Tampilkan postingan dengan label IRAK. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label IRAK. Tampilkan semua postingan

Senin, 22 April 2019

Irak Pertemukan Iran dan Arab Saudi dalam Konferensi


Irak Pertemukan Iran dan Arab Saudi dalam Konferensi
Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi membuka Forum Bisnis Saudi-Irak di Baghdad, Sabtu (20/4/2019). Foto/Iraqi Prime Minister Media Office/Handout via REUTERS

BAGHDAD - Irak menjadi tuan rumah konferensi para pejabat senior parlemen dari dua negara yang bermusuhan, Arab Saudi dan Iran, pada hari Sabtu. Langkah Baghdad ini sejalan dengan komitmen Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi yang ingin meningkatkan peran negaranya sebagai mediator di Timur Tengah.

Konferensi di Baghdad untuk membahas masalah keamanan regional, diplomasi dan ekonomi juga dihadiri pemimpin parlemen dari Turki, Kuwait, Suriah dan Yordania.

Abdul Mahdi baru-baru ini kembali dari kunjungannya ke Iran dan Arab Saudi, kedua negara kaya minyak yang telah lama berlomba-lomba untuk dominan di Timur Tengah. Pemandangan di Baghdad ini tidak biasa, karena mempertemukan pejabat Saudi dan Iran dalam satu forum.

PM Mahdi seperti dikutip Reuters, Minggu (21/4/2019), mengatakan Irak tidak hanya akan mempertahankan hubungan kuat dengan Iran, tetapi juga dengan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara tetangga, seperti Arab Saudi yang menganggap Teheran sebagai musuh.

Abdul Mahdi telah bertemu Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman selama kunjungannya ke Riyadh baru-baru ini. Itu merupakan kunjungan resmi pertamanya ke Kerajaan Saudi sejak menjabat enam bulan lalu.

Irak dan Arab Saudi berselisih sejak invasi Irak ke Kuwait pada tahun 1990, tetapi baru-baru ini melakukan upaya diplomatik untuk meningkatkan hubungan.

Kunjungan Abdul Mahdi ke Riyadh terjadi 10 hari setelah dia mengunjungi Iran. Selama perjalanannya ke Teheran, dia bertemu Presiden Hassan Rouhani dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.

Pemerintah Irak saat ini didominasi para politisi Syiah yang memiliki hubungan dekat dengan Iran.

"Ini adalah pesan positif bagi semua negara tetangga dan dunia bahwa Irak bertekad untuk mendapatkan kembali kewarasannya dan kembali ke lingkungan Arab-nya di kawasan serta mengambil tempat yang layak di peta keseimbangan kekuasaan," kata wakil ketua parlemen Irak, Bashir Haddad.  





Credit  sindonews.com




Senin, 15 April 2019

Pasukan Irak tewaskan komandan ISIS dan empat pengikutnya


Pasukan Irak tewaskan komandan ISIS dan empat pengikutnya
Gerilyawan ISIS. (cc) (cc/)



Baquba, Irak (CB) - Pasukan keamanan menewaskan komandan ISIS dan empat anggota lainnya di daerah Pegunungan Hamrin di bagian timur-laut Irak pada Minggu, demikian informasi militer.

Pesawat tempur koalisi pimpinan AS dan Irak melancarkan sejumlah serangan udara di daerah tersebut, dengan menyerang persembunyian gerilyawan, selama tiga hari.

Pasukan Elit Dinas Kontra-Terorisme dan komandan operasi militer Provinsi Diyala tidak menyebutkan nama komandan tersebut namun dalam pernyataannya, mereka mengaku bertanggung jawab atas pasukan ISIS di Hamrin.

Komandan dan empat "pengikutnya" tewas di daerah timur laut Baquba, Ibu Kota Provinsi tersebut pada Minggu, kata dia.

Irak menyatakan kemenangan atas kelompok itu, yang pernah memegang banyak posisi di negara tersebut pada Desember 2017.

Bersama mimpinya tentang kekhalifahan di Timur Tengah yang kini telah pupus, ISIS beralih ke serangan kilat yang bertujuan mengacaukan pemerintah Baghdad.

Para gerilyawan kembali berkumpul di pegunungan Hamrin di bagian timur laut Irak, yang membentang dari Provinsi Dilaya di perbatasan dengan Iran, barat laut, hingga Sungai Tigris di Provinsi Kirkuk.




Credit  antaranews.com




Kamis, 11 April 2019

Tokoh agama Irak peringatkan AS agar tak ciptakan krisis baru


Tokoh agama Irak peringatkan AS agar tak ciptakan krisis baru

Pembom bunuh diri di Iran ditunjukan ke bus IRGC (Antaranews)



Baghdad (CB) - Pemimpin Gerakan Kebijakan Nasional Irak, dalam reaksi terhadap tindakan Amerika Serikat membidik Korps Pengawal Revolusi Islam Iran (IRGC) sebagai organisasi teroris, memperingatkan AS agar tidak menciptakan krisis baru dengan tindakan tanpa berpikir.

Ammar Hakim mendesak semua pihak agar menempuh jalan yang beradab untuk menyelesaikan masalah melalui perundingan.

Ia memperingatkan AS agar tidak menciptakan krisis baru yang membahayakan kestabilan dan keamanan semua negara di wilayah tersebut.

Tokoh agama Irak itu menyampaikan penentangan terhadap tindakan untuk mengubah Irak menjadi pangkalan untuk melancarkan agresi ke negara lain di wilayah tersebut, demikian laporan Kantor Berita Iran, IRNA --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu malam.

"IRGC adalah alat utama Pemerintah Iran dalam mengarahkan dan melaksanakan kegiatan teroris globalnya," kata Presiden AS Donald Trump di dalam satu pernyataan pada Senin (8/4).

"Kami akan terus meningkatkan tekanan keuangan dan menaikkan tebusan atas rejim Iran karena dukungannya buat kegiatan teroris sampai negara itu meninggalkan prilaku jahat yang melanggar hukum," kata Trump.

Sebagai reaksi terhadap tindakan AS tersebut, Duta Besar Iran untuk London Hamid Baeedinejad mengatakan tindakan AS itu terhadap IRGC pada saat badan militer Iran tersebut membantu rakyat yang dilanda banjir dengan seluruh daya adalah hadiah buat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu guna mendongkrak dia dalam pemilihan umum.

Tindakan anti-Iran yang paling akhir tersebut oleh Trump juga disambut dengan reaksi keras dari para pejabat Iran.

Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif menyarankan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran (SNSC) mesti menambahkan pasukan Amerika di Asia Barat, yang dikenal dengan nama United States Central Command (CENTCOM), ke dalam daftar kelompok terorisnya.



Credit  antaranews.com


Kamis, 04 April 2019

Iran Dituding Habisi Ratusan Tentara AS di Irak


Iran Dituding Habisi Ratusan Tentara AS di Irak
Perwakilan Khusus AS untuk Iran, Brian Hook mengatakan bahwa Iran bertanggung jawab atas kematian ratusan personel militer mereka yang ditempatkan di Irak. Foto/Istimewa

WASHINGTON - Perwakilan Khusus Amerika Serikat (AS) untuk Iran, Brian Hook mengatakan bahwa Iran bertanggung jawab atas kematian ratusan personel militer mereka yang ditempatkan di Irak.

Hook menuturkan, informasi mengenai hal ini awalnya adalah sebuah informasi rahasia. Oleh karena itu, mengapa informasi mengenai banyaknya tentara AS tewas oleh Iran baru diungkap saat ini.

"Di Irak, saya dapat mengumumkan hari ini, berdasarkan laporan militer AS yang tidak diklasifikasikan, bahwa Iran bertanggung jawab atas kematian sedikitnya 608 tentara Amerika," kata Hook dalam sebuah pernyataan.

"Jumlah ini merupakan 17 persen dari semua kematian personel AS di Irak dari 2003 hingga 2011," sambungnya, seperti dilansir Sputnik pada Rabu (3/4).

Dia kemudian mengklaim bahwa apa yang dia sebut dengan proksi Garda Revolusi Iran atau IRGC bertanggung jawab atas tewasnya lebih banyak warga Irak.Terlebih lagi, Hook menuduh bahwa Teheran berusaha membawa Irak di bawah kendali Iran dan bahwa kunjungan terakhir oleh Presiden Iran, Hassan Rouhani ke Baghdad adalah bagian dari upaya ini.

Teheran sendiri sejauh ini belum memberikan komentar mengenai tuduhan itu, yang diklaim oleh Hook. 



Credit  sindonews.com



Empat gerilyawan Da'esh tewas dalam serangan udara di Irak TImur


Empat gerilyawan Da'esh tewas dalam serangan udara di Irak TImur
Ilustrasi - Serangan Udara. (Reuters) (Istimewa)




Baghdad, Irak (CB) - Empat gerilyawan Da'esh tewas pada Selasa, dalam serangan udara terhadap tempat persembunyian mereka di Provinsi Diyala di Irak Timur, kata beberapa sumber keamanan provinsi.

Pesawat bermeriam Irak, yang bertindak berdasarkan laporan intelijen, menggempur satu tempat persembunyian Da'esh di satu daerah desa, sekitar 110 kilometer di sebelah timur-laut Ibu Kota Irak, Baghdad, demikian satu pernyataan yang dikeluarkan oleh Direktorat Intelijen Provinsi Diyala.

Pernyataan itu, sebagaimana dikutip Kantor Berita Irak, NINA --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu siang, tidak menyebutkan secara pasti jumlah korban jiwa di pihak Da'esh, tapi mengatakan ada tiga sampai enam gerilyawan fanatik di dalam tempat persembunyian tersebut selama pemboman.

Satu sumber intelijen mengatakan empat gerilyawan Da'esh tewas dalam serangan udara itu, kata beberapa laporan belakangan.

Kendati operasi berulangkali dilancarkan di Diyala, gerilyawan Da'esh masih bersembunyi di beberapa tempat terjal di dekat perbatasan dengan Iran, dan di daerah yang membentang dari bagian barat provinsi itu ke gugusan gunung Himreen di sebelah utara provinsi tersebut.



Credit  antaranews.com



Jumat, 29 Maret 2019

Perburuan ISIS Tewaskan 1.257 Warga Sipil dalam Empat Tahun


Perburuan ISIS Tewaskan 1.257 Warga Sipil dalam Empat Tahun
Ilustrasi. (Fadel SENNA / AFP)



Jakarta, CB -- Koalisi yang dipimpin AS dalam memerangi para jihadis Negara Islam di Suriah dan Irak (ISIS) menyatakan setidaknya 1.257 warga sipil telah tewas dalam serangan udara sejak operasi perburuan dimulai pada 2014.

Korban jatuh dalam 34.038 serangan antara Agustus 2014 hingga akhir Februari tahun ini.

"Setidaknya 1.257 warga sipil telah secara tidak sengaja terbunuh oleh serangan Koalisi sejak awal Operasi Inherent Resolve," kata pernyataan koalisi seperti dikutip dari AFP, Jumat (29/3).


Koalisi juga mengumumkan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka telah menerima 147 laporan terkait kemungkinan jatuhnya korban sipil lebih. 

Tapi, mereka hanya meninjau satu, pada Februari.

Satu laporan yang kredibel mengacu pada pemboman di sebuah pabrik amunisi dekat Rawa, Irak 13 September 2017 silam. Dua warga sipil terluka terluka dalam serangan tersebut.

Tapi Airwars, sebuah LSM yang memantau korban sipil dari serangan udara di seluruh dunia membantah pengakuan tersebut.

Mereka memperkirakan setidaknya 7.595 warga sipil telah tewas dalam serangan bom koalisi, jauh melebihi jumlah yang diakui oleh koalisi.



Credit  cnnindonesia.com



Selasa, 26 Maret 2019

Presiden Palestina kutuk keras keputusan AS mengenai Al-Quds-Golan


Presiden Palestina kutuk keras keputusan AS mengenai Al-Quds-Golan

Presiden Palestina Mahmoud Abas (Aljazeera).





Ramallah, Palestina (CB) - Presiden Palestina menyampaikan penolakan tegas dan pengutukan kerasnya terhadap serangkaian keputusan yang dikeluarkan Presiden AS Donald Trump mengenai Al-Quds (Jerusalem) dan Dataran Tinggi Golan, yang diduduki, yang katanya bertentangan dengan hukum dan keabsahan internasional.

Presiden Palestina kembali menegaskan kedaulatan bukan diputuskan oleh AS maupun Israel, tak peduli berapa lama pendudukan berlangsung dan masalah Palestina, Al-Quds serta tempat sucinya, dan wilayah Palestina yang diduduki adalah milik Palestina, Arab dan garis merah internasional --yang tak bisa dilangkahi.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas menekankan bahwa tak ada keabsahan tanpa resolusi Dewan Keamana, Sidang Majelis Umum PBB dan gagasan perdamaian Arab, demikian laporan Kantor Berita Palestina, WAFA --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa pagi.

Presiden Palestina tersebut kembali menyampaikan pengutukannya atas peningkatan serangan Israel baru-baru ini di Jalur Gaza, tindakan penindasan yang belum lama ini dilakukan terhadap tahanan Palestina di penjara Israel, dan berlanjutnya kebijakan Israel untuk menyerang dan melakukan agresi terhadap tempat suci serta wilayah Palestina yang diduduki.

Abbas menegaskan rakyat Palestina akan tetap teguh dan terus melakukan pertahanan nasionalnya serta tempat suci dalam menghadapi rencana terbesar yang ditujukan kepada Palestina dan persatuan serta kedaulatan semua negara Arab di wilayah mereka.

Presiden Abbas siap menyampaikan pidato dalam Pertemuan Puncak Arab di Tunisia pada akhir Maret. Presiden Palestina tersebut menegaskan reaksi Arab akan tetap sama, "Takkan ada kompromi mengenai Al-Quds atau tanah lain Arab dan kebijakan pemerintah AS hanya akan meningkatkan ketegangan serta ketidak-stabilan dan takkan mewujudkan perdamaian serta keamanan buat siapa pun."




Credit  antaranews.com



Senin, 25 Maret 2019

Parlemen Irak pecat gubernur lokal setelah kecelakaan ferry


Parlemen Irak pecat gubernur lokal setelah kecelakaan ferry
Perdana Menteri Irak Adel Abdul Mahdi secara resmi meminta parlemen memecat Gubernur Nineveh Nawfal Hammadi al-Sultan setelah kecelakaan kapal ferry sungai yang menewaskan sedikitnya 90 orang di Mosul, ibu kota provinsi itu..



Baghdad (CB) - Parlemen Irak memutuskan pada Ahad (24/3) untuk memecat gubernur Nineveh, setelah kapal feri yang sesak dengan penumpang terbalik, dan menewaskan sedikitnya 90 orang di Mosul, Ibu Kota provinsi itu, kata media negara.

Kapal tersebut membawa para keluarga menuju ke satu pulau tempat rekreasi di Sungai Tigris pada Kamis, ketika terbalik. Banyak di antara wanita dan anak-anak yang berada di kapal itu tak dapat berenang.

Para militan IS (Daesh) dipukul mundur dari Mosul hampir dua tahun lalu, tapi bantuan telah memberi jalan bagi orang-orang atau pejabat-pejabat diduga terlibat dalam korupsi sementara pembangunan kembali kota yang rusak itu tak berjalan sebagaimana semestinya.

Sejumlah orang mendatangi presiden Irak dan gubernur itu pada Jumat, dan memaksa mereka pergi dari tempat kejadian. Kerumunan massa melempari bebatuan dan sepatu ke arah mobil yang di dalamnya ada Gubernur Nawfal Hammadi al-Sultan. Karena dalam keadaan kecepatan relatif tinggi, mobil itu menabrak dua orang, satu di antaranya harus dilarikan ke rumah sakit.

Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi pada Sabtu meminta parlemen memecat Sultan. Undang-Undang Irak memberikan hak kepada parlemen federal untuk memecat gubernur-gubernur provinsi atas dasar saran dari perdana menteri.

Parlemen juga memecat dua wakil Sultan, sesuai dengan permintaan Abdul Mahdi. Gubernur itu dapat mengajukan banding di pengadilan. Ia belum memberikan komentar mengenai hal itu.

Dalam sepucuk surat kepada parlemen, Abdul Mahdi menuding Sultan lalai dalam menjalankan tugasnya, dan mengatakan sudah ada bukti dia menyalahgunakan dana masyarakat dan kekuasaan.

Para pemerotes menyalahkan kelalaian yang dilakukan pemerintah lokal atas kecelakaan tersebut. Kapal itu berisi penumpang lebih lima kali dari kapasitasnya, demikian kata seorang pejabat lokal.





Credit  antaranews.com


Jumat, 22 Maret 2019

100 Orang Meninggal dalam Kecelakaan Kapal Feri di Irak



100 Orang Meninggal dalam Kecelakaan Kapal Feri di Irak
Feri di Sungai Tigris, Irak, (AFP/Waleed AL-KHALED)



Jakarta, CB -- Korban meninggal dari kejadian tenggelamnya feri di Sungai Tigris, Irak semakin bertambah. Dilansir dari AFP, saat ini korban meninggal mencapai 100 orang.

Perdana Menteri Irak Adel Abdel Mahdi mendekritkan tiga hari berkabung nasional karena kejadian ini. Dia mengumumkan hari berkambung ketika mengunjungi lokasi kejadian tak lama setelah kecelakaan terjadi.

Televisi pemerintah mengatakan Mahdi juga mengunjungi sebuah rumah sakit dan kamar mayat di bekas benteng jihad.


Kapal ini dipenuhi oleh keluarga yang merayakan Tahun Baru Kurdi. Kecelakaan ini diperkirakan menewaskan lebih dari 70 orang dan menjadi kecelakaan terburuk di Irak dalam bertahun-tahun.

Kecelakaan itu memicu curahan kesedihan di antara penduduk yang baru-baru ini memulai kembali perayaan di tepi Tigris. Setelah kota utara itu direbut kembali dari kelompok Negara Islam.

Kapal itu penuh dengan pria, wanita dan anak-anak yang menyeberangi Tigris untuk pergi ke tempat piknik yang populer.

"Ini bencana, tidak ada yang mengharapkan itu," kata seorang pria muda yang baru saja berhasil mencapai pantai.

"Ada banyak orang di kapal, terutama wanita dan anak-anak," katanya kepada AFP. 





Credit  cnnindonesia.com



Rabu, 13 Maret 2019

Eks Militan ISIS Mengaku Pernah Jadi Tentara Prancis



Agen intelijen pasukan khusus Irak memeriksa identitas pria ketika mencari anggota ISIS di Mosul, Irak pada 27 November. [Goran Tomasevic / Reuters]
Agen intelijen pasukan khusus Irak memeriksa identitas pria ketika mencari anggota ISIS di Mosul, Irak pada 27 November. [Goran Tomasevic / Reuters]

CB, Jakarta - Salah seorang dari 14 eks militan asing ISIS asal Prancis mengaku pernah menjadi tentara di kesatuan militer Prancis.
Pengadilan Tinggi Irak merilis rekaman pengakuan 14 eks militan ISIS yang ditahan di Suriah dan dikirim ke Irak.
Salah seorang pria berusia 37 tahun mengaku dia adalah keturunan Tunisia, dan pernah bertugas di kesatuan militer Prancis dan tinggal di Toulouse, Prancis selatan.
"Saya lahir di Prancis dan tamat sekolah di sana. Saya bergabung dengan angkatan darat Prancis pada 2000 selama sepuluh tahun, kemudian saya ditugaskan ke Afganistan pada 2009 sebagai tentara Prancis di sana," katanya, seperti dikutip dari Kurdistan24, 12 Maret 2019.
"Ketika saya kembali ke Prancis dan kontrak saya di angkatan darat Prancis berakhir, saya bekerja sebagai sopir untuk perusahaan minyak sampai menikah dengan perempuan Prancis," katanya. "Alasan saya bergabung ke ISIS karena keinginan berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan tertarik kepada kelompok ini setelah mencari tentang mereka di media sosial hingga situsnya."

Beberapa anggota ISIS Prancis yang ditahan dan dipindahkan dari Suriah ke Irak.[Supreme Judicial Council of Iraq/Kurdistan24]
Kemudian dia pindah ke Belgia dan bertemu teman yang bertugas merekrut anggota untuk kelompok militan. Dari Belgia, dia pindah ke Maroko bersama temannya. Dia menikah lagi dengan seorang perempuan yang dikenal di media sosial, dan juga ingin tinggal di Suriah yang dikuasai ISIS.
"Saya masuk Aleppo Suriah secara ilegal lewat Turki dan menyelesaikan latihan militer dan keagamaan di sana. Kemudian saya ke Mosul di Irak untuk bersumpah setia kepada salah satu pemimpin ISIS yang saat itu mengenakan penutup wajah," katanya.

Dia mengatakan banyak pemimpin ISIS yang takut menunjukkan wajah mereka kepada milisi asing karena takut mereka adalah mata-mata intelijen asing.Dewan Kehakiman Irak telah mengkonfirmasi pengakuan dari 14 terdakwa ISIS asal Prancis, dan mereka semua menikah di Suriah dan memiliki anak.





Credit  tempo.co




Pengakuan Eks Militan Asal Prancis Gabung ke ISIS



Beberapa anggota ISIS Prancis yang ditahan dan dipindahkan dari Suriah ke Irak.[Supreme Judicial Council of Iraq/Kurdistan24]
Beberapa anggota ISIS Prancis yang ditahan dan dipindahkan dari Suriah ke Irak.[Supreme Judicial Council of Iraq/Kurdistan24]

CB, Jakarta - Pengadilan tinggi Irak mengungkapkan pengakuan 14 mantan militan asing ISIS asal Prancis yang ditangkap dan dikirim dari Suriah ke Irak.
Pengakuan eks militan itu direkam di ruang pengadilan Karkh di Baghdad, yang digunakan untuk mengadili kasus terorisme, seperti dikutip dari laporan Kurdistan24, 12 Maret 2019.
"Salah satu dari mereka adalah mantan tentara Prancis, yang bertugas di Afganistan pada 2009," kata dewan pengadilan.

Para militan terdiri dari keturunan asli Prancis dan sebagian keturunan Arab berkebangsaan Prancis. Mereka menerima pelatihan militer dan doktrin agama sebelum bergabung ke ISIS. Para militan mengaku bergabung dengan kelompok faksi militan lain sebelum bergabung ke ISIS.
Agen intelijen pasukan khusus Irak memeriksa identitas pria ketika mencari anggota ISIS di Mosul, Irak pada 27 November. [Goran Tomasevic / Reuters]
Salah satu terdakwa mengaku sebelum ke Suriah untuk bertempur, dia bekerja sebagai sopir truk di perusahaan pembersih di Prancis. Dia tinggal di kota Figeac sebelum ke Mesir untuk studi Bahasa Arab sampai 2013.

"Saya bertemu seorang teman di sana, ketika belajar di Kairo, Mesir, dan dia berencana untuk pergi ke Suriah untuk berperang. Dia mulai membujuk saya untuk ikut bertempur dengan menunjukkan aksi mereka di sana." kata salah seorang eks militan berusia 33 tahun.

"Saya pergi dari Mesir ke Prancis untuk beberapa lama, bertemu keluarga: ayah, ibu, istri, adik, yang kemudian semuanya ikut ISIS. Dari Paris saya ke Istanbul lalu masuk ke Suriah ilegal," lanjutnya.Pria itu mengaku bergabung dengan Front Al-Nusra pada 2013. Dia bertugas sebagai penerjemah dan pengajar Bahasa Arab untuk militan asing.
Pria Prancis itu kemudian bergabung ISIS setelah mendeklarasikan "kekhalifahan" pada 2011 dan ikut pelatihan militer di Homs sampai 2015.



Credit  tempo.co




Selasa, 12 Maret 2019

Irak-Iran Sepakati Perjanjian Dagang di Tengah Sanksi AS


Presiden Iran Hassan Rouhani
Presiden Iran Hassan Rouhani
Foto: Iranian Presidency Office via AP

Irak dan Iran pernah terlibat perang beberapa dekade lalu.



CB, BAGHDAD – Irak dan Iran menyepakati sejumlah perjanjian awal tentang perdagangan pada Senin, (11/3). Kesepakatan muncul usai Presiden Iran Hassan Rouhani memulai kunjungan pertamanya ke Iran.


Langkah itu dipandang perlu mengingat adanya sanksi perdagangan dari Amerika Serikat terhadap negeri para mullah itu.

Salah satu kesepakatan kedua negara tersebut meliputi pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan kedua negara itu. Sebelumnya, Iran dan Irak pernah terlibat perang pada 1980-1988.


"Hubungan kami tidak bisa dibandingkan dengan Amerika yang dibenci di sini. Kami tidak lupa akan bom yang Amerika jatuhkan di Irak, Suriah," kata Rouhani.


Bentuk kerjasama kedua negara juga mencakup minyak, perdagangan, dan kesehatan. Rel yang menghubungkan kedua negara secara khusus melintasi kota kaya minyak, Basra di Irak dan Shalamcheh di Iran.


"Perjanjian membicarakan kemudahan pebisnis dan investor untuk mendapat visa. Bahkan visa harus gratis," ucap pejabat Irak Abdul Mahdi.


Rencananya, Rouhani akan mengunjungi kota suci di Iran yaitu Karbala dan Najaf pada Selasa dan Rabu ini. Dia bakal menemui pemuka agama Iran Imam Besar Ayatollah Ali al-Sistani di Najaf.


"Pertemuan ini jadi langkah Iran untuk menembus sanksi Amerika yang tak adil. Kunjungan ini bakal jadi peluang buat ekonomi Iran," ucap pejabat senior Iran.



Credit  republika.co.id



Jumat, 08 Maret 2019

Presiden Irak Sebut Militan Asing ISIS Terancam Hukuman Mati


Presiden Irak Sebut Militan Asing ISIS Terancam Hukuman Mati
Presiden Irak, Barham Salih, mengatakan bahwa militan asing ISIS yang diadili di negaranya terancam dijerat hukuman mati. (Christophe Ena/Pool via Reuters)



Jakarta, CB -- Presiden Irak, Barham Salih, mengatakan bahwa militan asing ISIS yang diadili di negaranya terancam dijerat hukuman mati.

"[Militan asing ISIS] akan diadili sesuai hukum Irak dan bisa dijatuhi hukuman mati jika terbukti bersalah [membunuh warga Irak]," ujar Salih kepada harian The National sebagaimana dikutip Reuters.

Pernyataan ini dilontarkan sebulan setelah pasukan koalisi AS di Suriah mengirimkan 280 anggota ISIS asal Irak dan sejumlah militan asing ke Irak.

Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi mengatakan bahwa Irak dapat merepatriasi para tahanan asing ISIS ke negara asalnya. Namun, Irak juga dapat mengadili mereka yang melakukan kejahatan terhadap negaranya atau warganya.


Berdasarkan hukum Irak, tindakan kriminal semacam itu dapat dijatuhi hukuman mati, tapi Mahdi tak menyebutkan hal tersebut. Pernyataan Salih adalah konfirmasi pertama bahwa militan asing juga dapat terjerat hukuman mati.

"Ada beberapa kasus yang memungkinkan militan asing terlibat dalam kasus terorisme di tanah Irak atau terhadap warga Irak. Di Irak, hukum harus ditegakkan," ucap Salih.

Namun, Salih menekankan bahwa Irak tak akan mengadili semua militan yang dikirim dari Suriah ke negaranya.

"Membebani Irak dengan isu ini atas nama dunia terlalu berat bagi Irak," katanya. 





Credit  cnnindonesia.com



Inggris Klaim Bomnya Membunuh 4.012 Militan ISIS dan 1 Warga Sipil



Inggris Klaim Bomnya Membunuh 4.012 Militan ISIS dan 1 Warga Sipil
Pesawat-pesawat jet tempur Koalisi Global anti-ISIS pimpinan Amerika Serikat yang melakukan serangan di Suriah dan Irak. Foto/REUTERS


LONDON - Angkatan Udara Kerajaan (RAF) Inggris mengklaim pemboman pesawat-pesawat jet tempurnya di Suriah dan Irak telah membunuh 4.012 militan ISIS dan hanya menewaskan satu warga sipil. Data itu berasal dari Kementerian Pertahanan negara tersebut.

Penelitian dari badan amal Action on Armed Violence (AOAV) memperoleh data tersebut di bawah undang-undang kebebasan informasi yang melacak serangan bom RAF dari September 2014 hingga Januari 2019.

AOAV telah menyatakan skeptis bahwa RAF berhasil melindungi warga sipil meski mengklaim berhasil menewaskan ribuan petempur musuh.

Direktur eksekutif badan amal tersebut, Ian Overton, mengatakan; "Klaim RAF atas rasio satu korban sipil terhadap 4.315 musuh harus menjadi rekor dunia dalam konflik modern. Namun sedikit ahli konflik percaya itu benar."

Angka 4.315 tersebut termasuk mereka yang terluka dan juga yang terbunuh.

Inggris berada di garis depan Koalisi Global dari 79 negara yang memerangi jaringan teroris ISIS melalui aksi militer. Setelah Amerika Serikat, Inggris melakukan serangan udara terbanyak.

Data Kementerian Pertahanan menunjukkan bahwa dari 4.315 kombatan yang tewas maupun terluka, 75 persennya berada di Irak. Kemudian 25 persen lainnya berada di Suriah.

Menurut analisis AOAV, sebagian besar serangan RAF terhadap Mosul dan Raqqa—bekas benteng ISIS— ditujukan pada bangunan.

Badan amal itu melanjutkan, mayoritas serangan udara juga menanggapi peristiwa yang terjadi di darat dan meningkatkan risiko bagi warga sipil. 


RAF mengatakan kepada badan amal tersebut bahwa angka itu baru dikeluarkan, tetapi hanya bisa menjadi perkiraan, mengingat Inggris tidak memiliki kehadiran di lapangan untuk menilai serangan.

Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan kepada The Guardian, Jumat (8/3/2019), telah menjelaskan metodologi untuk menghasilkan data serangan tersebut. "Setelah setiap serangan udara Inggris, kami melakukan penilaian kerusakan pertempuran secara terperinci, yang memeriksa secara menyeluruh hasil serangan terhadap sasarannya, baik itu petempur, senjata, atau pangkalan Daesh (ISIS)," kata juru bicara itu tanpa disebutkan namanya.

“Penilaian ini juga melihat dengan sangat hati-hati apakah ada korban sipil atau kerusakan infrastruktur sipil atau tidak," lanjut dia.



Credit  sindonews.com




Aparat Irak dan Kurdi Dilaporkan Siksa Anak yang Dituduh ISIS


Aparat Irak dan Kurdi Dilaporkan Siksa Anak yang Dituduh ISIS
Ilustrasi. (Foto: REUTERS/Rodi Said)



Jakarta, CB -- Aparat keamanan Irak dan Kurdi dilaporkan menyiksa sejumlah anak-anak yang ditahan karena dituduh terlibat dengan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Menurut lembaga pemantau hak asasi manusia, Human Rights Watch, mereka juga mengadili para bocah hanya berbekal bukti-bukti yang tidak memadai.

"Penyaringan, penyelidikan, dan penuntutan terhadap anak-anak sebagai tersangka ISIS oleh otoritas Irak dan Kurdi sangat cacat, seringkali mengarah pada penahanan sewenang-wenang dan pengadilan yang tidak adil," demikian isi laporan Human Rights Watch, seperti dilansir AFP, Rabu (6/3).

Laporan Human Rights Watch itu didasarkan pada hasil wawancara dengan 29 anak-anak Irak yang saat ini atau pernah ditahan oleh pasukan Kurdi. Mereka juga mewawancarai kerabat para bocah, penjaga penjara, dan petugas pengadilan.


Irak mengumumkan telah mengalahkan ISIS pada akhir 2017, tetapi mereka terus mengadili pria, wanita, anak-anak, dan termasuk orang asing, yang dituduh menjadi anggota ISIS.

Banyak anak laki-laki yang ditangkap di kamp atau pos pemeriksaan berdasarkan bukti yang lemah.

Mereka dipukuli dan disetrum ketika diinterogasi, serta tidak diberi akses kepada kerabat atau kuasa hukumnya. Mereka dipaksa untuk mengaku sebagai anggota ISIS, meskipun mereka tidak pernah bergabung dengan ISIS.

"Mereka memukuli saya di seluruh tubuh saya dengan pipa plastik. Pertama mereka meminta saya harus mengakui bergabung dengan ISIS, jadi saya setuju," kata seorang anak berusia 14 tahun yang ditahan oleh aparat Kurdi.

ISIS memang banyak merekrut dan mendoktrin anak-anak. Sebagian dari anak-anak yang diwawacarai oleh Human Rights Watch mengaku bahwa mereka tidak pernah berselisih dengan kelompok tersebut.

Mereka diadili tanpa pengacara dalam sidang yang hanya berlangsung tidak lebih dari sepuluh menit dan menggunakan bahasa Kurdi. Kebanyakan dari mereka adalah orang Arab dan tidak memahaminya.

Hukuman yang diterima anak-anak itu dari aparat Kurdi berkisar antara enam dan sembilan bulan penjara.

Sementara itu, pengadilan federal Irak menghukum hingga 15 tahun penjara. Seringkali pemerintah Irak menempatkan mereka di penjara yang penuh sesak bersama orang dewasa yang melanggar standar dunia.

"Setiap hari adalah siksaan. Kami dipukuli setiap hari, kita semua," kata seorang perempuan berusia 17 tahun yang berada di penjara federal selama sembilan bulan.

Bahkan setelah mereka dibebaskan, anak-anak lelaki itu memilih untuk tidak pulang ke rumah karena takut ditangkap kembali.

Human Rights Watch memperkirakan pada akhir 2018 aparat Irak dan Kurdi telah menahan sekitar 1.500 anak-anak karena diduga terlibat ISIS.

Human Rights Watch mendesak pemerintah Irak dan Kurdi berhenti menangkap anak-anak yang dituduh terlibat ISIS, dan meminta semuanya dibebaskan kecuali mereka dituduh melakukan kejahatan kekerasan.

"Irak dan perlakuan keras Kurdi terhadap anak-anak lebih mirip pembalasan buta dibanding keadilan atas kejahatan ISIS," kata Direktur Hak Asasi Anak HRW, Jo Becker.

"Anak-anak yang terlibat dalam konflik bersenjata berhak mendapatkan rehabilitasi dan reintegrasi, bukan penyiksaan dan penjara," kata Jo Becker.





Credit  cnnindonesia.com



Rabu, 06 Maret 2019

Apa yang Terjadi Usai Kekalahan ISIS? Berikut Faktanya




Video eksekusi ISIS.[CNN]
Video eksekusi ISIS.[CNN]

CB, Jakarta - Milisi ISIS kini sedang bertempur mempertahankan benteng terakhirnya di tepi sungai Eufrat, desa Baghouz, yang berbatasan dengan Irak.
Posisi ISIS di ujung tanduk, namun ancaman ISIS belum dipastikan hilang setelah kehilangan seluruh wilayahnya.
PBB mengungkapkan kelompok teroris ISIS masih memiliki dana tunai hingga US$ 300 juta (Rp 4,2 triliun) untuk mempertahankan operasinya meskipun kehilangan banyak wilayah, menurut laporan Sputnik.

Kehilangan Wilayah Bagi ISIS
Kekuasaan ISIS atas tanah di Irak dan Suriah membedakannya dari kelompok-kelompok lain yang sepaham seperti Al Qaeda dan menjadi pusat bagi misinya ketika ISIS mengumumkan kekhalifahan pada tahun 2014.
Penghancuran negara kuasi di Irak dan Suriah menyangkal legitimasi ISIS. Wilayah Irak dan Suriah menjadi alat propaganda dan perekrutan yang paling kuat serta basis logistik tempat mereka melatih para milisi, dan merencanakan serangan terkoordinasi di luar negeri, menurut laporan Reuters, 4 Maret 2019.

Di wilayahnya, ISIS juga melakukan eksekusi dan hukuman kejam karena melanggar hukum ketatnya atau terhadap sebagian minoritas, perbudakan seksual dan pembantaian.
Namun pertempuran memusnahkan ribuan milisinya, dan secara finansial, kekalahannya membuatnya kehilangan sumber daya yang lebih besar daripada yang dinikmati oleh gerakan teroris modern mana pun, termasuk pajak dari penghuninya dan hasil penjualan minyak.
Ancaman ISIS di Irak dan Suriah

Asap tebal terlihat di langit Baghouz, selama serangan ke kantong terakhir ISIS.[Sky News]
ISIS mengklaim diri sebagai cabang al Qaeda di Irak sepuluh tahun lalu, namun ditolak oleh kepemimpinan al Qaeda pusat. ISIS secara sembunyi-sembunyi memulai propaganda bawah tanahnya, menunggu waktunya untuk bangkit kembali secara tiba-tiba.
Sejak menderita kekalahan teritorial yang pada tahun 2017, ISIS terus beralih ke taktik bawah tanah. Sel-sel ISIS yang tidur di Irak mulai melakukan penculikan dan pembunuhan untuk mengintimidasi pemerintah Baghdad.

ISIS juga telah melakukan banyak pengeboman di timur laut Suriah, yang dikendalikan oleh pasukan Kurdi yang didukung AS, termasuk yang menewaskan empat orang Amerika pada Januari. Pejabat Kurdi dan AS mengatakan ISIS tetap menjadi ancaman di sana.
Di Suriah, para milisi IS berada di ambang kekalahan di wilayah terakhirnya di Baghouz, perbatasan Irak.
Namun mereka masih bercokol di wilayah yang jarang penduduknya di sebelah barat Sungai Eufrat di daerah yang dikuasai pemerintah Suriah.
Bagaimana Nasib Pengikut ISIS?

Nasib pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi, tetap menjadi misteri. Pakar pemerintah AS sangat percaya dia masih hidup dan mungkin bersembunyi di Irak, kata sumber-sumber AS baru-baru ini.
Sementara para pemimpin eselon tinggi ISIS lainnya tewas dalam serangan udara.
Ribuan milisi ISIS beserta warga sipil pendukungnya juga tewas, dan ribuan lainnya ditangkap. Jumlah milisi ISIS yang tidak diketahui tetap buron di Suriah dan Irak.
Irak sedang mengadili, memenjarakan dan sering mengeksekusi milisi ISIS yang tertangkap. Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung AS menahan ratusan milisi dan pengikut ISIS.
Menjelang serangan terakhir di Baghouz, SDF mengatakan mereka menahan 800 milisi ISIS asing dan lebih dari 2.000 istri dan anak-anak mereka.
SDF terus mengevakuasi sejumlah besar pengikut ISIS dari Baghouz, jadi kemungkinan jumlah ini sekarang lebih tinggi.
Banyak operasi lokal tingkat rendah telah diluncurkan di Suriah.
SDF mengeluh bahwa negara-negara Barat enggan untuk mengambil kembali para milisi asing, yang dianggap sebagai ancaman keamanan di tanah air mereka.
Ancaman Luar Negeri Setelah ISIS Kalah

Seorang anggota SDF berbicara dengan seorang perempuan yang meninggalkan ISIS.[Sky news]
Ketika ISIS mempertahankan wilayah terakhirnya, kepala agen mata-mata Inggris MI6 memperingatkan bahwa kelompok itu akan kembali menggunakan serangan "asimetris".
Bahkan setelah mulai kehilangan kekuatan militer, ISIS masih mengklaim bertanggung jawab atas serangan yang dilakukan di berbagai negara, meskipun sering kali ISIS dipersalahkan sebagai dalang tunggal.
Teror luar negeri ISIS dimulai bertahun-tahun yang lalu ketika meminta pengikutnya di luar negeri untuk merencanakan serangan mereka sendiri.
Pada awal 2018, kepala komando pusat militer AS mengatakan ISIS masih mampu untuk mendorong serangan di berbagai negara.

Pengaruh Kejatuhan ISIS Bagi Terorisme Global
Meskipun wilayah inti ISIS ada di Irak dan Suriah, milisi yang bertempur di negara-negara lain, terutama Nigeria, Yaman dan Afganistan, telah bersumpah setia.
Apakah kelompok-kelompok itu akan tetap setia, terutama jika Baghdadi ditangkap atau dibunuh, adalah pertanyaan terbuka, tetapi tampaknya kecil kemungkinan mereka akan segera mengakhiri kampanye teror mereka.
Al Qaeda juga mempertahankan banyak waralaba di seluruh dunia, dan kelompok-kelompok militan lainnya beroperasi di negara-negara di mana pemerintahan tidak stabil.
Ideologi teror telah lama membuktikan dirinya mampu bermutasi ketika keadaan berubah. Kekalahan ISIS tidak menjamin hilangnya peperangan, ketidakadilan, penindasan, kemiskinan, sektarianisme dan kebencian religius karena bisa dieksploitasi oleh kelompok teror serupa.



Credit  tempo.co



Kamis, 28 Februari 2019

Kejiwaan Ribuan Anak Pengikut ISIS Diperkirakan Terganggu


Kejiwaan Ribuan Anak Pengikut ISIS Diperkirakan Terganggu
Ilustrasi keluarga militan ISIS di Suriah. (Delil souleiman / AFP)



Jakarta, CB -- Ribuan anak-anak para pengikut Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang selamat dari peperangan kini kondisinya memprihatinkan. Mereka dilaporkan mengalami tekanan psikologis akibat kerap melihat kekerasan dan perang.

Menurut sebuah badan amal Inggris, Save the Children, menyatakan anak-anak yang melarikan diri dari daerah kekuasaan ISIS kemungkinan besar mengalami gangguan kejiwaan karena telah menyaksikan tindakan brutal. Apalagi mereka juga menghadapi pengeboman dan pertempuran yang terjadi secara intens di basis pertahanan terakhir kelompok itu.

"Anak-anak menunjukkan tanda-tanda tekanan psikologis, seperti perasaan gugup, tidak percaya diri, bersikap agresif serta mengalami mimpi buruk dan mengompol, terutama anak-anak berusia 10 hingga 14 tahun," demikian keterangan Save the Children, seperti dilansir AFP, Rabu (27/2).


"Banyak orang mungkin membutuhkan perawatan kesehatan mental dan psikososial jangka panjang agar dapat pulih dari apa yang mereka alami," lanjut isi pernyataan itu.


Lembaga itu mencontohkan seorang anak pengikut ISIS bernama Mai (11) mengaku menyaksikan pemancungan dan tindak kekerasan lain. Dia menyatakan terus teringat akan kejadian itu.

"Setiap kali mereka melihat seorang perempuan berbicara dengan seorang lelaki, mereka akan melempari keduanya dengan batu, dan mereka akan memenggal kepala tahanan di depan keluarganya," katanya Mai.

"Aku selalu berusaha untuk tidak melihat ketika ada pemenggalan. Aku akan bersembunyi di belakang ibuku," lanjut Mai.

Di kamp Al-Hol, Save the Children mengatakan telah menyiapkan ruang rekreasi untuk anak-anak, serta pusat penanganan anak-anak yang tidak memiliki pendamping.

"Di antaranya pendanaan dan akses untuk manajemen permasalahan serta layanan perlindungan, termasuk juga repatriasi anak-anak asing ke negara asal mereka," kata direktur respons Save the Children's Suriah, Sonia Khush.

Sonia mengatakan lebih dari 2.500 anak-anak militan asing ISIS dari 30 negara, termasuk 1.100 yang melarikan diri dari pertahanan terakhir ISIS, Baghouz sejak Januari, saat ini tinggal di tiga kamp pengungsi di timur laut Suriah.

Ribuan orang diyakini tetap berada di Baghouz yang menjadi wilayah terakhir ISIS yang pernah menduduki Suriah dan Irak dan memerintah jutaan orang.

Menurut lembaga Observatory for Human Rights Suriah yang berbasis di Inggris, sekitar 50 ribu orang telah keluar dari pertahanan terakhir ISIS, di Lembah Eufrat, sejak Desember 2018.

Perang saudara di Suriah telah menewaskan lebih dari 360 ribu orang dan jutaan orang terlantar sejak dimulai pada 2011 dengan banyaknya penindasan brutal atas protes anti-pemerintah. 



Credit  cnnindonesia.com







Rabu, 27 Februari 2019

Jet Siluman F-35 AS Bombardir ISIS di Suriah dan Irak 50 Hari Lebih


Jet Siluman F-35 AS Bombardir ISIS di Suriah dan Irak 50 Hari Lebih
Pesawat jet tempur siluman F-35B Amerika Serikat. Foto/CCBY2.0/Heath Cajanding/F-35

WASHINGTON - Jet tempur siluman F-35B Amerika Serikat (AS) ternyata telah digunakan untuk membombardir basis kelompok Islamic State atau ISIS di Suriah dan Irak selama lebih dari 50 hari. Selama ini publik hanya mengetahui bahwa jet tempur mahal itu baru digunakan untuk misi tempur di Afghanistan pada bulan September tahun lalu.

Kontraktor militer dan pertahanan AS memuji misi tempur F-35B di Afghanistan. Sedangkan, misi tempur di Irak dan Suriah baru diungkap militer Washington baru-baru ini.

"Mereka aktif dan melakukannya dengan sangat baik," kata Kolonel Chandler Nelms dari Unit Ekspedisi Marinir ke-13 dalam sebuah wawancara untuk Military.com, hari Senin yang dikutip Sputnik, Rabu (27/2/2019). 

Menurut sang kolonel, Skuadron Serangan Marinir Tempur 211 melakukan 1.200 jam terbang dalam misi tempur untuk menggempur ISIS atau Daesh. Nelms mengatakan jumlah pertemuan antara pesawat F-35 AS dan Angkatan Udara Rusia digambarkan oleh pihak AS minim.

Pasukan Rusia sampai saat ini masih berada di Suriah atas permintaan Presiden Suriah Bashar al-Assad. "Kami sadar mereka mengudara," kata seorang komandan pesawat tempur Rusia, yang berbicara dalam kondisi anonim. "Ada beberapa deconfliction yang sudah mapan antara pasukan Rusia dan AS. Itu semua ditaati, tetapi kami sadar."

Misi tempur pertama F-35 terjadi pada bulan September, yakni ketika jet tempur generasi kelima AS itu melakukan serangan terhadap Taliban di Afghanistan.

Dengan teknologi siluman, pesawat F-35 produksi Lockheed Martin lebih sulit untuk dideteksi radar. Komandan tertinggi AS, yakni Presiden Donald Trump dalam pidato November 2017 pernah menyebutnya pesawat tempur yang tak terlihat.

"Dengan Angkatan Udara, kami memesan banyak pesawat, khususnya jet tempur F-35, yang hampir, Anda tahu, seperti sebuah jet tempur yang tak terlihat. Saya bertanya kepada orang-orang Angkatan Udara seberapa bagus pesawat ini, dan mereka berkata, 'Ya, Tuan, Anda tidak bisa melihatnya'. Saya berkata ya tetapi dalam pertempuran, Anda tahu bertempur, seperti saya menonton di film, pertempuran, mereka bertarung, seberapa bagus itu? 'Yah itu menang setiap kali, karena musuh tidak bisa melihatnya, bahkan jika itu tepat di sebelahnya, ia tidak bisa melihatnya'. Saya mengatakan itu membantu; itu hal yang baik," papar Trump. 




Credit  sindonews.com




WHO kutuk kekerasan terhadap pekerja kesehatan di Irak


WHO kutuk kekerasan terhadap pekerja kesehatan di Irak
Sejumlah pemuda Irak menggotong tiga peti jenazah korban penculikan dan pembunuhan oleh pria bersenjata saat prosesi pemakaman di Najaf, Irak, Rabu (20/2/2019). ANTARA FOTO/Reuters/Alaa Al-Marjani/wsj.



Baghdad, Irak (CB) - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan keras mengutuk serangan kekerasan terhadap pekerja kesehatan di Irak, dan menyeru pemerintah Irak agar menjamin keselamatan pekerja kesehatan.

Satu pernyataan dari WHO dikeluarkan setelah seorang pekerja kesehatan diserang secara fisik saat ia memberi perawatan medis buat seorang perempuan yang berusia 70-an tahun dan sedang sakit di Azadi Teaching Hospital di Provinsi Kirkuk, Irak Utara.

"WHO menyeru pemerintah di Irak agar menjamin keselamatan pekerja kesehatan, instalasi kesehatan, dan kesucian perawatan kesehatan," kata pernyataan itu, yang mengutip Adham Rashad Ismail, Penjabat Wakil WHO di Irak.

"Serangan semacam itu merupakan pelanggaran serius terhadap Hukum Kemanusiaan Internasional dan melucuti hak warga yang paling rentan --anak kecil, perempuan dan orang tua-- untuk memperoleh layanan kesehatan dasar," kata Ismail, sebagaimana dikutip Kantor Berita China, Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa malam.

Pada 2018, sebanyak 42 serangan terhadap pekerja perawatan kesehatan dicatat oleh WHO di Irak, 40 persen di antaranya terhadap praktisi medis, kata pernyataan tersebut.

"Sangat penting bahwa Pemerintah Irak menjamin bahwa pekerja kesehatan diperkenankan bekerja sepanjang waktu tanpa resiko, tak peduli lokasi mereka, dan pasien serta instalasi kesehatan dilindungi," tambah pernyataan itu.

Kementerian Kesehatan Irak mengatakan di jejaringnya bahwa Menterinya Alas Ad-Dini Al-Awan menerima di kantornya dokter yang diserang di Kirkuk dan menegaskan "dukungan penuhnya buat personel kesehatan dan administratif di semua lembaga kesehatan dari setiap serangan saat mereka melaksanakan tugas kemanusiaan mereka".




Credit  antaranews.com




Terdesak di Suriah, Militan ISIS Kabur ke Irak


Terdesak di Suriah, Militan ISIS Kabur ke Irak
Ilustrasi militan ISIS. (REUTERS/Social Media Website via Reuters)



Jakarta, CNN Indonesia -- Sekitar seribu militan kelompok ISIS dilaporkan kabur ke wilayah gurun di Irak, dari basis pertahanan terakhir mereka di Suriah. Hal itu dikhawatirkan bakal memberi mereka waktu untuk menyusun kekuatan sebelum kembali menyerang.

Seperti dilansir Associated Press, Selasa (26/2), militan ISIS lari karena digempur pasukan koalisi Kurdi dan Amerika Serikat di sebelah timur Suriah. Mereka diduga bakal bergabung dengan militan ISIS di sebelah utara Irak.

"ISIS mencoba menyusun kekuatan di Irak, karena di Suriah mereka terdesak," kata Juru Bicara Angkatan Bersenjata Irak, Brigjen Yahya Rasoul.


Di Irak, militan ISIS kerap menculik, membunuh, menyergap kendaraan di jalan untuk menakuti penduduk setempat, dan memeras warga. Jumlah mereka sekitar 5000 sampai 7000 orang dan bersembunyi di wilayah gurun yang tandus.

Pemerintah Irak sudah mengirim 20 ribu pasukan mereka untuk menjaga perbatasan, tetapi para militan ISIS dari Suriah tetap bisa lolos. Mereka memanfaatkan terowongan atau menyusup pada malam hari. Sebagian menyamar menjadi penggembala ternak.

Menurut informasi intelijen Irak, para militan ISIS itu tetap membawa senjata ringan seperti pistol, dan juga mengantongi uang yang mereka peroleh ketika masih berjaya.

"Kalau kita kirim pasukan terhebat di dunia, tidak mungkin mereka bisa menguasai kawasan ini. Operasi kami membutuhkan bantuan informasi intelijen dan serangan udara," ujar Rasoul.

Ketika berjaya, ISIS menguasai sepertiga wilayah Irak dan Suriah. Sempalan Al-Qaeda itu lantas memburu para kelompok minoritas. ISIS kemudian digempur dari dua negara itu sampai terdesak.

Akan tetapi, militer Irak saat ini kembali waspada karena ISIS kembali berulah, dan bahkan dikhawatirkan bisa kembali menguasai wilayah Syam. Menurut informasi intelijen, pada Januari lalu tercatat ada sembilan serangan yang dilakukan militan ISIS di Irak.

Mereka bahkan membunuh tiga warga Desa Tal al-Asfour di kawasan Badush karena dituduh menjadi mata-mata. Rekamannya lantas disebar melalui media sosial.

Menurut kepala desa setempat, Syekh Mohamed Nouri, mereka melakukan itu untuk membuat jera dan menekan warga supaya tidak buka mulut kepada aparat.





Credit  cnnindonesia.com