India mempersenjatai 21 batalion
tank (resimen di India) dengan T-90.
Sumber: AP
Tank Terbang T-90 Rusia cocok
menjadi senjata pasukan Thailand yang beroperasi di iklim tropis. T-90
juga akan meningkatkan kemampuan tempur Tentara Kerajaan Thai secara
drastis, khususnya batalion kavaleri lapis baja.
Tank yang melihat musuh lebih dulu
hampir selalu memenangkan pertempuran. Hal ini benar adanya, khususnya
di hutan dan persawahan Asia Tenggara yang sangat dibutuhkan kemampuan
kamuflase yang baik. Thailand — yang hendak mengantikan tank tempur
mereka dengan T-90 Rusia — sepertinya paham prinsip dasar senjata tempur
ini.
Pada December 2015, sebuah delegasi militer Thailand
mengunjungi kantor pusat Uralvagonzavod di Moskow untuk meninjau
langsung tank generasi ketiga T-90MS (kode “M” berarti tank tersebut
sudah dimodernisasi).
Perwakilan Thailand mengungkapkan ketertarikan mereka
terhadap T-90 dan T-14 Armata untuk menggantikan tank inventaris tentara
Thailand yang sudah ketinggalan zaman, tank Amerika M48A5 Patton.
Namun, versi ekspor Armata masih dikembangkan dan perlu waktu beberapa
tahun sebelum tank baru bisa diperoleh oleh pembeli asing.
Sementara, kebutuhan Bangkok terbilang mendesak karena
Kamboja mengirim tank buatan Tiongkok ke perbatasan wilayahnya yang
disengketakan dengan Thailand.
T-90 juga akan meningkatkan kemampuan tempur Tentara
Kerajaan Thai secara drastis, khususnya batalion kavaleri lapis baja.
Saat tank buatan Barat didesain untuk bertempur di Eropa, dan tank
Tiongkok adalah tiruan impor Rusia yang berkualitas rendah, T-90
merupakan predator unggul yang dipersenjatai dengan baik dan mampu
menaklukkan musuhnya di banyak segi. Tank ini didesain untuk bertahan di
segala jenis iklim dan cuaca, dari stepa berselimut salju hingga hutan
tropis yang lembab, dari pegunungan Himalaya hingga gurun berpasir.
Militer Thailand hanya perlu melihat Perang Vietnam untuk
membayangkan seberapa efektif tank Rusia di dunia persenjataan tempur.
Steven K. Zaloga menuliskan dalam T-54 and T-55 Main Battle Tanks yang
dipublikasikan oleh Osprey Publishing, “Ketika Perang Vietnam kerap
dibayangkan sebagai konflik gerilya, pertempuran tersebut dilakukan
dengan metode konvensional, brigade tank Vietnam Utara membentuk ujung
tombak yang membuat Vietnam Selatan kewalahan.”
Tenaga Kuda Lebih Kuat, Perlindungan Lebih Baik
Saat pengembangan tank Barat mengalami pasang-surut, riset
dan pengembangan Rusia di bidang ini terbilang stabil, mencerminkan
fokus Moskow di kekuatan darat. T-90 merupakan pengembangan terbaru dari
tank Rusia seri-T dan merepresentasikan peningkatan tenaga kuda,
mobilitas dan perlindungan, demikian ditulis Army Technology.
Ini merupakan perpaduan tekonogi modern dan reliabilitas Rusia. Menurut Foxtrot Alpha, “T-90
lebih ringan dan gesit dibanding pesaingnya dari Amerika, A1 Abrams
berbobot 68 ton, sementara T-90 hanya berbobot 48 ton. Ya, benar. T-90
berbobot 20 ton lebih ringan dari M1A1 Abrams! Bobot T-90 yang ringan
membuatnya berukuran lebih kecil, lebih murah, dan dapat melakukan
manuver spektakuler, baik di ruang terbuka maupun lingkungan perkotaan
yang padat.”
Karena lebih ringan dan lebih gesit, tank ini mampu
melompati rintangan dengan mudah. Oleh karena itu, tank ini kerap
dijuluki “Tank Terbang”. Namun, tak ada kompromi pada perlindungan lapis
baja dengan sejumlah lapisan lapis baja reaktif yang bersifat
eksplosif.
Hal yang secara khusus menarik minat militer Thailand
adalah kemampuan T-90 untuk meletuskan tembakan antitank dari senapan
utamanya yang berkaliber 125 mm. Tembakan yang dipandu laser ini dapat
menghantam target berbasis darat dan target udara yang terbang rendah di
jarak dekat, untuk meningkatkan jangkauan senapan utama T-90 dua kali
lipat. Artinya, kru tank tak akan kehilangan detik-detik yang beharga
untuk mengganti amunisi di antara peluncur yang berbeda. Dalam perang,
meski kualitas perangkat penting, kemenangan kerap bermuara pada sisi
yang melakukan tembakan krusial pertama.
Visibilitas adalah masalah lain di area seperti Asia
Tenggara. T-90 menyelesaikan masalah tersebut dengan sistem penglihatan
kelas dunia yang membuat mereka mampu meningkatkan kepekaan situasional
dan mampu meningkatkan kapabilitas tembak-kabur yang sangat krusial
untuk memenangkan pertempuran modern.
T-90 tak sekadar platform yang fleksibel, tapi juga menawarkan keseimbangan kapabilitas dan harga yang luar biasa.
Penjualan Asing
Uji coba kunci semua senjata terletak pada efektivitas dan
popularitasnya di pasar asing. T-90 kerap dicari setelah tank ini mulai
merangkul pasar luar negeri. Pembeli asing terbesar adalah tentara
India, negara terbesar ketiga yang mengoperasikan tank — yang berencana
untuk membeli lebih dari 1.600 tank. India mempersenjatai 21 batalion
tank (resimen di India) dengan T-90, yang akan beroperasi di gurun
Rajasthan yang panas dan berdebu, serta di ketinggian Himalaya yang
beku.
Pembeli lain di antaranya adalah Aljazair (yang memiliki
305 tank dan hendak membeli tambahan 200 tank), Uganda, Suriah,
Azerbaijan, dan Turkmenistan. Pembeli potensial di antaranya Siprus,
Peru, Venezuela, dan Vietnam.
Belajar dari Kesalahan
Pada 2011, Thailand menganggarkan 240 miliar dolar AS untuk
membeli 49 tank buatan Ukraina, T-84 ‘Oplot-M’. Namun, hal itu berubah
menjadi bencana, karena Tentara Kerajaan Thai hanya menerima sepuluh
tank hingga 2015. Ya, sepuluh tank dalam waktu empat tahun.
Namun itu bukan kejutan. Pada 2015, Ukraina 'kehilangan'
lima pesawat kargo An-32 yang seharusnya diserahkan kembali pada AU
India. Pesawat tersebut merupakan bagian dari 40 pesawat yang hendak
dimodernisasi dan dipoles ulang.
Pejabat Thailand telah belajar dari kesalahannya dan memutuskan untuk bekerja sama langsung dengan Moskow.
Sementara, M-1 Abrams, tank utama Amerika, yang memiliki
mesin turbin gas, terbukti menjadi mimpi buruk bagi kru tank tentara AS
pada Perang Irak. Pasir terbukti menjadi kelemahan tank ini dan lebih
dari seribu mesin harus dilepas dan dikirim kembali ke markas di AS,
menciptakan kemacetan perawatan masif.
Mengingat berbagai masalah yang menjengkelkan di dunia
perancang tank utama, Thailand melangkah perlahan menuju kerja sama
militer dengan Rusia.
Credit RBTH Indonesia