Tampilkan postingan dengan label GEOLOGI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label GEOLOGI. Tampilkan semua postingan

Senin, 31 Desember 2018

LIPI: Gunung Raksasa di Bawah Laut Sumatera Sudah Tak Aktif

Pakar Geologi dari Pusat Geotekhnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natadidjaja mengatakan, gunung raksasa di bawah laut Sumatera sudah tidak aktif lagi. Foto/Ilustrasi/Okezone

JAKARTA - Pakar Geologi dari Pusat Geotekhnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Danny Hilman Natadidjaja mengatakan, gunung raksasa di bawah laut Sumatera sudah tidak aktif lagi. Jadi, kata Danny, gunung yang terletak di laut lepas Pantai Bengkulu sudah tidak berbahaya lagi.

Danny menjelaskan, berdasarkan penelitian, gunung yang ada sejak ratusan tahun lalu tersebut sudah tidak aktif. "Berita lama itu, iya ada di lepas Pantai Bengkulu. Namun, sudah enggak aktif, sisa-sisa yang dulu jutaan tahun yang lalu. Sudah enggak aktif‎. Enggak berbahaya," katanya saat berbincang dengan Okezone, Sabtu (29/12/2018).

Menurut Danny, gunung tersebut sudah ada sejak ratusan tahun lalu di bawah perairan Sumatera dan pernah aktif pada masanya. Namun, saat ini, gunung tersebut sudah mati dan tidak berbahaya. "Dulunya jelas ada, pernah aktif, tapi sekarang sudah enggak aktif. Itu ada di tengah laut, gunung api, di bawah laut. Intinya enggak berbahaya, sudah enggak aktif, sudah mati, jadi mumi," terangnya.

Sebelumnya diketahui, ‎tim yang terdiri dari gabungan para pakar geologi Indonesia, AS, dan Perancis berhasil menemukan gunung api raksasa di bawah perairan barat Sumatera. Gunung api tersebut berdiameter 50 km dan tinggi 4.600 meter dan berada 330 km arah barat Kota Bengkulu.

Para ahli geologi yang menemukan gunung tersebut berasal dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, CGGVeritas dan IPG (Institut de Physique du Globe) Paris. "Gunung api ini sangat besar dan tinggi. Di daratan Indonesia, tak ada gunung setinggi ini kecuali Gunung Jayawijaya di Papua," kata Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam BPPT Yusuf Surachman.


Credit Sindonews.com



https://daerah.sindonews.com/read/1366644/174/lipi-gunung-raksasa-di-bawah-laut-sumatera-sudah-tak-aktif-1546100173





Ditemukan Gunung Raksasa di Dalam Laut Sumatera Berdiameter 50 Km


Gunung Anak Kratau. Tim yang terdiri dari gabungan para pakar geologi Indonesia, Amerika Serikat (AS), dan Perancis, menemukan gunung api raksasa di bawah perairan barat Sumatera. Foto/Ilustrasi/SINDOnews

BENGKULU - Tim yang terdiri dari gabungan para pakar geologi Indonesia, Amerika Serikat (AS), dan Perancis, menemukan gunung api raksasa di bawah perairan barat Sumatera. Gunung api tersebut berdiameter 50 km dan tinggi 4.600 meter dan berada 330 km arah barat Kota Bengkulu.

Para ahli geologi ini berasal dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, CGGVeritas dan IPG (Institut de Physique du Globe) Paris.

“Gunung api ini sangat besar dan tinggi. Di daratan Indonesia, tak ada gunung setinggi ini kecuali Gunung Jayawijaya di Papua,” kata Direktur Pusat Teknologi Inventarisasi Sumber Daya Alam BPPT Yusuf Surachman.

Gunung api bawah laut ini berada di Palung Sunda barat daya Sumatera, 330 km dari Bengkulu, di kedalaman 5,9 km dengan puncak berada di kedalaman 1.280 meter dari permukaan laut. Meskipun gunung ini diketahui memiliki kaldera yang menandainya sebagai gunung api, para pakar mengaku belum mengetahui tingkat keaktifan gunung api bawah laut ini. 

Survei yang menggunakan kapal seismik Geowave Champion canggih milik CGGVeritas itu adalah yang pertama di dunia karena menggunakan streamer terpanjang, yaitu 15 km dari yang pernah dilakukan oleh kapal survei seismik. Tujuan dari survei ini adalah untuk mengetahui struktur geologi dalam (penetrasi sampai 50 km) yang meliputi Palung Sunda, prisma akresi, tinggian busur luar (outer arc high), dan cekungan busur muka (fore arc basin) perairan Sumatera.

ADVERTISEMENT

Sejak gempa dan tsunami akhir 2004 lalu dan gempa-gempa besar susulan lainnya, terjadi banyak perubahan struktur di kawasan perairan Sumatera yang menarik minat banyak peneliti asing. Tim ahli dari Indonesia, AS, dan Perancis kemudian bekerja sama memetakan struktur geologi dalam untuk memahami secara lebih baik sumber dan mekanisme gempa pemicu tsunami menggunakan citra seismik dalam (deep seismic image).


Credit Sindonews.com



https://daerah.sindonews.com/read/1366643/174/ditemukan-gunung-raksasa-di-dalam-laut-sumatera-berdiameter-50-km-1546099743




Rabu, 14 Desember 2016

Kekuatan Sesar Lembang Diprediksi Seperti Gempa Pidie Jaya



 Kekuatan Sesar Lembang Diprediksi Seperti Gempa Pidie Jaya
Tiga ahli geologi dari Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral melakukan pengamatan di sekitar Patahan/sesar Lembang di Kampung Muril Rahayu, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Bandung Barat. Pikiran Rakyat Online
 
CB, Bandung - Pakar gempa memperingatkan potensi gempa Sesar Lembang yang bermagnitudo 6,5 hingga 7. Kekuatan gempa itu berskala seperti gempa yang terjadi di Pidie Jaya, Aceh, pada hari Rabu pagi, 7 Desember 2016.

"Kalau itu terjadi, tanah sekitar garis sesar bisa bergerak puluhan hingga 200 sentimeter," ujar pakar gempa dari Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI Bandung, Danny Hilman, dalam acara "Rembug Gempa di Tatar Bandung" di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bandung, Selasa, 13 Desember 2016.

Ketika gempa Sesar Lembang terjadi, rumah yang dirancang tahan gempa bisa rusak juga bila berada di atas jalur sesar. "Sepanjang 29 kilometer jalur sesar itu berbahaya," katanya.

Kolega Danny, Mudrik Daryono, telah memetakan jalur Sesar Lembang dengan citra satelit beresolusi tinggi.  "Titik nol kilometer sesar ditandai di daerah Padalarang dekat jalan tol,” ujar Mudrik kepada Tempo.

Titik nol itu sebagai penanda pangkal sesar di sebelah barat. Sesar Lembang memanjang ke timur hingga berada di antara Bukit Batu Lonceng dan Gunung Manglayang. Sebelumnya, para peneliti menaksir panjang sesar itu berkisar 20-27 kilometer.

Hasil penelitian paleoseismologi terkini yang dilakukan antara lain oleh Mudrik dan Danny Hilman mendapatkan bukti otentik. Gempa Sesar Lembang setidaknya pernah terjadi pada 2.000 tahun silam.

Hasil riset kolega mereka lainnya, Eko Yulianto, mencatat gempa dari Sesar Lembang pernah juga muncul 500 tahun silam. Menurut Eko, kedua gempa pada masa silam tersebut bermagnitudo 6,8 dan 6,6.


Credit  TEMPO.CO



Aktif, Sesar Lembang Berpotensi Menimbulkan Kerugian Rp 51 T

Aktif, Sesar Lembang Berpotensi Menimbulkan Kerugian Rp 51 T
Sesar Lembang sepanjang 22 km di utara Bandung, dilihat dari GoogleEarth
 
CB, Bandung - Tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB) telah menghitung potensi kerugian akibat aktivitas sesar Lembang. Sesar atau patahan yang memanjang 29 kilometer berarah timur-barat di utara Bandung tersebut telah dipastikan berbagai riset sebagai sesar aktif.

Dari riwayat kegempaan dan panjangnya itu, skala kekuatan gempa dari Sesar Lembang bermagnitude 6,5 hingga 7.

Anggota tim riset ITB Nuraini Rahma Hanifa mengatakan, mereka menghitung nilai guncangan dan percepatan gempa dari aktivitas Sesar Lembang di Kota Bandung. Tim juga menghitung risiko ekonomi dan perkiraan kerusakan bangunan.

"Cara menghitung kerusakan bangunan dengan kurva kerentanan bangunan," ujarnya dalam acara "Rembug Gempa di Tatar Bandung" di Gedung Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Bandung, Selasa, 13 Desember 2016.

Berfokus pada permukiman penduduk, tim menghitung ada 2,5 juta rumah. Rumah yang berpotensi rusak ringan sebanyak 1 juta unit, rusak total 500 ribu rumah, selebihnya atau 1 juta rumah rusak sedang.

"Menghitung dengan asumsi Rp 6 juta per meter persegi untuk biaya membangun rumah, kerugian mencapai Rp 51 triliun," kata Rahma. Sebelumnya, ujarnya, ada hitungan kerugian dari perusahaan asuransi sebesar Rp 41 triliun. 

Pakar Mitigasi Bencana dari ITB yang tergabung dalam tim tersebut, Irwan Meilano, mengatakan dampak serius dari aktivitas Sesar Lembang terkait dengan infrastruktur seperti bangunan yang rentan terhadap gempa. Hasil dari simulasi yang pernah dilakukan, korban jiwa diperkirakan ribuan orang.


Credit  TEMPO.CO



Senin, 13 Juni 2016

Kiamat Letusan Toba, Supervolcano dari Indonesia


 Kiamat Letusan Toba, Supervolcano dari Indonesia
Pemandangan Danau Toba yang dilihat dari desa Tongging, Karo, Sumut, Sabtu (25/01). Tempo/Dian Triyuli Handoko
 
CB, Copenhagen - Sekitar 74 ribu tahun lalu, gunung berapi Toba di Pulau Sumatera meletus dahsyat dan mengakibatkan bencana global. Letusannya diperkirakan 5.000 kali lebih besar dibanding letusan Gunung St Helens di Amerika Serikat pada 1980, bahkan menjadi bencana vulkanis terbesar di bumi selama 2 juta tahun terakhir.

Toba memuntahkan lava yang cukup guna membangun dua Gunung Everest. Gunung api itu juga melontarkan abu yang sangat banyak ke atmosfer dan menghalangi sinar matahari sehingga mengakibatkan bumi gelap sepanjang hari selama bertahun-tahun, seperti sudah kiamat. Letusan dahsyat Toba meninggalkan bekas berupa kawah berdiameter rata-rata 50 kilometer yang kini dikenal sebagai Danau Toba.

Letusannya ini membuat Toba diklasifikasi sebagai gunung berapi raksasa (supervolcano). Tak hanya abu, Toba mengirim cukup banyak asam sulfat ke atmosfer guna membuat hujan asam di daerah kutub bumi. Informasi ini diperoleh setelah para ilmuwan mengais jejak sisa asam sulfat dalam inti es kutub yang dalam.

"Kami melacak jejak hujan asam dalam lapisan es di Greenland dan Antartika," kata Anders Svensson, ahli gletser dari Institut Niels Bohr di Universitas Copenhagen, Denmark.

Inti es bisa memberikan bukti lebih detail soal iklim bumi yang berubah drastis hanya dalam beberapa tahun setelah letusan dahsyat Toba. Para ilmuwan sebelumnya memperkirakan bahwa letusan supervolcano akan memicu pendinginan global hingga 10 derajat Celsius selama beberapa dekade. Namun inti es di kedua kutub menunjukkan pendinginan yang terjadi dalam waktu yang lebih pendek dan tidak konsisten di seluruh belahan bumi.

"Tidak ada pendinginan global yang merata akibat letusan Toba," kata Svensson, mengacu kurva temperatur inti es. Menurut dia, fluktuasi pendinginan suhu yang besar hanya dijumpai di belahan bumi utara, sedangkan di belahan bumi selatan lebih hangat. "Kondisi ini mengakibatkan pendinginan global terjadi dalam periode singkat."

Bukti yang ditemukan Svensson dan rekan-rekannya menjanjikan jalan keluar bagi sejumlah perdebatan arkeologi. Letusan Toba terjadi di titik kritis dalam sejarah manusia purba ketika Homo sapiens pertama kali keluar dari Afrika ke Asia. Namun ada perbedaan pendapat yang kentara soal nasib manusia awal yang terkena dampak letusan Toba. "Apakah sebagian besar penghuni bumi musnah oleh letusan itu?"

Ia mengatakan bahwa lapisan abu vulkanis dari letusan Toba ditemukan di sebagian besar wilayah Asia. Material letusan ini digunakan sebagai petunjuk arkeologi kuno yang sangat penting mewakili peradaban yang dianggap terlalu tua guna dilakukan penanggalan karbon. Sedangkan analisis inti es menyediakan informasi lainnya guna menempatkan temuan arkeologi kuno secara lebih akurat.

"Posisi letusan Toba dalam rekaman inti es akan menempatkan temuan arkeologis dalam konteks iklim. Ini akan sangat membantu menjelaskan periode kritis sejarah manusia," kata Svensson. Penelitian ini secara perinci dimuat dalam jurnal Climate of the Past.



Credit  TEMPO.CO




Inilah Pulau Hantu yang Tak Pernah Ada


 Inilah Pulau Hantu yang Tak Pernah Ada
Lokasi pulau hantu misterius di Australia. dailymail.co.uk
 
CB, Sydney - Berbagai publikasi ilmiah dalam satu dasawarsa terakhir kerap menyebutkan nama Pulau Sandy, sebuah pulau di perairan Pasifik selatan. Namun grup peneliti asal Australia membuktikan bahwa pulau yang tertera dalam peta itu sebenarnya tak pernah ada.

Pulau Sandy tercatat dalam Google Earth sebagai daratan yang teronggok di antara Australia dan Kaledonia Baru. Berbagai peta laut dan peta dunia juga mencatat pulau ini berada di Laut Coral di Pasifik selatan. Tim ekspedisi ilmiah, yang dipimpin ahli geologi University of Sydney, Maria Seton, berlayar selama 25 hari di tempat pulau itu seharusnya berada. Namun mereka tak menemukan daratan di lokasi tersebut.

"Kecurigaan muncul ketika kapal mendeteksi kedalaman 1.400 meter di posisi pula. Padahal Google Earth mengindikasikan ada pulau besar di situ," kata Maria. Pulau Sandy pun seolah menjadi pulau hantu yang tercatat di peta, tapi tak pernah ditemukan. Menurut Seton, pulau ini bisa saja muncul akibat salah catat. Namun kesalahan ini dipertahankan karena ahli kelautan menjadikan catatan awal sebagai acuan pembuatan peta baru.

Ahli geologi dari University of Western Australia, Steven Micklethwaite, punya cerita lain. Kapal Southern Surveyor yang mereka tumpangi ternyata berlayar mulus membelah lautan di titik keberadaan pulau. "Ketika itu kami tertawa geli," kata dia. Sembari tergelak, para peneliti tetap mengumpulkan data dari dasar laut. Nantinya, data ini akan diserahkan kepada otoritas kelautan untuk dipakai mengubah peta dunia. Pulau Sandy pun akan hilang dari peta.


Credit  TEMPO.CO




Senin, 30 Mei 2016

Peta Direvisi, Sumber Baru Gempa Ditemukan



KOMPAS Peta Gempa direvisi 
berdasarkan hasil riset. Sejumlah sesar, seperti sesar Lembang dan patahan Sumatera di Lampung, dinyatakan lebih aktif dari sebelumnya sehingga berpotensi memicu gempa yang lebih besar.
CB -  Riset terbaru menemukan data dan sumber gempa baru di sejumlah wilayah Indonesia dengan potensi kekuatan lebih besar daripada perhitungan sebelumnya. Sebagian sumber gempa itu berpotensi menimbulkan dampak pada kota-kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta dan Surabaya.

Temuan ini mengubah peta gempa Indonesia, sekaligus menuntut perubahan standar bangunan dan tata ruang, serta manajemen mitigasi bencana.

”Banyak gempa besar di Indonesia di luar ekspektasi para ahli. Misalnya gempa Aceh 2004, Yogyakarta 2006, Padang 2009, dan gempa Samudra Hindia 2012. Dari riset terbaru, kami menemukan sejumlah sumber gempa baru belum masuk peta gempa,” kata Irwan Meilano, ahli gempa dari Institut Teknologi Bandung, di Jakarta, Minggu (29/5/2016).

Sumber gempa baru terutama di zona Banda-Flores, sesar Sumatera, sesar di Jawa, gempa dari zona subduksi selatan Jawa, dan sesar aktif memanjang dari utara laut Pulau Bali sampai daratan Jawa bagian utara. ”Temuan baru kegempaan ini akan diuji publik, Senin (30/5/2016) dan Selasa (31/5/2016), di Jakarta, untuk revisi peta gempa nasional,” kata Irwan, yang juga Koordinator Geodesi, Tim Pemutakhiran Gempa Indonesia.

Untuk daerah Banda dan Flores, ancaman gempa terutama dari zona subduksi di selatan. ”Hasil riset terbaru kami menunjukkan, pergerakan di sebelah utara (back arc Bali-Wetar) lebih aktif. Potensi gempa dari utara Bali hingga Pulau Wetar di atas magnitudo (M) 8,” ujarnya.

Patahan di utara Bali itu dideteksi menerus ke barat hingga di daratan Jawa bagian utara, atau dikenal Sesar Kendeng. Kecepatan gerakan Sesar Kendeng 5 mm per tahun, dan bisa berdampak pada Kota Surabaya.

Di Jawa Barat, riset terbaru sesar Lembang, yang diprediksi memicu gempa kekuatan maksimal magnitudo 6,4, kini direvisi jadi maksimal magnitudo 7. ”Ada bukti, gempa yang merusak di Jawa Barat pada 1450 bersumber dari sesar ini,” ujarnya.

Untuk sesar Sumatera, revisi terutama akan dilakukan bagi zona sesar darat di Aceh dan Lampung. ”Dulu sesar Aceh dinilai rendah aktivitas dengan pergerakan 2 mm per tahun, kini ditemukan kekuatan gerak 20 mm per tahun atau 10 kali. Pergerakan sesar Sumatera di Lampung 8 kali lebih aktif dari hitungan sebelumnya,” katanya.
Ancaman Jakarta
Untuk Jakarta, data menunjukkan kota itu pernah hancur besar akibat gempa pada 1699. Selain dari sesar Baribis yang memicu gempa merusak pada 1780, gempa kemungkinan dari zona subduksi selatan Jawa, kekuatan lebih besar daripada perhitungan sebelumnya. ”Data terbaru, gempa subduksi di selatan Jawa kekuatan minimal M 8,5, dari sebelumnya diperkirakan maksimal M 8,1,” kata Irwan.
Riset oleh ahli paleotsunami Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Eko Yulianto, di selatan Jawa menemukan jejak tsunami besar di masa lalu. ”Kami menemukan deposit tsunami raksasa di Binuangun, Kabupaten Lebak (Banten) dan Widoropayung, Cilacap (Jawa Tengah) pada masa hampir bersamaan, 300 tahun lalu,” ucapnya.
Berdasarkan jarak lokasi deposit tsunami lebih dari 500 km, gempa pemicunya diduga amat kuat. ”Panjang rupture (bidang yang retak) pemicu tsunami setara gempa di Sendai, Jepang, pada 2011. Perkiraan gempa di atas magnitudo 9,” ujarnya.
Gempa kuat dari selatan Jawa memicu kehancuran di Jakarta. Menurut katalog gempa Arthur Wichman (1918), gempa amat kuat di Jakarta, 5 Januari 1699, pukul 01.30, merobohkan banyak bangunan dan memicu longsor besar di Gunung Gede-Pangrango dan Salak.

Credit  KOMPAS.com





Rabu, 25 Mei 2016

Melacak Emas Tersembunyi Milik Situs Warisan Dunia di Papua



Melacak Emas Tersembunyi Milik Situs Warisan Dunia di Papua  
Taman Lorentz, Papua. (Ebbie Vebri Adrian)
 
Jakarta, CB -- Hampir lima tahun Wahyu Sunyoto mengelilingi 2,5 juta hektare areal hutan di kawasan Timika, Papua, dari atas udara. Ketika itu, pada periode 1989-1994, Wahyu bekerja melakukan survei udara untuk membuat peta geologi di wilayah konsesi PT. Freeport Indonesia.

“Saat itu saya masih muda, berusia 31-32 tahun,” kata Wahyu, Praktisi Eksplorasi dan Pertambangan Mineral Berharga dan Logam Dasar kepada CNNIndonesia.com, pertengahan April 2016.

Saat itu Wahyu menjadi bagian dari Tim Divisi Eksplorasi PT Freeport Indonesia. Dia bersama 12 orang lainnya secara kontinyu melakukan survei aeromagnetic atau survei membuat peta geologi dengan menggunakan pesawat atau helikopter.

“Kami menggunakan tiga helikopter dan tim bergerak berpencar,” kata Wahyu.

Survei udara dilakukan dengan bermodal foto lanskap dan peta topografi Timika yang dicetak pada tahun 1967. Peta topografi itu pernah dibuat oleh Angkatan Udara Amerika Serikat.

Dari atas helikopter dengan ketinggian 200-400 meter dari tanah, Wahyu berperan sebagai navigator sembari membuat pemetaan.

“Dari atas helikopter saya sembari membuat peta sungai,” katanya.

Selain membuat survei udara, tim juga turun ke lapangan untuk memeriksa bebatuan. Daerah yang menjadi sasaran salah satunya sungai, biasanya apabila sebuah gunung atau bukit memiliki cadangan emas, akan terbawa ke aliran sungai.

Freeport membuat peta geologi untuk mengetahui potensi tambang di wilayah konsesi.
Batu-batu yang dikumpulkan ini kemudian dibawa ke laboratorium untuk diperiksa kadungannya.

Dari hasil survei, tim eksplorasi menemukan beberapa titik sebaran intrusi atau batuan beku yang berpotensi mengandung mineral. Intrusi ini di antaranya tersebar di beberapa wilayah Ilaga, yang berjarak antara 16 hingga 60 kilometer dari kawasan tambang Grasberg yang dikelola Freeport.

Freeport membuat peta geologi untuk mengetahui potensi di wilayah konsesi. Sesuai perjanjian kontrak karya, Freeport secara bertahap melepaskan konsesinya. Setelah membuat pemetaan, Freeport melepaskan daerah yang dianggap kurang menguntungkan.

Freeport yang pada masa awal kontrak karya 1967 memiliki wilayah konsesi seluas 2,5 juta hektare, kini menguranginya menjadi 212 ribu hektare. Pengurangan luas wilayah secara otomatis mengurangi beban Freeport atas pajak wilayah konsesi.

 
Pertambangan Freeport Indonesia. (Dok. Akun Facebook Freeport Indonesia)
Tiga Titik Intrusi
Hasil survei udara yang dilakukan Freeport kini menjadi bagian dari peta geologi nasional yang dikeluarkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi pada 1995. Hingga saat ini belum ada peta tandingan yang memperbaharui survei udara yang dibuat Freeport.

Berdasarkan pengamatan CNNIndonesia.com dari peta geologi lembar Timika dengan skala 1:250.000 itu, terlihat tiga intrusi yang ditandai dengan warna cokelat kemerahan. Dilihat dari peta, tiga titik itu berjarak antara 16 hingga 60 kilometer dari wilayah penambangan Grasberg.

Intrusi serupa mirip terdapat di Grasberg, Erstberg dan wilayah penambangan Freeport lainnya. Ketinggian titik intrusi pun serupa sekitar 3.000-4.000 meter di atas permukaan laut dan berada di deretan Pegunungan Tengah.

Intrusi ini mendapat perhatian ilmuwan dalam negeri. Sekelompok ilmuwan memperkirakan, potensi mineralisasi pada intrusi itu tidak berbeda jauh dengan yang ada di Grasberg atau Erstberg.

Dalam peta geologi itu disebutkan keterangan adanya intrusi diorite, diorite kuarsa, monzonit, monzonit kuarsa, stok, retas, sill. Sedangkan intrusi utama batuan beku pada Grasberg dan Erstberg adalah adalah monzodiorit dan diorite.

Menurut Direktur Centre for Indonesian Resources Strategic Studies (Ciruss)‎ Budi Santoso, pada 1990an kalangan ilmuwan pertambangan dan geologi pernah santer menyebutkan adanya potensi mineralisasi di wilayah dekat pertambangan Freeport.

“Pernah ramai menjadi bahan perbincangan, namun kemudian tak dibahas kembali,” katanya.

Menurut Budi, perbincangan itu terhenti karena pada saat bersamaan muncul desakan dari aktivis lingkungan untuk menjadikan wilayah itu sebagai kawasan konservasi. Pada 1997, kawasan itu ditetapkan sebagai Taman Nasional Lorentz, termasuk didalamnya tiga titik intrusi yang memiliki potensi mineralisasi.

 
Taman Lorentz, Papua. (Ebbie Vebri Adrian)
Taman Nasional Lorentz

Penetapan Taman Nasional Lorentz, hanya dua tahun berselang setelah lembar peta geologi Timika dari hasil survei Freeport itu dipublikasikan. Kawasan hutan sebagai taman nasional itu secara otomatis membatasi akses publik, terutama bagi mereka yang berniat mengeksplorasi.

Dua tahun setelah ditetapkan sebagai kawasan nasional atau pada 1999, United Nations Educational, Scientific dan Cultural Organizations (UNESCO) menetapkannya sebagai Situs Warisan Dunia dengan cakupan areal sekitar 2,4 juta hektare.

Taman Nasional itu menjadi kawasan lindung terbesar di Asia Tenggara, membentang dari puncak Pegunungan Jayawijaya berselimut salju dengan ketinggian 5.030 meter di bawah permukaan laut, hingga membujur ke batas tepi perairan Laut Arafuru.

Nama Lorentz diambil dari nama penjelajah asal Belanda, Hendrikus Albertus Lorentz, yang pernah menyambangi daerah itu pada 1909. Selain keanekaragaman hayati, kawasan hutan lindung itu juga menjadi tempat kehidupan sembilan suku asli Papua.

Menurut mantan Dirjen Mineral, Simon Sembiring, kawasan Taman Lorentz merupakan kawasan tundra yang mirip dengan wilayah Grasberg.

Simon menyatakan, dari kemiripan wilayah, kemungkinan tersimpan potensi mineralisasi termasuk emas dan tembaga.

“Apalagi pulau Papua secara keseluruhan memang terbukti memiliki kekayaan mineral,” kata Simon.

Menurut Wahyu Sunyoto, untuk memastikan kandungan di wilayah intrusi itu memerlukan eksplorasi lanjutan.

Sejak ditetapkan sebagai daerah konservasi, Freeport tak berani mengutak-atik wilayah itu.

“Freeport tidak boleh menyentuh Taman Nasional Lorentz dari nilai lingkungan dan akuntabilitas publik. Bahkan buffer zone yang ada dalam kontrak karya, luasnya kami sesuaikan dengan Taman Nasional sehingga menjadi tidak rata kayak gergaji,” katanya.

Eksplorasi meliputi pengambilan sampel batuan, endapan sungai, menganalisis kondisi magnet kontur permukaan tanah, ataupun mengebor hingga kedalaman 100-200 meter. Selain itu, eksplorasi ini membutuhkan biaya mahal dan waktu yang tidak singkat.

Pada 2012, Dinas Pertambangan dan Energi, Mimika, Timika memberikan pernyataan kepada media bahwa Kawasan Taman Nasional Lorentz memiliki potensi pertambangan yang sangat melimpah namun sulit untuk dieksploitasi.

Beberapa investor telah menyatakan niatnya mengeksplorasi Lorentz. Namun kegiatan ini terhambat aturan yang melindungi wilayah yang menjadi kawasan konservasi.


Credit  CNN Indonesia

Menguak Emas Terpendam di Taman Lorentz Papua


Menguak Emas Terpendam di Taman Lorentz Papua  
Taman Lorentz, Papua. (Ebbie Vebri Adrian)
 
Jakarta, CB -- "Ya benar, kami punya datanya. Besarnya kemungkinan sampai 900 ton cadangan emas di sana. Itu artinya lebih besar dari cadangan emas yang kini dimiliki Indonesia."

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan akhir tahun lalu menjawab pertanyaan CNNIndonesia.com soal kabar adanya cadangan emas yang belum tersentuh di Bumi Cenderawasih Papua.

Sesekali Luhut melirik stafnya seperti meyakinkan diri sendiri atas informasi yang didedahkan dalam kesempatan wawancara khusus itu. Pada pembahasan eksklusif itu, Luhut sumringah. Ia optimistis Indonesia bisa mengelola cadangan-cadangan emas yang dimiliki.

“Selama ini memang Indonesia belum jadi bosnya,” kata Luhut sembari tersenyum.

Papua diprediksi memiliki kekayaan bahan galian berharga, namun belum tereksplorasi dan tereksploitasi dengan baik.

Hingga kini, hanya PT Freeport Indonesia satu-satunya perusahaan yang menambang emas dan tembaga di pulau yang bagian utaranya mirip kepala burung. Grasberg yang dikelola Freeport merupakan tambang emang terbesar di dunia.

Keingintahuan membuat kami menelusuri lebih lanjut mengenai potensi mineralisasi di Papua itu. Informasi awal kami peroleh dari seorang ahli pertambangan. Dia sudah lama mengamati adanya tiga titik intrusi atau batuan beku sebagai petunjuk adanya potensi mineralisasi emas yang lokasinya tak jauh dari tambang Freeport.

Kami pun menindaklanjuti dengan mempelajari peta geologi lembar Timika yang dikeluarkan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi tahun 1995. Dari peta berskala 1:250.000 memang jelas terlihat ada tiga titik intrusi yang berjarak antara 16 hingga 60 kilometer dari tambang emas Grasberg.

Tiga titik ini masuk kedalam kawasan Taman Nasional Lorentz, yang telah dijadikan United Nations Educational, Scientific dan Cultural Organizations (UNESCO) sebagai Situs Warisan Dunia.

 
Taman Lorentz, Papua. (Ebbie Vebri Adrian)
Menindaklanjuti peta geologi tersebut, kami mewawancarai salah satu praktisi geologi yang terlibat dalam pembuatan peta. Selain itu, kami mewawancara beberapa pihak seperti ahli geologi, pertambangan, dan mantan pejabat untuk menggali informasi lebih lanjut.

Mantan Dirjen Geologi dan Sumberdaya Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Simon Sembiring, yang pernah berkunjung ke kawasan Taman Lorentz menyatakan adanya kemiripan Grasberg dengan wilayah konservasi itu. Taman Lorentz merupakan wilayah tundra atau pegunungan tanpa pepohonan.

Simon menyatakan, dari kemiripan wilayah, kemungkinan tersimpan potensi mineralisasi termasuk emas dan tembaga.

“Apalagi pulau Papua secara keseluruhan memang terbukti memiliki kekayaan mineral,” kata Simon kepada CNNINdonesia.com, akhir April lalu.

Dari buku Grasberg karya George A Mealey, salah satu komisaris PT Freeport Indonesia, menjelaskan Grasberg merupakan wilayah tundra. Pertumbuhan pohon dan semak di Grasberg terhalang oleh tanah yang bersifat asam, tetapi tidak menjadi masalah bagi jenis rumput kasar untuk tumbuh.

Anomali vegetasi ini yang menjadi salah satu petunjuk adanya kandungan emas. “Keasaman tanah adalah hasil proses pelindian alam terhadap mineral-mineral sulfida yang mengandung tembaga dan emas,” tulis Mealey.

Untuk menggambarkan proses penambangan, kami juga mengulas mengenai sejarah panjang PT Freeport menambang emas dan tembaga di Papua.
Dari beberapa ahli yang kami temui, untuk memastikan cadangan emas di sebuah wilayah memerlukan penelitian lebih lanjut lewat pemeriksaan bebatuan di laboratorium. Wilayah Taman Lorentz yang tak terjamah dan perlunya izin khusus memasuki wilayah itu, membuat kami tak melakukan investigasi sejauh itu.

Foto-foto Taman Lorentz yang kami tampilkan diperoleh melalui izin khusus dari Ebbie Vebri Adrian, fotografer yang menjepret Taman Lorentz dari atas ketinggian 5 ribu meter di atas permukaan laut.


Credit  CNN Indonesia


Nusantara, Kisah tentang Berkah Melimpah di Jalur Magma


Nusantara, Kisah tentang Berkah Melimpah di Jalur Magma  
Peta Papua. (Dok. Google Earth)
 
Jakarta, CB -- Terletak 45 kilometer dari utara Tembagapura Papua, Blok Wabu kini menjadi incaran banyak pihak. Blok Wabu menjadi pembicaraan di kalangan industri pertambangan setelah pada akhir tahun lalu Freeport Indonesia berencana melepaskan wilayah itu.

Blok Wabu bersebelahan dengan Desa Bilogai dan Sugapa. Daerah dengan ketinggian 2.000 sampai 2.950 meter di atas permukaan laut itu ditaksir menyimpan cadangan emas dan tembaga.

“Blok Wabu memiliki potensi emas sebanyak 240 ton. Banyak yang tertarik untuk mengeksplorasi dan eksploitasi,” kata Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Sukmandaru Prihatmoko, kepada CNNIndonesia.com, pertengahan April lalu.

Sebuah batuan intrusi berukuran 12 x 2 kilometer menerobos batuan sedimen di sekitar punggungan Wabu. Terobosan ini di antaranya memiliki komposisi bervariasi dari diorite, syenodiorit dan monsodiorit –kandungan yang biasa terdapat di tambang emas.

Penambangan emas di Papua Nugini beroperasi sejak 150 tahun lalu. 
Dalam perjanjian kontrak karya, Freeport wajib melepaskan wilayahnya secara bertahap. Pada kontrak karya pertama, Freeport mendapat wilayah konsesi seluas 2,5 juta hektare. Rencananya, Freeport akan mengurangi wilayahnya saat ini dari 212.950 hektare menjadi 90.360 hektare.

“Pelepasan Blok Wabu masih dalam pembahasan, tergantung renegoisasi kontrak antara pemerintah dengan Freeport,” kata Praktisi Eksplorasi dan Pertambangan Mineral Berharga dan Logam Dasar, Wahyu Sunyoto.

Blok Wabu adalah salah satu kekayaan tersembunyi. Papua, kepulauan berbentuk burung itu, memang menyimpan potensi kekayaan mineral.

Secara geologis, kata Sukmandaru, ada kemungkinan kesamaan potensi mineralisasi antara wilayah Papua bagian barat dan Papua Nugini. Namun dibandingkan Papua Nugini, kegiatan pertambangan di wilayah ujung timur Indonesia itu jauh tertinggal.

Saat ini ada sekitar 10 pertambangan di Papua Nugini dari beberapa perusahaan berasal dari Jerman dan Australia. Di negara itu pertambangan emas beroperasi sejak 150 tahun lalu.

Sementara di Papua yang jadi bagian Indonesia, hanya ada satu perusahaan pertambangan, yakni Freeport Indonesia yang menambang emas dan tembaga di wilayah Pegunungan Jayawijaya. Tambang Grasberg yang dieksploitasi Freeport adalah tambang emas terbesar di dunia dan tambang tembaga ketiga terbesar di dunia.

Menurut mantan Ketua Badan Geologi Indonesia, Sukhyar, hingga kini ada 125 izin usaha pertambangan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Papua. Izin itu untuk pertambangan emas, batu bara, nikel, timah.

Namun, katanya, pertambangan di wilayah Papua mandek. Perusahaan pertambangan menghadapi area yang masih remote dan memakan biaya untuk dieksploitasi. Selain itu ada beberapa wilayah yang potensi mengandung bahan galian berharga, namun berbenturan dengan zonasi konservasi lingkungan, salah satunya wilayah di Taman Lorentz.

Menurut mantan salah seorang pejabat di kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pengusaha pertambangan mengeluhkan mahalnya biaya keamanan. Di wilayah itu, investor harus mendapat perlindungan keamanan khusus karena kerap terjadi konflik.

 
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Sukmandaru Prihatmoko. (Twitter/@MasyGeoEkonomi)
Jalur Cincin Berapi Pasifik
Bukan hanya Papua, berkat posisi Indonesia berada di jalur The Pacific Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik, membuat Nusantara menyimpan kekayaan yang luar biasa.

Jalur Cincin Berapi Pasifik terbentuk akibat pertemuan empat lempeng tektonik, yakni lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.

Kondisi ini menyebabkan aktivitas vulkanik tinggi yang memproses pembentukan mineral logam. Magma sebagai cairan panas dan pijar merupakan sumber dari jebakan bijih yang terjadi dari bermacam-macam komponen.

Pada waktu magma naik ke permukaan bumi, maka temperatur dan tekanannya akan turun. Akibatnya terjadi kristalisasi di mana komponen yang sukar larut akan mengkristal lebih dahulu sebagai endapan bijih.

Westerveld (1952) membuat peta jalur kegiatan magmatik. Ada 15 busur magmatik, tujuh di antaranya membawa jebakan emas dan tembaga, dan delapan lainnya belum diketahui.

Busur yang menghasilkan jebakan mineral logam tersebut adalah busur magmatik Aceh, Sumatera-Meratus, Sunda-Banda, Kalimantan Tengah, Sulawesi- Mindanau Timur, Halmahera Tengah, Irian Jaya.

Menurut Sukmandaru, jumlah sumber daya dan cadangan (endowment) mineral berdasarkan busur magmatik yakni emas sebanyak 7.311 ton, perak (19.448 ton), dan tembaga sebanyqak (64,832 juta ton).

Hingga kini ada sekitar 16 wilayah penambangan emas di seluruh wilayah Indonesia, yakni Grasberg, Gosowong, Kencana, Lebong Tandai, Cibaliung, Wetar, Pongkor, Kelian, Muro, Mesel, North Lanut, Rawas, Batu Hijab, Martabe, Toka Tindung, dan Muro West.

Munurut Sukmandaru, potensi bahan galian berharga ini seharusnya dimanfaatkan serius. “Pemerintah saatnya mengandalkan bahan galian ini sebagai pengganti minyak bumi dan gas alam,” katanya.

Road Map Pertambangan

Menurut Sukmandaru, IAGI merekomendasikan agar pemerintah mengevaluasi ulang dan memverifikasi seluruh kekayaan atau sumber daya dan cadangan mineral yang ada di Indonesia .

Selain itu, dia mengusulkan agar pemerintah membuat Peta Jalan (road map) Pertambangan Indonesia. Road map itu menjadi semacam patokan bagi pemerintah dalam mengelola sumber daya alam (mineral).

“Dalam road map, pemerintah dapat merencanakan penggunaan sumber daya alam mineral yang diprioritaskan untuk kepentingan industri dalam negeri, jangan diekspor sebagai bahan mentah,” kata Daru.

Apabila ada sinergi dengan kebutuhan dalam negeri, dia yakin, akan mendorong pertumbuhan industri dan ekonomi nasional.




Credit  CNN Indonesia



Kamis, 04 Juni 2015

Warga Prambanan Digemparkan Temuan Batu Kristal Ungu


 
KOMPAS.com/ Wijaya kusuma Sayono bersama batu kristal berwarna ungu yang ditemukanya

YOGYAKARTA, CB - Warga Kampung Jatisari, Pedukuhan Nawung, Kelurahan Gayamharjo, Kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta, digemparkan dengan temuan batu kristal berwarna ungu seberat sekitar tiga kuintal.

Batu yang ditemukan di pinggir hutan tersebut kini disimpan di rumah Sayano dan menjadi tontonan warga. Juwanto (33) menuturkan, awalnya pada hari Sabtu (30/5/2015) ia mencari rumput di pinggir hutan Lemah Abang, Desa Gambir Sawit, Prambanan.

Setelah lelah bekerja, Juwanto duduk di atas batu. Saat itu ada seekor burung yang mendekati. Burung itu membuang kotoran di kepala Juwanto. "Burung itu seperti ngejar saya. Sampai buang kotoran di kepala. Ya enggak saya "gubris. Saya langsung pulang," ucap Juwanto, saat ditemui di Jatisari, Nawung, Gayamharjo, Rabu (3/6/2015).

Setelah pulang, dia menceritakan apa yang dialami kepada kakaknya Sayono. Usai mendengar cerita itu, Minggu (31/5/2015) Sayono mengajaknya untuk kembali ke tempat dia mencari rumput. "Saya diajak kembali lagi, katanya tadi malam mimpi dan disuruh kembali lagi," ucap dia.

Di lokasi itu, Sayono langsung mencoba mencongkel batu yang menjadi tempat adiknya duduk. Setelah dicongkel dengan linggis, batu terbelah dan didalamnya tampak seperti kristal berwarna ungu.

Satu batu yang berada di dalam pun turut di gali dan akhirnya dibawa ke rumah. "Satu tangkep. Atas dan bawah. Yang bawah tertimbun tanah, keduanya awalnya seperti diikat akar pohon," kata dia.

Sementara itu, Sayono mengungkapkan, dia tidak menyangka jika di dalam batu itu seperti kristal berwarna ungu. Sebab di luarnya tertutup tanah liat. Di dalam mimpinya, Sayono mengaku hanya diminta untuk mengambil batu itu.

"Mungkin kalau orang Jawa namanya "pulung". Dulu orang yang mencari akik sudah pernah coba memecahkan tapi tidak bisa. Kemarin hanya dicongkel sedikit sudah terbelah," tandas dia.

Suyono mengaku, untuk membawa pulang batu itu ke rumah harus meminta tolong enam orang. Sebab beratnya mencapai tiga kuintal. "Ada dua, kan terbelah. Ukuranya lebar 70 cm, tinggi 80 cm. Kalau kemarin ada yang bilang namanya batu kristal lavender," ucap dia.

Suyono mengaku tidak berniat menjual batu yang ditemukannya itu, meski sudah ada yang menawarnya dengan harga jutaan. "Saya takut kualat. Kan ini pulung. Yang ke sini sudah ada, ditawar jutaan tapi enggak saya lepas," kata dia.

Setelah berita penemuan batu ini beredar, warga berdatangan untuk melihat batu tersebut.



Credit  KOMPAS.com


Soal Batu Kristal Ungu di Prambanan, Geolog: Kemungkinan Itu Batu Geode


Soal Batu Kristal Ungu di Prambanan, Geolog: Kemungkinan Itu Batu Geode 
 
Yogyakarta, - Warga Prambanan menemukan sebongkah batu ungu bertekstur kristal seberat 350 kilogram. Dosen Geologi UPN Veteran Bambang Prastistho memperkirakan batu itu adalah jenis geode.

"Sepertinya itu geode, dilihat dari proses terjadinya dan bentuknya," ujar Bambang saat dihubungi detikcom, Kamis (4/6/2015).

Bambang menjelaskan pembentukan batu ini berawal dari sebuah batu yang berongga, lalu terisi dengan cairan yang mengandung silika. Dalam kasus ini, air tanah yang memasuki celah batuan itu mengandung silika.

‎Bambang memperkirakan proses terbentuknya kristal-kristal di dalam batuan itu terjadi selama puluhan tahun.

"Kalau itu tidak sampai ribuan tahun, itungannya puluhan tahun," kata Bambang.

‎Batu ini memang ditemukan Juwanto (29) dan Sayono (38) di dekat saluran air di tengah hutan Dusun Lemah Abang, Desa Gambir Sawit, Kecamatan Prambanan, Sleman.

Batuan yang permukaan luarnya berwarna kecoklatan itu di dalamnya menyimpan kristal-kristal berwarna ungu. Si pemilik lahan mengikhlaskan batu itu untuk dimiliki oleh penemunya.

Credit  detikNews


Begini Proses Terbentuknya Batu Kristal Ungu 350 Kg di Prambanan


Begini Proses Terbentuknya Batu Kristal Ungu 350 Kg di Prambanan 
 
Yogyakarta, - Bongkahan batu ungu ‎bertekstur kristal yang ditemukan di Prambanan diduga merupakan jenis batu geode. Seorang Geolog dari UPN Veteran Yogyakarta Bambang Prastistho menjelaskan secara singkat proses pembentukannya. Seperti apa?

"Karena ada batu yang berongga, di situ ca‎iran atau air tanah yang mengandung silika masuk. Dan airnya menguap dan pada waktu yang lama meninggalkan kristal-kristal seperti itu," ujar Bambang saat dihubungi detikcom, Kamis (4/6/2015).

Bambang menjelaskan, proses pembentukannya hampir sama dengan pembentukan stalagtit dan stalagmit di gua-gua. Namun batu geode yang ditemukan oleh Juwanto (29) dan Sayono (38) diperkirakan lebih keras.

Sedangkan proses terbentuknya, Bambang memperkirakan terjadi selama puluhan tahun.

"Kalau itu tidak sampai ribuan tahun, itungannya puluhan tahun," kata Bambang.

"Batuan seperti sebenarnya sudah beberapa kali ditemukan di Kulon Progo. Sebenarnya biasa saja, tapi menemukannya juga nggak mudah," imbuhnya.

Apalagi kristal-kristal itu tumbuh di bagian dalam batuan yang tidak akan mudah ditemukan tanpa membelah batu tersebut.

Jika menurut cerita Sayono, batu itu terbelah saat dia berusaha mencongkelnya.

Credit  detikNews

Selasa, 14 April 2015

Sumbangan Letusan Tambora bagi Seni Eropa


Sumbangan Letusan Tambora bagi Seni Eropa "Amukan" Tambora, dua abad lalu, menginspirasi pelukis J.M.W. Turner. (CNNIndonesia Internet/NASA Earth Obesrvatory)
 
Jakarta, CB -- Matahari terbenam di mata penduduk Eropa tak pernah berwarna jingga kental. Biasanya langit hanya menggelap, atau sedikit kekuningan. Namun lukisan J.M.W. Turner menunjukkan pemandangan langit yang benar-benar berbeda.

Lihat saja lukisannya yang berjudul Chichester Canal Circa, dirampungkan pada 1828. Di atas kanal dengan perairan tenang sebening kaca itu, ada langit keemasan. Awannya seperti menyimpan sesuatu berwarna kelabu bak polusi.

Lukisannya yang lain lagi, dirampungkan pada tahun-tahun sekitar 1800-an, bernuansa sama. Atmosfernya dipenuhi warna oranye, dengan langit pekat. Kalau pun ada sinar matahari, berkas-berkasnya seperti menembus awan tebal.


Turner bukan melukis imajinasi. Pada tahun-tahun itu, Eropa memang tengah dibekap sesuatu. Ada lapisan seperti atmosfer tambahan di atas langitnya, yang membuat sinar matahari perlu tenaga ekstra untuk menembusnya.

Atmosfer tambahan itu yang membuat Eropa dilanda musim dingin berkepanjangan. Tanahnya lebih mirip es untuk ditanami. Tak heran masyarakat kala itu kelaparan. 1800-an Eropa didera "kiamat kecil". Ratusan ribu orang meninggal karena kelaparan dan kedinginan.

Tahukah Anda, apa penyebabnya?

Yang menjadi inspirasi Turner melukis langit pekat Eropa itu adalah letusan Tambora. Tahun 1815, gunung yang berlokasi di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, Indonesia itu memuntahkan isi perutnya. Sekitar 60 ribu orang meninggal.

Letusan tambora juga berdampak ke negara-negara lain. Tiongkok gagal panen. Rakyat Perancis sampai harus makan kucing dan tikus.

Namun letusan Tambora dua abad lalu itu juga menyumbangkan ukiran sejarah bagi dunia seni. Selain Turner yang mengabadikan kondisi langit Eropa tanpa musim panas, ada pula sebuah grup rock bernama Rasputina yang memanfaatkannya.

Mengutip Wikipedia, grup itu punya sebuah lagu berjudul 1816, The Year Without A Summer. Lagu itu muncul di album 2007, Oh Perilous World.

Masih ada penyanyi folksong, Pete Sutherland yang menciptakan lagu juga tentang ledakan Tambora. Judulnya 1800 and Froze-to-Death. Lagu itu direkam tahun 2009 untuk album berjudul Thufters and Through-Stones: The Music of Vermont's first 400 Years.

BUkan itu saja. Tahun 1800-an saat Tambora meletus juga digunakan novelis Guillermo del Toro sebagai masa penciptaan vampir. Bersama penulis Amerika, Chuck Hogan tahun 1816 direferensikan sebagai munculnya vampir karena Eropa dirundung kegelapan. Itu tertulis dalam tesis berjudul Why Vampires Never Die.

Kini, usia letusan Tambora dua abad sudah. Masyarakat dan pemerintah Indonesia memeringatinya tidak lagi dengan duka, melainkan suka cita. Berbagai kegiatan seni budaya dan kuliner digelar gegap gempita.


Credit  CNN Indonesia

Senin, 23 Maret 2015

Kawasan Terbesar di Dunia yang Terkena Dampak Meteor Ditemukan di Australia


CB - Ilmuwan Australia telah menemukan kawasan yang diyakini sebagai yang terbesar terkena dampak asteroid yang pernah ditemukan di muka Bumi. Kawasan ini ditermukan di Australia tengah.
Tim yang dipimpin oleh Dr Andrew Glikson dari Australian National University (ANU) mengatakan, dua kawah kuno yang ditemukan di Australia tengah diyakini sebagai hasil salah satu meteorit yang terpecah menjadi dua.

"Tampaknya mereka adalah dua struktur besar, dengan masing-masing berdiameter 200 kilometer," kata Dr Glikson. "Jadi keduanya membentuk struktur 400 kilometer yang merupakan terbesar yang pernah kami temukan di dunia."
Dr Glikson menyebutkan asteroid yang jatuh ke bumi tersebut kemungkinan telah menyebabkan kepunahan massal besar pada saat itu. Hingga saat ini mereka belum sudah berapa lama asteroid ini berdampak di dunia.
Dilihat dari bentuknya yang identikal, para peneliti percaya bahwa mereka berasal dari meteorit yang sama.
Banyak pihak yang ingin mengetahui dampak asteroid pada kepunahan dinosaurus. Foto: Supplied

Selama jutaan tahun kawah telah menghilang, namun pengeboran panas bumi telah mengungkap rahasia sejarah tersembunyi di bawah kawasan tersebut, termasuk di negara bagian Australia Selatan, Queensland dan Kawasan Utara Australia.

"Langkah berikutnya akan lebih banyak penelitian, mudah-mudahan bisa hingga kedalaman seismik," kata Dr Glikson.
Ada banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang situs bawah tanah. Misalnya bagaimana asteroid kembar tersebut mempengaruhi kehidupan di bumi pada saat itu.

"Ketika kita tahu lebih banyak mengenai lamanya dampak, maka kita akan tahu apakah ada hubungannya dengan salah satu kepunahan massal [di akhir era tertentu]," jelas Dr Glikson. "Pada tahap ini kami tidak memiliki semua jawaban, tapi telah banyak peminatnya. Dan orang-orang tertarik dengan dampak dari asteroid pada dinosaurus."

Penelitian ini telah dipublikasikan dalam jurnal geologi Tectonophysics.





Credit Metrotvnews.com

Jumat, 26 Desember 2014

Misteri Kemunculan 22 Pulau di Simeulue Pasca Tsunami



Pasca gempa yang terjadi pada Rabu 11 April 2012 daratan pulau di kawasan pesisir pantai kawasan Desa Busung Indah, Aceh, naik sekitar satu meter.
  CB- Bencana gempa disertai gelombang tsunami besar yang menerjang Provinsi Aceh 10 tahun lalu telah memunculkan banyak sekali fenomena alam baru di Bumi Serambi Makkah.

Dalam beberapa tahun ini, Pemerintah Aceh melaporkan tentang kemunculan pulau-pulau baru di sekitar perairan sekitar wilayah Kabupaten Simeulue. Tak tanggung-tanggung, ada sekitar 22 pulau yang muncul dari dalam lautan Aceh.

"Temuan kemunculan pulau itu sudah kita laporkan ke Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti," kata Bupati Simeulue, Riswan, Rabu, 24 Desember 2014.

Riswan tidak mengetahui pasti hal ilmiah terkait kemunculan pulau-pulau baru di Simeulue itu. Namun, rakyat Aceh menganggap kemunculan pulau baru itu sebagai simbol dari kebangkitan Aceh usai diporakporandakan bencana.

Hingga saat ini, 22 pulau misterius itu belum memiliki nama. Selain itu, belum seorang pun yang berani memanfaatkan kekayaan alam yang mungkin saja banyak terkandung di pulau baru itu.


Credit VIVAnews

Senin, 22 Desember 2014

Apa Yang Sebenarnya Terjadi Dalam Tsunami 2004?


 Bildergalerie 10 Jahre Tsunami Indonesien



CB - Ahli geologi menyebut tsunami 2004 sebagai "gempa monster". Guncangan gempa berlangsung lebih lama dari biasanya. Disusul gunungan ombak yang menerjang pantai dengan kecepatan sangat tinggi.
Gelombang Tsunami Desember 2004 dicatat sebagai bencana alam terparah selama sejarah modern. "Sebuah peristiwa dengan dimensi tak terbayangkan, ditinjau dari aspek jumlah korban, maupun dari aspek geologis", tulis National Science Foundation (NSF), salah satu lembaga ilmiah paling bergengsi di Amerika Serikat.
Apa yang terjadi?
Gelombang raksasa terjadi setelah gempa bumi di bawah laut, sekitar 100 kilometer sebelah barat pantai Sumatra, pukul 07.59 waktu setempat. Pusat gempa ada pada kedalaman sekitar 30 kilometer di bawah dasar laut. Ada dua lempeng kontinental yang bertumbukan. Tekanan-tekanan hebat kemudian menyebabkan salah satu lempeng bergeser ke bawah lempeng yang lain. Itu yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, pada garis sepanjang 1000 kilometer. Ini peristiwa yang sangat jarang terjadi. Gempa bumi yang diakibatkan berlangsung sampai 10 menit. Biasanya, gempa semacam ini hanya berlangsung beberapa detik saja. Menurut berbagai perhitungan, kekuatan gempa saat itu mencapai 9,1 sampai 9,3 pada skala Richter, dan merupakan gempa terbesar kedua dalam 100 tahun terakhir. Tahun 1960, sebuah gempa bumi di Chile tercatat berkekuatan 9,5 skala Richter.
Mengapa muncul gelombang raksasa tsunami?
Salah satu lempeng kontinental bergeser naik sampai 15 meter, jadi bergerak vertikal. Itu merngakibatkan dasar laut di beberapa tempat bergerak naik sampai 10 meter. Hal itulah yang membuat permukaan laut di lokasi naik secara tiba-tiba. Air yang terdorong kemudian membentuk gelombang besar, yang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi, secepat pesawat jet, dan bergerak ke arah pantai. Di daerah laut dalam, air yang bergerak cepat ini tidak terlalu terasa di permukaan. Tetapi menuju daerah pantai yang makin landai, gelombang akan bergulung makin tinggi. Di daerah pantai Sumatra, tinggi gelombang sudah mencapai sekitar 30 meter.
Bagaimana korban jiwa dan kerusakan akibat tsunami?
Di Samudra Hindia, dari Sumatra sampai Kepulauan Andaman, Thailand, India Selatan, Sri Lanka dan sebagian Afrika, ada sekitar 230.000 orang yang tewas di 14 negara. Kerusakan terparah terjadi di Sumatra, dengan sekitar 170.000 korban tewas. Semua bangunan di daerah pantai hancur, di beberapa tempat sampai jarak lima kilometer di darat. Jutaan orang kehilangan tempat tinggal.
Siapa saja yang punya kemungkinan selamat?
Turis yang sedang menyelam di tengah laut, merasakan arus air yang lebih kencang, tetapi mereka tidak mengalami apa-apa. Juga para nelayan yang sedang melaut, tidak merasakan akan ada gelombang raksasa. Penduduk yang bereaksi dengan cepat dan bisa melarikan diri ke tempat yang tinggi juga selamat. Orang-orang yang tingal di rumah tingkat, yang cukup tinggi dan cukup kuat menahan terjangan air serta barang-barang yang terseret bersama air, bisa selamat.
Apakah ada peringatan bagi penduduk?
Tidak ada pihak di kawasan bencana yang saat itu punya rencana darurat tsunami. Pusat peringatan tsunami Amerika Serikat yang ada di Hawaii ketika itu langsung menyadari, bahwa ada gempa bumi hebat dan ancaman munculnya gelombang raksasa yang dahsyat. Tapi mereka tidak tahu pihak-pihak mana yang harus dihubungi di kawasan bencana. Jadi mereka mengeluarkan peringatan secara umum.
Apa yang sudah dilakukan sejak bencana besar itu?
Sekarang sudah dibangun sistem peringatan dini tsunami di sepanjang perairan antara Indonesia dan Thailand. Setiap perubahan tinggi permukaan air diawasi selama 24 jam, dan ada peringatan otomatis jika terjadi perubahan mendadak. Pusat peringatan dini di Jakarta siap mengirimkan peringatan ke daerah-daerah di seluruh Indonesia. Dengan bantuan para ahli Jerman dari Pusat Penelitian Geologi di Potsdam, sistem peringatan dini tsunami berhasil difungsikan. Peringatan akan dikirim juga lewat SMS ke daerah-derah. Banyak hotel di kawasan pantai yang sekarang punya papan peringatan dan denah evakuasi jika ada ancaman tsunami.
Berapa besar resiko terjadinya tsunami di masa depan?
Tsunami tidak bisa diprediksi. Ketegangan antar lempeng yang bertumbukan selalu terjadi. Lempeng-lempeng kontinental di sebelah barat Sumatra sampai sekarang berada di bawah tekanan. Bulan April 2012, terjadi lagi gempa di bawah laut di kawasan ini yang berkekuatan 8,6 skala Richter. Tapi tidak terjadi gelombang tsunami yang besar dan luas. Mengapa? Karena lempengnya waktu itu bergerak secara horisontal.


Credit DW.de

Kamis, 18 Desember 2014

Bongkahan Batu Aneh Ini Berisi 30 Ribu Berlian


Bongkahan batu dari penambangan Udachnaya, Rusia berisi 30 ribu berlian.
 
 
CB - Peneliti geologi menemukan bongkahan batu aneh yang dipenuhi dengan puluhan ribu berlian kecil. Bongkahan batu yang ditemukan dari pertambangan Udachnaya Rusia itu dipandang bisa membantu peneliti mengungkap sejarah geologi serta asal usul munculnya batu permata di Bumi.

Dilansir Live Science, Kamis 18 Desember 2014, pada bongkahan batu itu ditemukan setidaknya 30 ribu berlian yang menyala saat dipaparkan dalam pemindai tomografi sinar-X. Peneliti mengatakan, konsentrasi berlian pada batu tersebut jutaan kali lebih besar dari biji berlian yang khas, yaitu rata-rata satu sampai enam karat per ton, atau kira-kira seperlima gram.
Menariknya, saat dipaparkan sinar X, tiap-tiap mineral batu itu memancarkan warna bebeda. Misalnya berlian memancarkan warna hitam.

"Asosiasi mineral akan memberitahu kita asal usul batu ini, yang memang salah satu yang aneh," ujar Larry Taylor, seorang ahli geologi di University of Tennessee, Knoxville, AS.

Peneliti sejauh ini masih belum bisa mengungkap bagaiman berlian itu terbentuk dalam perut Bumi. Ilmuwan berpikir berlian muncul jauh di dalam permukaan Bumi, antara lapisan kerak dan inti Bumi (mantel).
Nah, letusan gunung berapi akhirnya membawa berlian naik ke lapisan permukaan Bumi. Sayangnya, dalam perjalanan ke permukaan itu, beberapa berlian hancur, hanya menyisakan kristal di permukaan Bumi.

Dari bongkahan batu itu, puluhan ribu berlian bersatu dalam pengikat yang ketat. Sementara itu, kristal hanya memiliki tinggi 1 mm, ditemukan dalam lapisan oktahedral.
Bintik lainnya dalam bongkahan yaitu garnet merah dan olivin hijau serta piroksen. Dari model 3D yang dibangun sinar X, terungkap bila berlian terbentuk setelah mineral garnet, olivin, dan piroksen.

Taylor mengatakan secara keseluruhan, temuan ini menunjukkan berlian mengkristal dari cairan yang lepas dari subduksi kerak samudera, yang kemunginan terdiri atas batu padat atau peridot. Temuan ini masih memendam misteri, termasuk dalam proses kimia terbentuknya berlian.

"Reaksi kimia pada terbentuknya berlian masih teka-teki," jelas Taylor.

Sementara itu, peneliti lain yang tak terlibat dalam studi, Sami Mikhail, memiliki penjelasan lain dari proses kimia yang langka itu.

"Sumber kimia yang tak biasa itu bisa saja benar-benar formasi tua yang telah turun di mantel dalam waktu yang lama," ujar peneliti Carnegie Institution dor Science, Washington DC, AS.

Temuan batu langka ini telah dipaparkan dalam pertemuan tahunan American Geophysical Union pada awal pekan ini. Selanjutnya, hasil studi ini bakal dipublikasikan dalam Russian Geology and Geophysics untuk edisi Januari 2015.


Credit VIVAnews