Pesawat Sukhoi saat flying pass pada
Perayaan HUT ke-69 TNI di Dermaga Ujung Armada RI Kawasan Timur,
Surabaya, 7 Oktober 2014. (CNN Indonesia/Safir Makki)
“Ada sembilan kali pelanggaran pesawat asing di Ambalat. Di wilayah itu, logikanya siapa lagi yang menerobos selain Malaysia?” kata Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara Marsekal Madya Dwi Badarmanto kepada CNN Indonesia, Kamis (17/6).
Wilayah itu kerap menjadi biang keributan Indonesia dan Malaysia mulai dekade 1960-an. Apalagi sejak 1979 Malaysia membuat peta tapal batas kontinental dan maritim baru dengan memasukkan Blok Ambalat ke dalam wilayahnya sehingga memicu protes RI.
Perseteruan kedua negara memuncak pada 2002 ketika Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia atas sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di perairan Ambalat.
TNI AU mengetahui pelanggaran pesawat tempur Malaysia itu dari radar. “Ditangkap radar kami, kemudian langsung kami laporkan ke satuan atas,” ujar Dwi.
Laporan radar inilah yang menjadi dasar permintaan Panglima TNI Jenderal Moeldoko kepada Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan agar pemerintah RI segera melayangkan nota protes kepada Malaysia
Dwi menyatakan, ada sejumlah prosedur yang dilakukan TNI AU saat mengetahui ada pesawat asing menerobos masuk ke wilayah RI tanpa izin. “Pertama, kami identifikasi pesawat dari mana itu. Kedua, kami kontak pilot pesawat itu untuk memintanya mendarat dan menunjukkan izin terbangnya,” kata dia.
Jika pilot tak mau merespons kontak dan tau mau mendarat, maka TNI AU akan segera menerbangkan pesawat untuk melakukan intercept atau mencegat pesawat asing itu. Keempat merupakan langkah akhir bila pesawat tersebut terkejar namun pilotnya tetap tak mau merespons, ialah dengan melepas tembakan.
TNI AU pernah beberapa kali melakukan prosedur itu, namun tidak pernah sampai menembak karena biasanya pesawat asing mau menuruti permintaan untuk mendarat. Meski demikian, hal berbeda terjadi pada pesawat tempur Malaysia karena jet-jet itu menerobos wilayah udara RI ketika mereka tahu persis zona itu tak sedang dijaga oleh pesawat TNI AU.
“Jika pesawat TNI ada di Kalimantan dan Sulawesi, mereka tak mau melakukan itu. Namun jika mereka tahu tak ada pesawat di Tarakan, Kalimantan, mereka masuk. Kalau kami kejar (dengan menerbangkan pesawat) dari Jawa, mereka keburu hilang," ujar Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Fuad Basya.
Terkait Operasi Sakti yang digelar TNI AU dan Angkatan Laut di Blok Ambalat, Dwi mengatakan itu lumrah dan merupakan operasi rutin di wilayah perbatasan. Operasi Sakti di Ambalat saat ini menurunkan tiga kapal perang (KRI), dua pesawat tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30, dan tiga F-16 Fighting Falcon.
Credit CNN Indonesia