Tampilkan postingan dengan label PT DI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PT DI. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 Februari 2022

Tahun ini KF-21 Boramae akan lakukan uji manuver skala penuh


Ilustrasi


CUPUMA – Indonesia dan Korea Selatan alias Korsel kini mantap menatap masa depan dengan KF-21 Boramae.



Setelah berbagai rintangan berhasil dilewati dalam menggarap KF-21 Boramae, Indonesia dan Korsel tak lama lagi akan menikmati jet tempur ini.

Kemampuan yang dimiliki oleh KF-21 Boramae pastinya sangat mumpuni, mengingat pesawat ini hadir di era modern seperti sekarang.


Teknologi hingga sistem persenjataan yang ada pada jet tempur KF-21 Boramae tentunya juga mumpuni.

Seperti halnya soal radar yang disematkan pada jet tempur KF-21 Boramae garapan Indonesia dan Korsel ini.

KF-21 Boramae diketahui menggunakan radar AESA yang digarap oleh pabrikan lokal yakni Hanwha Systems.


Penggunaan radar AESA garapan sendiri ini juga membuktikan jika Korsel bisa membuatnya sendiri.


Pasalnya sebelum mengembangkan radar AESA lokalan sendiri untuk KF-21 Boramae ini.

KAI ingin jet tempur KF-21 Boramae menggunakan radar AESA yang digarap oleh perusahaan AS.

Namun karena satu dan lain hal, AS tak mau memberikan radar AESA garapannya untuk dipakai di KF-21 Boramae.


Menyoal tentang KF-21 Boramae, dikutip dari Defence Security Asia pernah melaporkan jika jet tempur ini mirip dengan F-35 AS.

Lantaran desain yang digunakan oleh jet tempur KF-21 Boramae ini mirip dengan F-35.

Sehingga sematan F-35 versi Asia juga menempel erat pada jet tempur KF-21 Boramae ini.

Perkembangan jet tempur KF-21 Boramae terbilang sangat cepat, pada April tahun lalu prototipenya baru saja diluncurkan.


Dan tahun ini prototipe KF-21 Boramae dijadwalkan untuk bisa melakukan uji penerbangan perdananya.

Tadinya jet tempur KF-21 Boramae hendak melakukan uji penerbangan perdana pada Juli mendatang.

Namun karena perkembangan jet tempur KF-21 Boramae menunjukkan hasil yang sangat signifikan jadi akan dimajukan.

The JoongAng dalam rilisannya menyebut jika KF-21 Boramae akan lakukan uji manuver skala penuh tahun ini.


"Tahun ini, kami akan memulai uji manuver skala penuh untuk KF-21," tulis The JoongAng.

"Mulai akhir Juni, uji terbang penuh akan dimulai.

Awalnya uji terbang awal dijadwalkan akan dimulai pada Juli, namun proses perakitan dan persiapan uji terbang berjalan lancar, sehingga jadwal dimajukan.

Alasan KAI memajukan jadwal uji terbang adalah untuk mengamankan waktu semaksimal mungkin," tambahnya.


Kehadiran jet tempur KF-21 Boramae pastinya akan menambah kekuatan tempur bagi TNI AU dan Angkatan Udara Korsel.


Apalagi TNI AU yang baru saja berhasil mendapat kontrak pengadaan Rafale dengan Prancis.

Jadi kehadiran KF-21 Boramae sangat mungkin adanya untuk bisa diduetkan dengan Rafale.

Jelas apabila semuanya lancar maka Indonesia akan jadi negara pertama yang pakai KF-21 Boramae dan Rafale di Asia Tenggara.


Minggu, 27 Januari 2019

Penampakan Pesawat N219 Buatan PTDI yang Sedang Jalani Uji Terbang

 

Uji terbang pesawat N219. (Foto:Instagram/@officialptdi)

PT Dirgantara Indonesia (Persero) (PTDI) terus mengebut proses sertifikasi pesawat asli karyanya, N219. Pesawat baling-baling seri N219 merupakan asli karya PTDI yang kedua, setelah BUMN ini meluncurkan program N250 pada tahun 1990-an.

Sayangnya, proyek N250 harus dihentikan sebelum memasuki fase produksi massal karena Indonesia terkena krisis ekonomi 1998. Setelah proyek N250 dihentikan, PTDI tak memiliki pesawat asli buatannya. BUMN yang bermarkas di Bandung ini hanya merakit dan membuat komponen pesawat hingga helikopter.

Setelah bangkit dari keterpurukan, PTDI sejak tahun 2010-an kembali merancang dan mengembangkan varian pesawat penumpang baling-baling berukuran lebih kecil dari N250, yakni N219. PTDI sendiri telah membuat 2 purwarupa (prototype) pesawat N219. Terbaru, PTDI mengunggah video proses uji terbang N219 sebelum memasuki fase produksi massal.

"Come up and bring some actions, #N219 Prototype Design 2 is on another flying.. Happy Sunday everyone!" tulis akun instagram PTDI, Minggu (27/1).



N219 pertama kali melakukan uji terbang dari Lanud Husein Sastranegara, Bandung, menuju ke Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada 8 November 217. Uji terbang ini merupakan persiapan N219 sebelum nantinya diproduksi massal dan digunakan secara komersil.

Saat ini, proses penyelesaian N219 masih tinggal menunggu sertifikasi. PTDI menggunakan 2 flying prototype untuk menyelesaikan proses sertifikasi. PTDI juga tengah mengembangkan pesawat N219 tipe amfibi. Pesawat N219 varian amfibi bisa mendarat di perairan dan mampu meningkatkan konektivitas di daerah terpencil 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal).

Untuk harga jual per unit, N219 ini rencananya dipatok pada angka USD 5,8 juta hingga USD 6 juta. Pesawat N219 juga direncanakan memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga 60 persen, sampai saat ini, TKDN yang dihitung sudah mencapai 44 persen.

Penamaan Pesawat N219 buatan PT Dirgantara (Foto:ANTARA/Rosa Panggabean)

Credit Kumparan.com

https://m.kumparan.com/@kumparanbisnis/penampakan-pesawat-n219-buatan-ptdi-yang-sedang-jalani-uji-terbang-1548580022665970547.amp




Jumat, 25 Januari 2019

TNI AL Terima Lima Heli Antikapal Selam


TNI AL Terima Lima Heli Antikapal Selam
TNI AL Terima Lima Heli Antikapal Selam. (Koran SINDO. Arif Budianto).

BANDUNG - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) kemarin kembali menerima asupan alat utama sistem persenjataan (alutsista) baru dari PT Dirgantara Indonesia (PTDI) berupa lima unit heli antikapal selam (AKS) dan satu unit pesawat udara CN235-220 Maritime Patrol Aircraft (MPA).

Alutsista baru TNI AL itu kemarin diserahterimakan PT DI pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan selanjutnya akan digunakan untuk personel TNI AL. Penyerahan ini didasarkan atas kontrak pemesanan pada 2013 dan 2014. Total pemesanan untuk helikopter jenis AKS 11 unit dan dua unit pesawat udara CN235-220 MPA. Pesawat tersebut diserahkan bertahap sejak beberapa tahun lalu.

“Dengan demikian, kami telah menyerahkan 10 heli AKS. Sisanya satu heli akan diserahkan tahun ini dengan konfigurasi full antikapal selam,” kata Dirut PT DI Elfien Goentoro di Hangar PTDI, Kota Bandung, kemarin.


Menurut dia, PT DI selalu siap memenuhi pesanan dari dalam negeri sebagai kemandirian alutsista. Selama ini, Kemenhan dan TNI selalu menjadi pelanggan utama PTDI. Pesawat CN235-220 MPA ini dapat digunakan untuk berbagai macam misi, seperti patroli perbatasan dan zona ekonomi eksklusif (ZEE), pengawasan pencurian ikan dan pencemaran laut, pengawasan imigrasi dan perdagangan manusia, penyelundupan narkoba dan barang ilegal, serta pencarian dan penyelamatan korban bencana.

Pesawat udara CN235-220 Maritime Patrol Aircraft memiliki beberapa keunggulan, yakni bisa lepas landas dengan jarak pendek, dengan kondisi landasan yang belum beraspal dan berumput, mampu terbang selama 10–11 jam dengan sistem avionik glass cockpit, autopilot, serta adanya winglet di ujung sayap agar lebih stabil dan irit bahan bakar.

Pesawat udara CN235-220 Maritime Patrol Aircraft dilengkapi juga dengan 2 consoles, 360o Search Radar yang bisa mendeteksi target kecil sampai 200 NM (Nautical Mile) dan Automatic Identification System (AIS). Selain itu, juga sistem pelacakan otomatis untuk mengidentifikasi kapal sehingga bisa diperoleh posisi objek yang mencurigakan.

Dilengkapi dengan IFF (Identification Friend or Foe) Interrogator dan Tactical Computer System, sistem identifikasi yang dirancang untuk mengetahui pesawat lawan atau kawan terintegrasi dalam sistem komputer guna menganalisis dan menentukan strategi operasi. Pesawat udara CN235-220 MPA dilengkapi pula dengan FLIR (Forward Looking Infra Red) untuk mendeteksi dan mengklasifikasikan target serta mampu merekam situasi di sekitar wilayah terbang untuk evaluasi misi.

Sementara itu, heli AKS adalah helikopter jenis Panther dengan tipe AS565 MBe. Karena platform helikopter ini merupakan hasil produk kerja sama industri antara PT DI dengan Airbus Helicopters, Prancis. Sedangkan untuk fase integrasi AKS sejak desain hingga pemasangan adalah merupakan hasil karya PT DI.

PT DI akan melakukan proses pemasangan torpedo dan sonar varian terbaru yang disesuaikan kebutuhan TNI AL. PT DI juga sudah bekerja sama dengan Rotorcraft Services Group (RSG) dan L-3 Aerospace Systems. PT DI bersama Airbus Helicopter, RSG, dan L-3 melakukan engineering collaboration dan rekayasa manufacturing untuk menghasilkan helikopter ini.

Helikopter AS565 MBe Panther Full AKS mampu mendeteksi keberadaan kapal selam yang dilengkapi dengan dipping sonar L-3 Ocean Systems DS-100 Helicopter Long-Range Active Sonar (HELRAS). Sonar HELRAS bisa beroperasi optimal di area laut dangkal dan laut dalam.

Menteri BUMN Rini Sumarno menyebut, industri pertahanan dalam negeri sangat butuh dukungan Kemenhan. Dukungan itu bisa dilakukan dalam bentuk order produk atau lainnya. “Industri pertahanan sangat butuh dukungan Kemenhan. Kalau kerja sama, kita bisa membangun industri pertahanan yang sangat kuat,” kata Rini.

Diketahui, beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam beberapa tahun terakhir juga menggarap produk pertahanan, seperti PT DI, PT Pindad, PT PAL, Gahana, PT INTI, dan lainnya. Sebagian besar produk pertahanan BUMN dipesan untuk kepentingan dalam negeri.

Rini mengatakan, pesanan terhadap industri pertahanan diharapkan tidak hanya dalam bentuk produk, tetapi juga perawatannya. Dia berharap perawatan peralatan tempur tidak ke luar negeri. “Saya harap perawatan juga. Karena biaya terbesar juga dari perawatan,” ujarnya.

Pembelian 11 heli AKS pada PT DI, katanya, merupakan bentuk dukungan Kemenhan terhadap industri pertahanan dalam negeri. Karena itu, kerja sama dengan Kemenhan perlu dijaga dan dipertahankan. “Saya harap industri pertahanan bisa menghasilkan produk untuk kebutuhan dalam negeri dan negara lain. Saya yakin melihat kemampuan anak muda kita, tidak kalah dengan negara maju,” katanya.

Rini juga meminta industri pertahanan terus berinovasi dan menghasilkan produk bermutu sehingga produk dalam negeri bisa terus digunakan TNI.






Credit  sindonews.com





Selasa, 15 Januari 2019

Peremajaan Alutsista, Kemhan Beli 17 Heli Angkut dan Serbu PTDI


Peremajaan Alutsista, Kemhan Beli 17 Heli Angkut dan Serbu PTDI
Seremonial penandatangan kontrak pengadaan 17 helikopter antara Kemhan dengan PTDI di kawasan PTDI, Kota Bandung, Rabu (9/1/2019). Foto/ SINDOnews/ Arif Budianto

BANDUNG - Kementerian Pertahanan (Kemhan) Republik Indonesia memesan 17 helikopter jenis serbu dan angkut berat kepada PT Dirgantara Indonesia (PTDI) untuk pengadaan hingga 2020.

Kontrak pendanaan terdiri atas delapan helikopter angkut berat H225M dan sembilan heli serbu BELL-412EPI, lengkap dengan persenjataan dan amunisi, suku cadang, publikasi teknis serta pelatihan. Nilai kontrak untuk pengadaan 17 helikopter yaitu USD330 juta. USD183 juta untuk heli serbu. Sisanya untuk heli angkut.

Kepala Badan Sarana Pertahanan (Kabaranahan) Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, Laksamana Muda TNI Agus Setiadji mengatakan, pemesanan tersebut didasarkan atas kebutuhan dasar TNI AU dan AD dari pengadaan tahap dua. 

“Kalau kebutuhan heli serbu butuh 40, kita baru bisa 9. Jadi bertahap. Sedangkan heli angkut berat ini pertama kali kita adakan kerja sama PTDI dan Airbus. Kebutuhan 100 skuadron (16 heli) sekarang baru bisa delapan,” kata Agus usai penandatangan kontrak pemesanan 17 heli di kawasan PTDI, Kota Bandung, Rabu (9/1/2019).

Menurut dia, melalui pemesanan ini, targetnya pada 2020 sudah terpenuhi semua. Karena saat ini baru 67%. Pemerintah, kata dia, berkomitmen peralatannya yang sudah sangat tua, akan diperbaharui semua.

“Kita tidak bisa pertahankan alutsista yang lama dan kemampuannya rendah. Kalau sudah tidak efisien, kami ganti dan melibatkan industri dalam negeri. Kami juga mempertimbangkan, bahwa setiap pembelian alutsista harus memiliki kemampuan menanggulangi bencana alam. Jadi harus ada spek untuk SAR. Harus ada kemampuan untuk penanggulangan bencana,” imbuh dia.

Direktur Utama PTDI Elfien Goentoro mengatakan, untuk pengadaan heli serbu akan dipenuhi dalam tempo 24 bulan sejak kontrak. Sedangkan heli angkut berat bakal dipenuhi selama 36 bulan setelah kontrak.

“Setelah ini kami akan urus pendanaannya dulu, baru bisa produksi. Antara 3-4 bulan. Kami sangat berterimakasih atas kepercayaan diberikan ke kami. Harapan dapat mendukung kemandirian alutsista Indonesia,” kata dia. 

Untuk helikopter H225M angkut berat untuk TNI Angkatan Udara memiliki konfigurasi Angkut Berat, Integrated Logistic Support termasuk Airborne Kit, Jasa (Technical Assistant dan Advance Training). Termasuk Publikasi Teknis, Pelatihan dan 1 (satu) unit H225M Level D Full Flight Simulator serta sarana dan prasarana pendukungnya.

Helikopter H225M merupakan nama komersial yang sama dengan Helikopter EC725 Cougar yang merupakan keluarga dari Super Puma, produk kerja sama industri antara PTDI dengan Airbus Helicopters, Perancis.

Sedangkan helikopter serbu lengkap dengan Persenjataan dan amunisi, suku cadang, publikasi teknis serta pelatihan. Sedangkan Helikopter Bell-412EPI merupakan bagian dari Helikopter Bell-412 Series, produk kerja sama industri antara PTDI dengan Bell Helicopter Textron Inc., Canada. 




Credit  sindonews.com






Sabtu, 22 Desember 2018

LAPAN: TNI AL Tetarik Boyong Pesawat N219 untuk Gantikan Nomad


Pesawat N219 melintasi taxi way usai terbang perdana di hanggar PT Dirgantara Indonesia, Bandung, Jawa Barat, 16 Agustus 2017. TEMPO/Prima Mulia


CBTangerang Selatan - Selain maskapai di Indonesia maupun maskapai luar negeri, ternyata Tentara Nasional Indonesia juga tertarik dengan pesawat N219. Angkatan Laut tertarik untuk menggantikan pesawat Nomad.

"Untuk memantau perbatasan wilayah Indonesia," kata Kepala Program pesawat N219 LAPAN Agus Ariwibowo saat ditemui usai workshop Composite Float Development For Amphibious Aircraft yang berlangsung di Puspiptek, Jumat pekan lalu. Namun, hingga berita ini diturunkan, TNI AL belum bisa dikonfirmasi perihal minat mereka terhadap N219 untuk menggantikan Nomad.
Menurut Agus, kandidat utama yang menggantikan pesawat Nomad milik TNI AL ini adalah pesawat N219. Selain mengangkut penumpang, pesawat ini bisa dimodifikasi untuk mengangkut orang sakit.


"Nanti kami juga menawarkan teknologi amfibi yang bisa digunakan untuk mendarat di air. Bisa digunakan untuk pesawat angkut pasukan untuk dikirim ke daerah terpencil," kata dia.
Pesawat N219 memiliki kapasitas 19 penumpang ini. Agus menjelaskan, pesawat ini hanya membutuhkan landasan sebesar lapangan bola atau memiliki landasan sekitar 500 meter untuk mendarat.

Saat ini, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia menggarap pengerjaan pesawat Amfibi untuk digunakan di wilayah perairan yang tidak terjangkau oleh pesawat selain amfibi.


Credit TEMPO.CO

Pesawat N219 Amfibi Bisa Mendarat di Sungai dan Laut yang Tenang








Pesawat N219 terbang perdana di Bandung, Jawa Barat, 16 Agustus 2017. Pesawat buatan PT Dirgatara Indonesia dan LAPAN ini terbang sekitar 20 menit di atas langit Bandung. TEMPO/Prima Mulia


CBTangerang Selatan - Pesawat N219 garapan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia hanya membutuhkan landasan sepanjang 400-600 meter. Nantinya, pesawat ini akan ada dua jenis, yakni basic yang hanya bisa mendarat di darat dan amfibi yang bisa mendarat di air.


"Tempat yang cocok untuk pesawat N219 ketika mendarat di perairan yakni bisa di sungai atau di lautan yang ombaknya tenang," kata Kepala Program pesawat N219 LAPAN Agus Ariwibowo saat ditemui usai workshop Composite Float Development For Amphibious Aircraft yang berlangsung di Puspiptek, Jumat pekan lalu.
Misalnya, kata dia, seperti sungai di Kalimantan. "Di sana sungainya lebar-lebar. Cukup bisa untuk mendarat, kemudian di pantai yang ombaknya tidak terlalu tinggi," ujarnya. "Seperti di Wakatobi, Raja Ampat, Pulau Bawah (Kepulauan Riau) dan Pulau Moyo (NTB) dengan ketinggian ombak tidak lebih dari 30 sentimeter."


Apabila mendarat di sungai, kata Agus, pesawat ini bisa mendarat di sungai yang mempunyai lebar minimal 20 sampai 30 meter. "Saya kira sungai di Kalimantan jauh lebih lebar hanya kedalaman saja yang tidak boleh terlalu dangkal. Bisa merusak pelampungnya," kata Agus.
Soal ketahanan, pesawat akan lebih tahan jika mendarat di air tawar. Sebaliknya, kata dia, kalau mendarat di laut, setelah dipakai harus segera disiram. "Agar tidak terjadi korosi akibat garam," ujarnya.


Credit TEMPO.CO







Senin, 17 Desember 2018

LAPAN dan PT DI Sedang Kembangkan N219 Amfibi



Prosesi pemberian nama pesawat N219 yang dipimpin Presiden  Joko Widodo di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, 10 November 2017. TEMPO/Subekti
Prosesi pemberian nama pesawat N219 yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, 10 November 2017. TEMPO/Subekti

CB, Tangerang Selatan - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bekerja sama dengan PT Dirgantara Indonesia mengembangkan pesawat N219 jenis amfibi. Proyek ini untuk menjangkau daerah yang hanya bisa dijangkau oleh pesawat yang bisa mendarat di air.

"Pesawat ini butuh 200 jam terbang lagi untuk disertifikasi, kita kembangkan untuk bisa mendarat di air," kata Kepala Program pesawat N219 Lapan Agus Ariwibowo saat ditemui usai workshop Composite Float Development For Amphibious Aircraft yang berlangsung di Puspiptek, Jumat 4 Desember 2018.
Menurut Agus, LAPAN mengembangkan floating atau alat untuk mengambang di atas permukaan air dalam tiga tahun belakangan ini. "Saat ini Indonesia juga sedang mengembangkan wisata bahari, maka dari itu kami menyesuaikan kebutuhan untuk bisa pesawat mendarat di dekat resort penginapan," ujarnya.

Dengan dikembangkannya wisata bahari ini, kata Agus, LAPAN akan memproduksi pesawat amphibi pada 2019. Target dari pemerintah Indonesia di tahun pertama enam sampai 12 pesawat.


"Kalau yang memesan pesawat N219 ini juga sudah banyak, sekitar 140 dari airlines seperti dari Kartika, Merpati, kemudian dari maskapai luar negeri juga ada," kata dia.



Credit  tempo.co





Sabtu, 15 Desember 2018

Uji N219 Versi Amfibi Dilakukan di BPPT Surabaya





Miniatur Pesawat N219 di hanggar PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Kota Bandung.

CB, SURABAYA -- Pengembangan uji desain floater N219 versi amfibi dilakukan di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Surabaya. Khususnya untuk hidrodinamika atau tingkat gerak kapal.

Kepala Seksi Program dan Penerapan Teknologi Balai Hidrodinamika BPPT Fariz Maulana Noor di Surabaya, Senin (10/12) mengatakan pengujian N219 dilakukan untuk melihat dan menganalisa apakah desain floateryang sudah dibuat mampu beroperasi di perairan wilayah Indonesia dengan aman dan nyaman, khususnya untuk penumpang.

"Pengujian ini kami lakukan pada bulan September sampai bulan November 2018, dan saat ini kami laksanakan Focus Group Discussion (FGD) untuk membahas hasil pengujian floater N219 versi amfibi," kata Fariz, usai kegiatan FGD di Kantor BPPT Surabaya.

Pelaksanaan FGD, kata dia, juga diikuti berbagai institusi yang berkepentingan seperti Pustekbang LAPAN, PT Dirgantara Indonesia, Balai Teknologi Hidrodinamika BPPT, Balai Besar Teknologi Aerodinamika, Aeroelastika dan Aeroakustika BPPT, Kementerian Perhubungan, serta Dirjen KPPU dan Institut Teknologi Bandung Jurusan Teknik Dirgantara.

Ia berharap, dengan terlaksananya FGD akan ada masukan dan perbaikan untuk desain floater N219 versi amfibi ke depannya. Sebelumnya, floater N219 versi amfibi dibuat atas pengembangan keberadaan Pesawat N219 produksi PT Dirgantara Indonesia yang kini memasuki tahap sertifikasi.

Kemudian, PT Dirgantara Indonesia bekerja sama dengan LAPAN mengembangkan pembuatan N219 versi amfibi, untuk mendukung logistik dan pengembangan pariwisata di daerah pinggiran dan terpencil. "Keberadaan versi amfibi dibuat untuk daerah yang tidak memungkinkan dibangun landasan pesawat terbang biasa," katanya.

Peta jalan pengembangan pesawat N219 versi amfibi dimulai tahun 2018, dengan ditandai dengan penandatangan kontrak kerja antara Pustekbang LAPAN dengan PT DI. Dari kontrak tersebut diharapkan akan dihasilkan Conceptual Design Floater untuk N219 versi amfibi.

Credit Republika.co.id




Jumat, 09 November 2018

Ini Kecanggihan Jet Tempur RI-Korea


Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)
Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)



Jakarta - Pesawat Korean Fighter Experimental/Indonesian Fighter Experimental (KFX/IFX) yang dikembangkan Indonesia dan Korea Selatan memiliki kemampuan khusus. Kemampuan khusus itu salah satunya ialah perusak sistem elektronik musuh atau disebut jammer electronic.

"Dia juga dilengkapi electronic jammer, bisa nge-jam secara elektronik, pernah dengar kan perang elektronik, elektronik lawan bisa kita jam sehingga tidak berfungsi. Merusak sistem elektronik mereka. Ini salah satu keunggulannya," kata Kepala Program KFX/IFX dari PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Heri Yansyah kepada detikFinance, di Jakarta, Rabu (7/11/2018).

Heri menerangkan, pesawat yang dikembangkan ini masuk kategori semi siluman. Sebab, secara bentuk sudah mengadopsi sistem itu, di mana pesawat itu sulit dilacak oleh radar.

Namun, karena letak senjatanya di luar membuatnya masih terbaca radar.

"Kami sebut semi stealth karena sudah mengikuti siluman walaupun tidak penuh. Karena senjata masih bisa terdeteksi, tapi engine kita design tidak terbaca dari radar depan lawan. Tapi senjata masih kebaca masih, ada panasnya," terangnya.

Lebih lanjut, dia menerangkan, pesawat supersonik ini dilengkapi sistem radar yang bisa menangkap pergerakan lawan dari segala penjuru. Sistem itu juga bisa menangkap pergerakan sejumlah lawan.


"Kemampuan khususnya dia memang multirule medium, dia menggunakan advance avionik artinya menggunakan radar yang menangkap lawan target di atas dan di bawah. Juga dilengkapi optical targeting system yang sebagai mata bisa menangkap beberapa lawan," ungkapnya.



Credit  finance.detik.com


Jet Tempur RI-Korsel Bentuknya Mirip F-22 Raptor Punya AS


Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)
Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)




Jakarta - Indonesia dan Korea Selatan (Korsel) sedang mengembangkan jet tempur bersama dengan nama Korean Fighter Experimental/Indonesian Fighter Experimental (KFX/IFX). Pesawat yang dikembangkan itu wujudnya mirip dengan pesawat tempur siluman Amerika Serikat (AS) F-22 Raptor serta F-35.

Hal itu dibenarkan oleh Kepala Program KFX/IFX dari PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Heri Yansyah saat diwawancarai detikFinance, Rabu (7/11/2018).

"(Kaya) F-22 dan F-35," kata dia.

Bukan tanpa sebab, hal itu dikarenakan Korea Selatan sebagai inisiator telah membeli pesawat F-35. Dari pembelian itu, Korea Selatan sekaligus mendapatkan teknologinya.

"Korea sebenarnya gini, Korea banyak dapat bantuan dari Lockheed Martin, karena Korea membeli F-35, dari F-35 dapat offset teknologi dari Lockheed Martin. Kita dompleng sebenarnya. Kita tidak membeli apa-apa dari Amerika, tapi dapat teknologinya," jelasnya.

Teknologi ini kemudian menyesuaikan dengan bentuk pesawat yang akan dikembangkan. Heri mengatakan, sebenarnya ada dua opsi bentuk pesawat yakni tipe AS atau Eropa. Namun, sekali lagi karena mengadopsi teknologi AS maka yang dipilih ialah tipe AS.


"Karena memang yang mengembangkan Korea, Korea waktu di-device ada 2 pesawat, satu American type ada sayap ada ekor. Kedua European type, sayap dengan canon di depan, Euro fighter kan beda. Setelah melalui evaluasi, apalagi menggunakan teknologi Amerika, mereka pilih tipe ini (Amerika). Dan ini twin engine," paparnya.

"Kalau menurut saya karena Korea arahnya ke Amerika, itu teknologi Amerika. Makanya dia memutuskan mendekati pesawat-pesawat model Amerika. Dan karena medium class di atasnya F-16, kapabilitas di atas F-16, tapi masih secara teknologi di bawahnya F-35, F-22," jelasnya.




credit  finance.detik.com



Butuh 10 Tahun Kembangkan Jet Tempur RI-Korsel


Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)
Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)



Jakarta - Indonesia dan Korea Selatan tengah mengembangkan pesawat tempur bersama dengan nama Korean Fighter Experimental/Indonesian Fighter Experimental (KFX/IFX). Pengembangan pesawat ini membutuhkan waktu 10 tahun yang dimulai dari 2016 lalu.

Kepala Program KFX/IFX dari PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Heri Yansyah menerangkan, keikutsertaan Indonesia mengembangkan pesawat ini ditandai dengan pernyataan minat atau letter of intent (LoI) yang diteken pada 2009. LoI itu kemudian ditindaklanjuti dengan nota kesepahaman pada tahun 2010.

"Asal mulanya ada kerja sama, yang jelas program pemerintah, ada LoI (letter of intent) yang ditandatangani 2009, di hadapan Presiden. Kemudian ada MoU 2010 di tandatangani dua Menteri Pertahanan di hadapan Presiden," katanya kepada detikFinance, di Jakarta, Rabu (7/11/2018).

Dia melanjutkan, pengembangan KFX/IFX meliputi tiga tahap. Pertama, pengembangan teknologi dan itu sudah terlaksana pada tahun 2011-2012. 

"Targetnya itu mengidentifikasi semua requirement kedua negara, abstract. Dari abstract itu kita bangun, kemudian kita kembangkan konsep teknologi yang memenuhi abstract ini. Itu 2011-2012," jelasnya.

Kedua, pengembangan purwarupa atau prototype. Pengembangan ini sempat tertunda dan baru berjalan 2016 lalu.

"Habis itu ada tahap namanya EMD, engineering manufakturing development. Ini prototyping development, jadi ini 10 tahun. Ada vakum di Korea karena harus ada feasibility study. Sehingga baru dijalankan 2016 kemarin. Jadi 10 tahun 2016 sampai 2026, itu sertifikasi," paparnya.

Lanjutnya, selama 2 tahun dari 2016 hingga 2018 pemantapan desain. Setelah itu, pada tahun depan memulai pembentukan prototype.

"Nah di 2 tahun pertama 2016 sampai 2018 itu namanya primary design, dari hasil konsep tadi didetilkan, kontak vendor, supplier, kita freeze konfigurasi pertengahan tahun 2018. Sekarang masuk tahap detil. Detil analisa dan seterusnya, 2019 besok itu sudah masuk tahap produksi. Dari gambar-gambar itu kita produksi," ujarnya.

Indonesia dan Korea akan membuat 8 pesawat purwarupa. 6 pesawat di antara bisa diterbangkan, dan 2 pesawat tidak terbang. Dua pesawat sengaja tidak diterbangkan karena hanya untuk uji struktur.

Purwarupa pertama di targetkan rampung tahun 2021. Kemudian secara bertahap menyusul purwarupa-purwarupa lainnya. Terakhir, Heri mengatakan, pada tahun 2026 ditargetkan pesawat purwarupa itu mendapat sertifikasi sebelumnya diproduksi massal.

"Nah, kemudian masuk ke proses sertifikasi targetnya 2026 selesai. Kemudian setelah itu masuk tahap produksi massal. Dalam 10 tahun ini hanya pengembangan doang. Habis itu 2026 ke atas masuk produksi," ujarnya.

Pada pengembangan ini investasi yang dibutuhkan 8,7 triliun Korea won. Porsi Indonesia dalam pengembangan ini sekitar 20%.

"Kalau nggak salah 8,7 triliun Korea won. Hanya pengembangan," ujarnya.




Credit  finance.detik.com



Alasan Korsel Ajak RI Buat Jet Tempur Bareng


Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)
Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)


Jakarta - Korea Selatan menggandeng Indonesia untuk mengembangkan jet tempur. Pesawat yang dikembangkan bersama itu kemudian diberi nama Korean Fighter Experimental/Indonesian Fighter Experimental (KFX/IFX).

Kepala Program KFX/IFX dari PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Heri Yansyah mengatakan, alasan Korea menggandeng Indonesia karena Indonesia bakal berkembang menjadi negara besar. Sebab itu, pengembangan jet tempur diperlukan.

"Kalau mereka sampaikan, pertama Indonesia itu menurut mereka di tahun 2040 menjadi negara besar, dan mereka melihat potensi itu," kata dia kepada detikFinance di Jakarta, Rabu (7/11/2018).

Kemudian, Heri mengatakan, Korea mengajak Indonesia karena Indonesia memiliki pengalaman mengembangkan pesawat. Meski, pesawat yang dikembangkan Indonesia bukan jet tempur. Menurutnya, Indonesia akan melakukan penyesuaian mengembangkan pesawat petarung ini. 

"Kedua, mereka melihat Indonesia punya kemampuan mengembangkan pesawat, walaupun bukan pesawat tempur. Jadi pada waktu kita mengembangkan pesawat mereka evaluasi, posisi kita ada di mana. Kalau mereka konsisten mengembangkan pesawat tempur, kalau kita transport. Jadi ada gap, gap suatu faktor itu yang akan di-improve. Hanya beda sekitar 3 tahun, beda pengalaman dengan mereka untuk fighter," jelasnya.

Alasan lain, kata Heri ialah pasar Indonesia yang besar. Nantinya, dia juga bilang, Indonesia dan Korea mencari pasar lain untuk menjual pesawat tempur ini.

"Mereka melihat itu, kita punya kapabilitas itu, kita punya resources juga manufacturing, dan seterusnya, dan market. Karena ini akan jadi captive market, Indonesia sudah pasti membeli pesawat ini, dan Korea membeli pesawat ini. Dan sekarang mencari joint marketing untuk negara di luar negara Indonesia dan Korea," tutupnya.




Credit  finance.detik.com



Apa Kabar Proyek Jet Tempur Buatan RI-Korea Selatan?


Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)
Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)



Jakarta - Sebuah stan dalam pameran Indo Defence 2018 Expo & Forum di JIExpo Kemayoran menyita perhatian pengunjung. Sebab, stan yang diisi oleh perusahaan pelat merah PT Dirgantara Indonesia (PTDI) itu memasang miniatur jet tempur.

Sekilas, pesawat itu mirip pesawat tempur siluman buatan Amerika Serikat (AS) F-22 Raptor. Kemiripan itu terlihat dari bentuk sayap tengah dan sayap kecil di bagian belakangnya. Bedanya, dalam miniatur yang terpasang roket di bagian bawah sayap.

Jet tempur yang dipajang itu bernama Korean Fighter Experimental/Indonesian Fighter Experimental (KFX/IFX). Jet tempur itu merupakan pesawat yang tengah dikembangkan oleh Indonesia bersama dengan Korea Selatan.

Proyek KFX/IFX diiniasi pihak Korea Selatan. Indonesia menyatakan minat untuk ikut serta pada tahun 2009 yang ditandai dengan penandatangan letter of intent (LoI). Kemudian, LoI ini berlanjut dengan kesepakatan pengembangan bersama.

Di sela-sela kesibukannya mengurus pameran, Kepala Program KFX/IFX dari PTDI Heri Yansyah bercerita mengenai seluk-beluk proyek jet tempur ini. Dia juga berbicara mengenai kecanggihan pesawat.

Berikut petikan wawancara Heri Yansyah dengan detikFinance pada 7 November 2018 lalu:


1 Awal Pengembangan
Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)
Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)


Bisa dicerikan awal mula pengembangan KFX/IFX?Asal mulanya ada kerja sama, yang jelas program pemerintah, ada LoI (letter of intent) yang ditandatangani 2009, dihadapan Presiden. Kemudian ada MoU 2010 di tandatangani dua Menteri Pertahanan di hadapan Presiden.
Jadi tahapan KFX dibagi 3 tahap, pertama itu pengembangan teknologi, itu sudah dilaksanakan 2011-2012. Targetnya itu mengidentifikasi semua requirement kedua negara, abstract. Dari abstract itu kita bangun, kemudian kita kembangkan konsep teknologi yang memenuhi opsreq (operational requirements) ini. Itu 2011-2012.
Habis itu ada tahap namanya EMD engineering manufacturing development. Ini protoyping development, jadi ini 10 tahun. Ada vakum di Korea karena harus ada feasbility study. Sehingga baru dijalankan 2016 kemarin. Jadi 10 tahun 2016 sampai 2026 itu sertifikasi.
Nah di 2 tahun pertama 2016 sampai 2018 itu namanya primary design, dari hasil konsep tadi didetilkan, kontak vendor, suplier, kita freeze konfigurasi pertengahan tahun 2018. Sekarang masuk tahap detil. Detil analisa dan seterusnya, 2019 besok itu sudah masuk tahap produksi. Dari gambar-gambar itu kita produksi.
Prototype yang pertama itu 2021. Ada 6 prototype yang terbang, ada 2 prototype yang tidak terbang. Yang tidak terbang ini dipakai uji starting, struktur. Yang 6 ini dipakai untuk sertifikasi, uji aerodinamik, struktur, systemnya, avioniknya, fligth controlnya, semuanya. Tapi yang 2 itu uji kekuatan struktur.
Tahun 2026 itu pengembangan saja?
Prototype pertama sudah dibuat, nanti ada first flight, kemudian kedua beda berapa bulan, ketiga, dan seterusnya ada first flight setiap prototype ini. Nah, kemudian masuk ke proses sertifikasi targetnya 2026 selesai. Kemudian setelah itu masuk tahap produksi massal. Dalam 10 tahun ini hanya pengembangan doang. Habis itu 2026 ke atas masuk produksi, walaupun 2024 kita sudah keluar namanya initial production approval, ada bagian-bagian mendapat persetujuan diproduksi.
Alasan Korea Selatan menggandeng Indonesia?
Kalau mereka sampaikan, pertama Indonesia itu menurut mereka di tahun 2040 menjadi negara besar, dan mereka melihat potensi itu. Kedua, mereka melihat Indonesia punya kemampuan mengembangkan pesawat, walaupun bukan pesawat tempur. Jadi pada waktu kita mengembangkan pesawat mereka evaluasi, posisi kita ada di mana. Kalau mereka konsisten mengembangkan pesawat tempur, kalau kita transport. Jadi ada gap, gap suatu faktor itu yang akan diimprove. Hanya beda sekitar 3 tahun, beda pengalaman dengan mereka untuk fighter.
Mereka melihat itu, kita punya kapabilitas itu, kita punya resources juga manufakturing, dan seterusnya, dan market. Karena ini akan jadi captive market, Indonesia sudah pasti membeli pesawat ini, dan Korea membeli pesawat ini. Dan sekarang mencari joint marketing untuk negara di luar negara Indonesia dan Korea.
Berapa pesawat yang akan diproduksi?
Jadi kalau produksi sesuai MoU, kita 48 pesawat, Korea 120 pesawat. Itu di MoU, 168 pesawat. Itu produksi kalau pengembangan 6 prototype yang dapat sertifikasi. Kalau produksi, kita 48 pesawat, Korea 120 pesawat. Nanti tinggal kita cari market yang di luar dua negara.

2 Investasi
Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)
Foto: jet tempur KFX/IFX (Achmad Dwi Afriyadi-detikFinance)


Pengembangan itu berapa investasinya?
Kalau nggak salah 8,7 triliun korea won. Hanya pengembangan.
Kalau sampai produksi berapa?
Nanti itu kan kalau produksi pesawat, kita jual kan ada harga pesawat, nanti itu ada perhitungan lagi. Tapi beda perhitungan development cost yang lebih mahal, dibandingkan harga pesawat untuk produksi. Kalau produksi kan sudah sertifikasi, tinggal produksi. Tapi kalau ini banyak literasi makanya 10 tahun menghasilkan 6 pesawat terbang dan 2 pesawat non terbang. Prosesnya panjang dan itu sangat ketat.
2026 baru produksi, berapa harganya?
Baru produksi massal dan harganya beda, nanti ada perjanjian lagi. Perjanjian itu bertahap, dari tahap teknologi development 2011-2012, EMD 2016-2026, nanti tahap produksi ada perjanjian lagi.
Desain pesawat siapa yang bikin?
Kita dengan Korea, artinya tim engineering KAI Korea Aerospace Industries. Kedua negara, karena banyak teknologi Amerika. Korea sebenarnya gini, Korea banyak dapat bantuan dari Lockheed Martin, karena Korea membeli F-35, dari F-35 dapat offset teknologi dari Lockheed Martin. Kita dompleng sebenarnya. Kita tidak membeli apa-apa dari Amerika, tapi dapat teknologinya. Walaupun ada beberapa teknologi yang sekarang belum dapat approval dari pemerintah Amerika tapi itu adalah proses. Kita ada 129 teknologi item pesawat, kita dapat 120, dan 9 teknologi belum dapat, tapi itu proses. Salah satu alasannya, karena kita belum punya security data sistem, di level government. Itu makanya proses karena dikhawatirkan kalau teknologi ini bocor.
Sepintas kaya F-22 Raptor?
(Kaya) F-22 dan F-35.
Kenapa seperti itu?
Karena memang yang mengembangkan Korea, Korea waktu di device ada 2 pesawat, satu American type ada sayap ada ekor. Kedua European type, sayap dengan canon di depan, Euro fighter kan beda. Setelah melalui evaluasi, apalagi menggunakan teknologi Amerika, mereka pilih tipe ini. Dan ini twin engine.
Ada alasan lain?
Kalau menurut saya karena Korea arahnya ke Amerika, itu teknologi Amerika. Makanya dia memutuskan mendekati pesawat-pesawat model Amerika. Dan karena medium class di atasnya F 16, kapabilitas di atas F-16, tapi masih secara teknologi di bawahnya F-35, F-22.
Ini termasuk tipe siluman?
Sekarang kita sebut semi stealth, tidak total siluman tapi semi, karena di tengah air to air beyond vessel itu semi konfirmal tertanam separuh, tapi di sini masih ada weapon kan. Dari sisi bentuk mengacu konfigurasi stealth, tapi senjata masih diluar makanya kita sebut semi. Tapi perencanaan ke depan fully stealth, kalau stealth kaya F-22, weaponnya di dalam pesawat. Tapi itu panjang.
Kami sebut semi stealth karena sudah mengikuti siluman walaupun tidak penuh. Karena senjata masih bisa terdeteksi, tapi engine kita design tidak terbaca dari radar depan lawan. Tapi senjata masih kebaca masih, ada panasnya. Senjata tertanam separuh itu mengurangi radar protection istilahnya.
Kemampuan khusus KFX/IFX apa?
Kemampuan khususnya dia memang multirule medium, dia menggunakan advance avionik artinya menggunakan radar yang menangkap lawan target di atas dan di bawah. Juga dilengkapi optical targeting sytem yang sebagai mata bisa menangkap beberapa lawan. Dia juga dilengkapi electronic jammer, bisa nge-jamm secara electronik, pernah dengar kan perang elektronik, elektronik lawan bisa kita jam sehingga tidak berfungsi. Merusak sistem elektronik mereka. Ini salah satu keunggulannya. Dan semi stealthnya.
Produksi KFX/IFX di mana?
Indonesia dan Korea, kan nanti ada komponen, setiap produksi Indonesia pasti ada komponen dibuat dari Korea, dengan komposisi share. Kalau 80:20 ya mereka 80 komponen, tapi produksi di Korea ada komponen di Indonesia. Pada waktu produksi di Indonesia, selain pembuatan komponen dari kita, diintegrasikan komponen dari Korea.
Jadi tiap-tiap negara produksi?
Iya, jadi contohnya untuk 48 pesawat TNI AU itu akan diproduksi di sini, tapi tetap komponan ada dari Korea sesuai share 80:20. Dan sebetulnya Korea KAI juga menjanjikan, mereka tahu labor rate rendah dari mereka. Kalau kita punya quality yang bagus, kalau pernjanjian 80:20 mereka menyampaikan nggak harus 80:20, 50:50 bisa, 60% pun bisa asal itu dipenuhi. Kenapa, karena lebih menguntungkan di sini.
20% itu apa yang Indonesia produksi?
Kan kita ingin sayapnya kita buat di sini, ekor kita buatnya di sini. Selebihnya mungkin dari mereka, kan itu ada hitung-hitungan komponen.
Mesinnya dari mana?
Mesinnya dari GE (General Electric). Kan ada 3 pabrikan yang distudi ada GE, PwC, ada EuroJet. Sekarang sudah ditentuin dari GE. GE F 414.
Kecepatan supersonik?
Iya supersonik.





Credit  finance.detik.com



Kamis, 28 Desember 2017

Pemerintah Aceh Mau Beli Pesawat N219 Made in Bandung


Pemerintah Aceh Mau Beli Pesawat N219 Made in Bandung


Banda Aceh - Pemerintah Aceh berencana membeli pesawat terbang jenis N219 yang diproduksi PT Dirgantara Indonesia (Persero) (PTDI). Pembelian pesawat ini dengan opsi untuk mengembangkan fasilitas produksi N219, kedirgantaraan serta antariksa di Tanah Rencong.

Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Aceh Mulyadi Nurdin mengatakan, pihak Pemerintah Aceh sudah bertemu dengan PTDI untuk membahas rencana pengembangan fasilitas produksi N219 di Aceh. Pemerintah Aceh juga akan memfasilitasi lokasi area untuk keperluan berdirinya fasilitas kedirgantaraan.

"Pemerintah Aceh menyampaikan rencana untuk mengembangkan fasilitas dirgantara dan antariksa, antara lain, Aero City dengan fasilitasnya, termasuk kawasan industri dan MRO (Maintenance, Repair, and Overhaul)," kata Mulyadi Rabu (27/12/2017).

Pesawat N219 yang ingin dibeli Pemerintah Aceh yaitu merupakan pesawat penumpang berkapasitas 19 orang yang digerakkan dengan dua mesin turboprop produksi Pratt and Whitney Aircraft of Canada Limited PT6A-42 masing-masing bertenaga 850 SHP.

Pesawat tersebut mampu terbang dan mendarat di landasan pendek sehingga mudah beroperasi di daerah-daerah terpencil. Pesawat tersebut juga sudah dilakukan uji terbang perdana pada 16 Agustus lalu.

Menurut Mulyadi, pertemuan Pemerintah Aceh dengan PT Dirgantara Indonesia digelar di Bandung 19 Desember 2017 lalu. Dalam pertemuan itu juga ditandatangani kesepakatan untuk melakukan kerja sama strategis antara Pemerintah Aceh dan PTDI.

"Pemerintah Aceh akan membangun tiga Kawasan Ekonomi Khusus yang akan didukung oleh transportasi yang terintegrasi," jelas Mulyadi.

"Merespons rencana tersebut, PTDI akan memberikan proposal terkait dengan pembentukan fasilitas final assembly lines N219, termasuk program pengembangan SDM putra daerah Aceh dalam bidang industri kedirgantaraan. Proposal tersebut akan disampaikan kepada pemerintah Aceh pada akhir Januari 2018 mendatang," ungkap Mulyadi.



Credit  finance.detik.com






6 Prototipe Pesawat Habibie Mulai Dibuat Tahun Depan


6 Prototipe Pesawat Habibie Mulai Dibuat Tahun Depan




Jakarta - Sebanyak 6 prototipe alias purwarupa pesawat R80 akan dimulai pembuatannya tahun depan. Dari 6 purwarupa yang akan dibuat, 4 di antaranya akan digunakan untuk uji terbang dan 2 sisanya untuk uji kekuatan struktur.

"Prototipe dilakukan dalam fase 2018 sampai 2022. Di situ ada detail desain ada pembuatan purwarupa sebanyak 6 buah, 4 di antaranya diterbangkan dan akan menjalani sertifikasi dan pengujian terbang, 2 di antaranya akan digunakan untuk melakukan uji kekuatan struktur," kata Direktur Utama PT Regio Aviasi Industri Agung Nugroho di Kantor RAI, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2017).

Saat ini, pengembangan purwarupa pesawat R80 memasuki fase kedua, yaitu pembuatan detail dari desain pesawat R80 hingga 2019. Di 2019-2020 dilakukan pembangunan fasilitas pabrik yang rencananya dibangun di Kertajati, Jawa Barat.

Di 2020, uji terbang perdana prototipe dilakukan pada 2020 mendatang hingga 2022. Sehingga diperkirakan di 2025 bisa mendapatkan type certificate dan bisa diproduksi massal.

"Akhir dari fase ini di 2025 kita akan mendapatkan Insya Allah sertifikasi nasional yang diberikan Kementerian Perhubungan," ujar Agung.

Saat ini, RAI Juga melakukan penggalangan dana melalui kitabisa.com. Dengan dilakukannya penggalangan dana diharapkan masyarakat Indonesia bisa berperan langsung dalam mewujudkan pesawat R80.

Sampai saat ini, crowdfunding di kitabisa.com sudah mencapai Rp 7,2 miliar dengan lebih dari 18.575 donatur.

Dilakukan crowdfunding untuk R80 karena total biaya pembuatan prototipe pesawat mencapai lebih dari Rp 200 miliar. Sedangkan keseluruhan biaya pengembangan usaha mencapai US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 20 triliun.

"Perlu US$ 1,6 miliar, jumlah fantastis untuk cari investor yang mau investasi ke program ini sekaligus. Yang kita lakukan mencari beberapa investor karena tipe pengembangan pesawat enggak semuanya aplicable," kata Chief Investment Officer RAI Destra Firza Ghazfan.

Destra menambahkan, ada beberapa jenis investor yang akan terlibat dalam pengembangan purwarupa pesawat R80. Pertama, mereka yang benar-benar berminat menanamkan modalnya ke proyek ini, dan kedua menjalin kerja sama dengan industri pendukung pesawat terbang.

Sampai saat ini, kata Destra, sudah ada 5 investor yang berminat bekerjasama dalam pengembangan prototipe pesawat R80.

"Sampai saat ini sudah ada 5 calon partner. Sudah bicara nego tinggal ujungnya aja, ada juga sudah tanda tangan," kata Destra.



Credit  finance.detik.com

Pesawat R80 Sudah Dipesan Hingga 155 Unit

Pesawat R80 Sudah Dipesan Hingga 155 Unit


Jakarta - Pesawat R80 sudah banyak dipesan hingga 155 unit meskipun belum bisa diproduksi massal. Pesawat besutan Presiden ke-3 Republik Indonesia (RI) B. J. Habibie yang rencananya diproduksi 2025 mendatang sudah mendapatkan komitmen pembelian dari maskapai dalam negeri.

"Sudah dipesan ada 155," kata Chief Investment Officer RAI Destra Firza Ghazfan di Kantor RAI, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2017).

Destra merinci, pesanan terbanyak datang dari NAM Air sebanyak 100 unit, kemudian disusul oleh Kalstar 25 unit, Trigana Air 20 unit, dan Aviastar 10 unit. Keempat maskapai dalam negeri tersebut sudah menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan RAI.

"Ini yang sudah LoI," tutur Destra.

Harga jual pesawat dengan kapasitas 80 penumpang sebesar US$ 23 juta. "Harga jual US$ 23 juta," tutur Destra.

Pesawat R80 memiliki kapasitas hingga 80 penumpang. Pesawat ini juga memiliki desain kokpit yang modern dan menjamin kenyamanan penumpang selama mengudara.

Pesawat R80 dibuat dengan tujuan mempermudah konektivitas dari satu tempat ke tempat lain di negara dengan bentuk kepulauan. Pesawat ini juga dilengkapi dengan teknologi fly by wire, yaitu sebuah sistem kendali yang menggunakan sinyal elektronik dalam memberikan perintah.



Credit  finance.detik.com

Masuk Proyek Strategis, Pesawat R80 Lebih Mudah Dapat Investor


Masuk Proyek Strategis, Pesawat R80 Lebih Mudah Dapat Investor


Jakarta - Pemerintah mendukung pengembangan prototipe pesawat R80. Pesawat ini juga dimasukkan ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).

Direktur Utama Regio Aviasi Industri (RAI) Agung Nugroho mengungkapkan, dukungan pemerintah dengan dimasukkannya R80 ke dalam PSN memberikan kemudahan RAI dalam mencari pendanaan. Meski tak dianggarkan langsung, R80 akan lebih menarik di mata investor yang ingin bergabung.

"Perpres PSN memberikan kemudahan. Kami secara khusus didampingi Bappenas melalui PINA (Pembiayaan Investasi Non Anggaran)," ujar Agung di Kantor RAI, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2017).

Disematkannya status PSN dalam pengembangan prototipe pesawat R80 menjadi semangat khusus bagi RAI merealisasikan R80. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen dalam mempermudah perizinan pengembangan prototipe pesawat.

"Kredibilitas kita terbantu ada pemerintah, selain itu kemudahan perizinan dan dukungan R&D (research and development) sudah banyak," terang Agung.


Pesawat R80 mampu mengangkut 80 penumpang. Pesawat ini juga memiliki desain kokpit yang modern dan menjamin kenyamanan penumpang selama mengudara. Pesawat ini memiliki dimensi panjang 32,3 meter dengan lebar sayap 30,5 meter dan tinggi 8,5 meter.

Pesawat R80 dibuat dengan tujuan mempermudah konektivitas dari satu tempat ke tempat lain di negara dengan bentuk kepulauan. Pesawat ini juga dilengkapi dengan teknologi fly by wire, yaitu sebuah sistem kendali yang menggunakan sinyal elektronik dalam memberikan perintah.



Credit  finance.detik.comr

Ini Alasan Habibie Semangat Wujudkan Pesawat R80



Ini Alasan Habibie Semangat Wujudkan Pesawat R80


Jakarta - Presiden ke-3 Republik Indonesia (RI) B. J. Habibie masih berupaya mewujudkan pesawat buatan dalam negeri melalui R80. Pesawat R80 yang digarap oleh PT Regio Aviasi Industri (RAI) terlebih lagi sudah menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).

Upaya Habibie mewujudkan kemandirian industri dirgantara dalam negeri bukan tanpa sebab. Dengan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan, kebutuhan transportasi udara akan selalu dibutuhkan sampai kapanpun.

Angkutan udara menggunakan pesawat terbang lebih cepat dan mudah menjangkau ke pulau-pulau atau ke daerah terpencil di Indonesia.

"Ada 17.000 pulau bahwa sampai kiamat, Indonesia perlu pesawat terbang jarak jauh, menengah, dekat-menengah," kata Chief Investment Officer RAI Destra Firza Ghazfan menyampaikan kembali gagasan Habibie di Kantor RAI, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2017).

Destra menambahkan, Indonesia menjadi pasar penjualan pesawat jarak dekat-menengah terbesar di dunia. Namun, sayangnya potensi yang begitu besar belum bisa dimanfaatkan industri dirgantara dalam negeri.

"Dekat-menengah Indonesia pasar terbesar dunia. 50% dari penjualan pesawat dunia adanya di sini dan akan konyol sekali kalau enggak bisa dapatkan apa-apa dari sini dan kita mampu," kata Destra.

Destra meyakini, Indonesia sangat mampu membuat pesawat buatan dalam negeri sendiri. Ia meyakini kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada mampu mewujudkan pesawat buatan dalam negeri.

Akan tetapi, jika SDM yang sudah ada tidak dimanfaatkan sebaik mungkin, maka dibutuhkan waktu 30 tahun mendatang untuk Indonesia merakit pesawat buatannya sendiri.

"Bikin pesawat bukan uang, tapi SDM. Bikin SDM mampu 30 tahun. Kalau enggak bisa meneruskan, generasi dirgantara mati selesai dan butuh 30 tahun lagi bangun," kata Destra.

Direktur Utama RAI menambahkan, keterlibatan Habibie dalam proyek R80 bisa dibilang sebagai penggerak roda pembuatan R80. Habibie juga terlibat langsung dalam desain R80 bersama anak dalam negeri lainnya.

"Pak Habibie selalu kita tanyai hal strategis. Kita mau bikin 20 atau 80 penumpang atau 100 penumpang. Strategis, ini Pak Habibie selalu dan ini berjalan belasan tahun lalu saya dulu di PTDI teknologi dan kita biasa tiap minggu diskusi teknik," ujar Agung.




Credit  finance.detik.com










Jumat, 10 November 2017

Sosok Nurtanio, Nama Pilihan Jokowi untuk Pesawat N219


Sosok Nurtanio, Nama Pilihan Jokowi untuk Pesawat N219
Foto: Dok. TNI AU




Jakarta - Nurtanio sekarang telah melekat pada pesawat N219. Nama pilihan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) bukan tanpa sebab, ada semangat yang sengaja ditanamkan pada pesawat made in Bandung tersebut.

"Dengan mengucap bismillah saya resmikan pesawat N219 sebagai pesawat Nurtanio," ungkap Jokowi, di Base Ops Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (10/11/2017).



Dirangkum dari berbagai sumber, Laksama Nurtanio Pringgoadisuryo adalah sosok patriot bangsa yang di masa hidupnya begitu berjasa pada dirgantara di Indonesia. Lahir di Kandangan, Kalimantan Selatan pada 3 Desember 1923, Nurtanio memiliki mimpi untuk keliling dunia dengan pesawat buatan Indonesia.


Mimpi ini diawali dengan pembuatan pesawat layang Zogling NWG (Nurtanio-Wiweko-Glider) pada tahun 1947. Kemudian berlanjut pada pesawat all metal dan fighter Indonesia yang dinamai Sikumbang disusul dengan Kunang-kunang (mesin VW) dan Belalang, dan Gelatik (aslinya Wilga) serta mempersiapkan produksi F-27.


Nurtanio gugur dalam sebuah penerbangan uji coba pesawat Arev (Api Revolusi), dari bekas rongsokan Super Aero buatan Cekoslowakia.

"Ada sebuah kalimat dari Nurtanio yang patut kita hayati, sudah kita tidak perlu ribut-ribut yang penting kerja, dan inilah hasil kerja, putra-putri bangsa penerus Nurtanio dan akan terus dilanjutkan hingga generasi anak-anak kita nanti," jelasnya.




Credit  finance.detik.com




Pesawat N219 Diberi Nama Nurtanio oleh Jokowi



Pesawat N219 Diberi Nama Nurtanio oleh Jokowi
Foto: Dok. PTDI



Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi memberikan nama Nurtanio pada prototipe pesawat N219 yang merupakan produk anak bangsa.

Pemberian nama pesawat N219 ini di Base Ops Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Jokowi tiba di lokasi sekitar pukul 09.10 WIB dengan mengenakan pakai sipil lengkap (PSL) ditemani oleh Ibu Iriana Joko Widodo.

"Dengan mengucap bismillah saya resmikan pesawat N219 sebagai pesawat Nurtanio," kata Jokowi di lokasi, Jumat (10/11/2017).

Jokowi Beri Nama Nurtanio ke Pesawat N219.Jokowi Beri Nama Nurtanio ke Pesawat N219. Foto: Dok. PTDI

Dia mengatakan, pemberian nama Nurtanio ini lantaran semasa hidupnya hanya menghabiskan atau mengabdi kepada angkatan udara.

"Laksamana Nurtanio Pringgoadisuryo, seluruh hidupnya di dharmabaktikan ke dirgantaraan, beliau gugur pada saat penerbangan uji coba," jelas Jokowi.



Pesawat berkelir putih ini merupakan hasil kerja sama PT Dirgantara Indonesia (Persero) (PTDI) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).

Di badan pesawat terlihat tulisan produk anak bangsa hadir untuk negeri ini mampu mengangkut 19 orang atau mengangkut beban hingga 7.030 kilogram (kg) saat take off dan 6.940 kg saat landing. Kecepatan pesawat N219 bisa mencapai 210 knot dengan kecepatan ekonomisnya 190 knot.


Setelah penamaan prototipe pesawat N219 oleh Jokowi, maka pesawat N219 masih harus melewati serangkaian uji terbang sekitar 300 jam. Uji terbang dilakukan untuk mendapatkan type certificate (TC).

Type certificate adalah sertifikasi kelaikan udara dari desain manufaktur pesawat. Sertifikat ini dikeluarkan oleh Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKUPP) Kementerian Perhubungan.


Credit  finance.detik.com



Ini Alasan Jokowi Beri Nama Nurtanio pada Pesawat N219



Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memastikan bahwa purwarupa atau prototype pesawat N219 yang telah diberi nama Nurtanio merupakan hasil kerja keras putra dan putri bangsa Indonesia.

Jokowi menyebutkan, pemberian nama Nurtanio ini diberikan lantaran Laksana Muda Udara (Anumerta) ini mengabdikan seluruh hidupnya di dirgantara Indonesia.

"Ada sebuah kalimat dari Nurtanio yang patut kita hayati, sudah kita tidak perlu ribut-ribut yang penting kerja, dan inilah hasil kerja, putra-putri bangsa penerus Nurtanio dan akan terus dilanjutkan hingga generasi anak-anak kita nanti," kata Jokowi di Base Ops Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (10/11/2017).


Ini Alasan Jokowi Beri Nama Nurtanio ke Pesawat N219.Ini Alasan Jokowi Beri Nama Nurtanio ke Pesawat N219. Foto: Dok. PTDI
Jokowi menyebutkan, Nurtanio Pringgoadisuryo gugur dalam sebuah penerbangan uji coba. Pria asal Kalimantan, 3 Desember 1923 ini membuat pesawat layang Zogling NWG yang merupakan (Nurtanio-Wiweko-Glider) pada 1947.

"Laksama Nurtanio Pringgoadisuryo adalah patriot bangsa yang seluruh hidupnya di dharma baktikan ke dirgantaraan Indonesia, beliau gugur dalam sebuah penerbangan uji coba," ungkap dia.


Usai memberikan nama, Jokowi bersama Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Elfien Guntoro. Setelah itu, pesawat melakukan uji penerbangan.

Ini Alasan Jokowi Beri Nama Nurtanio ke Pesawat N219.
 Foto: Fadhly Fauzi Rachman




Credit   finance.detik.com




Kecanggihan Nurtanio, Pesawat N219 Buatan Bandung




Jakarta - Pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) diberi nama Nurtanio oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). N219 menyimpan kecanggihan luar biasa, bahkan lebih baik dari pesawat sejenis buatan asing.

Seperti yang dikutip dari dokumen detikFinance, Jumat (10/11/2017) pesawat buatan Bandung ini memiliki kemampuan untuk menjangkau daerah terpencil dengan daya tampung penumpang hingga 19 orang dengan kabin yang luas.



Pesawat N219 bisa digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, angkutan militer, angkutan barang atau kargo, evakuasi medis, hingga bantuan saat bencana alam. Dengan kelebihan tersebut, pesawat ini juga lebih murah dibandingkan pesawat sejenisnya, yaitu Twin Otter.
Canggihnya Nurtanio, Pesawat N219 Buatan Bandung.Canggihnya Nurtanio, Pesawat N219 Buatan Bandung. Foto: Hendra Kusuma

Pesawat N219 memiliki kecepatan maksimum mencapai 210 knot, dan kecepatan terendah mencapai 59 knot. Artinya kecepatan cukup rendah namun pesawat masih bisa terkontrol, ini penting terutama saat memasuki wilayah tebing dan pegunungan.


Canggihnya Nurtanio, Pesawat N219 Buatan Bandung.Canggihnya Nurtanio, Pesawat N219 Buatan Bandung. Foto: Fadhly Fauzi Rachman
Dapur pacu pesawat buatan Bandung ini dilengkapi dengan dua mesin Pratt & Whitney Aircraft of Canada Limited PT6A-42 masing-masing bertenaga 850 SHP dan dilengkapi dengan Hartzell 4-Blade Metal Propeller.



Pesawat N219 mampu mengangkut beban hingga 7.030 kilogram (kg) saat take off dan 6.940 kg saat mendarat. Kecepatan pesawat N219 bisa mencapai 210 knot dengan kecepatan ekonomisnya 190 knot.




Credit  finance.detik.com

Pesawat Nurtanio Dijual Rp 81 Miliar



Jakarta - Pesawat N219, bernama Nurtanio buatan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) tak lama lagi akan memasuki tahapan produksi massal. Pesawat ini diketahui juga mulai banjir pesanan. Berapa harganya?

Menurut Direktur Produksi PTDI, Arie Wibowo, harga jual pesawat N219 berada di kisaran US$ 6 juta per unit atau sekitar Rp 81 miliar (kurs Rp 13.500/US$.

"Kita di kisaran US$ 6 jutaan ya," ujar Arie saat berbincang dengan detikFinance, seperti dikutip, Jumat (10/11/2017).



Pesawat N219 bisa digunakan untuk mengangkut penumpang sipil, angkutan militer, angkutan barang atau kargo, evakuasi medis, hingga bantuan saat bencana alam. Dengan kelebihan tersebut, pesawat ini juga lebih murah dibandingkan pesawat sejenisnya, yaitu Twin Otter.

Pesawat N219 memiliki kecepatan maksimum mencapai 210 knot, dan kecepatan terendah mencapai 59 knot. Artinya kecepatan cukup rendah namun pesawat masih bisa terkontrol, ini penting terutama saat memasuki wilayah tebing dan pegunungan.


Dapur pacu pesawat buatan Bandung ini dilengkapi dengan dua mesin Pratt & Whitney Aircraft of Canada Limited PT6A-42 masing-masing bertenaga 850 SHP dan dilengkapi dengan Hartzell 4-Blade Metal Propeller.

Pesawat N219 mampu mengangkut beban hingga 7.030 kilogram (kg) saat take off dan 6.940 kg saat mendarat. Kecepatan pesawat N219 bisa mencapai 210 knot dengan kecepatan ekonomisnya 190 knot.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpesan, pesawat Nurtanio harus bisa dipasarkan ke depannya.

"Ya ini kalau sudah selesai artinya proses berikutnya adalah proses bisnis, harus bisa dipasarkan, harus bisa masuk komersial," kata Jokowi di Base Ops Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta.




Credit  finance.detik.com







Jumat, 13 Oktober 2017

Melihat Tanggamus yang Disiapkan Jadi Lokasi Pabrik PTDI Hingga PAL

Melihat Tanggamus yang Disiapkan Jadi Lokasi Pabrik PTDI Hingga PAL
Foto: Dok. PTDI




Jakarta - Pemerintah berencana memindahkan pabrik BUMN strategis seperti PT Pindad (Persero), PT Dirgantara Indonesia (Persero), dan PT PAL Indonesia (Persero) ke Kabupaten Tanggamus di Provinsi Lampung.

Rencana ini diungkapkan oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu dalam kunjungannya ke PT Pindad (Persero) di Bandung bulan lalu. Bahkan pihaknya telah menyiapkan 10.000 hektar lahan untuk merealisasikan rencana tersebut.



Kabupaten Tanggamus sendiri memiliki luas Wilayah 2.855,46 Km² untuk luas daratan di tambah dengan daerah laut seluas 1.799,50 Km² dengan luas keseluruhan 4.654,98 Km².
Topografi wilayah juga bervariasi antara dataran rendah dan dataran tinggi. Sebagian merupakan daerah berbukit sampai bergunung, yakni sekitar 40% dari seluruh wilayah dengan ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai dengan 2.115 meter di atas permukaan laut (mdpl).

Demikian dikutip detikFinance dari website resmi Pemerintah Kabupaten Tanggamus, Kamis (12/10/2017).

"Industri pertahanan makin lama makin maju. Dibuat modern. (Maka) perlu tempat besar," kata Ryamizard bulan lalu.



Akan tetapi, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno, menjelaskan rencana tersebut belum dibicarakan secara matang. Rencana pemindahan pabrik BUMN strategis tersebut pun dikatakan baru usulan awal.

"Lahan belum ada kajian. Hanya usulan awal. Kita butuhkan lahan sama sekali belum ada komunikasi," tutur Harry.



Credit  finance.detik.com






Rabu, 06 September 2017

Sukses Uji Terbang, N219 Langsung Dilirik Turki



Sukses Uji Terbang, N219 Langsung Dilirik Turki
Foto: Wisma Putra



Bandung - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mendapatkan tawaran dari Turkish Aerospace Industries (TAI) untuk bekerja sama memproduksi pesawat N219. Nantinya, pesawat itu akan dipasarkan ke negara-negara di Afrika.

Direktur Produksi PTDI Arie Wibowo mengatakan ketertarikan BUMN Turki itu muncul setelah mendengar kesuksesan uji terbang perdana N219 belum lama ini. TAI melihat pesawat N219 sangat menjanjikan untuk dipasarkan di Afrika.

"Jadi setelah uji coba terbang itu, PTDI-nya Turki itu menawarkan kerja sama untuk memasarkan N219 di wilayah Afrika," kata Arie di kantor PTDI, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Selasa (5/9/2017).


Ia menuturkan untuk memudahkan proses produksi hingga pemasaran, TAI memfasilitasi PTDI untuk memproduksi N219 di negaranya. Sehingga, sambung dia, proses pengiriman pesawat akan lebih terjangkau.

"Mereka ajak bikin pesawat N219 bersama-sama di sana, untuk dipasarkan di Afrika. Karena kalau bikin di sini pesawatnya kecil, mesti dikirim ke Senegal atau kemana, berapa hari kirimnya," ungkap Arie.

Menurutnya tawaran itu akan segera dibahas lebih lanjut. Pihaknya menilai, TAI partner yang bagus untuk bisnis pesawat rancangan PTDI bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) tersebut.

"TAI ini 10 tahun lalu belajar dari kita, sekarang mereka lebih maju. Mereka sudah bisa bikin helikopter tempur, badannya pesawat F22," tutur dia.

Selain mendapatkan tawaran kerjasama dari Turki, beberapa negara seperti Thailand dan Myanmar juga kepincut untuk membeli N219. Pasalnya, pesawat N219 sangat cocok untuk negara-negara berkembang.

"Yang sudah invest itu Thailand, Myanmar. Beberapa negara yang tidak bisa saya hitung, tapi mereka sudah menunggu," kata Arie.




Credit  finance.detik.com







PTDI Siapkan Pesawat N245 untuk Transportasi Jarak Dekat Antarkota



PTDI Siapkan Pesawat N245 untuk Transportasi Jarak Dekat Antarkota



Bandung - Setelah sukses dengan pesawat N219, PT Dirgantara Indonesia (PTDI) bersiap melanjutkan proyek perancangan N245. Pesawat komersil khusus penumpang ini akan menjadi solusi transportasi udara jarak dekat antarkota.

Direktur Produksi PTDI Arie Wibowo mengatakan pemanfaatan pesawat N245 akan berbeda dengan N219. Pasalnya, pesawat N245 dipersiapkan untuk kebutuhan transportasi udara antarkota, sedangkan N219 area pelosok.

"Kalau N219 kan memang khusus wilayah perintis atau menghubungkan antar pulau. Sementara N245 nanti antarkota yang jaraknya hanya satu jam," kata Arie saat ditemui di Gedung PTDI, Jalan Pajajaran, Kota Bandung, Selasa (5/9/2017).


Ia menuturkan pesawat N245 nantinya dirancang bisa mengangkut 50 orang penumpang dengan beban maksimal sekitar enam ton. Jumlah penumpang ini, lanjut dia, lebih banyak dari pesawat N219 yang hanya berpenumpang 19 orang.

"Karena untuk transportasi komersil antarkota, jumlah penumpangnya lebih banyak. Nantinya bisa melayani Bandung-Pangandara atau Jember-Surabaya. Kalau menggukan mobil kan bisa berjam-jam," ungkap dia.

Arie mengaku saat ini proyek pesawat N245 masih dalam tahap konsep. Perancangan pesawat N245 akan dilebih dioptimalkan setelah pengurusan sertifikasi N219 dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) rampung.

"Kami targetkan sertifikasi N219 selesai akhir tahun 2018. Setelah itu kami kerjakan proyek N245," ujarnya.

Menurutnya pembuatan N245 diperkirakan membutuhkan waktu 3-4 tahun. Dengan perkiraan ongkos produksi mencapai US$ 200-300 juta untuk tiga unit prototipe pesawat N245. Hal ini untuk mempercepat proses sertifikasi juga nantinya.

"Kenapa langsung buat tiga unit? Ya, untuk mempercepat sertifikasi dengan syarat jam terbang itu kalau ada tiga pesawat kan lebih efektif. Setelah dapat sertifkasi, dua unit lainnya akan dijual," kata Arie.





Credit  finance.detik.com