Senin, 29 Juni 2015

SBY Bicara Perdamaian Dunia di Tiongkok


BEIJING  (CB) - Presiden RI Ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono menjadi pembicara dalam Forum keempat Perdamaian Dunia (World Peace Forum/WPF) di Beijing, pada Sabtu waktu setempat.
Dalam forum tersebut Yudhoyono sebagai tamu kehormatan berbicara tentang kekuatan utama kerja sama keamanan, bersama mantan perdana Menteri Perancis Dominique de Villepin dan mantan perdana menteri Jepang Yukio Hatoyama.
Yudhoyono tampil dalam panel pertama forum yang digagas kali pertama pada 2006 di Shengen. Pada tahun ini WPF digelar dengan tema "Overcome Difficulties: Understanding, Consultation, and Reciprocity.
Selain Yudhoyono tampil pula mantan perdana menteri Australia Kevin Rudd dengan materi kerja sama keamanan Asia Pasifik dan mantan sekretaris Dewan Keamanan Federal Federasi Rusia Igor Ivanov yang tampil dalam topik Eropa Dan kerja sama keamanan internasional.
Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan bahwa mekanisme dialog merupakan yang terbaik dalam menyelesaikan permasalahan di Laut Tiongkok Selatan.
"Perlu dipahami bahwa dialog adalah langkah terbaik untuk mencegah konflik. Meski kita melihat ada peningkatan eskalasi di Laut Tiongkok Selatan, dalam beberapa bulan silam, namun konflik kekerasan di wilayah itu menurun dalam beberapa tahun, karena komitmen dialog dari seluruh pihak," katanya.
Dialog, tambah Yudhoyono, sangat efektif dan menjadi solusi terbaik. "Indonesia menerapkan hal tersebut dalam menyelesaikan konflik di Aceh, dalam gerakan separatis GAM selama 30 tahun," ungkapnya.
Selama konflik berlangsung, upaya damai terus dilakukan hingga pada 2005 digelar dialog, para pemberontak dilucuti, separatisme berakhir dan Indonesia tetap bersatu.
Situasi di Laut Tiongkok Selatan yang menjadi salah satu potensi konflik di Asia Pasifik, tetap memiliki peluang bagi terbangunnya kerja sama potensial antara negara-negara di sekitar Laut Tiongkok Selatan. Secara umum ada beberapa pendekatan yang dapat menjadi pilar dalam membangun kerja sama yang dapat menghubungkan tantangan dan peluang, yaitu kerja sama ekonomi, kerja sama militer, kerja sama antarmasyarakat diantara bangsa-bangsa di Asia Pasifik.
Situasi di Laut Tiongkok Selatan, menghangat kembali ketika Tiongkok melakukan pembangunan karang beting di Kepulauan Spratly, membuat beberapa negara melontarkan kecaman. Tidak saja negara-negara yang memiliki klaim tumpang tindih seperti Filipina dan Vietnam, tetapi juga Amerika Serikat.
Konvensi Hukum Laut Internasional, United Nation Convention Law of the Sea 1982, tidak mengakui pulau buatan sebagai pulau yang memiliki wilayah, laut zona ekonomi eksklusif atau landas kontinen.
Sementara itu, Wakil Presiden Tiongkok Li Yuanchao dalam pidato pembukannya mengatakan masalah keamanan yang kompleks, dengan beragam latar belakang menjadi fokus masyarakat internasional. Konflik dan sengketa terjadi di beberapa kawasan dunia.
Karena itu, kerja sama internasional sangat diperlukan untuk mencari solusi dengan melibatkan banyak pihak, baik pemerintah, swasta, lembaga non pemerintah, praktisi dan pelaku serta ahli masalah keamanan.
WPF bertujuan menjalin kerja sama internasional, dengan saling bertukar pandang dan pengalaman guna mendapatkan ide baru, konsep dan pendekatan baru, untuk menciptakan stabilitas dan perdamaian dunia.
“Pada saat yang bersamaan sejumlah negara juga menghadapi tantangan yang tidak kalah penting untuk menjadi perhatian bersama seperti krisis ekonomi, terorisme, perubahan iklim, kesenjanagan kesejahteraan, wabah penyakit, seperti Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS),” kata Li Yuanchao.
"Asia merupakan salah satu kawasan yang sangat dinamis, dan sangat menjanjikan dan kini terus berproses untuk menuju integrasi Asia. Kita harus mempercepat integrasi Asia atas dasar kepentingan bersama untuk masa depan lebih baik," imbuhnya.
Begitu pun dengan kawasan lain di dunia, yang terus tumbuh dan berproses menuju integrasi atas kepentingan bersama, dan saling menguntungkan demi kemakmuran bersama. “Seperti di Eropa, Afrika, bahkan Amerika Serikat dan negara-negara G-20 menjadi mekanisme yang penting bagi perdamaian dan keamanan dunia, tutur Liu Yuanchao.


Credit   Okezone