Yusko melihat tidak adanya gambaran yang cerah dari ekonomi dan pasar saham saat ini.
Dicabutnya sanksi Iran, dan langkah Arab Saudi yang tidak mau memangkas produksi minyaknya, menjadi faktor utama kejatuhan harga energi akan terus terjadi.
"Tidak ada peluang kenaikan tajam untuk minyak. Itu tidak akan terjadi," kata Yusko dilansir dari CNBC, Rabu (27/1/2016).
Bahkan, Yusko meramalkan akan ada kebangkrutan besar dari salah satu perusahaan komoditas besar dunia. Salah satu yang dia contohkan adalah Glencore, yang nilai sahamnya anjlok hampir 70% di bursa London, di tengah turunnya harga komoditas dan lilitan utangnya.
Menurut Yusko, resesi ekonomi pasti akan terjadi. Dia hanya tidak bisa mengatakan, negara ekonomi besar mana yang akan pertama kali disambangi resesi. Dia berani mengatakan, Amerika Serikat (AS) atau Eropa bisa jatuh ke jurang resesi di 2016 ini.
Dia memang pesimistis dengan proyeksi ekonomi AS, karena penurunan laba perusahaan dan kontraksi di sektor manufaktur.
Yusko melihat adanya peluang bagi investor untuk berinvestasi di pasar keuangan Jepang. Langkah Bank of Japan, selaku bank sentral, yang melonggarkan kebijakan moneternya, dan menekan nilai tukar yen, membuat pasar saham naik.
Selain itu, untuk Asia, Yusko memiliki kepercayaan terhadap perekonomian India. Awal tahun ini, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi India mencapai 7,8%, di atas China yang diprediksi 6,7%. Bursa saham India, menurut Yusko, akan naik tahun ini.
Credit detikfinance