Jumat, 08 Januari 2016

Indonesia Tegaskan Kepemilikan Kepulauan Natuna


Indonesia Tegaskan Kepemilikan Kepulauan Natuna  
Retno menekankan bahwa titik dasar wilayah terluar Indonesia telah didaftarkan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2009 sesuai dengan Konvensi Hukum Laut 1982. (CNN Indonesia/Resty Armenia)
 
Jakarta, CB -- Sengketa Laut China Selatan masih menjadi salah satu isu paling panas selama setahun belakangan. Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah berhadapan dengan perairan itu kembali menekankan bahwa kepemilikan atas Kepulauan Natuna sudah sangat jelas.

"Pulau-pulau terluar pada Gugusan Natuna yang dijadikan titik dasar terluar wilayah Indonesia telah ditetapkan dalam Deklarasi Juanda 1957," ujar Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Retno LP Marsudi, dalam pernyataan pers tahunannya yang disampaikan di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (7/1).

Retno menekankan bahwa titik dasar ini telah didaftarkan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 2009 sesuai dengan Konvensi Hukum Laut 1982.

Masalah batas wilayah di sekitar Kepulauan Natuna ini sebelumnya  sempat membuat hubungan antara Indonesia dan China memanas. China menggambar sembilan garis putus-putus atau nine dashed line dalam peta wilayah mereka yang terlalu dekat dengan Kepulauan Natuna.


Dalam pernyataannya, Retno menegaskan bahwa berdasarkan garis pangkal terluar tersebut, Indonesia memiliki tumpang tindih landas kontinen hanya dengan dua negara, yaitu Malaysia dan Vietnam.

"Batas landas kontinen dengan kedua negara tersebut telah diselesaikan dan saat ini, batas ZEE juga sedang dirundingkan," tutur Retno menegaskan.

Retno pun menekankan kembali bahwa kini Indonesia merupakan negara yang tidak terlibat dalam sengketa LCS.

Indonesia mengimbau para pihak yang terlibat sengketa untuk menyelesaikannya secara damai demi tercapainya kestabilan kawasan.

Karena itu, Indonesia terus mendorong agar pembahasan Code of Conduct untuk mengatur regulasi LCS segera dirampungkan.

Hingga kini, pembahasan tersebut masih terus diupayakan oleh tim Declaration of Conduct (DoC) yang terdiri dari negara ASEAN dan China. Mereka sudah beberapa kali mengadakan pertemuan kelompok kerja guna menggodok COC.

Sementara itu, Indonesia sendiri masih memiliki beberapa masalah perbatasan negara. Selama setahun belakangan, Kemlu sudah mengupayakan percepatan penyelesaian batas wilayah secara damai.

"Roadmap telah selesai dibuat. Dengan roadmap ini, semua perundingan diaktifkan, termasuk perundingan batas wilayah yang sudah tidak dilakukan sejak tahun 2003," kata Retno.

Ia kemudian menjabarkan bahwa sepanjang 2015, Indonesia sudah melakukan 25 pertemuan mengenai batas wilayah, yaitu 9 perundingan batas maritim dengan 6 negara serta 16 perundingan batas darat dengan 3 negara.

Dari perundingan tersebut, sudah ada dua perjanjian perbatasan yang diratifikasi, yaitu Delimitasi Batas Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia-Filipina dan Indonesia-Singapura mengenai Delimitation of the Territorial Seas in the Eastern Part of the Straits of Singapore antara Indonesia dan Singapura.

Menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memang merupakan satu dari empat prioritas politik luar negeri yang dicanangkan pemerintah Indonesia pada tahun lalu.

Selain menjaga kedaulatan, prioritas polugri Indonesia juga mencakup melindungi warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia di luar negeri, meningkatkan diplomasi ekonomi, dan meningkatkan peran Indonesia di kawasan dan dunia internasional.

"Secara keseluruhan, selama tahub 2015, diplomasi Indonesia terus memberi kontribusi nyata kepada pembangunan dan kepentingan nasional," kata Retno.


Credit  CNN Indonesia