Rabu, 03 Juni 2015

4 Fakta Unik Candi Borobudur


CB, Jakarta - Di antara sendu cahaya purnama, ribuan lampion bakal diterbangkan ke langit Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, malam ini. Lampion-lampion yang menggantung di langit itu adalah pertanda berakhirnya prosesi Waisak, hari raya agama Buddha.

Candi yang dibangun pada masa Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra pada 824 Masehi ini memang menjadi tempat perayaan Waisak setiap tahunnya. Sebelum menerbangkan lampion, para biksu bersama umat Buddha membawa api dharma dan air berkah dari Candi Mendut ke Borobudur.

Doa-doa lalu dilantunkan hingga saatnya para biksu mengelilingi Borobudur sebanyak 3 kali atau pradaksina.

Namun tak cuma saat Waisak Borobudur menjadi pusat perhatian. Apalagi masih banyak fakta tersembunyi di balik kesohoran candi terbesar di dunia itu.

Berikut sederet fakta mengagumkan tentang Candi Borobudur yang dihimpun Liputan6.com pada Selasa (2/6/2015):


Misteri Nama Borobudur

Gubernur Jenderal Britania Raya, Thomas Stamford Raffles yang berjasa mengarahkan perhatian dunia pada susunan batu bergambar yang tersebar di daerah Kedu -- lokasi Borobudur menurut legenda Jawa. Hingga batu-batu yang sebagian besar telah terkubur di bawah gundukan tanah dan ditumbuhi semak belukar itu kemudian digali pada 1814.

Dia lantas menuliskan laporan temuannya itu lewat buku The History of Java pada 1817. Dan lewat buku itu pula nama Borobudur pertama kali dituliskan.

Tak banyak yang diketahui tentang asal-usul nama tersebut. Hingga kini pun masih misterius. Namun situs Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, pada zaman dahulu di sekitar Candi Borobudur tumbuh subur pohon budur. Budur diartikan sebagai pohon bodhi atau pohon kehidupan.

Di samping itu, Raffles juga disebut memiliki 3 versi arti dari nama Borobudur. Yakni, budur yang kuno (Boro= kuno, budur= nama tempat), lalu Sang Buddha yang agung (Boro= agung, budur= Buddha), dan Buddha yang banyak (Boro= banyak, budur= Buddha)

Sementara ahli Jawa Kuno, Poerbatjaraka disebutkan memiliki pendapat lain tentang arti nama Borobudur. Menurut dia, Borobudur berasal dari kata biara (tempat suci atau kuil) dan bidur yang berarti tempat tinggi.

Kedua kata itu bermakna kuil di tempat yang tinggi. Atau biara di Budur (Budur=nama tempat/desa).


 Disebut dalam Kitab Nagarakertagama

Nama Borobudur juga disebut dalam kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca 1365 Masehi. Dalam kitab itu diceritakan tentang adanya bangunan suci agama Buddha dari aliran Wajradhara yang disebut sebagai budur.

Laman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud menyebutkan, sampai saat ini kata budur hanya dipakai oleh masyarakat pedesaan yang bertempat tinggal di wilayah Borobudur.

Karena itu kata budur yang disebut dalam kitab Negarakertagama diperkirakan adalah Candi Borobudur.

Nagarakertagama bercerita tentang kehidupan pada zaman Kerajaan Majapahit. Kitab yang ditulis di atas pelepah lontar itu sendiri kini telah diakui oleh Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB atau UNESCO sebagai warisan dokumenter ingatan dunia (Memory of the World).


Mengapa Ditinggalkan?

Hingga saat ini belum ada yang bisa menjawab alasan mengapa Borobudur ditinggalkan hingga akhirnya terkubur dalam tanah sebelum ditemukan kembali oleh Raffles. Sebagian menduga, candi tersebut ditinggalkan karena bencana letusan Gunung Merapi.

Borobudur memang terletak di lokasi istimewa. Diapit 2 pasang gunung, Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur serta Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara. Juga Pegunungan Menoreh di sebelah selatan. Selain itu Borobudur juga terletak di antara 2 sungai, Progo dan Elo.

Pun begitu dengan asal batu-batu besar penyusun Borobudur yang masih misterius. Tak diketahui pasti dari mana batu tersebut didapatkan.


Danau Purba
Seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp mengajukan teori kontroversial pada 1931. Dia menyebut, daratan Kedu dulunya adalah sebuah danau purba.
Menurut dia, Borobudur merupakan perlambang bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Saat itu, hipotesa ini menjadi perdebatan hangat di kalangan para ilmuwan.
Sementara Van Bemmelen dalam bukunya The Geology of Indonesia menyebutkan, batu-batuan hasil letusan besar pada 1006 telah menutupi danau di Borobudur hingga menjadi kering. Material vulkanik itu pula yang diduga menutupi candi tersebut hingga dilupakan sebelum ditemukan kembali.
Namun masih diperlukan penelitian-penelitian lebih mendalam untuk menguak misteri di balik Candi Borobudur tersebut.



Credit  Liputan6.com