Senin, 09 Maret 2015

Pemprov Papua Berencana Gugat Pt Freeport Indonesia


JAYAPURA, CB – Pemerintah Provinsi Papua berencana menggugat PT Freeport Indonesia (PTFI). Sebab, perusahaan tambang emas dan tembaga yang beroperasi di Kabupaten Mimika, Papua, itu tak membayar retribusi pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan sesuai Peraturan Daerah yang berlaku.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Papua, Bangun S Manurung, mengatakan, sejak tahun 1990, PTFI tak mematuhi kewajiban membayar retribusi sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Irian Jaya Nomor 5 Tahun 1990 tentang pengendalian dan pengambilan air bawah tanah, air permukaan dan pembuangan limbah.

Bangun menjelaskan, berdasarkan Perda tersebut, seharusnya PTFI setiap tahun wajib membayar retribusi kepada Pemerintah Provinsi Papua sebesar Rp 360 miliar. Namun kenyataannya, PTFI hanya membayar Rp 1,5 miliar.

“Jelas-jelas itu kewajiban yang harus diselesaikan karena Perda sudah berlaku sejak tahun 1990, saat itu Provinsi Papua masih bernama Irian Jaya. Sementara PTFI baru memperbaharui kontrak karya pada tahun 1991. Pemerintah Provinsi Papua berencana membawa kasus ini ke Pengadilan Perpajakan,” jelas Bangun saat menghadiri peluncuran buku Menggugat Freeport di Abepura, Jayapura, Sabtu (7/3/2015).

Aturan tentang pengendalian pengambilan air bawah tanah dan air permukaan serta pembuangan limbah telah diatur Pemerintah Provinsi Papua melalui Peraturan Daerah dalam Perda Provinsi Irian Jaya Nomor 5 Tahun 1990. Peraturan daerah ini kemudian dibuat spesifik sesuai permintaan Kementrian Dalam Negeri untuk mengatur tersendiri pengambilan air bawah tanah dan air permukaan, melalui Perda Provinsi Irian Jaya Nomor 22 tahun 1995.

Dalam perkembangannya, Pemerintah Provinsi Papua sudah beberapa kali melakukan revisi terhadap aturan pengambilan air bawah tanah dan air permukaan dan mempertegas sebagai pajak daerah melalui Perda Provinsi Papua Nomor 4 tahun 2011. Dalam Perda ini, Pemprov Papua menetapkan tarif pajak air permukaan sebesar 10 persen dari volume air bawah tanah atau air permukaan yang diambil dan dimanfaatkan.

Pembayaran pajak ini dilakukan setiap bulan dan jika wajib pajak lalai akan dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 25 persen dari pokok pajak, ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 persen setiap bulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar.

Juru bicara PTFI, Daisy Primayanti, yang dikonfirmasi melalui surat elektronik, belum memberikan tanggapan terkait tudingan perusahaan tambang tersebut melakukan kelalaian tak membayar retribusi pajak air sesuai aturan berlaku.



Credit  KOMPAS.com