Rabu, 25 Mei 2016

Arkeolog Bantah Temuan Kota Suku Maya oleh Remaja Kanada


Arkeolog Bantah Temuan Kota Suku Maya oleh Remaja Kanada  
Bangunan Piramida milik Suku Maya. (Daniel Schwen via Wikimedia (CC-BY-SA-4.0)
 
Jakarta, cb -- Remaja asal Kanada William Gadoury sempat membuat banyak orang kagum lantaran berhasil menemukan kota suku Maya yang hilang menggunakan teknologi Google Maps dan satelit. Tapi temuan ini kemudian dibantah oleh pakar arkeologi.

Gadoury yang baru berusia 15 tahun mengklaim telah menemukan kota Maya yang hilang dengan berbekal teori bahwa bangsa Maya membangun kota sesuai konstelasi bintang.

Dengan bantuan citra satelit dari badan antariksa Kanada (Canada Space Agency/CSA) dan Google Maps, Gadoury memantau area Semenanjung Yucatan, Meksiko.


 
Seorang bocah Kanada berusia 15 tahun berhasil menemukan kota suku Maya yang hilang di sebuah hutan kawasan Meksiko. (dok.CNN)

Dengan mempelajari lokasi dari 117 kota Maya, ia membandingkan kota yang sudah ada dengan 23 konstelasi bintang yang berbeda. Sembari menginvestigasi konstelasi terakhir, ia melihat tiga bintang namun hanya ada dua kota yang telah teridentifikasi.

Gadoury menemukan bentuk geometris di sebuah bagian hutan Meksiko yang sulit diakses, yang kemudian dinyatakan sebagai piramida besar setinggi 86 meter dengan 30 struktur bangunan. Itu yang menjadi klaim bahwa ia berhasil mengungkap kota Maya yang hilang.

Stephennie Mulder, pakar arkeologi yang juga seorang profesor sejarah seni dan studi Timur Tengah di University of Texas, Austin menganggap Gadoury kemungkinan besar melakukan kesalahan.

Di dalam tulisan kolomnya di Los Angeles Time, Mulder mengatakan awalnya profesor dan ahli dalam studi bangsa Maya dari kampus yang sama, David Stuart yang menyadari hal ini.



Menurut Mulder, Stuart kala itu berargumen bahwa bentuk geometris yang dilihat oleh Gadoury melalui citra satelit adalah bidang pertanian yang masih kosong alias belum ditanami.

Sejak keraguan Stuart mencuat, banyak ahli yang turut mengecek kebenaran temuan "kota Maya" temuan Gadoury tersebut. Banyak juga yang berpendapat, bahwa bangsa Maya mengandalkan konstelasi bintang adalah hanya fiktif.

Namun dari situ, para arkeolog, ahli bangsa Maya, dan ilmuwan geospasial menyadari, bahwa teknologi remote-sensing telah merambah ke sektor survei lapangan arkeologis di lokasi seperti Yordania, Mesi, Peru, dan lain-lain.

Kemudian menurut Mulder, CSA dan ilmuwan geospasial Armand LaRocque yang membantu proses temuan Gadoury seharusnya sejak awal berkonsultasi terlebih dahulu kepada ahli bangsa Maya untuk memverifikasi objek penelitian sebelum memberikan penghargaan kepada Gadoury.

"Lalu untuk para pewarta media seharusnya bisa lebih kritis terhadap penemuan ilmiah. Jangan hanya menerima secara mentah apa yang disuguhkan di depan mata, seharusnya mengecek lebih dulu ke pakar atau ilmuwan yang tidak terlibat di dalam penelitian," tulis Mulder.



Ia juga menambahkan, walau dianggap salah ia tetap menghargai insiatif dan hasrat Gadoury yang melakukan penelitian itu di dalam kamarnya sendiri, dan punya penjelasan hipotesis mengenai bagaimana konstelasi bintang bisa mempengaruhi lokasi kota Maya.

Tim ilmuwan pun tidak menutup mata, apabila ada kota-kota Maya hilang sungguhan yang memang belum ditemukan. Bagi Mulder, hal terbaik untuk melakukan penelitian tersebut adalah kolaborasi antara ilmu arkeologi dan aspek ilmiah yang masuk akal sebagai pendukung studi.





Credit  CNN Indonesia