Selasa, 26 Januari 2016

Pemerintah Akan Kaji Ulang IJEPA



Pemerintah Akan Kaji Ulang IJEPA  
Sejumlah pelajar menunjukkan huruf kanji pada festival 
 
Jakarta, CB -- Pemerintah akan mengevaluasi kerja sama Manufacturing Industrial Development Center (MIDEC) antara Indonesia dengan Jepang di bawah kerangka Perjanjian kerjasama Ekonomi Indonesia-Jepang (IJEPA). Kelanjutan dari kerjasama dua negara tersebut akan tergantung kebijakan dari Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

"Tentu, kami masih menunggu arahan dari pemerintah (menteri) yang baru, akan kami lanjutkan atau tidak, kami hanya butuh review (peninjauan ulang) nanti," kata Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi kepada CNN Indonesia, Jumat (24/10).

Bachrul menilai kerjasama IJEPA tidak bisa dihentikan begitu saja, mengingat fondasi hubungan ekonomi Indonesia dengan Jepang sudah terbentuk sangat kuat. Menurutnya, semula IJEPA diharapkan meningkatkan ekspor barang yang lebih bernilai tambah ke Jepang, tidak hanya bahan baku seperti sebelumnya. Selain itu, pemanfaatan IJEPA oleh pengusaha Indonesia juga rendah dan masih didominasi terkait most favored nation (MFN). "Kalau mau ekspor tumbuh 9 persen, Indonesia masih harus meningkatkan global value chancenya," katanya.

Sejak implemetasi IJEPA 2008 hingga 2012, menurut Bachrul, nilai investasi Jepang di Indonesia justru tumbuh pesat. Tahun 2008, Jepang menanam invetasi sebesar USD 700 juta, dan hingga tahun 2014 total investasi yang dilakukan Jepang di Indonesia menembus USD 4,7 triliun. "Kenaikannya sampai 700 persen, artinya arus investasi di Indonesia masih bagus," ujarnya.

Sementara itu, Pengamat ekonomi politik Indonesia-Jepang UPN Veteran, Shanti Darmastuti, menilai IJEPA tidak memberikan keuntungan bagi Indonesia, baik sektor perindustrian maupun perdagangan. hal itu tercermin dari defisit neraca perdagangan dengan Jepang yang mencapai US$ 5,49 miliar pada 2012.

Impor Indonesia terhadap Jepang meningkat pesat dengan rata-rata 50% per tahun, sedangkan realisasi ekspor hanya tumbuh 6% per tahun. Padahal, sebelum 2007 neraca perdagangan Indonesia dengan Jepang surplus US$ 5,49 miliar. "Contohnya di sektor perdagangan masih memberikan hambatan non tarif yang menghalangi produk-produk kita kesana," ujar Shanti.

Menurut Shanti, Jepang memang penuh semangat menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan negara-negara Asia. Namun, Jepang dengan sengaja memasang standarisasi yang tinggi bagi pasar dalam negerinya, sehingga produk asing tidak dapat masuk begitu saja. "Dalam semangat kerjasama yg dibangun Jepang, pasti ada kompetisi di dalamnya," ujarnya.

Untuk itu, ia menyarankan kepada pemerintahan Joko Widodo, untuk meninjau kembali perjanjian kerjasama tersebut. Sebab, jika terus dilanjutkan akan semakin merugikan Indonesia. "Setiap negara ingin melakukan perdagangan bebas untuk melindungi dan memperkuat struktur masing-masing negara," ujarnya.


Credit  CNN Indonesia