Senin, 08 Juni 2015

Traktat Investasi AS-China Terancam Berbagai RUU China


Traktat Investasi AS-China Terancam Berbagai RUU China  
Investor asing mengklaim China menutup akses investasi asing di berbagai sektor dengan membuat sejumlah peraturan baru. (Ilustrasi/Reuters/Toru Hanai)
 
 
Beijing, CB -- China dan Amerika Serikat akan bertukar syarat awal bagi traktat investasi, namun investor AS sudah khawatir dengan penerbitan berbagai peraturan yagn bisa mengancam masa depan pembicaraan itu.

Dengan saling bertukar persyaratan itu, kedua perekonomian terbesar di dunia ini akan menggarisbawahi sektor-sektor industri yang tertutup bagi investor asing. “Dafar Negatif Investasi” semacam ini akan mendefinisikan cakupan traktat yang sudah berapa bulan terlambat.

China memiliki lebih banyak pembatasan investasi asing dibandingkan Amerika Serikat, dan investor AS berharap satu traktat akan memberi mereka akses ke industri-industri yang sangat dikendalikan dari layanan finansial hingga kesehatan.


Tetapi tiga sumber yang mengetahui pembicaraan traktat itu mengatakan bahwa juru runding AS memperkirakan Beijing akan mengajukan “daftar negatif investasi” yang luas, denan mencatat bahwa dalam beberapa bulan terakhir negara ini menerapkan peraturan baru yang bisa semakin membatasi akses asing ke sektor-sektor sensitif.

“Setelah 35 tahun reformasi dan keterbukaan di China, ada cukup data yang mengisyaratkan bahwa sekarang sedang terjadi pemutarbalikan situasi,” kata salah satu sumber itu.

Kementerian perdagangan China tidak bisa dihubungi untuk dimintai pendapat, namun sebelumnya mengatakan bahwa investor asing menikmasi sejumlah kesempatan di China.

Beijing juga mengeluhkan pembatasan investasi China di sektor infrastruktur dan teknologi AS, dan mengatakan perusahaan-perusahaannya disasar dalam kajian keamanan nasional AS.

Akan tetapi China menyusun undang-undang seperti peraturan keamanan nasional dan LSM, yang dipandang oleh sejumlah pihak di komunitas bisnis asing sebagai agresif dan terlalu luas cakupannya.

Salah satunya adalah RUU Kemanan Nasional dan Anti-terorisme, yang bisa diundangkan tahun ini. RUU ini mewajibkan penggunaan teknologi “aman dan terkendali” dikembangkan di China.

RUU lain yang masih dibahas adalah RUU LSM asing harus memberi kekuasaan lebih besar pada polisi untuk mengawasi anggaran, agenda dan keputusan di bidang personalia.

Pesimisme Meluas

Langkah-langkah ini, ditambah kekhawatiran bahwa anggota badan legislatif China mensasar perusahaan asing dalam penyelidikan soal kompetisi, telah menyebabkan rasa pesimis tingkat tinggi di kalangan investor asing.

Kamar Dagang dan Industri Amerika di China minggu lalu mengirim surat keluhan atas RUU keamanan kepada pemerintah China.

“Surat itu merujuk pada pertanyaan dasar mengenai apakah komitmen China untuk membua pasarnya bagi investasi asing di masa depan akan menghasilkan tujuan yang diharapkan,” ujar KADIN AS dalam surat itu seperti dikutip Reuters.

Disebutkan bahwa RUU ini berisiko “membahayakan perundingan BIT (Traktak Investasi Bilateral yang sedang berjalan”.

Hubungan komersial juga diperumit dengan tuduhan Washington bahwa peretas China bertanggungjawab atas serangan teradap badan pemerintah dan perusahaan Amerika yang baru-baru ini terjadi.

Minggu lalu para pejabat AS menuduh peretas China membobol basis data pemerintah untuk mencuri dokumen empat juta pegawai federal. Ini adalah tuduhan mata-mata paling akhir yang dijatuhkan kepada China. Para pejabat China mengatakan klaim itu tidak ilmiah dan tidak bertanggungjawab.

Semua ini akan membayangi perundingan tingkat tinggi strategis dan ekonomi AS-China yang akan berlangsung Juni ini.



credit  CNN Indonesia