Kamis, 26 Mei 2016

Jauh-jauh Hari, Pertamina Teken Kontrak Impor Gas dari AS

Jauh-jauh Hari, Pertamina Teken Kontrak Impor Gas dari AS  
Foto: Grandyos Zafna
 
Jakarta -PT Pertamina (Persero) sejak 2014 lalu telah menandatangani kontrak impor gas alam cair (Liquid Natural Gas/LNG) sebesar 1,5 juta ton per tahun dari Cheniere Corpus Christi, perusahaan asal Amerika Serikat.

Kontrak pembelian LNG ini dibuat karena diperkirakan Indonesia butuh gas impor mulai 2019. Dalam neraca gas bumi yang disusun Kementerian ESDM disebutkan, Indonesia butuh impor gas sebanyak 1.777 bbtud pada 2019, 2.263 bbtud pada 2020, 2.226 bbtud di 2021, 1.902 bbtud tahun 2022, 1.920 bbtud di 2023, 2.374 bbtud pada tahun 2024, dan 2.304 bbtud di 2025.

"Kita sudah punya beberapa kontrak jangka panjang dengan penyedia LNG di luar, salah satunya dengan Cheniere Corpus Christi dari Amerika Serikat. Datangnya start 2019-2020, sekitar 1,5 juta ton per tahun," kata VP Corporate Communication Pertamina, Wianda A Pusponegoro, kepada detikFinance di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (25/5/2016).

Wianda menuturkan, sejak jauh-jauh hari pihaknya sangat yakin Indonesia bakal membutuhkan impor gas di 2019. Menurut perhitungannya, defisit kebutuhan gas di dalam negeri pada 2025 bakal mencapai 4.000 mmscfd, ini harus dipenuhi dari impor.

"Kita sudah melihat dari beberapa tahun lalu, 10 tahun ke depan di 2025 kita bakal defisit 4.000 mmscfd. Yang jelas yang paling besar defisitnya Jawa dan Sumatra," paparnya.

Sebagai konsekuensi dari adanya impor gas, tentu harus dipersiapkan berbagai infrastruktur, terutama Floating Storage and Regasification Unit (FSRU), terminal regasifikasi, mini LNG, dan sebagainya.

Sebab, gas yang diimpor tentu berbentuk gas alam cair (Liquid Natural Gas/LNG) yang harus ditampung dan diregasifikasi lagi agar dapat digunakan untuk industri, listrik, dan pabrik pupuk.

Pertamina mengaku sudah memiliki rencana untuk membangun itu semua. "Kita butuh terminal (regasifikasi) darat yang besar. FSRU kita lihat ada kebutuhan di Cilacap. Di portofolio kita sudah ada rencana pembangunan beberapa infrastruktur, kita tinggal lihat mana yang paling ekonomis yang bisa kita lakukan," ucap Wianda.

Diakuinya bahwa infrastruktur penerima gas yang dimiliki Pertamina saat ini masih belum cukup, harus ada pembangunan baru untuk 2019 dan seterusnya. "Sampai saat ini belum (ada yang mulai dibangun), yang kita jalankan baru Terminal Regasifikasi di Arun, FSRU Jawa Barat. Yang lain nanti kita lihat kebutuhannya," tutupnya.




Credit  detikfinance