JAKARTA, CB - Direktur Energi Baru Terbarukan PT Pertamina (Persero) Yenni Andayani mengatakan, jika di masa lalu Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gas terbesar di dunia, maka di masa yang akan datang Indonesia akan menjadi importir gas.
Hal ini terjadi selain karena faktor kondisi supply and demand, juga karena arah kebijakan dalam negeri yang akan mendorong pemanfaatan gas untuk kebutuhan domestik. Saat ini Indonesia belum memiliki temuan lapangan gas baru yang memiliki cadangan sangat besar seperti di Bontang Kalimantan Timur, Arun Aceh, atau Tangguh Papua.
“Harapan kita ada pada lapangan di Blok Cepu dan juga Jambaran Tiung Biru. Namun itu pun sepertinya belum cukup," kata Yenni, melalui keterangan tertulis diterima Kompas.com, Sabtu (6/6/2015).
Dengan situasi tersebut, menurut Yenni, kebijakan impor harus ditempuh agar kebutuhan gas dalam negeri ini bisa terpenuhi dengan baik. "Kita semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan dalam negeri, namun jika tidak mencukupi tentunya kita harus mencari sumber lainnya,” jelas Yenni.
Untuk itu, Pertamina memanfaatkan ajang skala internasional seperti World Gas Conference yang digelar di Paris Perancis untuk membuka jaringan seluas-luasnya dengan para pemain di industri gas, seperti dengan Shell, Exxon, dan lainnya.
Kebutuhan gas dalam negeri terus meningkat dipicu oleh beberapa faktor, antara lain adanya proyek kelistrikan 35.000 megawatt (MW) yang membutuhkan gas sebagai bahan bakar, selain batubara dan juga bahan bakar minyak.
Selain itu, terjadi peningkatan permintaan sektor industri seiring laju pertumbuhan ekonomi serta sektor rumah tangga dan transportasi yang juga membutuhkan gas.
Credit KOMPAS.com