Warga yang diisolasi oleh kelompok kriminal bersenjata dievakuasi dari Kampung Kimberly, Kampung Banti, menuju Tembagapura, dengan pengawalan ketat personel TNI dan Polri pada Jumat (17/11/2017) sekitar pukul 11.00 WIT.
TIMIKA, CB - Proses pembebasan sandera di Banti, Kimbeli dan area longsoran Distrik Tembagapura, Papua pada Jumat (17/11/2017), didahului sebuah operasi senyap yang dilakukan Kopassus dan Tim Intai Kostrad.
Sebanyak 13 personel Kopassus dan 10 personel Kostrad ini sudah mengintai lokasi penyekapan sejak lima hari lalu. Mereka mengendap dan memantau pergerakan kelompok kriminal bersenjata yang membaur dengan warga sipil.
Kepala Penerangan Daerah Militer XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi di Timika, Sabtu (18/11/2017), mengakui upaya pembebasan 344 warga sipil terisolasi itu penuh risiko lantaran KKB terus menghujani aparat dan warga dengan tembakan dari jarak jauh.
Aidi mengisahkan detil proses pembebasan 344 warga itu. Dia menyebutkan, pasukan TNI sudah bergerak ke lokasi sasaran sejak lima hari sebelumnya. Mereka terdiri dari Kopassus 13 personel, 20 personel dari Batalyon 751/Rider, dengan tugas khusus merebut Kampung Kimbeli dari KKB.
Selain itu, Peleton Intai Tempur Kostrad bersama Batalyon Infanteri 754/Eme Neme Kangasi dengan personel masing-masing 10 orang. Tugasnya adalah merebut Kampung Banti.
"Mereka bergerak dengan sangat senyap, sangat rahasia pada malam hari. Lalu pada siang hari mereka mengendap, membeku. Sambil mempelajari situasi secara perlahan sekali mereka sampai di titik sasaran," ujar Aidi seperti dikutip dari Antaranews.com.
Aidi menuturkan, satu hari sebelum jam yang disepakati untuk menyerbu, pasukan sebenarnya sudah berada di lokasi masing-masing dan siap untuk menyerbut. "Selama satu hari itu mereka tidak makan," ucap Aidi.
Rencana menyerbu KKB yang berada di Banti dan Kimbeli pada Kamis (16/11/2017) urung dilakukan mengingat saat itu kelompok separatis sudah membaur dengan masyarakat.
"Saat itu anggota sudah meminta izin kepada Pangdam untuk segera mengatasi KKB karena jarak mereka hanya sekitar 30-50 meter dan ada anggota KKB yang menenteng senjata api," kata Aidi.
Namun Pangdam Cenderawasih memberikan petunjuk bahwa jika KKB masih membaur dengan masyarakat sipil, maka tidak boleh ada tindakan karena operasi penumpasan KKB Tembagapura itu lebih mengutamakan keselamatan warga sipil.
Lalu, Jumat pagi kemarin, sejumlah pentolan KKB yang baru bangun bergerak ke pos-pos di wilayah ketinggian yang sudah mereka dirikan. Di pos-pos itu sejumlah bendera kelompok separatis Papua merdeka berkibar di sana.
Saat itulah, pasukan TNI serentak menyerbu Kampung Kimbeli dan Banti. Kelompok separatis bersenjata itu kocar-kacir menyelamatkan diri ke dalam hutan dan ke area ketinggian sambil menyerang aparat dengan tembakan bertubi-tubi.
Saat penyerbuan itu dilakukan, jarak pandang di lokasi itu hanya sekitar tiga hingga lima meter karena masih berkabut tebal.
Setelah KKB lari kocar-kacir meninggalkan kedua kampung itu, aparat gabungan TNI dan Polri lain bergegas menuju dua kampung itu untuk membebaskan ratusan warga yang disandera.
Aidi mengatakan saat proses evakuasi warga masih berlangsung, kontak tembak antara aparat TNI-Brimob dengan KKB masih terus berlangsung dalam kurun waktu kurang dari dua jam.
"Kami belum bisa memastikan apakah dari pihak mereka ada korban atau tidak," kata Aidi.
Credit kompas.com
Kapolda Papua Irjen Boy Rafli Amar, Asisten Operasional Kapolri Irjen Irawan, dan Pangdam XVII/Cendrawasih Mayjen TNI George Enaldus Supit memimpin langsung Operasi Terpadu yang mengevakuasi warga yang diisolasi oleh kelompok kriminal bersenjata di Papua.
IMIKA, CB — Pembebasan sandera di Banti, Kimbeli, dan area longsoran Distrik Tembagapura, Papua, Jumat (17/11/2017), menyisakan sebuah cerita menegangkan, terutama dalam detik-detik menjelang pembebasan sandera.
Kepala Kepolisian Daerah Papua Irjen Boy Rafli Amar dan Panglima Daerah Militer XVII/Cenderawasih Mayjen TNI George Elnadus Supit diberitakan nyaris tertembak.
"Saat kegiatan evakuasi warga oleh tim gabungan TNI dan Polri, anggota kami masih diserang dengan tembakan oleh KKB (kelompok kriminal bersenjata) dari jarak jauh dan ketinggian. Bahkan, Bapak Kapolda dan Bapak Pangdam diberitakan hampir terkena," kata Kepala Penerangan Daerah Militer XVII/Cenderawasih Kolonel Inf Muhammad Aidi di Timika, Sabtu (18/11/2017), seperti dikutip dari Antaranews.com.
Aidi mengakui upaya pembebasan 344 warga sipil terisolasi di tiga tempat itu penuh risiko lantaran KKB terus menghujani aparat dan warga dengan tembakan dari jarak jauh.
"Itulah risiko yang diambil aparat TNI dan Polri untuk menyelamatkan masyarakat demi kepentingan kemanusiaan. Terkadang keselamatan dirinya sendiri diabaikan demi menyelamatkan masyarakat," kata Aidi.
Aidi mengisahkan detail pembebasan 344 warga itu. Dia menyebutkan, pasukan TNI sudah bergerak ke lokasi sasaran sejak lima hari sebelumnya. Mereka terdiri dari Kopassus 13 personel dan 20 personel dari Batalyon 751/Rider, dengan tugas khusus merebut Kampung Kimbeli dari KKB.
Selain itu, Peleton Intai Tempur Kostrad bersama Batalyon Infanteri 754/Eme Neme Kangasi dengan personel masing-masing 10 orang bertugas merebut Kampung Banti.
"Mereka bergerak dengan sangat senyap, sangat rahasia pada malam hari. Lalu pada siang hari mereka mengendap, membeku. Sambil mempelajari situasi, secara perlahan sekali mereka sampai di titik sasaran," ujar Aidi.
Akhirnya pada Jumat siang, aparat gabungan berhasil menguasai kedua kampung. Mereka pun langsung mengevakuasi warga ke dua titik yang berbeda.
Sebelumnya diberitakan, setidaknya ada 1.300 orang dari dua desa, yakni Desa Kimbely dan Desa Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua, dilarang keluar dari kampung itu oleh kelompok bersenjata.
Polisi sebelumnya menduga motif penyanderaan lebih disebabkan faktor mencari keuntungan. Kelompok Kriminal Bersenjata memanfaatkan hasil kerja warga di sana yang rata-rata bekerja sebagai pendulang.
Credit kompas.com