Tampilkan postingan dengan label BURKINA FASO. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BURKINA FASO. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 April 2019

ISIS Klaim Bunuh Ahli Geologi Kanada


ISIS Klaim Bunuh Ahli Geologi Kanada
ilustrasi ISIS (Laudy Gracivia)



Jakarta, CB -- ISIS mengklaim menculik dan membunuh seorang warga negara Kanada, Kirk Woodman di Burkina Faso pada Januari lalu.

Hal ini diungkapkan olah surat kabar mingguan kelompok ISIS Al-Naba. Mereka mengklaim membunuh warga Kanada tersebut namun tak memberikan bukti.

Jenazah Kirk Woodman ditemukan pada 16 Januari 2019, dua hari setelah hari penculikannya. Dia diculik oleh selusin orang bersenjata di lokasi penambangan yang dioperasikan oleh Progress Minerals dan berbasis timur laut Afrika Barat.


Pejabat Burkina Faso mengatakan bahwa dia ditembak. Tubuhnya dibuang di daerah yang diklaim pemerintah setempat berada di bawah kekuasaan gerilyawan Islam.

Mengutip Reuters, sebelum adanya klaim dari ISIS, tak ada yang mengaku bertanggung jawab. 


Dalam sebuah artikel yang menyuarakan pemberontakan ISIS di Mali, Niger, dan Burkina Faso, surat kabar tersebut merinci operasi yang dilakukan untuk menculik dan membunuh ahli geologi Kanada tersebut dengan menunjukkan foto dari SIM-nya.

Jenazah Woodman dibuang di padang pasir oleh tentara Khilafah. Al-Naba menyebut, sebenarnya, eksekusi Woodman dijadwalkan akan dilakukan pada 25 Januari -berdasarkan dengan kalender Hijriah atau kalender Islam- atau beberapa hari setelah jenazahnya ditemukan.




Credit  cnnindonesia.com



Rabu, 29 November 2017

Macron Kunjungi Afrika untuk Perbaiki Hubungan


Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Presiden Prancis Emmanuel Macron.


CB, OUAGADOUGOU -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengecam masa penjajahan kolonial Prancis selama kampanye kepresidenannya. Banyak pihak percaya, terpilihnya Macron sebagai presiden akan membangun hubungan baru antara Prancis dengan Afrika.
Macron tertarik mengakhiri pengaruh Prancis selama 60 tahun di negara-negara bekas koloninya. Presiden termuda Prancis ini melakukan kunjungan ke Afrika, pada Selasa (28/11), dan menjanjikan perubahan.

Ia membawa pesan pendekatan paternalistik Paris ke Afrika, yang dikenal sebagai Francafrique, saat ini sudah berakhir. Macron memang bukan pemimpin Prancis pertama yang mengklaim akan melepaskan masa lalu negaranya, namun ia sangat ingin meyakinkan Afrika ia sangat bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

Dalam waktu kurang dari dua tahun Macron telah mengubah lansekap politik Prancis, dengan mematahkan dominasi partai tradisional dan memenuhi parlemen dengan masyarakat sipil. Kebijakannya ini menarik pemilih Prancis yang telah muak dengan politisi arus utama.

Di Afrika, Macron berharap ia bisa merayu negara-negara yang telah dikecewakan oleh Prancis, seperti Burkina Faso dan Pantai Gading. Istana Elysee mengatakan Macron sadar tugas tersebut tidak akan mudah dilakukan.

Dilansir dari Aljazirah, Burkina Faso mendapatkan kemerdekaan dari Prancis pada 1960, namun ikatan keduanya tidak pernah terputus total. Banyak warga Burkina Faso yang marah karena Prancis membantu mantan Presiden Blaise Compaore melarikan diri dari negara itu pada 2014.

Compaore terpaksa melarikan diri setelah demonstrasi massa terjadi di jalanan untuk melawan 27 tahun pemerintahannya yang semakin otoriter. Ouagadougou meminta Prancis mengekstradisi Compaore dan juga saudaranya sehubungan dengan pembunuhan seorang jurnalis pada 1998.

Kunjungan Macron akan fokus pada para pemuda, setelah sebelumnya ia menyebut Afrika sebagai benua masa depan. Macron akan membawa isu inovasi, pekerjaan, dan olahraga, daripada isu bantuan pembangunan.

Dia akan menyampaikan pidato di depan mahasiswa di sebuah universitas, mengunjungi sekolah-sekolah, dan melakukan tur taman tenaga surya terbesar di Afrika Barat. Hal ini akan menandai komitmennya untuk melestarikan benua Afrika bagi generasi mendatang.

'Pemuda' juga akan menjadi tema dalam pertemuan Uni Eropa dan Uni Afrika pekan ini di Abidjan, yang akan dihadiri oleh Macron. Tidak ada pemimpin negara yang tidak setuju mengenai pentingnya meyakinkan generasi muda akan masa depan yang baik.

Namun hal itu berbanding terbalik dengan banyaknya pemuda Afrika yang diperdagangkan sebagai budak di Libya. Banyak dari mereka yang awalnya melarikan diri dari konflik, kekeringan, kelaparan, kekerasan, kemiskinan, untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

Mereka kemudian memutuskan bermigrasi ke Eropa dan harus menempuh perjalanan yang berbahaya sehingga yang tidak kuat bertahan dalam perjalanan, akan terancam diperdagangkan sebagai budak.

Macron telah meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengambil tindakan terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di Libya, seperti pemimpin Eropa lainnya, dia juga ingin imigrasi ilegal segera dihentikan.

Macron berharap saat dia berada di perhentian terakhirnya di Ghana, ia mampu mengubah pemikiran beberapa negara Afrika mengenai niat Prancis. Untuk Ghana, Macron ingin agar negara ini berpikir mereka bukan bekas koloni Prancis, juga bukan francophone, melainkan negara demokrasi yang dinamis dan inovatif.


Credit  republika.co.id




Tentara Prancis di Burkina Faso Dilempari Granat



Granat. Ilustrasi
Granat. Ilustrasi

CB, PARIS -- Sebuahgranat dilemparkan ke arah tentara Prancis di ibu kota Burkina Faso di Ouagadougou, sesaat sebelum Presiden Emmanuel Macron datang ke kota tersebut. Akibatnya tiga warga sipil terluka.
Granat itu dilemparkan pada Senin (27/11) malam waktu setempat. Menurut sumber dari departemen keamanan, granat itu dilemparkan beberapa jam sebelum Macro ndijadwalkan menjadi pembicara di universitas di Ouagadougou.
Dilaporkan dua orang memakai tudung melemparkan granat dari sepeda motor sebelum melarikan diri dari tempat kejadian. Namun tidak ada komentar langsung mengenai kejadian di kantor Macron.
Macron dan Kanselir Jerman Angela Merkel akan menghadiri pertemuan puncak Uni Eropa-Afrika di Abidjan pekan ini dengan fokus pembahasan pada bidang pendidikan, investasi pada generasi muda dan pembangunan ekonomi. Hal ini untuk mencegah adanya pengungsian dan imigran karena faktor ekonomi, agar tidak melakukan perjalanan berbahaya melintasi Laut Tengah.


Credit  REPUBLIKA.CO.ID