Tampilkan postingan dengan label MALI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MALI. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 April 2019

ISIS Klaim Bunuh Ahli Geologi Kanada


ISIS Klaim Bunuh Ahli Geologi Kanada
ilustrasi ISIS (Laudy Gracivia)



Jakarta, CB -- ISIS mengklaim menculik dan membunuh seorang warga negara Kanada, Kirk Woodman di Burkina Faso pada Januari lalu.

Hal ini diungkapkan olah surat kabar mingguan kelompok ISIS Al-Naba. Mereka mengklaim membunuh warga Kanada tersebut namun tak memberikan bukti.

Jenazah Kirk Woodman ditemukan pada 16 Januari 2019, dua hari setelah hari penculikannya. Dia diculik oleh selusin orang bersenjata di lokasi penambangan yang dioperasikan oleh Progress Minerals dan berbasis timur laut Afrika Barat.


Pejabat Burkina Faso mengatakan bahwa dia ditembak. Tubuhnya dibuang di daerah yang diklaim pemerintah setempat berada di bawah kekuasaan gerilyawan Islam.

Mengutip Reuters, sebelum adanya klaim dari ISIS, tak ada yang mengaku bertanggung jawab. 


Dalam sebuah artikel yang menyuarakan pemberontakan ISIS di Mali, Niger, dan Burkina Faso, surat kabar tersebut merinci operasi yang dilakukan untuk menculik dan membunuh ahli geologi Kanada tersebut dengan menunjukkan foto dari SIM-nya.

Jenazah Woodman dibuang di padang pasir oleh tentara Khilafah. Al-Naba menyebut, sebenarnya, eksekusi Woodman dijadwalkan akan dilakukan pada 25 Januari -berdasarkan dengan kalender Hijriah atau kalender Islam- atau beberapa hari setelah jenazahnya ditemukan.




Credit  cnnindonesia.com



Jumat, 29 Maret 2019

Indonesia Kecam Pembantaian terhadap 157 Muslim di Mali



Indonesia Kecam Pembantaian terhadap 157 Muslim di Mali
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Christiawan Nasir. Foto/SINDOnews/Victor Maulana


JAKARTA - Pemerintah Indonesia mengecam pembantaian kelompok bersenjata terhadap 157 warga etnik Muslim Fulani atau Peuhl di Ogossogou, Mali tengah, Sabtu pekan lalu. Para pelaku yang menyamar sebagai pemburu tradisional mengumbar tembakan dan melakukan pembakaran rumah-rumah warga.

"Kami sangat mengecam penggunaan kekerasan di manapun itu, termasuk yang terjadi di Mali. Kami sangat prihatin dengan yang terjadi dan kita sampaikan tentu belasungkawa kepada keluarga korban," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia Arrmanatha Christiawan Nasir, Kamis (28/3/2019).

PBB telah mengirim para pakar hak asasi manusia (HAM) ke Mali tengah untuk menyelidiki pembantaian itu. Para korban rata-rata adalah petani dan penggembala dari komunitas Fulani. Menurut PBB, wanita yang sedang hamil ikut dibunuh dan beberapa korban dibakar hidup-hidup. 

Kelompok milisi Dogon dituduh sebagai pelaku serangan brutal di sebuah desa etnik Peuhl sesaat sebelum fajar pada hari Sabtu lalu. Milisi itu juga disalahkan atas sejumlah serangan di Mali tengah selama setahun terakhir.

"Sebuah tim yang terdiri dari 10 spesialis hak asasi manusia, agen perlindungan anak dan dua penyelidik MINUSMA telah dikerahkan ke wilayah Mopti untuk melakukan penyelidikan khusus terhadap peristiwa-peristiwa mengerikan hari Sabtu," kata juru bicara misi PBB Olivier Salgado di Twitter.

MINUSMA adalah akronim dari Multidimensional Integrated Stabilization Mission in Mali, nama misi PBB di Mali. 




Credit  sindonews.com


Kamis, 28 Maret 2019

PBB Kirim Pakar HAM Selidiki Pembantaian 157 Muslim Mali



PBB Kirim Pakar HAM Selidiki Pembantaian 157 Muslim Mali
Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita mendatangi lokasi pembantaian ratusan warga etnik Muslim Fulani di Ogossogou. Foto/REUTERS/Malian Presidency



BAMAKO - PBB mengirim para pakar hak asasi manusia (HAM) ke Mali tengah untuk menyelidiki pembantaian sekitar 157 warga Muslim di Ogossogou pada Sabtu lalu. Pembantaian itu dilakukan para pria bersenjata yang menyamar sebagai pemburu.

Para korban rata-rata adalah petani dan penggembala dari komunitas Fulani atau Peuhl. Menurut PBB, wanita yang sedang hamil ikut dibunuh dan beberapa korban dibakar hidup-hidup.

Kelompok milisi Dogon dituduh sebagai pelaku serangan brutal di sebuah desa etnik Peuhl sesaat sebelum fajar pada hari Sabtu lalu. Milisi itu juga disalahkan atas sejumlah serangan di Mali tengah selama setahun terakhir.

"Sebuah tim yang terdiri dari 10 spesialis hak asasi manusia, agen perlindungan anak dan dua penyelidik MINUSMA telah dikerahkan ke wilayah Mopti untuk melakukan penyelidikan khusus terhadap peristiwa-peristiwa mengerikan hari Sabtu," kata juru bicara misi PBB Olivier Salgado di Twitter, hari Rabu, seperti dikutip Reuters, Kamis (28/3/2019).

MINUSMA adalah akronim dari Multidimensional Integrated Stabilization Mission in Mali, nama misi PBB di Mali.

Ketua jaksa penuntut Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Fatou Bensouda mengatakan pada awal pekan ini bahwa kejahatan itu dapat berada di bawah yurisdiksi ICC dan sebuah delegasi akan dikirim ke Mali. 

Sebuah misi Dewan Keamanan PBB telah mengunjungi negara Afrika Barat tersebut untuk mencari solusi bagi kekerasan etnik ketika pembantaian tersebut terjadi.

Seorang pejabat dari kota terdekat mengatakan pada hari Sabtu lalu bahwa orang-orang bersenjata yang menyamar sebagai pemburu Dogon menyerang desa-desa yang dihuni oleh para penggembala Fulani. Kelompok Dogon mencurigai Fulani menyembunyikan militan Islam. Namun, tuduhan itu telah dibantah oleh komunitas Fulani.

Serangan itu terjadi kurang dari seminggu setelah serangan kelompok Islamis terhadap sebuah pos tentara yang menewaskan sedikitnya 23 personel militer di Mali tengah. Serangan itu diklaim oleh kelompok afiliasi al-Qaeda. 

Dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa, MINUSMA mengatakan sebuah desa komunitas Dogon di wilayah itu juga diserang pada malam pembantaian terhadap etnik Fulani. Serangan terhadap komunitas Dogon menewaskan sedikitnya empat orang.

Presiden Mali Ibrahim Boubacar Keita menanggapi serangan terhadap etnik Fulani dengan membubarkan kelompok anti-jihad bernama Dan Na Amassagou yang beranggotakan milisi Dogon. Kelompok yang main hakim sendiri itu diduga berada di belakang pembantaian etnik Fulani.

Namun, Kelompok itu membantah anggotanya terlibat pembantaian dan menolak pembubaran oleh pemerintah.


Credit  sindonews.com




Rabu, 27 Maret 2019

Korban Tewas Pembantaian Muslim Mali Naik Jadi 157



Korban Tewas Pembantaian Muslim Mali Naik Jadi 157
Korban tewas dalam serangan terhadap penduduk Muslim di sebuah desa di Mali tengah jadi 157. Foto/Istimewa


BAMAKO - Seorang juru bicara pemerintah Mali mengatakan korban tewas dalam serangan terhadap penduduk desa di Mali tengah pada hari Sabtu oleh orang-orang bersenjata tak dikenal telah meningkat menjadi 157. Ia juga membenarkan serangan tersebut sebagai salah satu kekejaman terbaru di negara yang dilanda oleh kekerasan etnis itu.

Serangan tersebut terjadi ketika misi Dewan Keamanan PBB mengunjungi negara penghasil emas Afrika Barat itu untuk mencari solusi bagi kekerasan yang telah menewaskan ratusan warga sipil tahun lalu dan menyebar ke seluruh wilayah Sahel di Afrika Barat.

Seorang pejabat dari kota terdekat mengatakan pada hari Sabtu bahwa orang-orang bersenjata, berpakaian tradisional seperti suku pemburu Donzo, menyerang desa-desa yang dihuni oleh suku penggembala Fulani. Banyak dari mereka mencurigai suku Fulani menyembunyikan para ekstrimis Islam, tuduhan yang disangkal oleh Fulani.

Serangan itu terjadi kurang dari seminggu setelah serangan mematikan oleh jihadis pada sebuah pos tentara yang menewaskan sedikitnya 23 tentara, juga di wilayah tengah Mali. Serangan itu diklaim oleh kelompok yang berafiliasi dengan al-Qaeda.

"Jumlah korban tewas resmi adalah 157," kata juru bicara pemerintah Amadou Kotia seperti dikutip dari Reuters, Rabu (27/3/2019). 


Para pejabat pada hari Sabtu mengatakan bahwa sekitar 134 telah terbunuh, meskipun mereka memperkirakan jumlah itu akan meningkat.

Kelompok-kelompok jihad yang terkait dengan al-Qaeda dan Negara Islam (ISIS) telah mengeksploitasi persaingan etnis seperti yang terjadi antara Fulani dan Donzo di Mali dan tetangganya, Burkina Faso dan Niger dalam beberapa tahun terakhir. Itu dilakukan untuk meningkatkan rekrutmen dan membuat sebagian besar wilayah hampir tidak dapat dikendalikan. 


Pasukan Prancis melakukan intervensi di Mali, bekas koloninya pada 2013 untuk mendorong mundur gerakan kelompok-kelompok ekstrimis itu dari gurun utara. Tetapi gerilyawan sejak itu telah berkumpul kembali dan memperluas kehadiran mereka ke Mali tengah dan negara-negara tetangga.

Sekitar 4.500 tentara Prancis tetap bermarkas di Sahel yang lebih luas, kebanyakan dari mereka di Mali. Amerika Serikat (AS) juga memiliki ratusan tentara di wilayah tersebut.



Credit  sindonews.com



Senin, 25 Maret 2019

Horor Pembantaian 134 Muslim Mali, Sebagian Dibakar Hidup-hidup




Horor Pembantaian 134 Muslim Mali, Sebagian Dibakar Hidup-hidup
Kondisi wilayah Ogossogou, Mali tengah, usai serangan terhadap petani dan penggembala Muslim oleh kelompok pria yang menyamar sebagai pemburu. Foto/CNN


BAMAKO - Aksi sejumlah pria menyamar sebagai pemburu dan membantai setidaknya 134 petani dan penggembala Muslim di Ogossogou, Mali tengah, pada hari Sabtu menyisakan cerita mengerikan. Menurut PBB, wanita yang sedang hamil ikut dibunuh dan beberapa korban dibakar hidup-hidup.

Video terbaru dari kekerasan itu beredar pada hari Minggu. Video menunjukkan para korban berserakan di tanah di tengah sisa-sisa rumah mereka yang terbakar.

Milisi etnik Dogon yang telah disalahkan atas sejumlah serangan di Mali tengah selama setahun terakhir dituduh menyerang sebuah desa etnis Peuhl sesaat sebelum fajar pada hari Sabtu.

Menurut Tabital Pulaaku, sebuah kelompok misi antikekerasan Peuhl, di antara para korban di Ogossogou adalah wanita hamil, anak-anak kecil dan orang tua.

Menurut laporan ABC, Senin (25/3/2019), sekelompok pria bersenjata menyamar sebagai pemburu tradisional dan menyerang para penggembala Fulani. Kelompok etnis Fulani adalah seminomadik, terutama Muslim dan tinggal di berbagai negara Afrika Barat.

Video grafis yang diperoleh The Associated Press menunjukkan setelah serangan hari Sabtu, banyak korban terbakar di dalam rumah mereka. Tubuh anak kecil terlihat ditutupi dengan selembar kain, dan ada pula kartu ID ditunjukkan warga setempat berlumuran darah.

Di Ibu Kota Mali, Bamako, Presiden Dewan Keamanan PBB Francois Delattre yang sedang berkunjung pada Sabtu malam mengecam pembunuhan itu sebagai "serangan tak terkatakan".


Paling tidak 55 orang terluka dan misi PBB di Mali mengatakan bahwa mereka sedang bekerja untuk memastikan orang yang terluka telah dievakuasi. Di New York, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengutuk serangan itu dan menyerukan pemerintah Mali untuk segera menyelidikinya serta membawa para pelaku ke pengadilan.

Kelompok ekstremis Islam diusir dari pusat-pusat kota di Mali utara selama operasi militer yang dipimpin Prancis 2013. Para militan, yang tersebar di seluruh daerah pedesaan, berkumpul kembali dan mulai melancarkan berbagai serangan terhadap militer Mali dan misi PBB. 


Sejak 2015, ekstremisme telah merangsek jauh ke Mali tengah dan telah memperburuk ketegangan antara kelompok Dogon dan Peuhl.

Anggota-anggota kelompok Dogon menuduh kelompok Peulh mendukung para militan yang terkait dengan kelompok-kelompok kekerasan di utara dan di luar negeri. Kelompok Peulh menuduh balik kelompok Dogon mendukung tentara Mali dalam upayanya untuk membasmi ekstremisme.

Pada bulan Desember, Human Rights Watch telah memperingatkan bahwa pembunuhan milisi terhadap warga sipil di Mali tengah dan utara sudah di luar kendali.

Kelompok HAM itu mengatakan milisi etnik Dogon yang dikenal sebagai Dan Na Ambassagou dan pemimpinnya telah dikaitkan dengan banyak kekejaman dan menyerukan pemerintah Mali untuk menuntut para pelaku.



Credit  sindonews.com



Ratusan Tewas dalam Serangan Pemburu Dogon di Mali


Ratusan Tewas dalam Serangan Pemburu Dogon di Mali
Ilustrasi (REUTERS/Beawiharta)



Jakarta, CB -- Ratusan orang tewas dalam penyerangan yang terjadi di Desa Ogossogou, Mali, Afrika Barat, Sabtu (23/3). Aksi kekerasan yang menyerang kaum Fulani itu dilaporkan merenggut 115 nyawa di antaranya.

"Korban tewas sebanyak 115 orang ini adalah pembantaian warga sipil Fulani oleh kelompok pemburu Dogon," ujar Walikota Oenkoro, sebagai kota terdekat, Cheick Harouna Sankare, mengutip AFP.

Sankare mengatakan, jumlah korban tewas terus bertambah. Kini, seluruh jenazah warga Fulani sudah ditemukan.


Mayoritas korban tewas akibat tusukan senjata tajam dan tembakan senjata api. Beberapa sumber menyebut, penyerangan terjadi pada Sabtu dini hari. Pasukan keamanan Mali baru tiba sore hari di lokasi penyerangan.

Secara terpisah, dua saksi yang ditemui AFP menyebutkan bahwa pemburu Dogon membakar hampir seluruh pondok di desa tersebut.

Pembantaian ini terjadi saat delegasi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) berkunjung ke wilayah Sahel. Melalui twitter resmi, PBB mengutuk serangan terhadap warga sipil dan meminta pihak berwenang di Mali menyelidiki kejadian tersebut.

Para duta besar pun langsung melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Mali Soimeylou Boubeye Maiga guna membahas gejolak yang sedang terjadi di Mali.

Penyerangan ini bukanlah yang pertama terjadi di Mali. Pembantaian ini dipicu oleh persoalan ternak di tanah Dogon serta perselisihan akses tanah dan air. Terlebih, kawasan itu juga terganggu oleh pengaruh jihadis.

Dalam empat tahun terakhir, pejuang jihadis muncul sebagai ancaman di Mali tengah. Kelompok yang dipimpin oleh pengkohtbah Islam radikal Amadou Koufa melakukan perekrutan dari komunitas Muslim Fulani.

Seiring dengan itu, bentrokan antara penggembala Fulani dan kelompok etnis Dogon terus terjadi. Tak tanggung-tanggung, bentrokan itu menewaskan 500 orang pada tahun lalu.

Pada Januari 2019, kelompok Dogon menyerang kelompok Fulani di desa lain dan menewaskan 37 orang di antaranya. Kelompok Fulani sebenarnya telah beberapa kali meminta perlindungan dari pihak berwenang.

Pemerintah setempat pun membantah bahwa mereka seakan menutup mata terhadap serangan Dogon kepada Fulani. Pada 2015 lalu, pemerintah Mali telah menandatangani perjanjian perdamaian dengan beberapa kelompok bersenjata. Sayangnya, jihadis tetap aktif dan sebagian besar wilayah di negara itu tetap berjalan tanpa hukum.




Credit cnnindonesia.com



Senin, 18 Maret 2019

16 meninggal dalam serangan di pangkalan militer Mali


16 meninggal dalam serangan di pangkalan militer Mali
Tentara Prancis meninggalan Hotel Radisson di Bamako, Mali, beberapa jam setelah teror Al Qaida ke hotel mewah ini, Jumat 20 November 2015. (Reuters)




Bamako, Mali (CB) - Sekelompok orang bersenjata semalam menyerang dan sempat menguasai pangkalan militer Mali, menewaskan 16 tentara dan merusak lima kendaraan di daerah Mopti, Mali tengah, menurut dua anggota dewan kota di kawasan tempat serangan terjadi, Minggu.

Markas militer tersebut terletak di desa Dioura, kata wali kota dari kota terdekat Kareri, Youssouf Coulibaly melalui telepon kepada Reuters. Mali tengah dalam beberapa tahun terakhir sempat dikuasai para pegaris keras Al Qaida.

"Saya saat ini berada di dalam markas, ada banyak  jenazah. Sejauh ini kami hitung ada 16," katanya.

Juru bicara tentara, Kolonel Diarran Kone, membenarkan serangan tersebut  terjadi namun tidak memberi penjelasan lebih lanjut.

Kekerasan oleh kelompok garis keras semakin memburuk setiap tahun sejak pertama kali merebak di Mali pada 2012. Pada tahun itu, kaum garis keras jaringan pemberontak Tuareg mengambil alih kekuasaan di utara dan dan merangsek ke Ibu Kota Bamako, sampai pasukan gabungan pimpinan Prancis mendesak mundur mereka pada tahun berikutnya.

Kelompok-kelompok terkait Al Qaida dan IS menggunakan Mali tengah sebagai landasan untuk melancarkan serangan yang jumlahnya semakin meningkat di sepanjang wilayah Sahel, khususnya di negara negara tetangga Niger dan Burkina Faso, meskipun ada 4.500 pasukan Prancis di sana.

Mali tengah merupakan tempat keberadaan Front Pembebasan Macina pimpinan seorang kathib Salafiyah dan pemimpin militan, Amadou Koufa. Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly mengatakan pada November bahwa Koufa telah terbunuh dalam penggerebekan oleh pasukan Prancis.

Namun pada akhir bulan lalu, Koufa muncul dalam video propaganda baru yang mengejek pasukan Prancis dan Mali.




Credit  antaranews.com





Rabu, 02 Januari 2019

Kelompok Bersenjata Serang Desa di Mali, 37 Tewas

Ilustrasi. (Souleymane Ag Anara)

Jakarta,  -- Sekelompok orang bersenjata membunuh 37 warga Fulani di Mali tengah, Selasa (1/1). Menurut pemerintah setempat, lokasi yang sama merupakan tempat kekerasan etnis yang sempat menewaskan ratusan orang pada tahun lalu.

Kekerasan yang terjadi antara suku Fulani dan pesaingnya semakin memperparah kondisi situasi keamanan yang sudah mengerikan di daerah semi-kering dan padang pasir tersebut.

Terlebih, kawasan itu kini banyak digunakan sebagai pangkalan oleh kelompok-kelompok separatis yang memiliki hubungan dengan Al-Qaeda dan ISIS.


Pemerintah setempat mengatakan dalam pernyataannya bahwa penyerang yang mengenakan pakaian tradisional pemburu Donzo, tiba-tiba menggerebek Desa Koulogon di wilayah Mopti.

Sejumlah korban disebut berasal dari anak-anak.

Maulage Guindo, walikota Bankass yang terdekat dari lokasi, mengatakan serangan tersebut terjadi sekitar adzan Subuh dan menargetkan suku Fulani di Koulogon.

Guindo mengatakan sebagian lain dari desa tersebut dihuni oleh Dogon, kelompok etnis yang masih terkait dengan Donzo yang berjarak kurang dari 1 kilometer.


Mali telah berada dalam kekacauan sejak Tuareg memberontak, dan tanpa pertahanan, bagian utara negara tersebut dicaplok oleh ekstremis Islam pada 2012.

Kejadian tersebut mendorong Perancis campur tangan dan memaksa mundur kelompok ekstremis di tahun berikutnya.

Akan tetapi, kelompok ekstremis Islam kembali datang terutama di bagian utara dan tengah Mali, memanfaatkan gesekan antar suku untuk merekrut anggota baru. 

Credit CNN Indonesia



https://m.cnnindonesia.com/internasional/20190102042822-127-357834/kelompok-bersenjata-serang-desa-di-mali-37-tewas




Minggu, 29 April 2018

Milisi Diduga Habisi 40 Etnis Tuareg di Mali Utara


Milisi Diduga Habisi 40 Etnis Tuareg di Mali Utara
Milisi diduga telah membunuh 40 etnis Tuareg, kebanyakan pria muda, dalam dua serangan di wilayah Manaka, Mali Utara. Foto/Ilustrasi/Istimewa

BAMAKO - Milisi diduga telah membunuh 40 etnis Tuareg, kebanyakan pria muda, dalam dua serangan di wilayah Manaka, Mali Utara. Menurut gubernur setempat peristiwa itu tampaknya memicu konflik etnis antara Tuareg dan Fulani.

Gubernur Menaka, Daouda Maiga, mengatakan melalui telepon bahwa serangan itu terjadi di desa-desa terpencil gurun Awakassa pada hari Jumat dan di Anderanboucane, sehari sebelumnya.

"Yang tewas kebanyakan adalah pemuda, tidak ada wanita atau anak-anak, sebagian besar dari usia di mana mereka dapat membawa senjata," kata Maiga seperti dikutip dari Reuters, Minggu (29/1/2018).

Korban termasuk banyak anggota Gerakan Nasional milisi Tuareg untuk Keselamatan Azawad (MSA). "MSA memerangi kelompok-kelompok Islam, yang sebagian besar terdiri atas Fulani," terang Maiga.

“Jadi dua serangan ini adalah pembalasan terhadap mereka. Mereka ingin mengubah konflik menjadi sesuatu yang bersifat antar-komunal,” jelasnya.

Milisi Islam dipandang sebagai ancaman terbesar bagi keamanan di seluruh wilayah Sahel Afrika. Mereka telah terbukti mahir mengeksploitasi ketegangan lokal antara kelompok etnis untuk menabur perselisihan - seperti antara Tuareg yang kebanyakan berkulit lebih terang dan Fulani di atas konflik yang langka di Sahara.

Bajan Ag Hamatou, seorang legislator lokal, membenarkan serangan itu, seperti yang dilakukan walikota Kota Menaka, Nanout Kotia.

Kekerasan yang meningkat di Mali telah menimbulkan keraguan atas kelayakan pemilu yang dijadwalkan pada akhir Juli, di mana Presiden Ibrahim Boubacar Keita akan mencari masa jabatan kedua.

Milisi Sahara yang berafiliasi dengan ISIS aktif di wilayah Menaka yang berbatasan dengan Niger. Kelompok ini dipimpin oleh seorang Afrika utara berbahasa Arab yang disebut Adnan Abu Walid al-Sahrawi, tetapi sebagian besar pejuangnya adalah etnis Fulani.

Mali telah berada dalam kekacauan sejak pemberontak Tuareg dan Islamis menyapu padang pasirnya pada tahun 2012, meskipun ada intervensi Perancis untuk mendorong mereka kembali pada tahun berikutnya, dan kehadiran militer Perancis dan penjaga perdamaian PBB.






Credit  sindonews.com






Kamis, 19 April 2018

China akan kirim 395 tentara penjaga perdamaian ke Mali


China akan kirim 395 tentara penjaga perdamaian ke Mali
Tentara Angkatan Darat China (idrw.org)



Beijing (CB) - China pada Mei akan mengirim 395 tentara penjaga perdamaian ke Mali selama satu tahun untuk bergabung dengan sebuah misi Perserikatan Bangsa-bangsa.

Batalion tersebut secara resmi dibentuk pada Rabu dan akan menjadi gelombang keenam penjaga perdamaian yang dikerahkan China ke Mali, demikian seperti dilaporkan Xinhua.

Kesatuan tentara China itu terdiri atas sebuah unit penjaga berkekuatan 170 personel, 155 pemeriksa ranjau dan satu unit medis yang beranggotakan 70 personel.

Mereka akan menjalankan berbagai tugas, seperti memperbaiki jalan, jembatan dan landasan pacu pesawat di daerah-daerah tempat misi PBB berada, melindungi markas di wilayah-wilayah perang serta merawat mereka yang sakit dan luka-luka.

Di antara 395 personel penjaga perdamaian itu, satu brigade pertahanan kimia pernah bergabung dengan misi penjaga perdamaian di Sudan Selatan sebanyak lima kali serta hampir 100 perwira dan prajurit yang sudah mengikuti misi penjaga perdamaian lebih dari dua kali.





Credit  antaranews.com




Jumat, 27 Oktober 2017

Tiga Pasukan Penjaga Perdamaian PBB Tewas di Mali


Pasukan penjaga perdamaian PBB berpatroli di Kouroume, Mali.
Pasukan penjaga perdamaian PBB berpatroli di Kouroume, Mali.


CB, BAMAKO -- Sedikitnya tiga pasukan penjaga perdamaian PBB di Mali utara telah terbunuh dan dua lainnya luka-luka saat kendaraan mereka menabrak sebuah tambang atau alat peledak. Dilansir dari Aljazirah, Jumat (27/10), ledakan ini terjadi pada Kamis siang saat kendaraan tersebut mengawal konvoi logistik di jalan antara Tessalit dan Aguelhok.
Sebuah pernyataan dari misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Mali (MINUSMA) mengatakan dua penjaga perdamaian yang terluka telah dibawa ke kota Kidal untuk perawatan. Namun identitas kewarganegaraan penjaga perdamaian belum dipublikasikan.
 
"Saya mengutuk tindakan terkuat semacam itu, yang satu-satunya tujuannya adalah untuk mengacaukan negara dan membahayakan proses perdamaian yang sedang berlangsung di Mali," kata kepala misi interim Koen Davidese.
 
Dia mengatakan misi PBB bertekad melakukan semua upaya agar tercipta perdamaian di negara tersebut. Menurut Davidse, serangan mematikan tersebut bisa dianggap sebagai kejahatan perang internasional.
 
Tidak ada klaim tanggung jawab atas serangan tersebut.
 
Tapi kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan Alqaidah, seperti Jamaat Nusrat al-Islam wal-Muslimeen, sebelumnya telah melakukan serangan di wilayah tersebut. Pada September, tiga penjaga perdamaian dari Bangladesh terbunuh dan lima lainnya terluka parah saat konvoi mereka diserang di wilayah Gao tepat di sebelah selatan Kidal.
 
Sejak 2013, saat MINUSMA ditempatkan di Mali, ada lebih dari 80 penjaga perdamaian terbunuh, membuat misi tersebut menjadi yang paling mematikan di dunia. Negara-negara tetangga Mali seperti Niger, Chad, Mauritania dan Burkina Faso juga telah memerangi kelompok bersenjata di wilayah Sahel.





Credit  REPUBLIKA.CO.ID





Kamis, 05 Oktober 2017

Menhan Belanda mengundurkan diri terkait tewasnya penjaga perdamaian di Mali


Menhan Belanda mengundurkan diri terkait tewasnya penjaga perdamaian di Mali
Jeanine Hennis-Plasschaert. (indoweb.nl)



Amsterdam (CB) - Menteri Pertahanan Belanda Jeanine Hennis, Selasa, mengundurkan diri setelah laporan yang menyoroti kegagalan serius departemennya dalam misi penjaga perdamaian Perserikatan Bangsa- Bangsa di Mali.

Dewan Keamanan pada pekan lalu mengeluarkan temuannya tentang sebuah insiden pada 6 Juni 2016, ketika sebuah mortir menewaskan dua tentara dan melukai seorang tentara lagi. Temuan tersebut menyimpulkan bahwa kementerian telah membiarkan pengabaian standar keselamatan dan kesehatan demi mengejar tujuan strategis.

Hennis mengumumkan pengunduran dirinya di parlemen hanya beberapa hari sebelum pemerintahan sementara digantikan oleh sebuah koalisi baru di bawah Perdana Menteri Mark Rutte.

Ia mengatakan bahwa Jenderal Tom Middendorp, kepala angkatan bersenjata Belanda, juga akan mengundurkan diri sebagai tanggapan terhadap temuan keras dari Dewan Keamanan.

Belanda, yang awalnya mengerahkan satuan helikopter Apache kepada misi penjaga perdamaian di Mali, menurunkan kontribusi mereka, dengan jumlah pasukan diperkirakan akan berkurang menjadi sekitar 300 anggota pada tahun ini. 





Credit  antaranews.com