Selasa, 23 Februari 2016

AS Diam-diam Lobi Korut sebelum Uji Senjata Nuklir


AS Diam diam Lobi Korut sebelum Uji Senjata Nuklir
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un. | (Reuters)

WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) diam-diam telah melobi Korea Utara (Korut) beberapa hari sebelum Pyongyang nekat menguji coba senjata nuklir jenis bom hidrogen pada 6 Januari lalu.

Pemerintah Obama, dalam lobinya meminta rezim Kim Jong-un untuk mengurangi arsenal nuklirnya dan mengakhiri konflik panjangnya dengan Korea Selatan (Korsel). AS juga mengajak Korut berunding soal program senjata Pyongyang.

Namun, Korut menolak lobi AS dan memilih nekat menguji coba bom hidrogen beberapa hari kemudian.

Upaya mereka (para pejabat Amerika) dibuat untuk membahas denuklirisasi dengan Korea Utara,” tulis Wall Street Journal, mengutip keterangan para pejabat AS, Senin (22/2/2016).

Departemen Luar Negeri AS mengkonfirmasi negosiasi diam-diam dengan Korut itu. Namun, Departemen itu mengklaim Korut-lah yang menyerukan perundingan damai, bukan AS.

Untuk menjadi jelas, Korea Utara yang mengusulkan membahas perjanjian damai. Kami memantau seksama proposal mereka, dan membuat jelas bahwa denuklirisasi harus menjadi bagian dari setiap diskusi tersebut, kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, John Kirby.

"Tanggapan kami untuk usulan Korea Utara konsisten dengan fokus lama kami pada denuklirisasi,” lanjut John Kirby.

Go Myung-hyun, seorang ahli Korea Utara di Asan Institute for Policy Studiessebuah think tank yang berbasis di Seoul, mengatakan; ”Bagi Korut, memenangkan perjanjian damai adalah pusat dari hubungan AS. Rasanya pengembangan nuklir memberikan hal itu.”

AS sendiri telah menajatuhkan sanksi ekonomi baru terhadap Korut setelah uji coba senjata nuklir pada Januari dan peluncuran roket jarak jauh awal bulan ini. Sanksi tersebut ditandatangani oleh Presiden Barack Obama pada tanggal 18 Februari. Jepang juga memberlakukan sanksi serupa.

Sanksi akan memaksa pemimpin Korut, Kim Jong-un untuk membuat pilihan antara kembali ke meja (perundingan)  dan mengakhiri program senjata nuklir atau memotong pendanaan untuk program itu dan untuk rezimnya,” kata Ketua Komite Urusan Luar Negeri Senat AS, Ed Royce.




Credit  Sindonews