Credit republika.co.id
Tampilkan postingan dengan label KUWAIT. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label KUWAIT. Tampilkan semua postingan
Jumat, 14 Desember 2018
Senin, 06 Agustus 2018
Kuwait Kecam Laporan BBC Soal Invasi Irak
CB, Jakarta - Pemerintah Kuwait mengecam laporan BBC berbahasa Arab mengenai invasi Irak ke negara tersebut pada 1990. "Laporan tersebut direkasa dan palsu," tulis kantor berita Kuwait News Agency, KUNA.
Menurut laporan Asharq Al-Awsat, media berbasis di London, program televisi yang dibawakan oleh pembawa acara Rania Al-Attar itu mengatakan, Kuwait adalah bagian dari wilayah kedaulatan Irak hingga 1920.
Siluet seorang tentara Amerika Serikat di Kuwait. (KUWAITTIMES)
"Pernyataan ini membuat Kementerian Informasi Kuwait geram dan mengecam laporan tersebut," tulis Arabian Business.
"Laporan tersebut bohong dan kesalahan serius yang tak bisa diterima, khususnya datang dari media internasional yang dikenal profesional. Media ini seharusnya melakukan klarifikasi, bukan mendistorsi fakta," bunyi pernyataan Kementerian sebagaimana dikutip KUNA. Pernyataan itu menambahkan, Kementerian Informasi memiliki hak meminta pertanggungjawaban institusi yang mendistorsi sejarah.
Para tentara dari Brigade 3, Divisi Kavaleri 1 di dalam pesawat yang akan membawa mereka kembali dari Kuwait ke Fort Hood, AS (21/12). REUTERS/Lucas Jackson
Menanggapi reaksi Kementerian Informasi tersebut, menurut Kuwait Times, BBC menjelaskan, lembaganya selalu menurunkan berita berimbang, obyektif dan netral. "Semua unsur itu harus terpenuhi sebelum menurunkan berita."
Kecaman pemerintah terhadap BBC itu bermula dari laporan khusus media dari Inggris itu mengenai ulang tahun ke-28 invasi Irak ke Kuwait yang dikutuk komunitas internasional. Dalam laporan tersebut disinggung mengenai kepemimpinan Amerika Serikat melakukan operasi militer guna mengembalikan kedaulatan Kuwait pada Januari 1991.
Menurut laporan Asharq Al-Awsat, media berbasis di London, program televisi yang dibawakan oleh pembawa acara Rania Al-Attar itu mengatakan, Kuwait adalah bagian dari wilayah kedaulatan Irak hingga 1920.
Siluet seorang tentara Amerika Serikat di Kuwait. (KUWAITTIMES)
"Laporan tersebut bohong dan kesalahan serius yang tak bisa diterima, khususnya datang dari media internasional yang dikenal profesional. Media ini seharusnya melakukan klarifikasi, bukan mendistorsi fakta," bunyi pernyataan Kementerian sebagaimana dikutip KUNA. Pernyataan itu menambahkan, Kementerian Informasi memiliki hak meminta pertanggungjawaban institusi yang mendistorsi sejarah.
Para tentara dari Brigade 3, Divisi Kavaleri 1 di dalam pesawat yang akan membawa mereka kembali dari Kuwait ke Fort Hood, AS (21/12). REUTERS/Lucas Jackson
Menanggapi reaksi Kementerian Informasi tersebut, menurut Kuwait Times, BBC menjelaskan, lembaganya selalu menurunkan berita berimbang, obyektif dan netral. "Semua unsur itu harus terpenuhi sebelum menurunkan berita."
Kecaman pemerintah terhadap BBC itu bermula dari laporan khusus media dari Inggris itu mengenai ulang tahun ke-28 invasi Irak ke Kuwait yang dikutuk komunitas internasional. Dalam laporan tersebut disinggung mengenai kepemimpinan Amerika Serikat melakukan operasi militer guna mengembalikan kedaulatan Kuwait pada Januari 1991.
Credit tempo.co
Jumat, 08 Juni 2018
Bela Palestina di DK PBB, Kuwait Bikin Jared Kushner Frustrasi
WASHINGTON
- Jared Kushner, penasihat senior untuk Presiden Amerika Serikat (AS)
Donald Trump menyatakan frustrasinya pada Kuwait karena pembelaannya
pada Palestina di Dewan Keamanan PBB. Kekesalan menantu Trump ini
disampaikan saat bertemu duta besar Kuwait untuk Washington, Salem
Abdullah al-Jaber al-Sabah.
Negara Teluk itu sebelumnya mengajukan resolusi di DK PBB tentang seruan perlindungan internasional untuk warga Palestina di Jalur Gaza. Resolusi diajukan setelah para sniper Israel membunuh ratusan demonstran Palestina selama protes Great March of Return digelar sejak Maret lalu.
Namun, AS menggagalkan resolusi yang diajukan tersebut dengan menggunakan hak veto yang dimilikinya.
Reaksi frustrasi Kushner diungkap surat kabar Al Rai yang berbasis di Kuwait. Laporan yang mengutip sumber diplomatik AS itu mengatakan bahwa menantu Trump tersebut menyampaikan sikap kesal pemerintahan Trump atas resolusi Kuwait baru-baru ini yang menyerukan perlindungan warga sipil Palestina di Tepi Barat dan Gaza.
Kushner, menurut laporan itu, mengatakan kepada Dubes al-Sabah bahwa posisi Kuwait secara pribadi telah membuatnya malu di depan para pejabat AS."Dan teman-teman Amerika yang mendukung upaya (AS) untuk menyelesaikan krisis," tulis koran Kuwait tersebut, yang dikutip Jumat (8/6/2018).
Suami Ivanka Trump ini mengatakan dalam pertemuan lima menit bahwa dia telah bekerja bersama Mesir dan Arab Saudi dengan membuat pernyataan bersama Arab-AS mengenai situasi di Gaza sebelum prakarsa Kuwait.
Masih menurut laporan itu, Kushner mengatakan bahwa dia ingin Kuwait mempertahankan perannya sebagai mediator dalam krisis Teluk yang sedang berlangsung, meskipun beberapa pihak keberatan terhadap upaya diplomatiknya.
Kushner, 37, yang juga menjabat sebagai utusan presiden untuk perdamaian Timur Tengah, bersikeras bahwa Hamas tetap dianggap sebagai organisasi "teroris". Dia juga menganggap Hamas sebagai kelompok Palestina yang bekerja untuk memajukan agenda Iran di wilayah Timur Tengah dan tidak memiliki kepentingan di jantung rakyat Palestina.
Sementara itu, sumber resmi Kementerian Luar Negeri Kuwait menepis laporan surat kabar Al Rai. Kementerian tersebut menegaskan bahwa hubungan antara Kuwait dan Amerika Serikat mengakar kuat.
Negara Teluk itu sebelumnya mengajukan resolusi di DK PBB tentang seruan perlindungan internasional untuk warga Palestina di Jalur Gaza. Resolusi diajukan setelah para sniper Israel membunuh ratusan demonstran Palestina selama protes Great March of Return digelar sejak Maret lalu.
Namun, AS menggagalkan resolusi yang diajukan tersebut dengan menggunakan hak veto yang dimilikinya.
Reaksi frustrasi Kushner diungkap surat kabar Al Rai yang berbasis di Kuwait. Laporan yang mengutip sumber diplomatik AS itu mengatakan bahwa menantu Trump tersebut menyampaikan sikap kesal pemerintahan Trump atas resolusi Kuwait baru-baru ini yang menyerukan perlindungan warga sipil Palestina di Tepi Barat dan Gaza.
Kushner, menurut laporan itu, mengatakan kepada Dubes al-Sabah bahwa posisi Kuwait secara pribadi telah membuatnya malu di depan para pejabat AS."Dan teman-teman Amerika yang mendukung upaya (AS) untuk menyelesaikan krisis," tulis koran Kuwait tersebut, yang dikutip Jumat (8/6/2018).
Suami Ivanka Trump ini mengatakan dalam pertemuan lima menit bahwa dia telah bekerja bersama Mesir dan Arab Saudi dengan membuat pernyataan bersama Arab-AS mengenai situasi di Gaza sebelum prakarsa Kuwait.
Masih menurut laporan itu, Kushner mengatakan bahwa dia ingin Kuwait mempertahankan perannya sebagai mediator dalam krisis Teluk yang sedang berlangsung, meskipun beberapa pihak keberatan terhadap upaya diplomatiknya.
Kushner, 37, yang juga menjabat sebagai utusan presiden untuk perdamaian Timur Tengah, bersikeras bahwa Hamas tetap dianggap sebagai organisasi "teroris". Dia juga menganggap Hamas sebagai kelompok Palestina yang bekerja untuk memajukan agenda Iran di wilayah Timur Tengah dan tidak memiliki kepentingan di jantung rakyat Palestina.
Sementara itu, sumber resmi Kementerian Luar Negeri Kuwait menepis laporan surat kabar Al Rai. Kementerian tersebut menegaskan bahwa hubungan antara Kuwait dan Amerika Serikat mengakar kuat.
Credit sindonews.com
Senin, 04 Juni 2018
Kuwait Bersumpah Bawa Perlindungan Palestina ke Majelis Umum PBB
NEW YORK
- Duta Besar Kuwait untuk PBB bersumpah untuk membawa perlindungan
internasional bagi warga Palestina ke Majelis Umum PBB. Sebelumnya,
rancangan resolusi perlindungan internasional untuk warga Palestina
telah diveto oleh Amerika Serikat (AS) di Dewan Keamanan (DK) PBB.
"Kami akan mempertimbangkan pergi ke Majelis Umum, pergi ke badan PBB lainnya untuk mencoba menemukan cara untuk memberikan perlindungan internasional bagi warga sipil Palestina," kata duta besar Kuwait Mansour Ayyad al-Otaibi seperti dikutip dari Xinhua, Sabtu (2/6/2018).
Otaibi mengatakan ia kecewa dengan veto AS atas rancangan resolusi delegasinya.
"Sepuluh dari 15 anggota Dewan Keamanan memberikan suara mendukung rancangan Kuwait, dan hanya Amerika Serikat yang menentangnya," katanya.
Pengamat tetap Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, juga mengatakan hal yang sama bahwa keputusan tersebut akan dibuat dalam hitungan hari.
"Kami bertekad untuk melanjutkan proses ini karena kami bertekad untuk memiliki perlindungan internasional bagi penduduk sipil kami di bawah pendudukan, sampai akhir pendudukan," kata Mansour.
Rancangan resolusi Kuwait tidak diadopsi karena AS, sebagai anggota tetap DK PBB, menggunakan hak vetonya. Sementara keempat anggota dewan lainnya memilih untuk abstain.
Rancangan resolusi Kuwait disebarkan setelah berminggu-minggu kekerasan di Gaza antara Palestina dan pasukan keamanan Israel. Resolusi ini menyesalkan penggunaan kekuatan yang berlebihan, tidak proporsional dan tidak pandang bulu oleh pasukan Israel terhadap warga sipil Palestina. Resolusi ini menyerukan pertimbangan langkah-langkah untuk menjamin keselamatan dan perlindungan orang-orang Palestina.
Draf resolusi Kuwait lebih lanjut meminta langkah secepatnya mengakhiri penutupan dan pembatasan yang diberlakukan oleh Israel pada pergerakan dan akses masuk serta keluar Jalur Gaza.
AS sendiri mengajukan rancangan resolusi tandingan dan dilakukan pemungutan suara. Rancangan resolusi AS itu menyalahkan Hamas atas eskalasi kekerasan baru-baru ini di Gaza.
Saat pemungutan suara, resolusi tersebut hanya didukung oleh AS sendiri. Sementara Kuwait, Rusia, dan Bolivia menentang resolusi tersebut. Sedangkan 11 anggota lainnya memilih abstain.
Resolusi DK PBB membutuhkan setidaknya sembilan suara setuju untuk diadopsi, dengan syarat bahwa tidak ada dari lima anggota tetap dewan - Inggris, Cina, Perancis, Rusia, Amerika Serikat - yang menentangnya.
"Kami akan mempertimbangkan pergi ke Majelis Umum, pergi ke badan PBB lainnya untuk mencoba menemukan cara untuk memberikan perlindungan internasional bagi warga sipil Palestina," kata duta besar Kuwait Mansour Ayyad al-Otaibi seperti dikutip dari Xinhua, Sabtu (2/6/2018).
Otaibi mengatakan ia kecewa dengan veto AS atas rancangan resolusi delegasinya.
"Sepuluh dari 15 anggota Dewan Keamanan memberikan suara mendukung rancangan Kuwait, dan hanya Amerika Serikat yang menentangnya," katanya.
Pengamat tetap Palestina untuk PBB, Riyad Mansour, juga mengatakan hal yang sama bahwa keputusan tersebut akan dibuat dalam hitungan hari.
"Kami bertekad untuk melanjutkan proses ini karena kami bertekad untuk memiliki perlindungan internasional bagi penduduk sipil kami di bawah pendudukan, sampai akhir pendudukan," kata Mansour.
Rancangan resolusi Kuwait tidak diadopsi karena AS, sebagai anggota tetap DK PBB, menggunakan hak vetonya. Sementara keempat anggota dewan lainnya memilih untuk abstain.
Rancangan resolusi Kuwait disebarkan setelah berminggu-minggu kekerasan di Gaza antara Palestina dan pasukan keamanan Israel. Resolusi ini menyesalkan penggunaan kekuatan yang berlebihan, tidak proporsional dan tidak pandang bulu oleh pasukan Israel terhadap warga sipil Palestina. Resolusi ini menyerukan pertimbangan langkah-langkah untuk menjamin keselamatan dan perlindungan orang-orang Palestina.
Draf resolusi Kuwait lebih lanjut meminta langkah secepatnya mengakhiri penutupan dan pembatasan yang diberlakukan oleh Israel pada pergerakan dan akses masuk serta keluar Jalur Gaza.
AS sendiri mengajukan rancangan resolusi tandingan dan dilakukan pemungutan suara. Rancangan resolusi AS itu menyalahkan Hamas atas eskalasi kekerasan baru-baru ini di Gaza.
Saat pemungutan suara, resolusi tersebut hanya didukung oleh AS sendiri. Sementara Kuwait, Rusia, dan Bolivia menentang resolusi tersebut. Sedangkan 11 anggota lainnya memilih abstain.
Resolusi DK PBB membutuhkan setidaknya sembilan suara setuju untuk diadopsi, dengan syarat bahwa tidak ada dari lima anggota tetap dewan - Inggris, Cina, Perancis, Rusia, Amerika Serikat - yang menentangnya.
Credit sindonews.com
Rabu, 16 Mei 2018
Senin, 30 April 2018
Duterte Permanenkan Larangan Warga Filipina Bekerja di Kuwait
MANILA
- Presiden Filipina Rodrigo mengatakan larangan sementara bagi warga
Filipina yang akan bekerja di Kuwait kini berlaku permanen. Langkah ini
semakin memperdalam kebuntuan diplomatik atas perlakukan terhadap
pekerja migran di negara Teluk itu.
Duterte sebelumnya pada bulan Februari memberlakukan larangan terhadap pekerja yang menuju Kuwait. Kebijakan itu diberlakukan setelah seorang pembantu asal Filipina dibunuh dan mayatnya dimasukkan ke dalam freezer.
Krisis semakin dalam setelah otoritas Kuwait pekan lalu memerintahkan Dubes Manila untuk meninggalkan negara itu atas video-video staf kedutaan Filipina yang membantu para pekerja di Kuwait melarikan diri dari para majikan yang diduga melakukan kekerasan.
Kedua negara telah merundingkan sebuah perjanjian kerja yang menurut para pejabat Filipina dapat mengakibatkan pencabutan larangan tersebut. Tetapi eskalasi ketegangan baru-baru ini telah membuat kesepakatan menjadi tanda tanya.
"Larangan tetap itu secara permanen. Tidak akan ada lagi perekrutan untuk pembantu rumah tangga. Tidak lebih," kata Duterte seperti dikutip dari The Telegraph, Senin (30/4/2018).
Tidak ada tanggapan segera dari Kuwait, di mana sekitar 262 ribu orang Filipina dipekerjakan - hampir 60 persen dari mereka sebagai pekerja rumah tangga, menurut departemen luar negeri Filipina.
Pekan lalu Filipina meminta maaf atas video penyelamatan tetapi pejabat Kuwait mengumumkan mereka mengusir duta besar Manila dan memanggil Dubes mereka dari negara Asia Tenggara itu.
Manila mengatakan Kuwait juga menahan empat orang Filipina yang disewa oleh kedutaan Filipina dan mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap tiga personel diplomatik.
Duterte menggambarkan perlakuan terhadap pekerja di Kuwait sebagai malapetaka. Ia mengatakan akan membawa pulang pembantu rumah tangga asal Filipina yang mengalami pelecehan saat ia mengajukan banding kepada pekerja yang ingin tinggal di negara kaya minyak itu.
"Saya ingin menyampaikan pesan kepada patriotisme mereka: pulang ke rumah. Tidak peduli betapa miskinnya kami, kami akan bertahan. Perekonomian berjalan baik dan kami kekurangan pekerja kami," ujarnya.
Sekitar 10 juta orang Filipina bekerja di luar negeri, mencari pekerjaan bergaji tinggi yang tidak dapat mereka temukan di negaranya, dan pengiriman uang mereka merupakan pilar utama ekonomi Filipina.
Pemerintah Filipina selama beberapa dekade memuji para pekerja asing sebagai pahlawan modern tetapi kelompok advokasi telah menyoroti biaya sosial migrasi, menghancurkan keluarga dan membuat orang Filipina rentan terhadap pelecehan.
Duterte sebelumnya pada bulan Februari memberlakukan larangan terhadap pekerja yang menuju Kuwait. Kebijakan itu diberlakukan setelah seorang pembantu asal Filipina dibunuh dan mayatnya dimasukkan ke dalam freezer.
Krisis semakin dalam setelah otoritas Kuwait pekan lalu memerintahkan Dubes Manila untuk meninggalkan negara itu atas video-video staf kedutaan Filipina yang membantu para pekerja di Kuwait melarikan diri dari para majikan yang diduga melakukan kekerasan.
Kedua negara telah merundingkan sebuah perjanjian kerja yang menurut para pejabat Filipina dapat mengakibatkan pencabutan larangan tersebut. Tetapi eskalasi ketegangan baru-baru ini telah membuat kesepakatan menjadi tanda tanya.
"Larangan tetap itu secara permanen. Tidak akan ada lagi perekrutan untuk pembantu rumah tangga. Tidak lebih," kata Duterte seperti dikutip dari The Telegraph, Senin (30/4/2018).
Tidak ada tanggapan segera dari Kuwait, di mana sekitar 262 ribu orang Filipina dipekerjakan - hampir 60 persen dari mereka sebagai pekerja rumah tangga, menurut departemen luar negeri Filipina.
Pekan lalu Filipina meminta maaf atas video penyelamatan tetapi pejabat Kuwait mengumumkan mereka mengusir duta besar Manila dan memanggil Dubes mereka dari negara Asia Tenggara itu.
Manila mengatakan Kuwait juga menahan empat orang Filipina yang disewa oleh kedutaan Filipina dan mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap tiga personel diplomatik.
Duterte menggambarkan perlakuan terhadap pekerja di Kuwait sebagai malapetaka. Ia mengatakan akan membawa pulang pembantu rumah tangga asal Filipina yang mengalami pelecehan saat ia mengajukan banding kepada pekerja yang ingin tinggal di negara kaya minyak itu.
"Saya ingin menyampaikan pesan kepada patriotisme mereka: pulang ke rumah. Tidak peduli betapa miskinnya kami, kami akan bertahan. Perekonomian berjalan baik dan kami kekurangan pekerja kami," ujarnya.
Sekitar 10 juta orang Filipina bekerja di luar negeri, mencari pekerjaan bergaji tinggi yang tidak dapat mereka temukan di negaranya, dan pengiriman uang mereka merupakan pilar utama ekonomi Filipina.
Pemerintah Filipina selama beberapa dekade memuji para pekerja asing sebagai pahlawan modern tetapi kelompok advokasi telah menyoroti biaya sosial migrasi, menghancurkan keluarga dan membuat orang Filipina rentan terhadap pelecehan.
Duterte pada bulan Februari mengecam Kuwait, menuduh majikan nagara Arab itu secara rutin memperkosa pekerja Filipina, memaksa mereka untuk bekerja 21 jam sehari dan memberi mereka makanan sisa.
Namun setelah perselisihan terakhir, Duterte menggunakan nada damai ketika ia berbicara tentang "keributan diplomatik".
"Tampaknya seolah-olah mereka memiliki kemarahan terhadap orang Filipina. Saya tidak ingin mengirim (pekerja) karena tampaknya Anda tidak suka orang Filipina," katanya dalam pidato dihadapan orang-orang Filipina di Singapura.
"Hanya jangan sakiti mereka. Saya memohon bahwa mereka akan diberi perlakuan yang layak seperti manusia," imbuhnya.
Credit sindonews.com
Jumat, 27 April 2018
Filipina Tuntut Penjelasan Kuwait Soal Pengusiran Dubes
MANILA
- Pemerintah Filipina mengaku terkejut dengan keputusan Kuwait mengusir
Duta Besar Filipina untuk Kuwait, Filipina Renato Villa. Manila
kemudian menuntut penjelasn Kuwait mengenai pengusiran tersebut.
"Presiden Rodrigo Duterta dan semua orang terkejut pada perkembangan ini karena pertemuan presiden dengan Duta Besar Kuwait untuk Filipina berjalan dengan baik," kata jurubicara kepresidenan Filipina, Harry Roque, seperti dilansir Channel News Asia pada Kamis (26/4).
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Filipina dalam sebuah pernyataan menyatakan pengusiran itu sangatlah menganggu dan akan segera meminta penjelasan dari pemerintah Kuwait mengenai hal ini.
Sebelumnya diwartakan, Kuwait memerintahkan Duta Besar Filipina untuk meninggalkan negara itu dalam waktu seminggu. Kuwait juga telah memanggil Duta Besarnya untuk Filipina guna berkonsultasi.
Keputusan ini muncul setelah staf kedutaan mencoba "menyelamatkan" pekerja rumah tangga Filipina di tengah laporan pelecehan.
Keputusan itu adalah episode terbaru dalam krisis tiga bulan kedua negara terkait pelecehan oleh majikan di negara Teluk Arab yang kaya telah mendorong beberapa orang Filipina untuk bunuh diri.
"Presiden Rodrigo Duterta dan semua orang terkejut pada perkembangan ini karena pertemuan presiden dengan Duta Besar Kuwait untuk Filipina berjalan dengan baik," kata jurubicara kepresidenan Filipina, Harry Roque, seperti dilansir Channel News Asia pada Kamis (26/4).
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Filipina dalam sebuah pernyataan menyatakan pengusiran itu sangatlah menganggu dan akan segera meminta penjelasan dari pemerintah Kuwait mengenai hal ini.
Sebelumnya diwartakan, Kuwait memerintahkan Duta Besar Filipina untuk meninggalkan negara itu dalam waktu seminggu. Kuwait juga telah memanggil Duta Besarnya untuk Filipina guna berkonsultasi.
Keputusan ini muncul setelah staf kedutaan mencoba "menyelamatkan" pekerja rumah tangga Filipina di tengah laporan pelecehan.
Keputusan itu adalah episode terbaru dalam krisis tiga bulan kedua negara terkait pelecehan oleh majikan di negara Teluk Arab yang kaya telah mendorong beberapa orang Filipina untuk bunuh diri.
Credit sindonews.com
Kamis, 26 April 2018
Para PRT ramai-ramai tinggalkan majikan, Kuwait usir dubes Filipina
Kuwait City (CB) - Kementerian Luar Negeri Kuwait
mengumumkan pada Rabu bahwa pihaknya telah memberi tahu Duta Besar
Filipina untuk Kuwait, Renato Villa, agar meninggalkan Kuwait dalam
waktu satu pekan, menurut laporan Kantor Berita Kuwait (KUNA).
Kementerian telah menyatakan duta besar Filipina itu "persona non-grata (tidak diperbolehkan berada)" di Kuwait.
Kemlu Kuwait menyebut itu sebagai balasan atas tindakan tidak diplomatis oleh staf kedutaan besar Filipina, yang mendorong warga-warga Filipina yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk meninggalkan rumah majikan mereka, kata KUNA.
Renato Villa pada Selasa menyampaikan permohonan maaf kepada Kuwait terkait "penyelamatan" yang kontroversial itu atas para pembantu rumah tangga asal Filipina dari rumah-rumah majikan mereka.
Kuwait menganggap tindakan Filipina itu sebagai pelanggaran terhadap kedaulatannya.
Kuwait telah melayangkan protes atas "penyelamatan" para warga negara Filipina yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan memanggil duta besar Filipina itu untuk memberikan penjelasan.
Filipina merupakan salah satu sumber utama penyedia jasa pembantu rumah tangga di luar negeri, termasuk di negara-negara Timur Tengah seperti Kuwait, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Departemen Luar Negeri Filipina mengatakan ada sekitar 250.000 warga Filipina yang bekerja di Kuwait. Sebagian besar di antara mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Kementerian telah menyatakan duta besar Filipina itu "persona non-grata (tidak diperbolehkan berada)" di Kuwait.
Kemlu Kuwait menyebut itu sebagai balasan atas tindakan tidak diplomatis oleh staf kedutaan besar Filipina, yang mendorong warga-warga Filipina yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk meninggalkan rumah majikan mereka, kata KUNA.
Renato Villa pada Selasa menyampaikan permohonan maaf kepada Kuwait terkait "penyelamatan" yang kontroversial itu atas para pembantu rumah tangga asal Filipina dari rumah-rumah majikan mereka.
Kuwait menganggap tindakan Filipina itu sebagai pelanggaran terhadap kedaulatannya.
Kuwait telah melayangkan protes atas "penyelamatan" para warga negara Filipina yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan memanggil duta besar Filipina itu untuk memberikan penjelasan.
Filipina merupakan salah satu sumber utama penyedia jasa pembantu rumah tangga di luar negeri, termasuk di negara-negara Timur Tengah seperti Kuwait, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Departemen Luar Negeri Filipina mengatakan ada sekitar 250.000 warga Filipina yang bekerja di Kuwait. Sebagian besar di antara mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Credit antaranews.com
Senin, 26 Februari 2018
Amerika Serikat Jual 4 Pesawat Intai Ke Kuwait
CB-Jakarta - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat,
Kamis, 22 Februari 2018, menyetujui penjualan empat pesawat pengintai
ke Kuwait seharga US$ 259 juta setara dengan Rp 3,5 triliun,
Badan Kerjasama Keamanan dan Pertahanan Amerika Serikat (DSCA) menjelaskan, Kuwait membeli King Air-350 yang dilengkapi dengan mesin PT6A-67A.
Qatar memperluas pangkalan udara Amerika Serikat di Al Udeid yang selama ini menampung 10 ribu personil militer AS berikut pesawat tempur dan peralatan militer lainnya.
DSCA menyatakan, pesawat tersebut dilengkapi mesin cadangan, empat kamera, sensor radar antiserangan roket.
"Kuwait juga meminta disiapkan peangkat komunikasi berkode, pelatihan dan perlatan navigasi serta layanan teknis dan logistik," bunyi pernyataan DSCA sebagimana ditulis Middle East Monitor.
Beberapa hari sebelumnya, DSCA mengungkapkan bahwa Kuwait ingin membeli kapal patroli senilai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun. Permintaan ini telah disetujui.
Badan Kerjasama Keamanan dan Pertahanan Amerika Serikat (DSCA) menjelaskan, Kuwait membeli King Air-350 yang dilengkapi dengan mesin PT6A-67A.
Qatar memperluas pangkalan udara Amerika Serikat di Al Udeid yang selama ini menampung 10 ribu personil militer AS berikut pesawat tempur dan peralatan militer lainnya.
"Kuwait juga meminta disiapkan peangkat komunikasi berkode, pelatihan dan perlatan navigasi serta layanan teknis dan logistik," bunyi pernyataan DSCA sebagimana ditulis Middle East Monitor.
Beberapa hari sebelumnya, DSCA mengungkapkan bahwa Kuwait ingin membeli kapal patroli senilai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun. Permintaan ini telah disetujui.
Credit TEMPO.CO
Kamis, 15 Februari 2018
Filipina Larang Kirim Pekerja ke Kuwait
MANILA
- Filipina memasuki babak baru ketegangan dengan Kuwait setelah
melarang pengiriman tenaga kerja setelah banyak insiden kekerasan dan
pelecehan seksual terhadap buruh migran.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengirimkan protes keras kepada Pemerintah Kuwait. Dia melarang total mengirimkan pekerja Filipina ke negara Teluk tersebut.
Langkah itu setelah laporan pada Jumat (9/2) lalu tentang penemuan pembantu rumah tangga (PRT) asal Filipina Joanna Demafelis, yang dinyatakan hilang setahun lalu. Demafelis dilaporkan mengalami penyiksaan sebelum dibunuh.
“Filipina bukan budak bagi siapapun, di manapun, dan kapanpun. Setiap luka fisik tanpa dasar hukum itu juga menjadi luka personal saya sebagai kepala Republik ini,” ujar Duterte sebagai bentuk penegasan. Beberapa pekan sebelum penemuan jenazah Demafelis, pekerja migran Filipina lainnya juga ditemukan tewas di Kuwait dan telah dibawa kembali ke Filipina.
Duterte memang sangat vokal dalam isu kekerasan seksual dan pembunuhan terhadap warga Filipina di Timur Tengah. Dia pernah mengancam akan melarang warganya bekerja di luar negeri. Dia juga menuding majikan kerap memperkosa pekerja Filipina dan memaksa buruh migran bekerja selama 21 jam sehari, dan menyiksa mereka. “Apakah ada sesuatu yang salah dengan budayamu (Kuwait)? Apakah ada yang salah dengan nilai-nilaimu (Kuwait),” katanya.
Kementerian Luar Negeri Filipina menyatakan telah merepatriasi sekitar 10.000 warga Filipina dari Kuwait. Itu dikarenakan ada program amnesti yang dilaksanakan bersama dengan Pemerintah Kuwait. “Pemerintah akan menanggung biaya penerbangan dan pinalti karena pelanggaran visa,” ujar Sarah Arriola, wakil menteri luar negeri Filipina urusan pekerja migran.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Sabah al-Khalid al-Sabah mengecam langkah gegabah Duterte. “Kita terkejut dan kita mengutuk pernyataan Presiden Filipina. Kita masih berhubungan dengan para pejabat Filipina pada tataran tertinggi untuk menjelaskan kondisi pekerja di Kuwait,” kata Sabah dilansir Reuters.
Sabah mengungkapkan ketegangan hubungan antara Filipina dan Kuwait tidak mengganggu hubungan kedua negara. “170.000 warga Filipina tinggal nyaman di Kuwait. Tapi, ada insiden yang tidak menguntungkan. Kita akan menyerahkan hasil penyelidikan ke otoritas Filipina,” ujarnya.
Bukan Larangan, Tapi Butuh Aturan
Kemarahan Duterte dianggap sangat wajar sebagai pemimpin yang mempedulikan dan memperhatikan rakyatnya. “Presiden seharusnya marah. Kita semua juga marah. Kita harus menuntut pihak yang bertanggungjawab agar tercipta keadilan bagi korban dan keluarganya,” kata Direktur Eksekutif Center for Migrant Advocay Ellena Sana dilansir Deutsche Welle.
Namun demikian, menurut Sana, langkah Duterte untuk melarang semua Filipina agar tidak boleh bekerja di Kuwait reaksi spontan. “Berdasarkan pengalaman kita, larangan itu tidak akan berjalan efektif,” ungkapnya.
Itu dibuktikan ketika Filipina melarang penempatan buruh migrant di Libanon, Libya, dan Iran saat musim perang. Apa yang terjadi? Sana mengungkapkan banyak pekerja asal Filipina yang masih bekerja di sana. “Buruh migran pergi ke sana karena ada pekerjaan di sana,” ujarnya.
Filipina merupakan salah pengekspor buruh migran terbesar di dunia. Diperkirakan sekitar 10 juta warga Filipina tinggal di luar negeri sebagai buruh migrant atau migrant. Sebagian besar buruh migran asal Filipina memilih bekerja di Timur Tengah sebagai pembantu rumah tangga atau di sektor domestik.
Pengiriman uang warga Filipina di luar negeri ke Manila bisa mencapai 10% dari pendapatan domestik bruto negara tersebut.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengirimkan protes keras kepada Pemerintah Kuwait. Dia melarang total mengirimkan pekerja Filipina ke negara Teluk tersebut.
Langkah itu setelah laporan pada Jumat (9/2) lalu tentang penemuan pembantu rumah tangga (PRT) asal Filipina Joanna Demafelis, yang dinyatakan hilang setahun lalu. Demafelis dilaporkan mengalami penyiksaan sebelum dibunuh.
“Filipina bukan budak bagi siapapun, di manapun, dan kapanpun. Setiap luka fisik tanpa dasar hukum itu juga menjadi luka personal saya sebagai kepala Republik ini,” ujar Duterte sebagai bentuk penegasan. Beberapa pekan sebelum penemuan jenazah Demafelis, pekerja migran Filipina lainnya juga ditemukan tewas di Kuwait dan telah dibawa kembali ke Filipina.
Duterte memang sangat vokal dalam isu kekerasan seksual dan pembunuhan terhadap warga Filipina di Timur Tengah. Dia pernah mengancam akan melarang warganya bekerja di luar negeri. Dia juga menuding majikan kerap memperkosa pekerja Filipina dan memaksa buruh migran bekerja selama 21 jam sehari, dan menyiksa mereka. “Apakah ada sesuatu yang salah dengan budayamu (Kuwait)? Apakah ada yang salah dengan nilai-nilaimu (Kuwait),” katanya.
Kementerian Luar Negeri Filipina menyatakan telah merepatriasi sekitar 10.000 warga Filipina dari Kuwait. Itu dikarenakan ada program amnesti yang dilaksanakan bersama dengan Pemerintah Kuwait. “Pemerintah akan menanggung biaya penerbangan dan pinalti karena pelanggaran visa,” ujar Sarah Arriola, wakil menteri luar negeri Filipina urusan pekerja migran.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Kuwait Sheikh Sabah al-Khalid al-Sabah mengecam langkah gegabah Duterte. “Kita terkejut dan kita mengutuk pernyataan Presiden Filipina. Kita masih berhubungan dengan para pejabat Filipina pada tataran tertinggi untuk menjelaskan kondisi pekerja di Kuwait,” kata Sabah dilansir Reuters.
Sabah mengungkapkan ketegangan hubungan antara Filipina dan Kuwait tidak mengganggu hubungan kedua negara. “170.000 warga Filipina tinggal nyaman di Kuwait. Tapi, ada insiden yang tidak menguntungkan. Kita akan menyerahkan hasil penyelidikan ke otoritas Filipina,” ujarnya.
Bukan Larangan, Tapi Butuh Aturan
Kemarahan Duterte dianggap sangat wajar sebagai pemimpin yang mempedulikan dan memperhatikan rakyatnya. “Presiden seharusnya marah. Kita semua juga marah. Kita harus menuntut pihak yang bertanggungjawab agar tercipta keadilan bagi korban dan keluarganya,” kata Direktur Eksekutif Center for Migrant Advocay Ellena Sana dilansir Deutsche Welle.
Namun demikian, menurut Sana, langkah Duterte untuk melarang semua Filipina agar tidak boleh bekerja di Kuwait reaksi spontan. “Berdasarkan pengalaman kita, larangan itu tidak akan berjalan efektif,” ungkapnya.
Itu dibuktikan ketika Filipina melarang penempatan buruh migrant di Libanon, Libya, dan Iran saat musim perang. Apa yang terjadi? Sana mengungkapkan banyak pekerja asal Filipina yang masih bekerja di sana. “Buruh migran pergi ke sana karena ada pekerjaan di sana,” ujarnya.
Filipina merupakan salah pengekspor buruh migran terbesar di dunia. Diperkirakan sekitar 10 juta warga Filipina tinggal di luar negeri sebagai buruh migrant atau migrant. Sebagian besar buruh migran asal Filipina memilih bekerja di Timur Tengah sebagai pembantu rumah tangga atau di sektor domestik.
Pengiriman uang warga Filipina di luar negeri ke Manila bisa mencapai 10% dari pendapatan domestik bruto negara tersebut.
Credit sindonews.com
Rabu, 14 Februari 2018
Duterte Siap Pulangkan 2.200 Pekerja Filipina dari Kuwait
Rodrigo Duterte siap memulangkan sekitar 2.200
tenaga kerja Filipina di Kuwait yang menerima tawaran pulang gratis
setelah beredar sejumlah laporan penyiksaan. (Reuters/Erik De Castro)
Menteri Ketenagakerjaan Filipina, Silvestre Bello III, mengatakan bahwa Duterte menawarkan hal ini tak lama setelah menerima laporan temuan jasad seorang warganya di dalam kulkas di salah satu apartemen di Kuwait.
"Kami mendapatkan informasi bahwa hingga Jumat lalu, ada lebih dari 2.200 orang Filipina yang ingin pulang," ujar Silvestre Bello, sebagaimana dikutip Reuters.
|
Duterte pun sudah meminta Philippine Airlines dan Cebu Pacific untuk mengakomodasi kepulangan para pekerja Filipina yang ingin pulang dari Kuwait.
Bello mengatakan bahwa kedua maskapai itu sudah menyiapkan tiga pesawat charter gratis dan hampir 500 tenaga kerja Filipina akan tiba dalam waktu dekat.
Menurut Bello, pemerintah Filipina juga siap membantu para tenaga kerja yang pulang itu untuk mendapatkan pekerjaan baru.
"Kami sudah siapkan program reintegrasi. Kami juga sedang membahas kemungkinan pasar alternatif, salah satunya China atau bahkan Rusia," ucap Bello tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Filipina sendiri sudah menangguhkan pengiriman tenaga ke Kuwait pada Januari lalu, setelah menerima sejumlah laporan penyiksaan oleh majikan hingga memicu bunuh diri.
Wakil Menteri Luar Negeri Kuwait, Khaled al-Jarallah, mengaku "terkejut dan berduka" atas keputusan Duterte ini. Ia mengatakan bahwa kasus-kasu itu sudah diproses secara hukum.
Merujuk pada data Kemlu Kuwait, ada lebih 250 ribu warga Filipina mengadu nasib di negara tersebut, sebagian besar besar sebagai asisten rumah tangga.
Credit cnnindonesia.com
Jumat, 26 Januari 2018
Menterinya Dihina, Kuwait Berseteru dengan Saudi
RIYADH
- Kuwait dan Arab Saudi berseteru setelah pejabat Riyadh menghina
seorang menteri Kuwait dengan sebutan “tentara bayaran”. Perseteruan ini
memperparah krisis diplomatik di Teluk yang sebelumnya melibatkan Qatar
dengan negara-negara tetangganya.
Dalam sebuah posting di akun Twitter resminya, Menteri Pemuda dan Olahraga yang juga Penasihat Istana Kerajaan Arab Saudi, Turki Al Asheikh, melontarkan hinaan terhadap Menteri Perdagangan dan Industri Kuwait, Khaled Al-Roudhan.
Ujaran penghinaan ini bermula dari Al-Roudhan sebagai bagian dari delegasi Kuwit ke Doha yang disambut Emir Qatar Sheikh Tamim.
Kunjungan itu diduga membuat pejabat Saudi itu kesal, sebab Doha dan Riyadh hingga saat ini masih berseteru. Saudi bersama sekutu Arabnya—Mesir, Uni Emirat Arab dan Bahrain—telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar atas tuduhan Doha mendukung terorisme. Namun tuduhan telah berulang kali dibantah Qatar.
Kunjungan menteri Kuwait dan rombongannya ke Doha untuk mengucapkan terima kasih kepada Sheikh Tamim atas bantuannya yang baru-baru ini mengakhiri pembekuan badan sepak bola Kuwait oleh FIFA.
Otoritas olahraga Saudi sebelumnya mengklaim ikut andil dalam memengaruhi keputusan FIFA.
”Al-Roudhan hanya tentara bayaran, tentara bayaran ini tidak akan menyakiti hubungan historis Saudi dengan saudaranya, Kuwait,” tulis Al Asheikh dalam tweet-nya. ”Apa yang dia katakan tidak mewakili apapun kecuali dirinya sendiri,” lanjut dia, seperti dikutip Reuters, Jumat (26/1/2018).
Komentar pejabat Saudi itu sensitif bagi Kuwait karena sedang berperan untuk menengahi perselisihan Qatar dengan Saudi bersama sekutunya.
Penghinaan tersebut memicu kegemparan di Kuwait, di mana parlemen menekan pemerintah untuk merespons.
Dalam tweet berikutnya pada hari Rabu, Al Asheikh merasa pilihan kata-katanya untuk menteri Kuwait itu benar.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Kuwait Khaled al-Jarallah mengatakan bahwa dia telah menyampaikan sikap "penyesalan dan teguran” melalui duta besar Saudi untuk Kuwait.
”Kami menegaskan penolakan dan keheranan kami atas penghinaan ini karena berdampak terhadap hubungan persaudaraan yang hangat dan terhormat antara kedua negara bersaudara ini,” kata Jarallah seperti dikutip kantor berita negara Kuwait, KUNA.
Dalam sebuah posting di akun Twitter resminya, Menteri Pemuda dan Olahraga yang juga Penasihat Istana Kerajaan Arab Saudi, Turki Al Asheikh, melontarkan hinaan terhadap Menteri Perdagangan dan Industri Kuwait, Khaled Al-Roudhan.
Ujaran penghinaan ini bermula dari Al-Roudhan sebagai bagian dari delegasi Kuwit ke Doha yang disambut Emir Qatar Sheikh Tamim.
Kunjungan itu diduga membuat pejabat Saudi itu kesal, sebab Doha dan Riyadh hingga saat ini masih berseteru. Saudi bersama sekutu Arabnya—Mesir, Uni Emirat Arab dan Bahrain—telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar atas tuduhan Doha mendukung terorisme. Namun tuduhan telah berulang kali dibantah Qatar.
Kunjungan menteri Kuwait dan rombongannya ke Doha untuk mengucapkan terima kasih kepada Sheikh Tamim atas bantuannya yang baru-baru ini mengakhiri pembekuan badan sepak bola Kuwait oleh FIFA.
Otoritas olahraga Saudi sebelumnya mengklaim ikut andil dalam memengaruhi keputusan FIFA.
”Al-Roudhan hanya tentara bayaran, tentara bayaran ini tidak akan menyakiti hubungan historis Saudi dengan saudaranya, Kuwait,” tulis Al Asheikh dalam tweet-nya. ”Apa yang dia katakan tidak mewakili apapun kecuali dirinya sendiri,” lanjut dia, seperti dikutip Reuters, Jumat (26/1/2018).
Komentar pejabat Saudi itu sensitif bagi Kuwait karena sedang berperan untuk menengahi perselisihan Qatar dengan Saudi bersama sekutunya.
Penghinaan tersebut memicu kegemparan di Kuwait, di mana parlemen menekan pemerintah untuk merespons.
Dalam tweet berikutnya pada hari Rabu, Al Asheikh merasa pilihan kata-katanya untuk menteri Kuwait itu benar.
Sementara itu, Wakil Menteri Luar Negeri Kuwait Khaled al-Jarallah mengatakan bahwa dia telah menyampaikan sikap "penyesalan dan teguran” melalui duta besar Saudi untuk Kuwait.
”Kami menegaskan penolakan dan keheranan kami atas penghinaan ini karena berdampak terhadap hubungan persaudaraan yang hangat dan terhormat antara kedua negara bersaudara ini,” kata Jarallah seperti dikutip kantor berita negara Kuwait, KUNA.
Credit sindonews.com
Jumat, 20 Oktober 2017
'Dihajar' Perwakilan Kuwait, Delegasi Israel Tinggalkan Pertemuan Parlemen Internasional
MOSKOW
- Delegasi Israel dalam pertemuan Parlemen Internasional yang
berlangsung di Moskow, Rusia, memutuskan untuk walk-out setelah dihajar
habis-habisan oleh delegasi Kuwait.
Keluarnya delegasi Israel terjadi saat pembahasan mengenai penangkapan anggota Parlemen Palestina oleh otoritas Israel. Ketua Majelis Nasional Kuwait Marzouq al-Ghanim, yang memimpin delegasi Kuwait dalam pertemuan itu menegaskan apa yang dilakukan otoritas Israel tersebut adalah kejahatan keji.
"Pepatah "jika Anda tidak malu Anda bisa melakukan apa yang Anda inginkan" berlaku untuk komentar yang dibuat oleh parlemen pemerkosa (Israel) ini," kata Ghanim, seperti dilansir Al Arabiya pada Kamis (19/10).
"ini (pengakapan anggota Parlemen Palestina) merupakan jenis terorisme yang paling berbahaya, terorisme negara," sambungnya.
Pernyataan keras Ghanim mendapatkan respon positif dari pewakilan negara lain yang hadir. Ghanim kemudian menyatakan perwakilan Israel harusnya keluar dari ruangan pertemuan, karena tidak ada satupun negara yang setuju dengan tindakan Israel.
"Anda harus mengambil tas Anda dan meninggalkan aula ini karena Anda telah menyaksikan reaksi setiap parlemen terhormat di seluruh dunia. Tinggalkan sekarang jika Anda masih memiliki martabat, Anda penjajah, Anda pembunuh anak-anak," tambahnya.
Delegasi Israel langsug meninggalkan ruangan pertemuan menyusul ucapan Ghanim dan beberapa delegasi parlemen lainnya lainnya.
Keluarnya delegasi Israel terjadi saat pembahasan mengenai penangkapan anggota Parlemen Palestina oleh otoritas Israel. Ketua Majelis Nasional Kuwait Marzouq al-Ghanim, yang memimpin delegasi Kuwait dalam pertemuan itu menegaskan apa yang dilakukan otoritas Israel tersebut adalah kejahatan keji.
"Pepatah "jika Anda tidak malu Anda bisa melakukan apa yang Anda inginkan" berlaku untuk komentar yang dibuat oleh parlemen pemerkosa (Israel) ini," kata Ghanim, seperti dilansir Al Arabiya pada Kamis (19/10).
"ini (pengakapan anggota Parlemen Palestina) merupakan jenis terorisme yang paling berbahaya, terorisme negara," sambungnya.
Pernyataan keras Ghanim mendapatkan respon positif dari pewakilan negara lain yang hadir. Ghanim kemudian menyatakan perwakilan Israel harusnya keluar dari ruangan pertemuan, karena tidak ada satupun negara yang setuju dengan tindakan Israel.
"Anda harus mengambil tas Anda dan meninggalkan aula ini karena Anda telah menyaksikan reaksi setiap parlemen terhormat di seluruh dunia. Tinggalkan sekarang jika Anda masih memiliki martabat, Anda penjajah, Anda pembunuh anak-anak," tambahnya.
Delegasi Israel langsug meninggalkan ruangan pertemuan menyusul ucapan Ghanim dan beberapa delegasi parlemen lainnya lainnya.
Credit sindonews.com
Selasa, 19 September 2017
Patuhi Resolusi PBB, Kuwait Usir Dubes Korut
Ilustrasi. (Reuters/Denis Balibouse)
Jakarta, CB --
Pemerintah Kuwait dilaporkan memerintahkan duta besar Korea Utara,
So Chang Sik, untuk meninggalkan negara itu dalam 30 hari ke depan.
Langkah ini dilakukan Kuwait sesuai resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang meminta seluruh negara menghentikan kerja sama dengan Korut sebagai bentuk sanksi atas uji coba nuklir keenam yang dilakukan negara paling terisolasi itu pada awal September lalu.
Seorang diplomat Korut yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan Dubes Chang Sik akan meninggalkan Kuwait seiring dengan keputusan pemerintahan Emir Sabah Ahmad al-Sabah untuk meminimalkan hubungan negaranya dengan rezim Kim Jong-un.
Namun, di sisi lain, masa jabatan Chang Sik pun memang dilaporkan berakhir pada September ini.
Sementara itu, otoritas Kuwait belum menanggapi kabar mengenai pengusiran kepala perwakilan diplomatik Korut tersebut.
Sebelumnya, Kuwait juga telah menghentikan pinjaman dana bagi negara paling terisolasi itu. Saat itu, Kemlu Kuwait menyatakan bahwa tindakan itu diambil sebagai bentuk komitmen dalam menerapkan resolusi DK PBB terhadap Korut.
Sedikitnya 3.000 warga Korut tinggal di salah satu Negara Teluk itu dan Kuwait pun selama ini menjadi satu-satunya negara di kawasan yang menjalin hubungan diplomatik dengan Pyongyang.
Agustus lalu, Negara Teluk lainnya menangguhkan penerbangan langsung menuju dan dari Pyongyang. Negara-negara itu pun telah menghentikan pemberian visa masuk bagi warga Korut.
Diberitakan Reuters, pada awal bulan ini, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga telah bertemu dengan sejumlah pemimpin negara di kawasan Teluk Arab di Washington.
Trump meminta negara-negara tersebut mengurangi kerja sama dengan Korut sebagai bentuk tekanan agar Pyongyang mau menghentikan ambisi nuklir dan rudalnya yang dianggap semakin mengkhawatirkan.
Di Asia Tenggara, langkah keras baru-baru ini juga dilakukan Filipina. Pemerintahan Rodrigo Duterte menangguhkan hubungan dagang dengan Korut sebagai respons atas uji coba nuklir tersebut.
Langkah ini dilakukan Kuwait sesuai resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang meminta seluruh negara menghentikan kerja sama dengan Korut sebagai bentuk sanksi atas uji coba nuklir keenam yang dilakukan negara paling terisolasi itu pada awal September lalu.
Seorang diplomat Korut yang enggan disebutkan identitasnya mengatakan Dubes Chang Sik akan meninggalkan Kuwait seiring dengan keputusan pemerintahan Emir Sabah Ahmad al-Sabah untuk meminimalkan hubungan negaranya dengan rezim Kim Jong-un.
Namun, di sisi lain, masa jabatan Chang Sik pun memang dilaporkan berakhir pada September ini.
Sementara itu, otoritas Kuwait belum menanggapi kabar mengenai pengusiran kepala perwakilan diplomatik Korut tersebut.
Sebelumnya, Kuwait juga telah menghentikan pinjaman dana bagi negara paling terisolasi itu. Saat itu, Kemlu Kuwait menyatakan bahwa tindakan itu diambil sebagai bentuk komitmen dalam menerapkan resolusi DK PBB terhadap Korut.
Sedikitnya 3.000 warga Korut tinggal di salah satu Negara Teluk itu dan Kuwait pun selama ini menjadi satu-satunya negara di kawasan yang menjalin hubungan diplomatik dengan Pyongyang.
Agustus lalu, Negara Teluk lainnya menangguhkan penerbangan langsung menuju dan dari Pyongyang. Negara-negara itu pun telah menghentikan pemberian visa masuk bagi warga Korut.
Diberitakan Reuters, pada awal bulan ini, Presiden Amerika Serikat Donald Trump juga telah bertemu dengan sejumlah pemimpin negara di kawasan Teluk Arab di Washington.
Trump meminta negara-negara tersebut mengurangi kerja sama dengan Korut sebagai bentuk tekanan agar Pyongyang mau menghentikan ambisi nuklir dan rudalnya yang dianggap semakin mengkhawatirkan.
Di Asia Tenggara, langkah keras baru-baru ini juga dilakukan Filipina. Pemerintahan Rodrigo Duterte menangguhkan hubungan dagang dengan Korut sebagai respons atas uji coba nuklir tersebut.
Credit cnnindonesia.com
Langganan:
Postingan (Atom)