Ini bukan pertama kali Australia melakukan hal tersebut.
Ilustrasi Australia pindahkan pencari suaka ke wilayah Indonesia, November 2009. (Reuters)
CB - Juru
bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir mengatakan hingga
saat ini Pemerintah Indonesia belum menerima laporan mengenai aksi
dorong perahu pencari suaka yang kembali dilakukan oleh Angkatan Laut
Australia pada hari Minggu kemarin.
Berdasarkan laporan media Australia, total 65 pencari suaka, bahkan di dalamnya terdapat perempuan hamil dan anak-anak, didorong balik oleh otoritas Negeri Kanguru ke perairan Indonesia.
Ditemui di kantor Kemlu RI, kawasan Pejambon, Jakarta Pusat, Arrmanatha mengatakan sikap Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terkait kebijakan Negeri Kanguru itu sudah jelas. Indonesia menolak tindakan sepihak tersebut.
Bahkan kegeraman terhadap kebijakan Australia itu telah ditunjukkan oleh mantan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam acara Bali Process. Terlebih dalam sebuah lokakarya internasional bertajuk Protection Irregular Movement Persons at Sea yang digelar pada April tahun lalu, Marty mengatakan orang-orang yang diselundupkan untuk dibawa menuju ke Australia juga korban. Sehingga hak-haknya perlu dilindungi.
Negeri Kanguru sebagai salah satu negara anggota penandatangan Konvensi PBB mengenai pengungsi tahun 1951, justru seharusnya berada di garda terdepan dalam mengatasi isu kemanusiaan ini. Arrmanatha mengatakan sikap kontras justru ditunjukkan oleh Indonesia.
"Indonesia tidak berupaya melukai mereka (pengungsi atau imigran) yang terapung di laut. Terutama, bagi mereka yang telah berada di wilayah perairan kami," kata Arrmanatha.
Indonesia, lanjut Arrmanatha bertindak menyelamatkan ribuan imigran ilegal atas dasar kemanusiaan, sehingga nyawa mereka selamat.
"Sekali lagi saya memberikan contoh bagaimana negara yang bukan penandatangan konvensi pengungsi memperlihatkan belas kasih dan upaya dalam memberikan bantuan krisis kemanusiaan. Kami tidak menggunakan diplomasi menceramahi negara lain. Kami tak akan menceramahi mereka (mengenai penanganan pengungsi)," kata diplomat yang akrab disapa Tata itu.
Sikap Indonesia terhadap kebijakan dorong perahu, Tata menambahkan, tetap sama kendati saat ini pemerintahan dipegang oleh Presiden baru. Bahkan, Menlu Retno Marsudi sudah mewanti-wanti Menlu Australia, Julie Bishop, di pertemuan di Brisbane tahun lalu, agar Negeri Kanguru tak lagi mengulangi kesalahannya di masa lampau.
Kesalahan yang dirujuk Retno selain aksi penyadapan dan dorong perahu ke perairan Indonesia.
"Jadi, adalah sebuah keharusan bagi kedua negara untuk memiliki hubungan bilateral yang baik. Hubungan bilateral tersebut baru bisa tercipta jika masing-masing negara saling menghormati dan tidak melakukan segala sesuatunya secara sepihak," ujar mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda itu.
Ditemui di kantor Kemlu RI, kawasan Pejambon, Jakarta Pusat, Arrmanatha mengatakan sikap Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terkait kebijakan Negeri Kanguru itu sudah jelas. Indonesia menolak tindakan sepihak tersebut.
Bahkan kegeraman terhadap kebijakan Australia itu telah ditunjukkan oleh mantan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam acara Bali Process. Terlebih dalam sebuah lokakarya internasional bertajuk Protection Irregular Movement Persons at Sea yang digelar pada April tahun lalu, Marty mengatakan orang-orang yang diselundupkan untuk dibawa menuju ke Australia juga korban. Sehingga hak-haknya perlu dilindungi.
Negeri Kanguru sebagai salah satu negara anggota penandatangan Konvensi PBB mengenai pengungsi tahun 1951, justru seharusnya berada di garda terdepan dalam mengatasi isu kemanusiaan ini. Arrmanatha mengatakan sikap kontras justru ditunjukkan oleh Indonesia.
"Indonesia tidak berupaya melukai mereka (pengungsi atau imigran) yang terapung di laut. Terutama, bagi mereka yang telah berada di wilayah perairan kami," kata Arrmanatha.
Indonesia, lanjut Arrmanatha bertindak menyelamatkan ribuan imigran ilegal atas dasar kemanusiaan, sehingga nyawa mereka selamat.
"Sekali lagi saya memberikan contoh bagaimana negara yang bukan penandatangan konvensi pengungsi memperlihatkan belas kasih dan upaya dalam memberikan bantuan krisis kemanusiaan. Kami tidak menggunakan diplomasi menceramahi negara lain. Kami tak akan menceramahi mereka (mengenai penanganan pengungsi)," kata diplomat yang akrab disapa Tata itu.
Sikap Indonesia terhadap kebijakan dorong perahu, Tata menambahkan, tetap sama kendati saat ini pemerintahan dipegang oleh Presiden baru. Bahkan, Menlu Retno Marsudi sudah mewanti-wanti Menlu Australia, Julie Bishop, di pertemuan di Brisbane tahun lalu, agar Negeri Kanguru tak lagi mengulangi kesalahannya di masa lampau.
Kesalahan yang dirujuk Retno selain aksi penyadapan dan dorong perahu ke perairan Indonesia.
"Jadi, adalah sebuah keharusan bagi kedua negara untuk memiliki hubungan bilateral yang baik. Hubungan bilateral tersebut baru bisa tercipta jika masing-masing negara saling menghormati dan tidak melakukan segala sesuatunya secara sepihak," ujar mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Belanda itu.
Credit VIVA.co.id