Senin, 22 Februari 2016

Gencatan Senjata, Oposisi Suriah Desak Rusia Setop Serangan


Gencatan Senjata, Oposisi Suriah Desak Rusia Setop Serangan Kelompok oposisi Suriah sepakat untuk menerapkan gencatan senjata dengan syarat Rusia menghentikan serangan udara. (Reuters/Hosam Katan)
 
 
Jakarta, CB -- Berbagai kelompok oposisi Suriah sepakat untuk menerapkan gencatan senjata dengan syarat Rusia menghentikan serangan udaranya, pengepungan wilayah berakhir dan akses untuk bantuan diberikan untuk seluruh wilayah.

Rusia memulai serangan udara di Suriah sejak September lalu dalam upaya untuk mendukung Presiden Bashar al-Assad. Rusia mengklaim serangan udara mereka menargetkan kelompok militan, seperti ISIS dan Front al-Nusra. Namun, Amerika Serikat dan sekutunya menilai serangan udara Rusia menargetkan kelompok pemberontak yang menentang Assad.

Sejumlah upaya untuk menyepakati gencatan senjata di Suriah melalui dialog dalam beberapa bulan terakhir kerap gagal. Kini, kelompok oposisi Suriah sepakat untuk menerapkan gencatan senjata selama dua hingga tiga pekan jika Rusia berhenti membombardir mereka.

"Sudah sangat jelas sekarang bahwa [kelompok] oposisi bersedia untuk menerapkan dua sampai tiga pekan gencatan senjata, dan [kesepakatan] itu terbuka untuk diperpanjang jika kedua belah pihak bersedia untuk memperbaharuinya," kata sumber yang dekat dengan dialog perdamaian Suriah kepada Reuters, Sabtu (20/2).

Sumber itu juga menyebut bahwa pihak oposisi ingin agar sejumlah tahanan yang rentan, seperti perempuan dan anak-anak, untuk dibebaskan.

Gencatan senjata akan dapat diperpanjang dan didukung oleh semua kelompok opoisis, kecuali ISIS. Sumber itu juga menyebutkan gencatan senjata kepada afiliasi al-Qaida di Suriah, Front al-Nusra, akan terjadi jika mereka tidak lagi menjadi sasaran.

Namun, Front al-Nusra hingga saat ini dianggap sebagai organisasi teroris yang dilarang oleh Dewan Keamanan PBB.

Ditanya apakah desakan oposisi agar Nusra tidak lagi menjadi sasaran merupakan batu sandungan utama dalam diskusi itu, sang sumber menggambarkannya sebagai "hambatan besar di dalam ruangan".

"Mereka harus berurusan sangat hati-hati dengan hal ini, atau mereka akan berakhir dengan perang saudara di Idlib," kata sumber tersebut.

Pejuang Nusra beroperasi bersama kelompok pemberontak lain di beberapa daerah, termasuk Idlib.

Selain itu, mengakhiri pengepungan terhadap warga sipil juga menjadi kunci dalam pembicaraan untuk mengakhiri konflik yang diperkirakan telah menewaskan lebih dari 250 ribu orang tersebut.

PBB memperkirakan sekitar 486.700 terkepung di 15 wilayah di Suriah. Sementara, 4,6 juta lainnya di sejumlah daerah yang sulit dijangkau. Di beberapa daerah, terdapat sejumlah laporan kematian karena kelaparan dan gizi buruk akibat pengepungan ini.

Sementara di Jenewa, Rusia dan AS bersama-sama memimpin rapat PBB yang bertujuan untuk mencoba mencari solusi perdamaian atas konflik di Suriah yang telah memasuki tahun kelima.

Menurut diplomat yang tak ingin dipublikasikan namanya, pejabat militer AS dan Rusia bertemu empat mata pada Jumat (19/2) sebelum rapat PBB digelar.





Credit  CNN Indonesia