Kamis, 26 Mei 2016

Polri Setuju Pembentukan Dewan Pengawas Tim Anti Terorisme



Polri Setuju Pembentukan Dewan Pengawas Tim Anti Terorisme  
Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar dan Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Rudy Sufahriadi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (25/5). (CNN Indonesia/Lalu Rahadian)
 
Jakarta, CB -- Kepolisian Republik Indonesia menyambut baik wacana pembentukan dewan pengawas terhadap operasi pemberantasan terorisme yang diusulkan panitia khusus revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di Dewan Perwakilan Rakyat.

Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar, keberadaan dewan pengawas merupakan hal yang lazim. Ia tak mempermasalahkan tugas organ yang rencananya akan mengawasi operasi dan penggunaan anggaran tim anti teror itu.

"Tidak masalah kan maksudnya pengawasan, jadi sah-sah saja karena wajar di era transparasi ini ada yang mengawasi dan melaksanakan," kata Boy di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (25/5).

Pansus revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 mengusulkan pembentukan dewan pengawas terhadap operasi pemberantasan terorisme. Ketua Pansus Mohammad Syafii mengatakan dewan pengawas nantinya akan berfungsi mengawasi kinerja untuk memastikan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia dalam sebuah operasi pemberantasan terorisme.

Selain itu, dewan pengawas juga akan mengaudit keuangan dalam sebuah operasi pemberantasan terorisme.

"Jadi jangan lagi melakukan pelanggaran HAM. Kalau audit keuangan berarti soal penggunaan keuangan dari mana dapatnya, ke mana digunakan. Jadi awasi kedua-duanya," kata Syafii di Gedung DPR RI, Jakarta.

Menurutnya, selama ini operasi pemberantasan terorisme yang dilakukan Detasemen Khusus 88 Aniteror Polri banyak menuai sorotan. Terutama, ketika kasus kematian terduga teroris asal Klaten, Siyono, yang menimbulkan polemik.


Pada kasus tersebut, Syafii mempertanyakan pemberian dana Rp100 juta oleh Densus 88 kepada keluarga Siyono. Padahal, kata dia, Densus 88 masih mengeluhkan biaya operasional di lapangan.

Disamping itu, menurutnya dalam nomenklatur pendanaan operasional pemberantasan terorisme tidak ada klausul untuk memberi santunan kepada keluarga korban terduga teroris.

"Kalau tidak ada maka uangnya dari mana, ini kan perlu diaudit juga kita perlu mengaudit aliran dana ini," ujar dia.


Credit  CNN Indonesia