenry menegaskan kembali tekad kolektif kami untuk keamanan Laut Hitam dan meningkatkan hubungan kuat kami dengan sekutu dan mitra NATO kami di kawasan itu," kata Wakil Laksamana Lisa M. Franchetti, komandan Armada ke-6 Amerika, dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu.



Persteruan Moskow dan Kiev telah memanas menyusul bentrokan kapal militer kedua pihak di kawasan Selat Kerch pada 25 November 2018 lalu. Dalam insiden itu, kapal perang Moskow menembaki dan menangkap tiga kapal militer Kiev. Para awak kapal tersebut juga ditangkap.

Moskow menuduh kapal-kapal militer Kiev melanggar wilayah Rusia di perairan Crimea. Namun, Kiev membantah dan menegaskan kapal-kapal militernya beroperasi di laut internasional.

Menurut Armada ke-6 AS, kapal USS Fort McHenry yang berbasis di Florida dikirim sesuai yang dijadwalkan secara rutin dengan Armada ke-6 AS. "Untuk melakukan operasi dengan sekutu dan mitra demi memajukan keamanan dan stabilitas di Eropa," bunyi pernyataan Armada ke-6 AS, yang dikutip dari Russia Today, Senin (7/1/2018).

Militer Washington menegaskan Angkatan Laut-nya secara rutin beroperasi di Laut Hitam dan tindakannya tersebut sesuai dengan hukum internasional.

Enam kapal militer Amerika telah melakukan misi di kawasan itu pada tahun 2018, termasuk kapal-kapal perusak berpeluru kendali; USS Ross, USS Carney dan USS Porter serta kapal komando USS Mount Whitney, kapal USS Oak Hill dan kapal ekspedisi cepat USNS Carson City.

Perwakilan Khusus AS untuk Ukraina, Kurt Volker, mendesak Washington untuk meningkatkan kehadiran militernya di Laut Hitam dan bekerja sama dengan Turki atau Uni Eropa.

Wakil Menteri Ukraina untuk Wilayah Pendudukan, Yury Hrymchak, pernah menyarankan kapal militer Angkatan Laut Inggris mengarungi Selat Kerch demi menegakkan kebebasan navigasi. "Itu akan menarik untuk melihat bagaimana reaksi (Rusia)," katanya.

Awal pekan ini, ajudan presiden Ukraina Yury Biryukov mengumumkan bahwa Kiev kembali berencana untuk mengirim kapalnya melalui Selat Kerch. "Kami akan melakukannya tidak peduli apakah Rusia suka atau tidak," ujarnya.

Sedangkan Moskow telah berulang kali mengatakan tidak keberatan dengan kapal perang Ukraina yang melakukan perjalanan antara Laut Hitam dan Azov melalui Selat Kerch, tetapi itu harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang disepakati ketika Kiev memberi tahu pihak Rusia tentang rencana navigasi di muka.

Rusia juga menganggap kehadiran kapal-kapal AS dan NATO di Laut Hitam hanya untuk meningkatkan ketegangan dan menempatkan Eropa pada risiko konflik militer. 




Credit  sindonews.com





Kamis, 27 Desember 2018

Darurat Militer di Ukraina Berakhir


Petro Poroshenko
Petro Poroshenko
Foto: Kyivpost
Tidak ada serangan besar dari Rusia.



CB, KIEV -- Keadaan darurat militer yang diberlakukan pada 25 November di beberapa kawasan Ukraina berakhir Rabu (26/12). Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengatakan awal bulan ini, ia tidak merencanakan untuk memperpanjang darurat militer melebihi satu bulan seperti diramalkan sebelumnya jika tidak ada serangan besar dari Rusia.

Sebelumnya, kapal-kapal angkatan laut Ukraina disita di Selat Kerch, antara Krimea yang dicaplok Rusia dan bagian selatan Rusia. Rusia mengatakan kapal-kapal itu memasuki perairan Rusia ketika berusaha melintasi selat tersebut tanpa pemberitahuan. Sementara, Ukraina menyatakan kapal-kapalnya tak memerlukan izin Rusia untuk melintasi selat itu.

Berdasarkan darurat militer, Ukraina melarang orang-orang Rusia yang berusia tempur memasuki negara itu. Ukraina juga meningkatkan keamanan di tempat-tempat strategis seperti pembangkit tenaga nuklir dan pelabuhan-pelabuhan di Laut Hitam.

Kepala militer Ukraina mengatakan bulan ini, Rusia telah menambah jumlah tentaranya dekat perbatasan sejak Agustus dan sekarang menimbulkan ancaman militer paling besar sejak tahun 2014, tahun negara itu mencaplok Krimea.




Credit  republika.co.id




Rabu, 26 Desember 2018

Rusia Perluas Sanksi Ekonomi terhadap Ukraina


Rusia Perluas Sanksi Ekonomi terhadap Ukraina
Perdana Menteri Rusia Dmitry Medvedev. Foto/Istimewa

MOSKOW - Rusia memperluas sanksi ekonomi terhadap Ukraina. Moskow menambahkan lebih dari 250 orang dan bisnis ke daftar hitam yang pertama kali diumumkan pada awal November lalu.

Menurut keputusan Perdana Menteri Dmitry Medvedev, 245 individu dan tujuh perusahaan, sebagian besar di sektor energi dan pertahanan, dikenai sanksi oleh Moskow.  Sebanyak 567 individu dan 75 perusahaan Ukrania kini menghadapi sanksi ekonomi Rusia, yang membekukan semua aset yang mereka miliki di Rusia.

"Sanksi itu untuk membela kepentingan pemerintah Rusia, bisnis, dan rakyat," kata Medvedev di Twitter seperti dilansir dari AFP, Rabu (26/12/2018).

Di antara mereka yang dijatuhi sanksi pada Selasa adalah perusahaan pertahanan, energi, asuransi dan logistik Ukraina serta walikota Odessa dan pejabat tinggi Ukraina lainnya.

Hubungan antara Moskow dan Kiev memburuk sejak pemerintah pro-Barat berkuasa setelah pemberontakan 2014 terhadap pemimpin pro-Rusia, pencaplokan Crimea oleh Moskow dan pecahnya perang di Ukraina timur.

Sejak pecahnya perang Ukraina, Kiev telah mengambil serangkaian tindakan terhadap kepentingan Rusia, termasuk memblokir layanan internet Rusia dan media sosial.

Konflik antara separatis pro-Rusia melawan pasukan pemerintah Ukraina diperkirakan telah menewaskan lebih dari 10.000 jiwa - sepertiga dari mereka warga sipil - sejak pecah empat tahun lalu.

Ketegangan antara kedua negara tetangga semakin memburuk sejak November ketika penjaga pantai Rusia menangkap tiga kapal angkatan laut Ukraina dan kru mereka di lepas pantai Crimea. 







Credit  sindonews.com






Selasa, 25 Desember 2018

Pejabat Ukraina Sarankan Kapal Perang Inggris Seberangi Selat Kerch

Kapal perang HMS Echo Angkatan Laut Kerajaan Inggris berada di Odessa, Laut Hitam, Jumat (21/12/2018). Foto/REUTERS/Yevgeny Volokin
KIEV - Seorang wakil menteri Ukraina menyarankan agar kapal perang Angkatan Laut Inggris menyeberangi Selat Kerch untuk menguji tanggapan Rusia. Moskow menggambarkan gagasan itu sebagai hal "gila".
"Ketika dikatakan bahwa Rusia tidak akan mengizinkan lewatnya kapal Inggris, saya punya satu komentar, apakah ada yang mencobanya?," kata Yuri Hrymchak, seorang wakil menteri Ukraina dalam sebuah acara di stasiun televisi setempat.
"Dan akan menarik untuk melihat bagaimana reaksi (Rusia) jika kapal ini berlayar di melalui Selat Kerch," ujarnya. 
Hrymchak menjabat sebagai wakil menteri yang bertugas memfasilitasi kembalinya Crimea dari Rusia ke Ukraina. Dia mendiskusikan kebuntuan Angkatan Laut Kiev dan Moskow pada bulan lalu di dekat Selat Kerch.
Seperti diketahui, pada 25 November, pasukan Penjaga Pantai Rusia mencegat menembaki dan menangkap tiga kapal militer Ukraina beserta para awaknya. Moskow menuduh para pelaut Kiev mencoba memasuki selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Azov dan melanggar prosedur navigasi yang ada. 
Sebaliknya, Kiev menuduh Moskow melakukan agresi yang tidak beralasan terhadap kapal-kapalnya.
Kapal Angkatan Laut Kerajaan Inggris HMS Echo yang tidak memiliki senjata di dalamnya telah dikirim ke Ukraina. Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson mengatakan pengiriman kapal itu akan mengirimkan pesan yang kuat untuk Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Apa yang kami katakan kepada Rusia, apa yang kami katakan kepada Presiden Putin, mereka tidak dapat terus bertindak tanpa mengindahkan atau memerhatikan hukum internasional atau norma internasional," katanya.
Sementara itu, Senator Rusia Frants Klintsevich mengecam gagasan pejabat Kiev tersebut. Menurutnya, saran itu tidak berhubungan dengan kenyataan. "Ini menunjukkan betapa berbahayanya rezim saat ini di Kiev bagi dunia," kata Klintsevich, yang dikutip Russia Today, Minggu (23/12/2018) malam.
"Rezim ini masuk lebih dalam ke kondisi gila," ujarnya.

Credit Sindonews.com


https://international.sindonews.com/read/1365352/41/pejabat-ukraina-sarankan-kapal-perang-inggris-seberangi-selat-kerch-1545622051


Senin, 24 Desember 2018

Bersitegang dengan Ukraina, Rusia Kerahkan Jet Tempur ke Crimea

Rusia mengerahkan lebih dari selusin jet tempur Su-27 dan Su-30 ke Crimea di tengah ketegangan dengan Ukraina. Foto/Istimewa
BELBEK - Lebih dari selusin jet tempur Su-27 dan Su-30 dikerahkan Rusia untuk meningkatkan kekuatan udaranya tiba di Crimea. Pengerahan sejumlah jet tempur ini dilakukan di tengah meningkatnya ketegangan dengan Ukraina.
Seperti disitir dari Reuters, Minggu (23/12/2018), seorang saksi melihat jet-jet itu mendarat di pangkalan udara Belbek di Crimea yang dianeksasi oleg Rusia pada 2014. Crimea dianeksasi Rusia setelah Presiden Ukraina yang condong ke Moskow, Viktor Yanukovich, melarikan diri dari Kiev menyusul bentrokan di jalan-jalan dan aksi protes keras.
Ketegangan antara Moskow dan Kiev telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir setelah Rusia menangkap tiga kapal angkatan laut Ukraina dan awaknya pada 25 November silam dalam sebuah insiden yang diwarnai saling tuding antara Moskow dan Kiev.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov menuduh Ukraina sedang mempersiapkan "provokasi" di dekat Crimea sebelum akhir tahun.
Credit Sindonews.com



https://international.sindonews.com/read/1365131/41/bersitegang-dengan-ukraina-rusia-kerahkan-jet-tempur-ke-crimea-1545518813


Minggu, 23 Desember 2018

Kirim Kapal ke Ukraina, Inggris Bikin Rusia Murka

Kapal HMS Echo. Foto/Istimewa


LONDON - Kedutaan Besar (Kedubes) Rusia di London mengecam kunjungan Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson ke Ukraina. Rusia menyebut Williamson menghasut Kiev untuk melakukan provokasi baru.
"Setelah gagal menetralkan drone di Bandara Gatwick secara efektif, Williamson tampaknya terlibat dalam masalah yang lebih penting - menghasut Ukraina ke provokasi militer baru," bunyi pernyataan yang dikeluarkan Kedubes Rusia. 
"Rusia memang menerima sinyal: itu menyiratkan bahwa pemerintah konservatif Inggris akan memberikan rezim Kiev dengan politik dan dukungan militer tidak peduli seberapa tidak bertanggung jawab langkah-langkahnya," sambung pernyataan itu. 
"Ini adalah bagaimana London mencoba untuk 'membantu' dalam penyelesaian konflik internal Ukraina," demikian bunyi pernyataan Kedubes Rusia seperti dilansir dari Sputnik, Minggu (23/12/2018).
Kedubes Rusia juga mencatat bahwa perjalanan Williamson ke kota Odessa di Ukraina sangat penting dalam kondisi mempersiapkan aksi militer pada 24-25 Desember oleh rezim (Presiden Ukraina Petro) Poroshenko untuk memperpanjang undang-undang darurat yang dikenakannya pada menjelang pemilihan presiden Maret mendatang.
Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson mengatakan pada hari Jumat bahwa ia telah mengerahkan HMS Echo, sebuah kapal Angkatan Laut Kerajaan, ke Laut Hitam untuk menunjukkan "solidaritas" Inggris dengan Ukraina di tengah perselisihan Selat Kerch.
"Alasan bahwa HMS Echo ada di sini adalah bahwa kami pertama-tama ingin menunjukkan solidaritas yang kami miliki dengan Ukraina dan fakta bahwa Ukraina tidak berdiri sendiri. Tetapi kami juga menunjukkan hak kami untuk dapat datang ke pelabuhan seperti Odessa, untuk kebebasan navigasi, untuk kebebasan bagi angkatan laut untuk dapat beroperasi di Laut Hitam. Ini bukan laut Rusia, ini adalah laut internasional ", kata Williamson pada kunjungannya ke Odessa.
Williamson melanjutkan dengan mengatakan bahwa fregat adalah pesan kepada Presiden Vladimir Putin bahwa Inggris berdiri di samping Ukraina.

"Apa yang kami katakan kepada Rusia, apa yang kami katakan kepada Presiden Putin - mereka tidak dapat terus bertindak tanpa memperhatikan atau memperhatikan hukum internasional atau norma internasional," imbuhnya.

HMS Echo, dilengkapi dengan tiga senapan mesin 7,6 barel, sebuah M134 Minigun dan 20 mm Erlikon anti-pesawat, diharapkan untuk melakukan penelitian hidrografi.
Kedatangan HMS Echo terjadi setelah insiden laut di Selat Kerch pada 25 November lalu. Ketika itu Rusia menahan tiga kapal perang Angkatan Laut Ukraina setelah mereka melanggar perbatasan laut Rusia dalam upaya untuk berlayar melalui Selat Kerch, pintu masuk ke Laut Azov.
Credit Sindonews.com


https://international.sindonews.com/read/1365115/41/kirim-kapal-ke-ukraina-inggris-bikin-rusia-murka-1545505835


Rusia Kirim Kapal Perang ke Laut Azov

Kapal fregat Rusia bergerak ke Laut Azov dari Crimea. Foto/Istimewa
CRIMEA - Sebuah kapal frigat bersenjata rudal Rusia bergerak ke Laut Azov dari Crimea di tengah ketegangan anatar Moskow dan Kiev. Kapal itu terlihat 1,5 mil laut dari pantai Crimea di daerah kota Feodosia. Saksi mengatakan sebuah helikopter terlihat di atas kapal.
Penampakan kapal frigat itu terjadi setelah Rusia bersikeras tidak meningkatkan kehadiran militernya di Laut Azov.Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan pasukan menjaga Jembatan Crimea.
“Rusia tidak meningkatkan kehadiran militernya di Laut Azov, tidak ada pangkalan angkatan laut Rusia di sana, pasukan yang ada digunakan untuk menjaga Jembatan Crimea," ujar Zakharova.
"Saya akan mengingatkan Anda bahwa sejak awal pernyataan tentang rencana pembangunan fasilitas infrastruktur ini, kami telah mendengar seruan langsung oleh pejabat Ukraina - politisi dan pejabat keamanan, yang mematuhi rezim Kiev - untuk menghancurkannya," sambungnya.
"Kekuatan ini juga digunakan untuk memastikan keamanan navigasi," tukasnya seperti dikutip dari Daily Express, Sabtu (22/12/2018).
Ketegangan di Laut Azov terjadi setelah kapal perang Rusia menembaki tiga kapal Ukraina di Laut Hitam pada 25 November. Pasukan Rusia kemudian menahan 23 pelaut Ukraina, melukai sedikitnya enam orang. Moskow menuduh Kiev telah melakukan manuver secara ilegal melalui Selat Kerch.

Ketegangan ini semakin memperburuk hubungan kedua negara pasca aneksasi Rusia atas Crimea pada 2014. Rusia juga memberikan dukungan untuk pemberontakan di Ukraina timur. 
Krisis di Laut Azov telah berisiko mendorong kedua negara terlibat konflik terbuka. 
Insiden di Laut Azov membuat Uni Eropa, Inggris, Prancis, Polandia, Denmark, dan Kanada semuanya mengutuk apa yang mereka sebut agresi Rusia.
Credit Sindonews.com


https://international.sindonews.com/read/1364909/41/rusia-kirim-kapal-perang-ke-laut-azov-1545422425








Sabtu, 22 Desember 2018

Inggris Kirim Kapal Perang ke Ukraina, Pesan Kuat untuk Putin

Kapal perang HMS Echo Angkatan Laut Kerajaan Inggris berada di Laut Hitam, Jumat (21/12/2018). Foto/REUTERS
KIEV - Sebuah kapal perang Angkatan Laut Kerajaan Inggris telah dikirim ke Ukraina. London menyatakan, pengiriman kapal itu sebagai pesan kuat untuk Presiden Rusia Vladimir Putin.
Kapal HMS Echo dikirim ke Laut Hitam awal bulan ini, setelah Rusia menembaki dan menangkap tiga kapal Angkatan Laut Ukraina dan para awaknya.
Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson telah mengunjungi kapal perang tersebut di pelabuhan Odessa.
Dia mengatakan kehadiran kapal Inggris menunjukkan dukungan untuk Ukraina dalam menghadapi peningkatan agresi Rusia.
Menurutnya, misi kapal HMS Echo akan diikuti oleh kapal perang lainnya sebagai bagian dari kehadiran Inggris yang lebih konstan.
"Apa yang kami katakan kepada Rusia, apa yang kami katakan kepada Presiden Putin, mereka tidak dapat terus bertindak tanpa mengindahkan atau memerhatikan hukum internasional atau norma internasional," katanya, seperti dikutip BBC, Sabtu (22/12/2018).
Dalam kunjungannya, Williamson berbicara dengan mitranya dari Ukrania, Stepan Poltorak. Williamson juga telah bertemu keluarga dari 24 pelaut Ukraina yang masih ditahan Rusia dan sekarang sedang menunggu persidangan di Moskow.

Kapal HMS Echo diperkirakan tidak akan berlayar melalui Selat Kerch di dekat Crimea, lokasi Angkatan Laut Rusia menembaki dan menangkap tiga kapal Angkatan Laut Ukraina pada bulan November lalu.
Moskow menggambarkan kapal Angkatan Laut Kerajaan Inggris—yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang laut—sebagai kapal mata-mata.
Credit Sindonews.com



https://international.sindonews.com/read/1364989/41/inggris-kirim-kapal-perang-ke-ukraina-pesan-kuat-untuk-putin-1545463951