Jumat, 27 Mei 2016

Arkeolog Temukan Benteng Bekas Kerajaan Tambora

Arkeolog Temukan Benteng Bekas Kerajaan Tambora

Suasana makam raja Kerajaan Sanggar di Desa Sanggar, Bima Nusa Tenggara Barat, 15 Maret 2015. Dikabarkan, letusan gunung Tambora telah melenyapkan tiga kerajaan di Sumbawa yakni, Kerajaan Tambora, Kerajaan Pekat dan Kerajaan Sanggar. TEMPO/M IQBAL ICHSAN
 
CB, Dompu - Balai arkeologi Denpasar-Bali dalam seminggu terakhir melakukan penelitian terhadap situs Doro Bente atau Benteng Pertahanan di Savana Gunung Tambora, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. "Benteng pertahanan tersebut merupakan sisa peninggalan Kerajaan Pekat sekitar 400 tahun silam," ujar ketua tim peneliti dari balai arkeologi Denpasar I Putu Yuda Haribuana,jumat 27 mei 2016.

Hasill penggalian ditemukan adanya pecahan kreweng dan keramik. Dari keramik yang sudah ditemukan, memiliki kesamaan ciri yang ditemukan di Sori Sumba, memiliki glasiran berwarna biru dan merah, serta berbentuk bunga. Jenis Keramik tersebut yaitu Keramik yang berasal dari dinasti Ching dan Ming, dari Cina.

Namun yang sangat menarik dalam temuan itu, tim mendapati satu mata panah yang terbuat dari logam. Penemuan mata panah itu mengindikasikan bahwa tingkat peradaban masyarakat cukup tinggi saat itu.

Temuan benda-benda purbakala itu melahirkan kesimpulan awal bahwa sangat memungkinkan adanya permukiman, yang indikasinya adalah adanya bekas benteng, dengan luas sekitar 10 hektare. Teorinya, dimana ada Benteng, maka disitulah ada kehidupan manusia, jelas Putu.

Kemudian diperkuat lagi adanya mata air dibawah atau diluar Benteng, yang dimana jika air laut surut maka mata air tersebut bisa dimanfaatkan. Sekilas, kondisi Benteng yang dibangun cukup kokoh, kalau dari bahan yang dipakai untuk pembangunannya, memanfaatkan material yang ada disekitar. Kalau dihubungkan dengan peta geologi, umur daerah disini (Pekat, red) sekitar 1.500 sampai dengan 4.000 tahun yang lalu.

Peneliti balai tersebut kembali menegaskan bahwa peradaban kerajaan Pekat cukup tinggi, jika bertolak pada temuan keramik, mata panah untuk perburuan, dan benteng yang berdiri sangat kokoh. Khusus untuk Benteng, dari aspek kekokohan, kemudian letaknya yang strategis untuk akses keluar dan memantau kondisi wilayah sekitar kerajaan, kemudian dilengkapi dengan pos pengawasan, maka tingkat peradaan saat itu cukup tinggi.

Jarak posisi Benteng dengan sumber mata air sekitar 50 meter. Selanjutnya jarak dengan akses jalan raya sekitar 1 kilometer, memudahkan segala aktifitas masyarakat. Tidak hanya itu, dari aspek ekonomi, pengerahan tenaga kerja tentunya cukup banyak untuk mendirikan benteng pertahanan tersebut.

Cerita Putu, asal muasal dilakukannya penelitian terhadap situs Doro Bente itu, awalnya karena adanya informasi dari seorang Jurnalis di Belanda Phillip Droge, dimana Phillips memiliki peta lama yang dibuat oleh Belanda tahun 1794, yang memuat bahwa ada sebuah Benteng pertahanan dan peradaban-peradaban lainnya disekitar wilayah penggalian.

"Phillips mengirimkan peta lama yang dibuat oleh Belanda tahun 1794, disitu termuat ada beberpa titik tempat penelitian yang menurut kami oferlead dengan peta baru yang kami miliki, bahwa didaerah sekitar Doro Bente ada titik-titik yang menarik untuk diselidiki secara kearkeologian" ujar Putu.

Penerimaan peta dari Jurnalis Belanda itu kemudian ditindaklanjuti dengan serangkaian penelitian seperti pada tahun 2015. Memulai penelitian dulu, begitu lewat di jalan raya depan Doro Bente, ada singkapan batu pasir yang menyerupai benteng. Dari situlah mulai dilakukan pengembangan yakni menggali informasi dari masyarakat sekitar, dan pekerja pasir yang mengatakan bahwa di Doro Bente ada benteng yang masih berdiri kokoh.

Lanjutnya, penelitian saat ini secara teknis penentuan kotak penggalian dengan cara mempelajari morfologinya seperti kemiringan tanah, lalu kemudian diasumsikan bahwa kegiatan manusia jaman dulu berada didalam benteng. Setelah itu, dilakukan survei di bukit di depan benteng, yang dimana hasil survei menunjukan bahwa diatas bukit didapat pecahan keramik.

Asumsinya adalah, segala sesuatu yang ada diatas pasti turun ke bawah melalui proses erosi dan akan mengendap pada lingkungan yang lebih rendah. "Makanya penggalian tanah berbentuk kotak untuk penelitian dilakukan di bawah bukit di bagian dalam Benteng.




Credit  TEMPO.CO