Pelaku dan korban sama-sama WNI. Bagaimana pemerintah RI bersikap?
Kapal tanker Malaysia MT Orkim Harmony akhirnya tiba di Pelabuhan Kuantan pada Sabtu dini hari usai dibajak. (20/06/2015) (KBRI Kuala Lumpur Malaysia)
Panglima Angkatan Laut Malaysia, Laksamana Pertama Azhari Abdul
Rashid mengatakan ke-21 kru dalam kondisi baik dan bersemangat.
Berbicara di acara jumpa pers, Azhari menyebut jadwal ketibaan kapal
tersebut sempat mengalami penundaan. Seharusnya, kapal dijadwalkan tiba
dini hari sekitar 02.30, tetapi baru bersandar pukul 07.50 waktu
setempat.
"Semua kru dalam keadaan selamat dan mereka sudah tak sabar untuk
bertemu dengan anggota keluarga. Operasi secara keseluruhan telah
berlangsung dengan sukses, sementara delapan pembajak telah ditangkap
oleh otoritas Vietnam," kata Azhari seperti dilansir laman The Star edisi Sabtu pekan lalu.
Dua pembajak diketahui telah menembak salah satu ABK Indonesia
bernama Mawit Martin yang bekerja sebagai koki di kapal tersebut. Saat
tiba di Kuantan, Mawit masih dirawat di rumah sakit di Kota Bahru.
Tetapi, belakangan, akhirnya dia ikut diterbangkan ke Kuantan untuk
dimintai keterangan.
Wakil Duta Besar RI untuk Kerajaan Malaysia, Hermono, yang dihubungi VIVA.co.id
pada Minggu kemarin menyebut tidak ada raut trauma yang tercermin dari
wajah lima ABK Indonesia kendati baru mengalami peristiwa yang
menegangkan.
"Kemarin (mereka) masih bekerja seperti biasa. Bahkan, salah satu
ABK bernama Nathan Kombongan langsung menyatakan siap kembali bekerja.
Sementara, empat ABK lainnya masih berpikir dulu," kata Hermono yang
ikut menemui ABK WNI di pelabuhan.
Menurut Hermono, Mawit tertembak di bagian paha di awal peristiwa pembajakan. Dia berusaha untuk menguasai kapal.
Namun, kru kapal tak berdaya melawan belasan perompak. Selain jumlahnya cukup banyak, mereka juga membawa pistol dan parang.
Hermono mengatakan kondisi Mawit kini sudah membaik. Bahkan, dia sudah bisa berjalan dan bekerja seperti biasa.
Dia mengisahkan ketika perompak naik ke atas kapal sama sekali
tidak terdeteksi oleh radar kapal tanker. Muatan kapal yang banyak dan
posisi kapal yang tidak terlalu tinggi, membuat perompak mudah untuk
naik dan memanjat ke atas.
"Perompak datang dengan menggunakan kapal sampan kayu dan mesin
kapal. Ketika mereka berhasil naik ke atas, mesin kapal tersebut ikut
dibawa," papar Hermono.
Suasana pun mencekam ketika perompak berhasil naik ke atas kapal.
Mereka sempat mengikat tangan ke-22 kru dan menempatkan kru kapal di
tiga kamar terpisah.
"Dalam peristiwa itu, penyiksaan fisik tidak terjadi. Mereka tetap
diberi makan dan minum. Sesekali, perompak membentak kru kapal, tetapi
itu dilakukan agar kru patuh," Hermono menjelaskan.
Kapal yang tengah mengangkut muatan BBM milik Petronas itu kemudian
menghilang dari radar. Tidak tanggung-tanggung nominal BBM yang dibawa
MT Orkim Harmony senilai 21 juta Ringgit Malaysia atau setara Rp75
miliar. Angkatan Laut Malaysia menerima laporan menghilangnya kapal pada
11 Juni lalu di kawasan Laut China Selatan.
Kapal dilaporkan hilang kontak sekitar pukul 20.54 waktu setempat
ketika menjalani rute Malaka-Kuantan. Lokasi terakhir hilang kontak
terdeteksi pada 23,5 nautical mile, timur laut Tanjung Sedili.
Sementara, di atas kapal, terjadi perdebatan antara para perompak
sendiri. Mereka terlihat kecewa karena kapal yang semula ingin mereka
bajak membawa muatan BBM RON 95 atau pertamax plus bukan diesel.
Hermono mengatakan, sudah menjadi pengetahuan umum di antara para
pembajak, BBM RON 95, sulit untuk dipindahkan di tengah laut. Sebab,
mudah terbakar dan membutuhkan peralatan keselamatan yang tinggi jika
ingin memindahkan ke kapal lain.
"Bahan bakar diesel masih bisa dijual ke kapal lain. Sementara, RON 95 sulit dijual," Hermono menambahkan.
Maka, terjadi perdebatan di antara para pembajak hendak dibawa ke
mana kapal diarahkan. Saat perdebatan itu, kru kapal mendengar dari cara
mereka berkomunikasi aksennya mirip orang Indonesia. Muncul kecurigaan
pembajak merupakan WNI.
Kapal sempat akan diarahkan ke Thailand, karena di sana, disebut
BBM RON 95 bisa dijual. Namun, mereka malah mengarahkan kapal ke Pulau
Natuna.
Perburuan terhadap kapal MT Orkim Harmony dimulai sejak hari
pertama dilaporkan hilang. Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) dan
Otoritas Maritim Malaysia dibantu Maritime Security Task Force Singapura
serta TNI AL bahu-membahu melakukan pencarian kapal tersebut.
Indonesia bahkan mengirimkan lima kapal dan satu pesawat udara
untuk menyisir perairan di sekitar Laut China Selatan. Pada 15 Juni
muncul "distress signal" mengenai kapal itu. Laman Astrowani menyebut kapal terdeteksi oleh pesawat buatan Australia P3 C-Orion pada Rabu, 17 Juni 2015.
Kapal ada di perairan Kamboja. Laksamana Pertama Azhari menyebut nama kapal telah diganti menjadi KIM HARMON agar tak dikenali.
Salah satu kapal Angkatan Laut Kerajaan Malaysia, KD Terengganu
terlihat membuntuti dari belakang dan mencoba melakukan kontak dengan
kapten kapal. Menyadari dibuntuti, pembajak kemudian mengarahkan kapal
ke Pulau Natuna.
Pembajak kemudian menuntut agar Malaysia menyediakan kapal penyelamat supaya mereka bisa kabur.
"Kami tengah bernegosiasi dengan mereka. Jarak antara kami dan
kapal mereka tidak begitu jauh. Kami tetap menjaga pandangan dari
kejauhan dan memantau pergerakan mereka," ujar Direktur Operasi
Organisasi Penjaga Perbatasan Malaysia (MMEA), Laksamana Ahmad Puzi Ab
Kahar seperti dikutip stasiun berita Channel News Asia, Kamis 18 Juni 2015.
Tetapi, justru pada Kamis malam itu, pembajak berhasil melarikan
diri. Mereka kabur dengan menggunakan sekoci penyelamat yang dimiliki
kapal tanker. Agar tak mudah ditangkap, pembajak menggunakan mesin kapal
untuk memacu kecepatan.
Kapten kapal mengaku, usai pembajak kabur pun, mereka tetap tidak
berani langsung mengontak otoritas berwenang. Sebab, pembajak mengancam
jika dilaporkan, keluarga mereka akan dibunuh.
Pembajak Warga Indonesia
Delapan pembajak yang berhasil kabur dari kapal MT Orkim Harmony
akhirnya ditangkap oleh Angkatan Laut Vietnam di Pulau Tho Chu pada
Jumat, 18 Juni 2015 sekitar pukul 06.30. Kepada otoritas setempat,
mereka sempat mengaku nelayan dan kapalnya mengalami kecelakaan sehingga
bisa terdampar.
Tak percaya begitu saja dengan pengakuan delapan pria itu, AL
Vietnam tetap menangkap mereka. Belum lagi, mereka telah diberikan
informasi oleh otoritas Negeri Jiran, jumlah pelaku pembajakan delapan
orang dan kabur menggunakans sekoci penyelamat.
Otoritas Vietnam pun terus memintai keterangan dari kedelapan orang
itu. Pengakuan kedelapan orang itu akhirnya berubah. Laksamana Ahmad
Puzi menyebut delapan orang itu mengaku berasal dari Indonesia dan
pembajak MT Orkim Harmony.
Merasa memiliki kepentingan, Malaysia menuntut agar kedelapan orang
itu agar segera dideportasi ke Kuala Lumpur. Negeri Jiran berpendapat,
kedelapan orang itu melakukan tindak kejahatan di kapal milik Malaysia.
Jadi, harus diadili di Negeri Jiran.
Konsul Jenderal RI di kota Ho Chi Minh, Vietnam, Jean Anes,
mengatakan mereka tak ingin terburu-buru menyimpulkan kedelapan orang
itu WNI. Oleh sebab itu, sesuai dengan instruksi Menteri Luar Negeri,
Retno L.P Marsudi, dikirim satu tim untuk melakukan klarifikasi.
Belakangan, dari delapan, tiga orang terbukti merupakan WNI. Jean
menyebut tiga orang ini membawa data diri berupa paspor dan KTP. Ketiga
orang itu diketahui bernama Ruslan berasal dari Natuna, Jhon Danyel
Despol dari Sumatera Utara dan Kurniawan dari Batam.
"Identitas Ruslan dan Jhon diketahui dari paspor Indonesia yang
mereka bawa. Sementara, identitas Kurniawan diperoleh karena yang
bersangkutan membawa KTP," kata Jean ketika dihubungi VIVA.co.id pada Minggu kemarin melalui telepon.
Perkembangan terakhir sisa lima orang lainnya juga warga Indonesia.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia
Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan pada Rabu kemarin, tim
verifikasi dari KJRI telah bertemu dengan delapan tersangka.
"Setelah melalui pemeriksaan sesuai dengan prosedur yang kami
terima seperti pengecekan alamat tempat tinggal, maka bisa dipastikan
lima orang lainnya memang WNI," ujar Iqbal yang dihubungi VIVA.co.id melalui telepon.
Iqbal melanjutkan Pemerintah Indonesia telah menyiapkan bantuan
hukum termasuk pengacara untuk memenuhi hak hukum kedelapan WNI. Rencana
alternatif juga disiapkan seandainya Vietnam setuju untuk mendeportasi
delapan tersangka itu ke Negeri Jiran.
"Upaya hukum sudah kami lakukan dari sekarang. Kami siapkan
pengacara untuk memastikan mereka memperoleh haknya, mendapatkan
pembelaan untuk hak hukum mereka, tanpa mengesampingkan fakta bahwa
mereka telah melakukan tindak kriminal," papar Iqbal.
Dia menambahkan, terkait dengan tuntutan Negeri Jiran yang
menginginkan kedelapan tersangka dipulangkan ke Kuala Lumpur, Iqbal
mengatakan hal tersebut bisa saja dilakukan. Sebab, kejahatan yang
mereka perbuat dilakukan di atas kapal milik Malaysia.
Tetapi, Iqbal menjelaskan, Indonesia pun juga memiliki hak untuk
mengadili delapan tersangka itu, sebab ada satu WNI yang terluka ketika
pembajakan dilakukan di atas kapal MT Orkim Harmony.
"Pelaku pun juga sempat melalui perairan Indonesia sebelum akhirnya
mereka kabur ke Vietnam. Jadi, siapa saja bisa meminta ekstradisi
kepada Vietnam, baik itu Malaysia atau Indonesia," kata dia.
Bukan Pembajak Amatir
Kasus pembajakan ini berkembang cepat. Direktur Operasi Organisasi
Penjaga Perbatasan Malaysia (MMEA), Laksamana Ahmad Puzi Ab Kahar pada
Senin kemarin mengatakan jumlah pembajak bukan 8 orang, melainkan 13
orang. Sisa 5 orang lainnya diketahui kabur dengan menggunakan kapal
jenis tugboat ke Batam.
Laman The Star, Senin 22 Juni 2015, melansir kapal yang digunakan pembajak ditemukan oleh TNI AL.
"Saat ini masih ada lima orang yang masih kabur. Sementara waktu,
kami akan terus berupaya untuk memastikan delapan pelaku lainnya di
Vietnam untuk diekstradisi ke Malaysia sehingga kami bisa memintai
keterangan lebih lanjut," kata Ahmad.
Malaysia kembali mengoreksi pernyataan mereka. Jika sebelumnya,
Komandan AL Malaysia, Laksamana Abdul Aziz Jaafar mengatakan pembajak
merupakan kelompok amatir, tetapi Ahmad mengatakan mereka justru
tergolong pembajak profesional. Pelaku mengetahui tindakan lebih dari
apa yang sanggup mereka perbuat.
"Jika melihat bagaimana cara mereka melakukan pembajakan, mematikan
Sistem Identifikasi Otomatis (AIS) sehingga mereka bisa tak terdeteksi,
serta bagaimana mereka ditemukan membawa uang dalam jumlah banyak di
atas kapal, menunjukkan mereka tahu apa yang mereka perbuat," papar
Ahmad.
Dia berkesimpulan pembajak merupakan pelaku tindak kejahatan musiman.
Rawan Pembajakan
Kasus pembajakan kapal MT Orkim Harmony menjadi contoh betapa
tindak kejahatan trans nasional itu kian meningkat. Biro Maritim
Internasional (IMB) yang berbasis di London telah berulang kali
memperingatkan perairan di kawasan Asia Tenggara telah menjelma menjadi
salah satu titik paling rawan aksi pembajakan di seluruh dunia. Hal
tersebut tak mengherankan, karena banyak kapal dagang lalu lalang di
perairan Asia Tenggara, misalnya di kawasan Selat Malaka antara Malaysia
dengan Indonesia.
Mereka menyebut perompak kini kian mengincar kapal tanker yang
tengah berlayar menuju ke pulau-pulau kecil. Bahkan, setiap dua pekan
sekali ada saja aksi pembajakan.
Stasiun berita Channel News Asia, Kamis pekan lalu
mencatat pembajakan terhadap kapal MT Orkim Harmony menjadi insiden
kelima yang terjadi tahun di perairan Laut China Selatan yang dekat
dengan tepi pantai Malaysia. Para pembajak biasanya menyasar kapal
tanker yang berjalan dengan kecepatan lambat. Biasanya target mereka
yakni mencuri bahan bakar diesel dan premium.
Para pembajak bersenjata melakukan tindak kejahatannya dengan modus
menguasai kapal lalu menyedot muatan kargo korban yang berisi gas cair
atau diesel. Kemudian, pembajak melepaskan kapal tanker dan kru.
Kurang dari dua pekan lalu, kapal lainnya yang dimiliki oleh
Perusahaan Orkim, Orkim Victory, juga dibajak di lokasi yang sama dan
tengah menempuh rute serupa yakni Malaka menuju ke Kuantan. Reuters melaporkan kapal Orkim Victory baru dilepas usai pembajak berhasil menyedot sekitar 6.600 barel minyak diesel di kargonya.
Aksi pembajakan di Asia Tenggara kian meningkat. Sebagai catatan
IMB pada periode Januari hingga Maret terjadi 38 pembajakan atau 70
persen aksi pembajakan di seluruh dunia. Oleh sebab itu, banyak yang
khawatir tindak kejahatan itu kian meluas jika tak segera ditangani.
Aksi pembajakan sebelumnya bisa dikurangi secara signifikan pada
dekade lalu. Tetapi, tindak kejahatan itu kini muncul kembali dan butuh
penanganan khusus dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
Credit VIVA.co.id