Sejak Maret tahun lalu, menurut PBB korban jiwa di Yaman telah mencapai 6.100 orang. (Reuters/Khaled Abdullah)
Pernyataan Amnesty ini dirilis pada Senin (29/2), menjelang Perjanjian Perdagangan Senjata di Jenewa, Swiss.
Amnesty mengatakan mereka telah mendokumentasikan pelanggaran kemanusiaan dan hak asasi manusia, termasuk kemungkinan kejahatan perang oleh kedua belah pihak, sejak konflik Yaman meluas pada Maret tahun lalu.
“Serena embargo melampaui jauh sanksi internasional yang ada terhadap pihak dalam konflik Yaman,” menurut Amnesty.
Resolusi Dewan Keamanan PBB 2216, yang diadopsi April tahun lalu, memberlakukan embargo senjata hanya kepada pihak Houthi dan sekutu mereka, pasukan loyalis mantan Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh.
Resolusi tak mengikat yang diadopsi oleh parlemen Eropa pada 25 Februari “menyerukan Uni Eropa untuk berusaha memaksakan embargo senjata terhadap Arab Saudi, namun tidak kepada pihak lain dalam konflik,” tamnbah Amnesty.
Namun Amnesty tidak menyerukan total larangan senjata kepada anggota koalisi yang memperoleh senjata secara sah untuk penggunaan legal di luar Yaman, misalnya senjata yang digunakan untuk melindungi perugas bantuan kemanusiaan atau operasi penjaga perdamaian.
Bulan ini, PBB memperingatkan bencana kemanusiaan sedang berlangsung di Yaman, dengan 6.100 orang telah menjadi korban tewas sejak Maret lalu.
Pada Maret 2015, Saudi dan sekutu negara Arab mulai memimpin serangan udara di Yaman untuk menggempur pemberontak Syiah, al-Houthi.
Perjanjian Perdagangan Senjata sendiri, merupakan kesepakatan internasional soal perdagangan senjata global, mulai berlaku pada Desember 2014. Isinya memaksa negara untuk mengatur kontrol ekspor senjata. Negara harus menilai apakah senjata yang diekspor bisa menghindari embargo internasional, digunakan untuk genosida dan kejahatan perang, atau digunakan oleh "teroris" dan kejahatan terorganisir.
Credit CNN Indonesia