Tampilkan postingan dengan label ICC. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label ICC. Tampilkan semua postingan

Senin, 15 April 2019

Trump Peringatkan ICC Tak Adili Warga AS dan Israel


Trump Peringatkan ICC Tak Adili Warga AS dan Israel
Presiden AS, Donald Trump memperingatkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk tidak menyelidki dan mengadili warga AS dan Israel atas kejahatan perang. Foto/Reuters

WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump memperingatkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk tidak menyelidki dan mengadili warga AS dan Israel atas kejahatan perang. Trump menyebut, AS akan merespon dengan cepat dan keras jika ICC melakukan itu.Trump mengeluarkan peringatan setelah hakim ICC menolak permintaan jaksa penuntut untuk menyelidiki kekejaman yang dilakukan oleh pasukan AS di Afghanistan. Trump memuji putusan yang tidak biasa itu sebagai kemenangan besar internasional dan mengklaim bahwa AS dan Israel harus kebal dari penuntutan ICC."Sejak pembentukan ICC, AS secara konsisten menolak bergabung dengan pengadilan karena kekuatan penuntutannya yang luas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan, ancaman yang ditimbulkannya terhadap kedaulatan nasional Amerika; dan kekurangan lain yang menjadikannya tidak sah," ucap Trump."Setiap upaya untuk menargetkan personel Amerika, Israel, atau sekutu untuk penuntutan akan disambut dengan respons yang cepat dan kuat," sambungnya dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir PressTV pada Sabtu (13/4).Terkait dengan keputusan ICC, Amnesty International menyebut keputusan itu sebagai pengabaian para korban yang mengejutkan yang akan melemahkan kredibilitas pengadilan, yang sudah dipertanyakan.Biraj Patnaik, Direktur Asia Selatan di Amnesty International, menekankan bahwa putusan itu akan dipandang sebagai penyerahan diri terhadap intimidasi Washington.




Credit  sindonews.com


Kamis, 21 Maret 2019

Mahkamah Kejahatan Internasional Terus Selidiki Rodrigo Duterte



Presiden Filipina Rodrigo Duterte. REUTERS
Presiden Filipina Rodrigo Duterte. REUTERS

CB, Jakarta - Jaksa Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court/ICC) mengatakan pemeriksaan terhadap kejahatan kemanusiaan pemerintahan Presiden Filipina Rodrigo Duterte akan tetap berlanjut, meskipun Filipina menarik diri dari ICC.
Filipina secara resmi mengumumkan pengunduran diri dari pengadilan yang bermarkas di Den Haag pada Minggu, 17 Maret 2019.

Dikutip dari Reuters, 21 Maret 2019, Jaksa Fatou Bensouda mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa International Criminal Court terus memiliki yurisdiksi atas kemungkinan kejahatan yang dilakukan selama periode negara tersebut menjadi anggota.
Bensouda telah memeriksa apakah ribuan pembunuhan di luar proses pengadilan yang diduga dilakukan selama tindakan keras Presiden Rodrigo Duterte terhadap narkoba sudah cukup untuk menjamin penyelidikan formal.

Jaksa Mahkamah Kejahatan Internasional, ICC, Fatou Bensouda [File photo]
Juru bicara Duterte mengatakan ICC tidak memiliki dasar untuk melanjutkan pemeriksaan pendahuluan dan pemerintah tidak akan bekerja sama dengan ICC.
"Mereka tidak bisa masuk ke sini jika itu tujuan mereka, untuk menyelidiki. Anda sudah masuk ke dalam kedaulatan kami," kata juru bicara kepresidenan Salvador Panelo pada konferensi pers reguler, seperti dikutip dari Reuters.
Lebih dari 5.000 tersangka pengedar narkoba tewas dalam operasi anti-narkotika polisi sejak Duterte menjabat pada Juni 2016.
Kelompok-kelompok HAM dan para kritikus mengatakan beberapa pembunuhan adalah eksekusi singkat. Polisi membantah tuduhan tersebut, mengatakan mereka harus menggunakan kekuatan mematikan karena tersangka bersenjata dan melawan saat penangkapan.

Filipina secara sepihak mengundurkan diri dari ICC pada Maret 2018 atas apa yang disebut Duterte sebagai serangan keterlaluan dan pelanggaran proses hukum olehnya.
"Kami telah menunjukkan bahwa di negara ini kami memiliki sistem peradilan yang kuat dan fungsional dan sangat efektif," kata Panelo.
Jubir kepresidenan Filipina itu mengatakan bahwa prosedur Mahkamah Kejahatan Internasional adalah salah satu bentuk penganiayaan politik terhadap Rodrigo Duterte.





Credit  tempo.co



Senin, 18 Maret 2019

Filipina Keluar dari Mahkamah Internasional


Filipina Keluar dari Mahkamah Internasional
Ilustrasi perang narkoba di Filipina. (REUTERS/Czar Dancel)




Jakarta, CBa -- Filipina resmi hengkang dari keanggotaan Mahkamah Internasional (ICC) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 17 Maret 2019. Penyebabnya adalah Presiden Rodrigo Duterte keberatan karena perang pemberantasan narkoba yang gencar dia lakukan diusut oleh lembaga itu, karena diduga melanggar hak asasi manusia.

"Sekretaris Jenderal menyampaikan pemberitahuan kepada seluruh negara bahwa keputusan Filipina menarik diri mulai efektif pada 17 Maret," kata Juru Bicara ICC PBB, Eri Kaneko, seperti dilansir AFP, Minggu (17/3).

Duterte mempertahankan kebijakan perang narkoba berdarah yang diduga saat ini menelan ribuan korban meninggal dengan alasan melindungi negaranya. Meski dikritik, Duterte menyatakan tidak peduli karena selama ini negara lain tidak pernah peduli dengan Filipina.

Pada Februari 2018, jaksa penuntut pada ICC, Fatou Bensouda, memulai pengumpulan bahan dan keterangan terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia terkait perang narkoba ala Duterte.


Filipina memilih mundur dari ICC setelah pada 2018 lalu lembaga itu mulai mengusut dugaan pelanggaran dalam perang narkoba ala Duterte. Namun, mereka menyatakan selama ini tidak pernah secara sah menjadi anggota ICC, dengan alasan tak pernah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan.

"Posisi kami dalam masalah ini jelas, tidak mendua, dan tetap. Filipina tidak pernah menjadi negara yang mendukung Statuta Roma yang menjadi dasar ICC," kata Juru Bicara Kepresidenan Filipina, Salvador Panelo, dalam pernyataan.

"Selama yang kami ketahui, mahkamah ini tidak ada," ujar Panelo.

Meski begitu, aturan ICC menyatakan seluruh hal yang tengah diusut sebelum sebuah negara mundur dari keanggotaan mereka tetap akan ditelusuri.

Menurut temuan awal ICC, kepolisian Filipina menyatakan mereka menembak mati 5,176 pengguna atau pengedar narkoba yang menolak ditangkap. Namun, menurut kalangan pegiat HAM jumlah korban perang narkoba sebenarnya tiga kali lipat lebih banyak.

Akan tetapi, reputasi ICC belakangan juga banyak dipertanyakan. Apalagi mereka belum lama ini membebaskan tokoh-tokoh yang dianggap bertanggung jawab atas kejahatan di negaranya. Yakni mantan Presiden Pantai Gading, Laurent Gbagbo, pada Januari 2018. Lantas pada Juni tahun yang sama, ICC membebaskan mantan Wakil Presiden Republik Demokratik Kongo, Jean-Pierre Bemba.





Credit  cnnindonesia.com




Selasa, 12 Maret 2019

Utusan PBB: situasi di Myanmar harus diserahkan ke ICC


Utusan PBB: situasi di Myanmar harus diserahkan ke ICC

Anak Rohingya berada di kamp pengungsian di Cox's Bazar, Bangladesh, Kamis (7/3/2019). ANTARA FOTO/REUTERS/Mohammad Ponir Hossain/djo




Jenewa (CB) - Pelapor Khusus PBB mengenai Myanmar pada Senin (11/3) menyatakan situasi di Myanmar harus diserahkan kepada Mahkamah Pidana Internasional (ICC) oleh Dewan Keamanan, atau satu pihak negara atau kelompok pihak negara.

Ketika berbicara pada Sidang Ke-40 Dewan Hak Asasi Manusia, Yanghee Lee mengatakan, "Semua korban tak boleh dipaksa menunggu api penyucian kebungkaman internasional; Jika tidak mungkin untuk merujuk situasi ke ICC, maka masyarakat internasional mesti mempertimbangkan pembentukan pengadilan mandiri."

Lee mengatakan ia "khawatir dengan peningkatan situasi Rohingya, dengan pendeportasian dari India dan Arab Saudi baru-baru ini, serta kedatangan satu perahu di Malaysia baru pekan lalu".

"Saya terganggu saat mendengar laporan dari para pejabat Pemerintah Bangladesh bahwa pada April mereka berencana memindahkan 23.000 pengungsi Rohingya dari berbagai kamp di Cox's Bazar ke Bhashan Char, pulau yang muncul belum lama ini di Teluk Benggala," katanya.

"Relokasi yang tak terencana dengan baik dan pemindahan tanpa keinginan pengungsi memiliki potensi akan menciptakan krisis baru," demikian peringatan pelapor PBB itu, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa.

"Pemerintah Bangladesh berkewajiban menjamin bahwa ini takkan dilaksanakan," katanya.

Konflik

Utusan PBB tersebut juga menyuarakan keprihatinan mengenai konflik antara organisasi etnik yang bersenjata di Negara Bagian Shan, Myanmar Utara.

"Meskipun ada gencatan senjata sepihak selama empat bulan oleh militer pada Desember di bagian utara dan timur negeri tersebut, saya makin prihatin mengenai konflik antara organisasi etnik yang bersenjata di Negara Bagian Shan," kata wanita pejabat itu.

"Ada laporan baru-baru ini mengenai kematian warga sipil dan ribuan orang telah kehilangan tempat tinggal untuk sementara selama beberapa bulan belakangan ini. Sebanyak 1.700 orang menyelamatkan diri dari Namtu dan Hispaw sejak 27 Februari," katanya.

"Pelanggaran yang berulangkali terjadi hanya membuat trauma atau kembali membuat trauma orang dewasa dan anak-anak, mengganggu kehidupan sehari-hari mereka, pendidikan mereka dan kehidupan mereka, serta mempengaruhi kemampuan mereka untuk memperoleh akses ke perawatan kesehatan dan layanan dasar. Ini harus berlanjut," katanya.

Ia kembali menyeru "semua pihak dalam konflik tersebut di seluruh dunia agar melindungi warga sipil dan melakukan pencegahan serta mengakhiri permusuhan".





Credit  antaranews.com




Senin, 11 Maret 2019

ICC Bakal Lanjutkan Investigasi Duterte Meski Filipina Keluar?



Foto 19 April 2018 ini, menunjukkan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, bercanda kepada fotografer ketika dia memegang senapan Galil buatan Israel yang dipamerkan oleh mantan Kepala Kepolisian Nasional Filipina Jenderal Ronald
Foto 19 April 2018 ini, menunjukkan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, bercanda kepada fotografer ketika dia memegang senapan Galil buatan Israel yang dipamerkan oleh mantan Kepala Kepolisian Nasional Filipina Jenderal Ronald "Bato" Dela Rosa di upacara pergantian-komando di Kamp Crame di kota Quezon timur laut Manila. (AP Photo / Bullit Marquez, File)

CBManila – Pengadilan Kriminal Internasional atau ICC kemungkinan bakal melanjutkan investigasi terhadap Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, terkait dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan meskipun negara itu menarik diri dari keanggotaan.

Duterte memerintahkan Filipina mundur dari keanggotaan ICC karena dilaporkan ke pengadilan internasional itu terkait perang narkoba, yang dinilai banyak kalangan menewaskan ribuan orang. Keanggotaan Filipina di ICC bakal efektif berlaku mulai Ahad pekan depan.
“Ada kemungkinan besar Presiden Filipina dan sejumlah pejabat lainnya yang berada di balik pembunuhan pada perang narkoba bakal terus diinvestigasi oleh jaksa penuntut ICC bahkan setelah 17 Maret,” kata Ruben Carranza, direktur Reparasi Keadilan di International Center for Transitional Justice, seperti dilansir oleh ABC – CBN pada Ahad, 10 Maret 2019.

ICC yang berbasis di The Hague meluncurkan pemeriksaan penduluan atas laporan mengenai peran Duterte dalam aksi pembunuhan tim pembunuh di Davao City. Duterte sempat menjadi wali kota selama 2 dekade di kota itu. Dia juga menghadapi laporan di ICC terkait perang narkoba, yang telah merenggut korban ribuan jiwa.
Pelaporan kasus ini ke ICC menyebabkan Duterte memutuskan menarik Filipina keluar dari keanggotaan pengadilan pada Mei 2018.
“Ada preseden bahwa meskipun sebuah negara menarik diri dari ICC, jaksa penuntut tetap menginvestigasi kasusnya,” kata Carranza.
Ini terjadi pada Burundi, yang keluar dari ICC namun jaksa penuntut tetap memeriksa dugaan aktor negara terlibat dalam serangan luas terhadap warga sipil.
Sebelumnya, Duterte beralasan Statuta Roma, yang menjadi dasar pendirian ICC, tidak efektif ataupun tidak bisa dijalankan di Filipina karena tidak diumumkan secara lokal.
“Itu adalah posisi legal yang memalukan bagi pemerintah,” kata Carranza mengkritik alasan Duterte. Ini karena Manila telah menyumbang dana untuk operasional ICC dan juga telah menominasikan seorang hakim aktif.

Elvira Miranda, ibu dari Leover Miranda dari korban tewas akibat narkoba menangis dekat peti mati anaknya saat upacara pemakaman di Manila, Filipina, 20 Agustus 2017. AP
Selain menggunakan jalur ICC, para pelapor Duterte juga bisa menggunakan dua mekanisme legal lainnya untuk mengusut pemimpin yang terkenal dengan gaya bicara blak-blakan itu.

Jalur pertama adalah meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa memeriksa kasus perang narkoba yang digencarkan pemerintahan Duterte. Dan jalur kedua adalah menggunakan yurisdiksi universal oleh negara maju yang memiliki kekuasaan untuk menginvestigasi pemimpin asing.
Saat ini, Carranza mengatakan, PBB telah membentuk mekanisme penyelidikan untuk perang di Suriah dan dugaan pelanggaran HAM warga minoritas etnis Rohingya di Myanmar.
Secara terpisah, pengacara Jude Sabio mengatakan ICC telah memintanya untuk menghadirkan saksi menjelang keluarnya Filipina pada 17 Maret 2019 dari keanggotaan di pengadilan internasional itu.
Seperti dilansir CNN Filipina, Sabio merupakan pengacara dari Edgar Matobato dan Arturo Lascanas, yang keduanya mengaku sebagai orang suruhan Wali Kota Duterte untuk melakukan pembunuhan ekstra-judisial di Davao City.
Pada April 2017, Sabio menyerahkan dokuman 77 halaman mengenai pembunuhan di Davao City. Senator Antonio Trilanes dan anggota DPR Gary Alejano ikut memberikan informasi soal sepak terjang Duterte ini.



Credit  tempo.co




Rabu, 06 Maret 2019

Palestina Desak ICC Percepat Penyelidikan Kejahatan Israel


Mohammad An-Najjar, kesakitan di kediaman keluarganya setelah hampir seminggu sejak terluka saat bentrok di tapal batas Gaza - Israel.
Mohammad An-Najjar, kesakitan di kediaman keluarganya setelah hampir seminggu sejak terluka saat bentrok di tapal batas Gaza - Israel.
Foto: Ibraheem Abu Mustafa/Antara

Kejahatan paling akhir Israel, adalah pembunuhan dua pemuda Palestina.



CB, RAMALLAH -- Kementerian Luar Negeri Palestina pada Senin (4/3) menyeru Mahkamah Pidana Internasional (ICC) agar mempercepat penyelidikan terhadap kejahatan Israel terhadap rakyat Palestina.

Kejahatan paling akhir Israel, adalah pembunuhan dua pemuda Palestina di dekat Ramallah di Tepi Barat Sungai Jordan.


Menurut laporan, tentara Israel melepaskan tembakan ke satu mobil orang Palestina di luar Desa Kfur Nimeh. Tembakan itu menewaskan dua warga desa yang berusia 20 tahun dan tinggal di dekat lokasi penembakan. Mereka dituduh menabrakkan mobil  ke arah tentara Israel.

Kementerian Luar Negeri tersebut menggambarkan pembunuhan itu sebagai kejahatan keji yang dilakukan dengan darah dingin dan penghukuman mati tanpa proses pengadilan.

Kementerian itu menyerukan dimintanya pertanggung-jawaban dari para pejabat Israel yang memerintahkan tentara untuk melepaskan tembakan dan membunuh orang Palestina sesuka mereka.


"Kegagalan untuk memintah pertanggung-jawaban para pejabat Israel atas kejahatan mereka dan pelanggaran besar hukum kemanusiaan dan internasional membuat militer pendudukan melanjutkan perbuatan mereka," kata kementerian itu seperti dilaporkan Kantor Berita Palestina, WAFA.

Kementerian tersebut menyatakan Kementerian Luar Negeri Palestina menindak-lanjuti kejahatan itu ke ICC. Palestina menyeru mahkamah itu agar mempercepat dimulainya penyelidikan resmi untuk meminta pertanggung-jawaban dan menghukum penjahat perang Israel.




Credit  republika.co.id




Malaysia Resmi Jadi Anggota Mahkamah Pidana Internasional



Markas Besar ICC, Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag, Belanda .
Markas Besar ICC, Mahkamah Pidana Internasional di Den Haag, Belanda .

CB, Jakarta - Malaysia resmi menjadi anggota Mahkamah Pidana Internasional atau ICC setelah menandatangani Statuta Roma pada hari Senin, 4 Maret 2019.
Malaysia menjadi anggota ICC ke 124 sejak pengadilan itu berdiri pada tahun 2002.

"Dengan bergabung di ICC, Kuala Lumpur sekarang dapat memainkan peran penting dalam isu-isu yang berhubungan dengan kejahatan terhadap kemanusiaan," kata  Menteri Sumber Daya Manusia M. Kula Segaran yang sudah lama berjuang agar Malaysia menjadi anggota ICC, seperti dilansir dari Channel News Asia, Selasa, 5 Maret 2019.
Pemerintahan baru Malaysia yang baru berjalan setahun telah berjanji untuk bergabung dengan ICC.
"Malaysia siap berdiri untuk bekerja sama dengan semua negara pihak untuk menegakkan prinsip-prinsip kebenaran, HAM, penegakan hukum, keadilan, dan akuntabilitas," ujar Wisma Putra dalam pernyataannya, seperti dikutip dari The Star.

ICC merupakan satu-satunya pengadilan tetap untuk kejahatan perang dan bertujuan menuntut kasus kejahatan terburuk atau memutus impunitas ketika pengadilan nasional tidak mampu atau tidak mau.
Malaysia bergabung dengan ICC ketika pengadilan yang bermarkas di Den Haag, Belanda menuai banyak tekanan dari sejumlah anggotanya karena pembebasan sejumlah terdakwa kelas kakap.

Kemunduran terbesar ICC terjadi pada Januari 2019 dengan membebaskan mantan presiden Pantai Gading, Laurent Gbagbo atas gelombang kekerasan yang terjadi setelah pemilu.

Burundi merupakan negara pertama yang menarik diri dari keanggotaan ICC pada tahun 2017. Adapun Filipina telah mengumumkan niatnya mundur dari keanggotaan ICC.
Presiden Rodrigo Duterte menyampaikan rencana Filipina mundur dari ICC pada Maret tahun lalu setelah pengadilan itu menyelidiki operasi perang memberangus narkoba yang memakan banyak korban jiwa.






Credit  tempo.co





Sabtu, 02 Februari 2019

Dua Mantan Petinggi Militer Israel Dituntut di ICC Belanda


Bentrokan antara massa aksi Palestina dan militer Israel pada Sabtu (31/3) di Jalur Gaza.


CB, AlQUDS— Benny Gantz, mantan kepala staf Angkatan Darat Israel dan pendiri Partai Ketahanan Israel, menghadapi tuntutan perdata di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) sehubungan dengan kematian enam warga sipil pada 2014. 

Menurut laporan surat kabar harian Israel, Haaretz, Jumat (1/2), penggugat adalah Ismail Ziada, warga negara Belanda kelahiran Kamp Pengungsi Palestina Al-Bureij di Jalur Gaza.

Ziada dilaporkan mengajukan tuntutan terhadap Gantz, yang bertugas sebagai kepala staf Angkatan Darat selama pembantaian Israel 2014 di Jalur Gaza, pada Maret tahun lalu.

Amir Eshel, yang mengomandani Angkatan Udara Israel pada saat itu, dilaporkan disebut-sebut sebagai tergugat dalam kasus ICC tersebut.

Kedua orang itu dituduh memerintahkan serangan yang mengakibatkan kerusakan rumah keluarga Ziada di Bureij, tewasnya ibu penggugat, tiga saudaranya, seorang saudari ipar, seorang kemenakan dan seorang tamu di rumahnya.

Menurut pengacara Ziada di Belanda, Lisbeth Zegveld, peraturan Israel menolak hak orang Palestina untuk mengajukan tuntutan ganti-rugi perdata terhadap orang Israel yang diduga melakukan pelanggaran pidana.

"Kesepakatan Oslo melarang orang Palestina menuntut orang Israel di pengadilan Palestina," kata Zegveld sebagaimana dikutip dari Haaretz.

"Namun hukum di Belanda mengizinkan Ziada mengajukan tuntutan hukum di dalam sistem peradilan Belanda," tambah wanita pengacara tersebut, sebagaimana dikutip Kantor Berita Turki, Anadolu.

Menurut surat kabar Haaretz, Cathelijne van der Plas, seorang pengacara buat Gantz dan Eshel, telah meminta ICC menolak tuntutan Ziada dengan alasan sistem peradilan Belanda tak memiliki jurisdiksi mengenai masalah itu.

Van der Plas juga telah mengklaim kliennya memiliki kekebalan sebab kedua orang tersebut telah melaksanakan kewajiban resmi mereka ketika kematian itu terjadi.

Zegveld sekarang memiliki waktu sampai pekan pertama Maret untuk menjawab argumentasi mereka, kata koran Haaretz, yang juga melaporkan bahwa Pemerintah Israel membayar untuk pembelaan hukum kedua pejabat tersebut.

Sementara itu Ziada dan keluarganya dilaporkan membayar biaya hukum mereka melalui sumbangan dari para pendukung.

Di Israel Gantz dipandang sebagai salah seorang penantang yang paling menonjol bagi Perdana Menteri petahana Benjamin Netanyahu dalam pemiliha umum Israel --yang dijadwalkan diselenggarakan pada April. 

 
Credit REPUBLIKA.CO.ID
   

 
https://m.republika.co.id/berita/internasional/palestina-israel/19/02/02/pma6yf320-dua-mantan-petinggi-militer-israel-dituntut-di-icc-belanda




Jumat, 01 Februari 2019

Diancam AS, Hakim Mahkamah Pidana Internasional Mengundurkan Diri


Diancam AS, Hakim Mahkamah Pidana Internasional Mengundurkan Diri
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda. Foto/REUTERS/Piroschka Van De Wouw

DEN HAAG - Seorang hakim senior dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag mengundurkan diri setelah Amerika Serikat (AS) mengancam para hakim yang menyelidiki dugaan kejahatan perang Amerika di Afghanistan. Ancaman kematian terhadap para hakim dilontarkan Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih John Bolton September lalu.

Hakim Christoph Flugge telah bekerja dengan ICC dan Pengadilan Pidana Internasional untuk Bekas Yugoslavia (ICTY) sejak 2008. Baru-baru ini, ia terlibat dengan penyelidikan awal terhadap klaim bahwa anggota layanan militer AS dan para petugas CIA menyiksa para tahanan di Afghanistan.

Flugge mengatakan kepada surat kabar Jerman, Zeit, bahwa ia menyerahkan pengunduran dirinya setelah ada ancaman terbuka dari pejabat AS, termasuk pidato Bolton September lalu. Dalam pidatonya, Bolton berharap para hakim yang terlibat penyelidikan dugaan kejahatan perang itu tewas di pengadilan.


"Jika para hakim ini pernah mencampuri urusan rumah tangga AS atau menyelidiki seorang warga negara Amerika, ia (Bolton) mengatakan pemerintah Amerika akan melakukan semua yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa para hakim ini tidak lagi diizinkan untuk bepergian ke Amerika Serikat, dan bahwa mereka akan bahkan mungkin diadili secara pidana," kata Flugge kepada Zeit, dalam sebuah wawancara yang diterjemahkan oleh The Guardian, Kamis (31/1/2019).


"Penasihat keamanan Amerika menyampaikan pidatonya pada saat Den Haag merencanakan penyelidikan awal terhadap tentara Amerika yang dituduh menyiksa orang di Afghanistan," ujar Flugge. "Ancaman Amerika terhadap hakim internasional jelas menunjukkan iklim politik baru. Ini mengejutkan. Saya belum pernah mendengar ancaman seperti ini."

Pidato Bolton saat itu disampaikan kepada Masyarakat Federalis yang konservatif di Washington, DC. Pidatonya disampaikan setahun setelah ICC mulai menyelidiki klaim bahwa setidaknya 61 orang yang ditahan di Afghanistan telah disiksa oleh pasukan Amerika dan 27 lainnya oleh CIA di penjara rahasia di Afghanistan dan di luar negeri. Awal penyelidikan itu diungkap jaksa penuntut ICC Fatou Bensouda.

Bolton menyebut penyelidikan itu sama sekali tidak berdasar dan tidak dapat dibenarkan. "(Saya) berjanji untuk melindungi warga negara kita dan orang-orang dari sekutu kita dari penuntutan yang tidak adil oleh pengadilan yang tidak sah ini," kata Bolton dalam pidatonya.

Pejabat senior AS itu juga berjanji untuk membela warga Israel dari ICC. Sekutu AS, Israel, pada saat itu dituduh melakukan kejahatan perang terhadap warga sipil Palestina. Bolton memperingatkan bahwa AS akan mengabaikan surat perintah penangkapan, melarang hakim dan jaksa memasuki Amerika, dan bahkan mengadili mereka di pengadilan Amerika. 






Credit  sindonews.com




Kamis, 06 Desember 2018

Menlu Palestina kecam ICC karena menunda pemeriksaan atas Israel


Menlu Palestina kecam ICC karena menunda pemeriksaan atas Israel
Menteri Luar Negeri Palestina Riad al-Malki (tengah) meninggalkan Pengadilan Tindak Pidana Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda, Selasa (5/8). Setelah bertemu dengan jaksa penuntut di Pengadilan Tindak Pidana Internasional Al-Malki mengatakan adanya "bukti yang jelas" bahwa Israel melakukan kejahatan perang di Gaza. (ANTARA FOTO/REUTERS/Toussaint )




Den Haag, Belanda, (CB) - Menteri luar negeri Palestina pada Rabu (5/12) mengecam Mahkamah Pidana Internasional (ICC) karena kelambanannya dalam menyelidiki Israel sehubungan dugaan kemungkinan kejahatan perang terhadap rakyat Palestina.

Ketika berbicara dalam pembukaan Sidang Ke-17 Konferensi Pihak Negara di ICC di Den Haag, Belanda, Riyadh Al-Maliki menyatakan ICC telah melakukan penyelidikan awal mengenai kemungkinan kejahatan perang di wilayah Palestina yang diduduki. Tapi ia mengatakan berlanjutnya penundaan penyelidikan akan membahayakan kredibilitas lembaga dunia itu.

"Berapa banyak rumah orang Palestina akan dihancurkan, keluarga diusir, orang Palestina disiksa dan anak-anak dibunuh oleh kekuatan pendudukan Israel sebelum ICC melakukan penyelidikan terhadap mereka?" demikian Al-Maliki mempertanyakan.

Ia menarik perhatian mengenai kegagalan ICC untuk menghukum pejabat senior Israel kendati empat tahun berlalu sejak penyelidikan awalnya, demikian laporan Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi.

"Orang Palestina yang menjadi korban telah menunggu cukup lama untuk memperoleh keadilan," kata Al-Maliki.

"Setiap penundaan penyelidikan adalah penundaan untuk membawa keadilan dan memberi kekebalan kepada penguasa pendudukan dan waktu lebih banyak untuk melakukan kejahatan hariannya," kata Al-Maliki kepada Jaksa Penuntut Umum ICC Fatou Bensouda.

Pada Desember 2014, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menandatangani Konvensi Roma dan lampiran yang berkaitan dengan ICC --yang menerima baik permintaan Palestina untuk menjadi anggota mahkamah internasional tersebut pada April 2015.

Selama sembilan bulan belakangan ini, rakyat Palestina di Jalur Gaza telah melancarkan demonstrasi rutin di sepanjang zona penyangga Jalur Gaza-Israel guna menuntut hak mereka untuk pulang ke rumah mereka di Palestina, yang bersejarah, tempat leluhur mereka diusir pada 1948.

Mereka juga menuntut diakhirinya 12 tahun blokade Israel atas Jalur Gaza, yang telah menghancurkan ekonomi daerah kantung itu dan melucuti banyak komoditas dasar dua juta warganya.

Sejak protes dimulai pada 30 Maret, lebih dari 210 orang Palestina telah gugur dan ribuan lagi cedera oleh tentara Israel yang ditempatkan di sepanjang wilayah mereka di zona penyangga tersebut.





Credit  antaranews.com





Senin, 19 November 2018

'Rambo', Penjahat Perang CAR Pembantai Muslim Ditahan ICC


Rambo, Penjahat Perang CAR Pembantai Muslim Ditahan ICC
Alfred Yekatom alias Rambo, tersangka penjahat perang Republik Afrika Tengah (CAR) telah diserahkan ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). Foto/Vanguard

BANGUI - Seorang tersangka penjahat perang yang dicari atas tuduhan melakukan pembantaian, deportasi dan penyiksaan terhadap komunitas Muslim di Republik Afrika Tengah (CAR) telah ditahan. Tersangka yang dijuluki "Rambo" itu telah diserahkan ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Belanda.

Tersangka bernama asli Alfred Yekatom, dan pernah menjadi anggota parlemen CAR. Dia adalah seorang komandan militer yang membawahi para milisi Kristen selama konflik.

Jejaknya terendus komisi penyelidikan PBB untuk penindakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

ICC telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Yekatom pada 11 November 2018."Karena tuduhan tanggung jawab pidana untuk kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di CAR barat antara Desember 2013 dan Agustus 2014," bunyi pernyataan ICC, yang dikutip Reuters, Minggu (18/11/2018).

"Yekatom diserahkan ke pengadilan oleh otoritas Republik Afrika Tengah," lanjut pernyataan pengadilan internasional yang berbasis di Den Haag tersebut.

Hakim ICC menyatakan Yekatom diduga memerintahkan sekitar 3.000 anggota kelompok bersenjata yang beroperasi dalam gerakan anti-Balaka untuk melakukan serangan sistematis terhadap penduduk Muslim.

"Dia diduga bertanggung jawab atas kejahatan yang dilakukan dalam konteks ini di berbagai lokasi di CAR, termasuk Bangui dan Prefektur Lobaye, antara 5 Desember 2013 dan Agustus 2014," bunyi pernyataan ICC.
Di antara tuduhan yang akan muncul dalam dakwaan antara lain pembunuhan, perlakuan kejam, deportasi, pemenjaraan, penyiksaan, penganiayaan, penghilangan paksa, dan perekrutan tentara anak di bawah usia 15 tahun.

Sebuah pra-sidang menemukan alasan yang masuk akal untuk percaya bahwa Yekatom melakukan kejahatan atau bertanggung jawab atas kejahatan karena dia adalah seorang komandan militer. 






Credit  sindonews.com




Kamis, 13 September 2018

Mahkamah Pidana Internasional Didesak Selidiki Israel


Bendera Israel dikibarkan.
Bendera Israel dikibarkan.
Foto: Reuters

As mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada ICC bila berani menyelidiki Israel.




CB, RAMALLAH – Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) kembali mendesak Mahkamah Pidana Internasional (ICC) melakukan penyelidikan terhadap Israel. Hal itu dilakukan setelah Amerika Serikat (AS) mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada ICC bila berani menyelidiki Israel.

Sekretaris Jenderal PLO Saeb Erekat mengatakan dia telah mengajukan pengaduan baru kepada ICC untuk menangani kasus kejahatan perang yang dilakukan Israel, termasuk pembongkaran dan penggusuran sebuah desa Palestina di Tepi Barat yang diduduki. “Keluhan itu menekankan pentingnya mencegah Israel menghancurkan dan secara paksa menggusur penduduk (desa) Khan al-Ahmar,” ujarnya pada Selasa (11/9), dikutip laman Al-Araby.

Pekan lalu, Mahkamah Agung Israel telah menolak petisi yang menentang pembongkaran desa Khan al-Ahmar di Tepi Barat. Keputusan itu berpotensi membuat 170 warga Palestina, 92 di antaranya anak-anak, yang tinggal di desa tersebut kehilangan tempat tinggal dan terlantar.

Selain perihal pembongkaran desa, Erekat juga meminta ICC mempercepat penyelidikan awal terhadap kejahatan perang Israel lainnya, seperti pembantaian sedikitnya 175 warga Palestina di Jalur Gaza yang berdemonstrasi sejak Maret. Mereka tewas karena ditembak oleh penembak jitu Israel. 

Erekat pun mengomentari tentang ancaman yang dilayangkan AS terhadap ICC. Erekat menegaskan hal itu tak akan menyurutkan tekad Palestina untuk mendorong dan mendesak ICC agar menyelidiki Israel. “Kami akan terus pergi ke ICC sekarang, tanpa peduli betapa ekstremnya intimidasi dan pemerasan AS,” katanya.

Sebuah salinan naskah pidato milik penasihat keamanan nasional AS John Bolton yang berhasil dilihat Reuters dan Wall Street Journal telah menjadi bahan pembicaraan. Dalam naskah tersebut, Bolton mengancam ICC bila berani melakukan penyelidikan terhadap negaranya dan Israel.

Bila penyelidikan semacam itu dilakukan, pemerintahan Trump akan mempertimbangkan pelarangan hakim dan jaksa ICC memasuki AS. “Kami tidak akan bekerja sama dengan ICC, kami tidak akan memberikan bantuan kepada ICC, kami tidak akan bergabung dengan ICC. Kami akan membiarkan ICC mati dengan sendirinya. Lagi pula, untuk semua maksud dan tujuan, ICC sudah mati untuk kami,” kata Bolton dalam naskah pidato yang rencananya dibacakan kepada Federalist Society, sebuah kelompok konservatif di Washington.

Saat ini AS telah mengambil beberapa langkah guna menekan dan menyeret kembali Palestina ke meja perundingan damai dengan Israel. Langkah tersebut antara menghentikan pendanaan terhadap Kantor PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) dan menutup kantor PLO di Washington.

Keputusan AS menghentikan pendanaan terhadap UNRWA akan secara langsung mengancam eksistensi lembaga tersebut. Sebab AS merupakan negara penyandang dana terbesar untuk UNRWA, dengan kontribusi rata-rata mencapai 300 juta dolar AS per tahun.

Pada Desember tahun lalu, AS telah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Langkah itu membuat Palestina menarik diri dari perundingan perdamaian dengan Israel yang dimediasi AS. Palestina menilai AS tak lagi menjadi mediator yang netral karena terbukti membela kepentingan politik Israel.





Credit  republika.co.id



Rabu, 12 September 2018

ICC Lanjutkan Penyelidikan Kejahatan AS di Afghanistan


ICC Lanjutkan Penyelidikan Kejahatan AS di Afghanistan
ICC menyatakan akan tetap melanjutkan pekerjaan mereka menyelidiki kejahatan yang dilakukan oleh AS di Afghanistan, meskipun ada ancaman dari Washington. Foto/Istimewa

DEN HAAG - Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menyatakan akan tetap melanjutkan pekerjaan mereka, termasuk di dalamnya menyelidiki kejahatan yang dilakukan oleh Amerika Serikat (AS) di Afghanistan, meskipun adanya ancaman dari Washington.

Pada 2016, ICC mengatakan anggota pasukan bersenjata AS dan CIA diduga telah melakukan kejahatan perang dengan menyiksa tahanan di Afghanistan.

Dalam sebuah pernyataan, ICC menyatakan mereka adalah lembaga yang independen dan tidak memihak dengan dukungan 123 negara. Badan yang bermarkas di Den Haag itu menegaskan, pekerjaan mereka tidak akan terpengaruh oleh apapun, termasuk ancaman AS.

"ICC, sebagai pengadilan hukum, akan terus melakukan pekerjaannya tanpa pengaruh apapun, sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut dan gagasan menyeluruh dari aturan hukum," kata ICC, seperti dilansir Reuters pada Selasa (11/9).



Sebelumnya diwartakan, Administrasi Donald Trump mengancam menjatuhkan sanksi terhadap para hakim ICC jika mereka menyelidiki dugaan kejahatan perang oleh orang Amerika di Afghanistan.

John Bolton, Penasihat Keamanan Nasional Presiden Donald Trump, membuat ancaman itu dalam pidato untuk Federalist Society, sebuah kelompok konservatif, di Washington pada hari Senin.

"Hari ini, pada malam 11 September, saya ingin menyampaikan pesan yang jelas dan tidak ambigu atas nama presiden. AS akan menggunakan segala cara yang diperlukan untuk melindungi warga negara kita dan orang-orang dari sekutu kita dari penuntutan yang tidak adil oleh pengadilan tidak sah ini," kata Bolton.

"Kami tidak akan bekerja sama dengan ICC. Kami tidak akan memberikan bantuan kepada ICC. Kami akan membiarkan ICC mati dengan sendirinya. Bagaimanapun, untuk semua maksud dan tujuan, ICC sudah mati bagi kami," lanjut Bolton. 



Credit  sindonews.com

AS Lawan ICC jika Adili Dugaan Kejahatan Perang Afghanistan



AS Lawan ICC jika Adili Dugaan Kejahatan Perang Afghanistan
Presiden Amerika Serikat Donald John Trump. Foto/REUTERS/Rick Wilking


WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) pada hari Senin (10/9/2018) mengadopsi sikap perlawanan agresif terhadap Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Sikap ini muncul setelah mahkamah yang berbasis di Den Haag mengisyaratkan untuk membuka pengadilan soal dugaan kejahatan perang Washington di Afghanistan.

Penasihat Keamanan Nasional Presiden Donald Trump, John Bolton, akan membuat pengumuman sikap itu dalam pidato tengah hari di hadapan Federalist Society, sebuah kelompok konservatif, di Washington.

Pidato Bolton itu akan jadi pidato resmi pertamanya sejak dia bergabung dengan Gedung Putih.

"Amerika Serikat akan menggunakan segala cara yang diperlukan untuk melindungi warga negara kita dan orang-orang dari sekutu kita dari penuntutan yang tidak adil oleh pengadilan tidak sah ini," kata Bolton, menurut rancangan pidatonya yang dilihat oleh Reuters.


AS mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada para hakim dan jaksa ICC jika nekat membuka pengadilan untuk dugaan kejahatan Perang Afghanistan. Para hakim dan jaksa ICC terancam tak bisa mengakses sistem keuangan AS.

Rancangan pidato Bolton itu mengatakan administrasi Trump "akan melawan" jika ICC secara resmi melanjutkan dengan membuka penyelidikan terhadap dugaan kejahatan perang yang dilakukan oleh anggota dinas AS dan para profesional intelijennya selama perang di Afghanistan.

"Kami tidak akan bekerja sama dengan ICC. Kami tidak akan memberikan bantuan kepada ICC. Kami tidak akan bergabung dengan ICC. Kami akan membiarkan ICC mati dengan sendirinya. Lagi pula, untuk semua maksud dan tujuan, ICC sudah mati untuk kami," bunyi draft pidato Bolton. 




Credit  sindonews.com



Senin, 09 Juli 2018

AS Boikot Pertemuan Informal PBB Perayaan 20 Tahun ICC


AS Boikot Pertemuan Informal PBB Perayaan 20 Tahun ICC
AS memboikot pertemuan informal DK PBB untuk merayakan 20 tahun terbentuknya ICC. Foto/Istimewa


NEW YORK - Amerika Serikat (AS) memboikot pertemuan informal Dewan Keamanan (DK) PBB yang menandai ulang tahun ke-20 perjanjian yang menciptakan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC). AS sendiri bukanlah pihak dalam pengadilan kejahatan perang permanen pertama di dunia.

Tidak ada persyaratan bahwa 15 anggota dewan menghadiri pertemuan informal, tetapi jarang ada anggota yang memboikot. Rusia, China, dan anggota dewan lainnya yang tidak mendukung ICC menghadiri pertemuan pada hari Jumat itu dan berpidato.

Seorang pejabat AS mengatakan bahwa pemerintahan Trump memutuskan untuk tidak berpartisipasi setelah mempertimbangan dengan cermat.

"Kami baru-baru ini mencatat kekhawatiran tentang setiap penyelidikan ICC potensial personel AS yang terkait dengan situasi di Afghanistan. Aspek lain dari kebijakan kami sedang dalam peninjauan," jelasnya seperti dikutip dari New York Times, Sabtu (7/7/2018)

Pada bulan November, jaksa ICC Fatou Bensouda meminta otorisasi peradilan untuk memulai penyelidikan kemungkinan kejahatan perang di Afghanistan.

Pada saat itu, dia mengatakan ada bukti kejahatan perang yang dilakukan oleh anggota pasukan bersenjata AS di wilayah Afghanistan, dan oleh anggota Badan Intelijen Pusat AS (CIA) di fasilitas penahanan rahasia di Afghanistan yang sebagian besar dioperasikan antara 2003 dan 2004 serta di negara-negara yang menandatangani Statuta Roma yang mendirikan ICC.

Statuta Roma diadopsi pada 17 Juli 1998, tetapi ICC tidak secara resmi didirikan sampai 1 Juli 2002, dengan mandat untuk mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.

Presiden AS Bill Clinton menandatangani Statuta Roma, tetapi penggantinya, George W. Bush, menolaknya, dengan mengutip kekhawatiran bahwa warga Amerika akan dituntut secara tidak adil karena alasan politik. Meskipun AS bukan negara anggota, warganya dapat dituntut dengan kejahatan yang dilakukan di negara-negara yang menjadi anggotanya - dan Afghanistan telah menjadi anggota sejak Mei 2003.

Duta Besar Belanda, Karel Van Oosterom, yang negaranya menjadi tuan rumah ICC dan yang memimpin pertemuan itu, menekankan pentingnya pengadilan untuk menuntut individu yang dituduh melakukan kejahatan terburuk di dunia tetapi juga perannya dalam mencegah kejahatan perang dan melindungi warga sipil.

"Apa yang paling penting adalah kami akan terus berjuang dan menjunjung tinggi nilai-nilai Mahkamah Pidana Internasional," katanya.

Mengenai boikot AS, Van Oosterom mengatakan: "Ini adalah pertemuan informal Dewan Keamanan, jadi terserah kepada setiap anggota dewan apakah akan hadir."

Bensouda juga berbicara dalam pertemuan informal itu, tetapi tidak menyebutkan kasus Afghanistan. Dia fokus pada pentingnya hubungan antara ICC dan Dewan Keamanan, yang dapat merujuk kasus ke pengadilan. Ini telah dilakukan dua kali - untuk konflik di wilayah Darfur barat Sudan dan peristiwa di Libya pada tahun 2011 yang menyebabkan penggulingan dan kematian penguasa lama Moammar Gadhafi.

Bensouda mengesampingkan pertanyaan tentang boikot AS, mengatakan bahwa yang penting adalah dukungan luar biasa yang ICC miliki dari berbagai anggota dewan, tetapi juga dari keanggotaan (PBB) yang lebih luas untuk pekerjaan ICC dan untuk membuat Statuta Roma universal. 





Credit  sindonews.com





Jumat, 08 Juni 2018

Palestina Desak ICC Selidiki Menteri Keamanan Israel


Pria Palestina menerbangkan layang-layang bermuatan bahan yang mudah terbakar, di perbatasan Israel-Gaza di Jalur Gaza tengah, Senin, 4 Juni 2018. REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa
Pria Palestina menerbangkan layang-layang bermuatan bahan yang mudah terbakar, di perbatasan Israel-Gaza di Jalur Gaza tengah, Senin, 4 Juni 2018. REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa

CB, Palestina – Kementerian Luar Negeri Palestina meminta Pengadilan Kriminal Internasional, ICC, untuk mengadili Menteri Keamanan Dalam Negeri Israel, Gilad Erdan, karena menyerukan pembunuhan terhadap warga Palestina yang bermain layang-layang.
Dalam keterangan persnya, Kementerian Luar Negeri mengutuk pernyataan Erdan itu dan menyebutnya sebagai pernyataan seorang teroris dan rasis.

“Pernyataan itu dibuat oleh penjahat perang dan pembunuh yang harus dimintai pertanggung-jawaban oleh Pengadilan Kriminal Internasional,” begitu bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri seperti dikutip Middle East Monitor, Rabu, 6 Juni 2018 waktu setempat.

Sebuah drone diterbangkan untuk mencegah layang-layang dan balon Palestina yang menggunakan bahan peledak di perbatasan Gaza di dekat Kissufim, Israel, Selasa, 5 Juni 2018. Warga Palestina menggunakan berbagai cara saat melakukan aksi protes menuntut kembalinya tanah leluhur. REUTERS/Amir Cohen
Seperti dilansir Middle East Monitor dengan mengutip Haaretz, Erdan mengatakan,”Kita harus kembali ke cara pembunuhan untuk pencegahan. Mereka yang bermain layang-layang dan para komandan Hamas harus menjadi target dari pembunuhan ini.”

Erdan mengaku sulit memahami jika ada orang yang berpikir anak-anak Palestina hanya sekadar bermain layang-layang.
Seperti diberitakan warga Palestina mulai bermain layang-layang selama protes damai menandai 70 tahun Peristiwa Nakba, yaitu peristiwa pengusiran satu juta warga Palestina dari rumah dan desa mereka oleh pasukan dan milisi Israel untuk pendirian negara itu.
Sejak terjadinya protes ini, pasukan Israel khususnya pasukan penembak jitu telah membunuh sekitar 140 warga Palestina. Terakhir, pasukan sniper menembak mati seorang suster Palestina, yang sedang membantu korban penembakan pasukan Israel di perbatasan Gaza. Sekitar 14 ribu orang terluka selama unjuk rasa yang telah berlangsung sekitar sebulan ini.
Otoritas Palestina juga telah melaporkan Israel ke Pengadilan Kriminal Internasional pada 22 Mei 2018 dan meminta penyelidikan atas kejahatan pasukan militer Israel di wilayah Palestina.
Menteri Luar Negeri Palestina, Riyal al Malki, tiba di Hague, Belanda, untuk menyampaikan permintaan ini secara langsung kepada jaksa penuntut Fatou Bensouda. Ini pertama kali Palestina mengadukan Israel untuk kejahatan di kawasan Gaza dan Tepi Barat.
“Negara Palestina mengambil langkah penting dan bersejarah untuk menegakkan keadilan bagi warga Palestina yang menderita terus menerus akibat kejahatan yang sistematis dan melebar,” kata Malki dalam jumpa pers seusai pelaporan ke ICC.




Credit  tempo.co





Kamis, 24 Mei 2018

ICC: Situasi Palestina Jadi Subjek Pemeriksaan Sejak Januari


Pemukiman Israel di Tepi Barat
Pemukiman Israel di Tepi Barat
Foto: ap

ICC telah merespon menyelidiki permukiman ilegal dan kejahatan perang Israel



CB, DEN HAAG -- Pengadilan Pidana Internasional (ICC) telah merespons permintaan Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki untuk menyelidiki permukiman ilegal dan kejahatan perang yang dilakukan Israel. Penyelidikan bahkan telah dimulai sebelum al-Maliki mengajukan pengaduan ke ICC pada Selasa (22/5).


"Sejak 16 Januari 2015, situasi di Palestina telah menjadi subjek untuk pemeriksaan awal dalam rangka memastikan apakah kriteria untuk membuka penyelidikan terpenuhi," ujar jaksa kepala ICC Fatou Bensouda, dilaporkan laman Anadolu Agency.

Selama lebih dari dua tahun melakukan pemeriksaan awal, Bensouda mengklaim telah mengalami kemajuan. "Pemeriksaan pendahuluan ini telah melihat kemajuan penting dan akan terus mengikuti jalur normalnya," katanya.


Ia mengatakan kantornya mengevaluasi dan menganalisis semua informasi yang diterima secara independen, terlepas dari siapa yang dirujuk. Pernyataan rujukan atau pasal 12 (3) tidak secara otomatis mengarah pada pembukaan penyelidikan.


"Seharusnya tidak ada keraguan bahwa dalam situasi ini dan situasi lainnya di depan kantor saya, saya akan selalu mengambil keputusan yang dijamin oleh mandat saya di bawah Statuta Roma," kata Bensouda.


Statuta Roma memungkinkan ICC untuk menyelidiki apakah genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi telah dilakukan di sebuah negara, yang entah tidak mampu atau tidak mau melakukan penyelidikan sendiri. Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki mengajukan pengaduan terhadap Israel ke ICC pada Selasa kemarin.


Adapun masalah yang diadukan yakni terkait permukiman ilegal dan eskalasi terbaru di Jalur Gaza yang telah menewaskan lebih dari 100 warga Palestina sejak akhir Maret lalu. Sedikitnya 65 warga Palestina telah tewas dan ribuan lainnya luka-luka akibat diserang pasukan keamanan Israel sejak demonstrasi di perbatasan Gaza-Israel digelar pada Senin pekan lalu.


Ribuan warga Palestina di perbatasan Jalur Gaza melakukan demonstrasi dalam rangka menentang pembukaan kedubes Amerika Serikat (AS) di Yerusalem. Dalam aksi ini, massa pun menyuarakan tentang pengembalian hak para pengungsi Palestina untuk pulang ke desanya yang direbut dan diduduki Israel setelah Perang Arab-Israel tahun 1948.


Pada Jumat (18/5), Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, telah mengesahkan sebuah resolusi untuk mengutus komisi penyelidikan ke Jalur Gaza. Komisi ini nantinya akan mengusut dan mencari bukti terkait dugaan terjadinya pelanggaran HAM di sana.


Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Zeid Ra'ad Al Hussein telah mengecam kekerasan yang menimpa warga Palestina ketika berdemonstrasi di perbatasan Gaza-Israel. "Banyak warga Palestina yang terluka dan tewas benar-benar tidak bersenjata, (dan) ditembak di belakang, di dada, di kepala, dan anggota badan dengan amunisi langsung," ujar Zeid.


Kendati demikian, Israel telah menolak kritik dan kecaman yang dilayangkan padanya. Israel menyalahkan Hamas atas jatuhnya puluhan korban tewas dalam aksi demonstrasi di perbatasan Jalur Gaza.





Credit  republika.co.id



Rabu, 23 Mei 2018

Palestina Desak ICC Selidiki Pembantaian Gaza, Israel Murka


Palestina Desak ICC Selidiki Pembantaian Gaza, Israel Murka
Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan, langkah Palestina tersebut tidak sah. Foto/Reuters


TEL AVIV -  Israel melemparkan kecaman keras atas keputusan Palestina yang meminta Mahkamah Pidana Internasional atau ICC untuk meluncurkan penyelidikan penuh terhadap tuduhan pelanggaran hak asasi manusia Israel di wilayah Palestina.

Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan, langkah Palestina tersebut tidak sah. Tel Aviv mengatakan, ICIC tidak memiliki yurisdiksi karena Otorita Palestina bukan sebuah negara dan Israel tunduk pada hukum internasional.

"Palestina terus mengeksploitasi pengadilan untuk tujuan politik, daripada bekerja untuk melanjutkan proses perdamaian dengan Israel," kata Kemlu Israel dalam sebuah pernyataan.

"Itu tidak masuk akal, bahwa tindakan Palestina sejalan dengan tujuan pengadilan, yang datang pada saat ketika Palestina terus menghasut untuk aksi terorisme," sambungnya, seperti dilansir Reuters pada Selasa (22/5).

ICC memiliki wewenang untuk menyelidiki kasus-kasus kejahatan perang, genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di wilayah 123 negara yang telah mendaftar untuk itu. Israel belum bergabung dengan ICC, tetapi karena Palestina telah bergabung, Israel bisa diselidiki atas kejahatan yang dilakukan di tanah Palestina.

Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki mengatakan pihaknya mengajukan apa yang disebut "rujukan" untuk memberikan jaksa di pengadilan yang berbasis di Den Hag dasar hukum untuk bergerak di luar penyelidikan awal yang dimulai pada Januari 2015.

Diplomat Palestina itu mengatakan, permintaan itu akan memberi jaksa wewenang untuk menyelidiki dugaan kejahatan sejak tahun 2014 dan seterusnya, termasuk penembakan yang dilakukan tentara Israel terhadap demonstran Palestina pada pekan lalu. 




Credit  sindonews.com






Selasa, 22 Mei 2018

Israel akan Dilaporkan ke Pengadilan Pidana Internasional


 Para pengunjuk rasa Palestina berlindung dari gas air mata yang ditembakkan oleh pasukan Israel selama protes di perbatasan Jalur Gaza dengan Israel, sebelah timur Khan Younis, Jalur Gaza, pada Senin, 14 Mei 2018. Ribuan warga Palestina melakukan protes di dekat perbatasan Gaza dengan Israel saat Israel sedang mempersiapkan perayaan meriah Kedutaan Besar AS di Yerusalem.
Para pengunjuk rasa Palestina berlindung dari gas air mata yang ditembakkan oleh pasukan Israel selama protes di perbatasan Jalur Gaza dengan Israel, sebelah timur Khan Younis, Jalur Gaza, pada Senin, 14 Mei 2018. Ribuan warga Palestina melakukan protes di dekat perbatasan Gaza dengan Israel saat Israel sedang mempersiapkan perayaan meriah Kedutaan Besar AS di Yerusalem.
Foto: AP Photo/Adel Hana

Palestina akan melaporkan Israel ke Pengadilan Pidana Internasional.



CB, RAMALLAH -- Palestina akan mengajukan pengaduan ke Pengadilan Pidana Internasional (ICC) pada Selasa (22/5). Pengaduan ini terkait permukiman ilegal dan kejahatan perang yang baru-baru ini dilakukan Israel di Jalur Gaza.


"Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki akan mengajukan pengaduan ke jaksa kepala ICC pada hari Selasa," kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah pernyataan pada Senin (21/5), dikutip laman Anadolu Agency.

Al-Maliki diperkirakan akan mengadakan konferensi pers seusai mengajukan pengaduan tersebut. Pemerintah Israel belum merilis komentar atau tanggapan terkait hal ini.


Lebih dari 65 warga Palestina telah tewas dan ribuan lainnya luka-luka akibat diserang pasukan keamanan Israel sejak demonstrasi di perbatasan Gaza-Israel digelar pada Senin (14/5). Ribuan warga Palestina di perbatasan Jalur Gaza melakukan demonstrasi dalam rangka menentang pembukaan kedubes Amerika Serikat (AS) di Yerusalem.


Dalam aksi ini, massa pun menyuarakan tentang pengembalian hak para pengungsi Palestina untuk pulang ke desanya yang direbut dan diduduki Israel pasca Perang Arab-Israel tahun 1948.


Pada Jumat (18/5), Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, telah mengesahkan sebuah resolusi untuk mengutus komisi penyelidikan ke Jalur Gaza. Komisi ini nantinya akan mengusut dan mencari bukti terkait dugaan terjadinya pelanggaran HAM di sana.


Komisaris Tinggi PBB untuk HAM Zeid Ra'ad Al Hussein telah mengecam kekerasan yang menimpa warga Palestina ketika berdemonstrasi di perbatasan Gaza-Israel. "Banyak warga Palestina yang terluka dan tewas benar-benar tidak bersenjata, (dan) ditembak di belakang, di dada, di kepala, dan anggota badan dengan amunisi langsung," ujar Zeid.


Kendati demikian, Israel telah menolak kritik dan kecaman yang dilayangkan padanya. Israel menyalahkan Hamas atas jatuhnya puluhan korban tewas dalam aksi demonstrasi di perbatasan Jalur Gaza.





Credit  republika.co.id






Kamis, 17 Mei 2018

Liga Arab Serukan ICC Selidiki Kejahatan Israel di Gaza


Liga Arab Serukan ICC Selidiki Kejahatan Israel di Gaza
Setidaknya 60 warga Palestina tewas dalam bentrokan berdarah dengan tentara Israel di perbatasan Gaza. Foto/Istimewa


KAIRO - Jaksa Pengadilan Pidana Internasional (ICC) didesak untuk segera menyelidiki kejahatan Israel terhadap warga Palestina. Adalah Komite Permanen Hak Asasi Manusia Liga Arab yang menyerukan hal itu.

"Israel adalah entitas yang menindas dan membunuh dan para politisi dan perwiranya harus dibawa ke Pengadilan Pidana Internasional," kata ketua komite, Amjad Shamout, dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Arabiya, Rabu (16/5/2018).

Shamout merujuk pada pembunuhan puluhan orang Palestina oleh pasukan Israel selama bentrokan dan aksi protes pada awal pekan ini atas pembukaan kedutaan Amerika Serikat (AS) yang kontroversial di Yerusalem.

Sebelumnya Kepala jaksa ICC, Fatou Bensouda, pada Selasa kemarin mengatakan ia akan mengambil tindakan apa pun yang dibenarkan untuk mengadili kejahatan.

“Staf saya dengan waspada mengikuti perkembangan di lapangan dan merekam setiap dugaan kejahatan yang bisa masuk ke dalam yurisdiksi pengadilan," katanya dalam sebuah pernyataan.

“Kekerasan harus dihentikan,” imbuhnya.

Pemimpin Liga Arab Ahmed Abul Gheit mengutuk pembantaian warga Palestina, yang katanya mirip kejahatan perang.

Dalam sebuah pernyataan, dia meminta komunitas internasional untuk melindungi rakyat Palestina, yang telah memilih jalan perjuangan damai dan telah dihadapkan dengan kebrutalan, kekerasan dan pembunuhan.

Liga Arab akan mengadakan pembicaraan darurat pada hari ini untuk membahas apa yang disebutnya relokasi ilegal kedutaan AS ke kota yang disengketakan.

Status Yerusalem mungkin adalah masalah paling sulit dalam konflik Israel-Palestina.

Israel menganggap seluruh kota itu adalah ibukotanya, sementara Palestina melihat Yerusalem timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka. 




Credit  sindonews.com