Ilustrasi (Thinkstock)
Menurut Indeks Perbudakan Global yang dirilis Selasa (31/5) oleh kelompok HAM asal Australia, Walk Free Foundation, jumlah orang lahir ke kondisi perbudakan, diperdagangkan sebagai pekerja seks, atau terjebak dalam utang dan kerja paksa naik menjadi 45,8 juta orang dari 35,8 juta pada 2014.
Pendiri Walk Free, Andrew Forrest, mengatakan bahwa kenaikan hampir 30 persen ini disebabkan pengumpulan data yang lebih baik, meski ada juga kemungkinan bahwa situasi memang lebih buruk terkait isu migrasi secara global.
Insiden terkait perbudakan ditemukan di 167 negara, dan India menempati jumlah terbesar dengan perkiraan 18,4 juta budak di antara 1,3 miliar populasinya.
“Harus jelas bahwa kita tidak akan menoleransi perbuadakan dan jika ada perbudakan di suatu rezim kita tidak akan bertransaksi dengan mereka,” kata Forrest, dikutip Reuters.
“Jika Korea Utara membantah—dan saya yakin mereka akan membantah—saya dengan senang hati pergi ke sana dan menyurvei negara itu dan sangat senang untuk mengubah jumlah itu jika kami terbukti salah,” ujarnya.
Sementara itu Indonesia menempati posisi ke-10 dilihat dari jumlah perbudakan, di bawah India, China, Pakistan, Bangladesh, Korut, dan Rusia. Menurut indeks Walk Free, ada 736.100 budak di Indonesia.
Berdasar persentase dibanding populasi, di bawah Korut ada Uzbekistan, Kamboja, India, dan Qatar.
Indeks 2016 ini dibuat berdasar wawancara dengan sekitar 42 ribu orang oleh lembaga Gallup di 25 negara dengan 53 bahasa.
Data untuk Korea Utara, misalnya, yang menyatakan 1,1 juta orang berada dalam perbudakan, disimpulkan berdasar ekstrapolasi, testimoni dari pengungsi Korut dan informasi yang dikumpulkan di tiga negara yang dikunjungi Walk Free.
Pemerintah yang paling sedikit melakukan upaya penanganan perbudakan adalah Korut, Iran, Eritrea, dan Hong Kong.
Sebaliknya, yang paling gencar menanggulangi persoalan perbudakan adalah Belanda, Amerika Serikat, Inggtis, Swedia dan Australia.
Asia—yang menyediakan pekerja dengan tingkat keterampilan rendah dalam produksi pakaian, makanan dan teknologi, menjadi rumah bagi dua per tiga jumlag perbudakan secara global.
Meski Eropa memiliki jumlah perbudakan regional paling sedikit, Eropa menurut Walk Free adalah negara-negara sumber dan tujuan untuk kerja paksa dan eksploitasi seksual. Padahal dampak dari arus pengungsi yang membanjiri Eropa belum dihitung.
Credit CNN Indonesia