Senin, 01 Juni 2015

Melalui Twitter, Warga AS Protes Aksi Anti Islam di Phoenix


Melalui Twitter, Warga AS Protes Aksi Anti Islam di Phoenix  
Aksi anti Islam di depan masjid di Phoenix digelar menyusul penyerangan di Texas. Para pemrotes anti-Islam membawa senjata api, aksi yang dikecam para netizen. (Reuters/Nancy Wiechec)
 
 
Phoenix, CB -- Masyarakat Amerika Serikat menyuarakan protes terhadap sikap anti-Islam yang ditunjukkan oleh sekelompok orang di luar masjid di Phoenix. Menurut mereka, aksi Islamofobia itu tidak menunjukkan semangat Amerika yang pluralis dan saling menghargai.

Dengan bendera hashtag #NotMyAmerica, masyarakat Negeri Paman Sam di Twitter menyatakan bahwa tindakan kelompok yang mengecam Islam itu sudah keluar dari nilai-nilai yang dianut Amerika.

Ditambah lagi, kata-kata kasar, makian keluar dari mulut para pemrotes saat Muslim Phoenix beribadah di dalam masjid. Selain itu, para pemrotes juga membawa senjata, pistol dan senapan.

Aksi tersebut yang diprakarsai oleh Jon Ritzheimer disebut adalah reaksi atas upaya penyerangan pada pameran karikatur Nabi Muhammad awal Maret lalu yang menewaskan dua pelaku.



Sekitar 250 orang ikut serta dalam aksi tersebut. Beberapa terlihat membawa bendera Amerika Serikat, senjata api dan beberapa gambar karikatur Nabi Muhammad.



Menurut netizen, aksi tersebut sangat munafik karena menyuarakan penentangan terhadap kekerasan dengan kekerasan juga. Beberapa pengguna Twitter lainnya mengatakan bahwa penyelenggara aksi itu adalah wujud terorisme, terlebih karena mereka membawa senjata.



Sementara di seberang jalan, ada aksi tandingan yang menentang Islamofobia, membawa gambar-gambar perdamaian, memberikan dukungan untuk umat Islam dan komunitas Muslim di Masjid Phoenix.



Pengguna Twitter lainnya mengatakan bahwa aksi Islamofobia yang kian merebak di AS berdampak buruk bagi anak-anak Muslim di sekolah, di antaranya maraknya bullying terhadap mereka.


Credit  CNN Indonesia


Protes Anti-Islam di Phoenix, Buntut Serangan di Texas


Protes Anti-Islam di Phoenix, Buntut Serangan di Texas  
Lebih dari 200 orang, beberapa diantaranya bersenjata, menghadiri protes anti-Islam di luar sebuah masjid di Phoenix, AS, sebagai respon serangan di Texas. (Reuters/Nancy Wiechec)
 
 
Jakarta, CB -- Lebih dari 200 orang, beberapa diantaranya bersenjata, menghadiri protes anti-Islam di luar sebuah masjid di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat, pada Jumat (29/5).

Para pemrotes membawa spanduk-spanduk dengan tulisan yang provokatif, sembari melambaikan bendera AS.

Protes ini mendapat respon dari pihak yang berlawanan, yang juga berjumlah 200an orang, berteriak “Pulanglah, Nazi!”

Pemrotes anti-Islam mengatakan bahwa demosntrasi ini ditujukan untuk insiden di Texas.

 
Beberapa demonstran membawa senjata, dan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mengatakan memonitor demonstrasi ini. (Reuters/Nancy Wiechec)
“Ini adalah respon untuk serangan baru-baru ini di Texas,” kata penyelenggara protes, Jon Ritzheimer. Dua orang ditembak mati di luar pameran yang menampilkan karikatur Nabi Muhammad awal Maret lalu. Kedua orang itu sempat melepas tembakan kepada petugas keamanan namun tak sempat melancarkan serangan lebih lanjut. Sebelumnya, terdapat 900 orang yang mengatakan akan hadir dalam protes anti-Islam yang diumumkan lewat Facebook.

Pelaku penyerangan, keduanya diketahui merupakan jemaat masjid d Phoenix. Meski begitu masjid Phoenix sendiri mengecam kekerasan, dan sering mengkritik militan Islam seperti ISIS, al-Qaidah dan Boko Haram.

Pada ibadah shalat Jumat siangnya, Imam masjid menganjurkan kepada jemaat agar tidak merespon demosntran.

 
Sementara itu, terdapat pula demonstran yang bertentangan dengan pemrotes anti-Islam. (Reuters/Nancy Wiechec)
Masjid di Phoenix ini, menurut Reuters, tadinya merupakan bekas gereja, bisa menumpang sekitar 600 jemaat. Di Phoenix sendiri merupakan rumah bagi sepuluh ribu umat Muslim AS.

“Kita harus mengingatkan diri kita sendiri bahwa kita tidak melawan kesalahan dengan kesalahan, namun dengan ampunan dan kebaikan,” kata Usama Shami kepada jemaatnya.

Sementara itu, Departement Keamanan Dalam Negeri AS memonitor demonstrasi itu dan berhubungan dengan pemerintah dan penegak hukum setempat.



Credit  CNN Indonesia