Selasa, 31 Mei 2016

Perundingan Damai Yaman Bahas Nasib Ribuan Tahanan


Perundingan Damai Yaman Bahas Nasib Ribuan Tahanan  
Sumber dari delegasi milisi Houthi menyatakan akan melakukan sekitar 1.000 pertukaran tahanan dengan pemerintah Yaman. (Reuters/Mohamed al-Sayaghi)
 
Jakarta, CB -- Perundingan damai Yaman di Kuwait mengalami kemajuan positif terkait masalah pembebasan tahanan. Sumber yang dekat dengan perundingan ini mengungkapkan bahwa Utusan PBB, Ismail Ould Cheikh Ahmed, telah menerima daftar berisi 6.390 orang yang ditahan, ditawan maupun diculik dalam pertempuran di Yaman.

Dilaporkan Al-Arabiya pada Senin (30/5), Ahmed disebutkan akan meninjau daftar ribuan tahanan tersebut, mengecek validitasnya, dan akan menentukan nasib masing-masing tahanan.


Sumber dari pihak yang bernegosiasi menyatakan bahwa delegasi pemerintah Yaman menyerahkan daftar yang mencakup 2.630 nama penting, termasuk Menteri Pertahanan Mayor Jenderal Mahmoud al-Sobeihi yang ditahan pemberontak Houthi sejak 25 Maret 2015.

Sebaliknya, sisi pemberontak merinci daftar 3.760 nama penting yang ditahan pemerintah, termasuk Brigadir Jenderal Ahmad Ali Abdullah Saleh, putra presiden sebelumnya Ali Abdullah Saleh.

Sumber dari kedua delegasi menyatakan bahwa pada Kamis (2/6) mereka sepakat melakukan pertukaran tahanan, sebelum memasuki bulan suci Ramadan.

Sumber dari delegasi milisi Houthi menyatakan akan melakukan sekitar 1.000 pertukaran tahanan, sementara sumber pemerintah menyatakan perjanjian mensyaratkan pembebasan "semua tahanan," yang jumlahnya melebihi 4.000 orang.

Pada Minggu (29/5), utusan PBB menyatakan ia bertemu dengan delegasi pemberontak untuk membahas rincian dan mekanisme penarikan dari milisi dari sejumlah wilayah di Yaman, serta mekanisme untuk menyerahkan senjata mereka, melanjutkan pembicaraan politik dan memulihkan kinerja sejumlahlembaga negara.

Di hari yang sama, Menteri Luar Negeri Inggris, Philip Hammond menyambut "kemajuan" dalam pembicaraan damai Yaman, dan menyatakan bahwa solusi untuk konflik di negara itu haruslah melalui politik, bukan militer.


Credit CNN Indonesia