"Konsorsium ini kelanjutan dari konsorsium erythtropoetin sebagai bagian dari insentif riset dan sistem inovasi nasional. Produk ini akan berguna untuk pengobatan gagal ginjal, kemoterapi, dan juga anemia," kata Kepala LIPI, Prof Dr Iskandar Zulkarnain, di sela-ela penyerahan Research Cell Bank (RCB) kepada PT Bio Farma di Bandung, Senin.
Zulkarnain menyebutkan, pengembangan EPO yang itu juga bagian insentif riset sistem inobasi nasional Kementerian Ristek dan Dikti dan telah berlangsung sejak 2012.
Konsorsium EPO merupakan tindak lanjut dari konsorsium pada Forum Riset Vaksin Nasional (FRVN).
Kerjasama antara LIPI dengan PT Bio Farma ditandai dengan penyerahan research cell bank (RCB) EPO dari P2 Bioteknologi LIPI kepada PT Bio Farma yang nantinya akan mengembangkan menjadi produk.
Tahapan saat ini, proyek ini telah mendapat izin dari Balai POM, selanjutnya oleh Bio Farma akan dilakukan karakterisasi dan pengembangan berikutnya pda RCB sehingga siap diproduksi.
"Riset EPO ini telah berlangsung selama sepuluh tahun, butuh waktu empat tahun hingga ke uji klinis. Ini sebuah sejarah tersendiri bagi riset di Indonesia," kata Iskandar.
Sementara itu Direktur Utama PT Bio Farma, Iskandar, akan melanjutkan penelitian LIPI Biotek Cibinong itu, terutama untuk tahap karakterisasi dari RCB dan uji lain.
"Bio Farma akan meneruskan apa yang udah LIPI kerjakan, terutama untuk tahapan karakterisasi lanjutan agar clone dapat memenuhi aspek regulasi," katanya.
Selanjutnya, kata dia akan masuk pada fase pengembangan baik non cinical maupun clinical development.
"Mudah-mudahan dalam beberapa tahun mendatang sudah siap untuk dijadikan produk yang dapat membantu terapi pasien cuci carah, kemoterapi dan anemia," kata Iskandar.
Sementara itu peneliti P2 Bioteknologi LIPI, Dr Adi Santoso, menyebutkan EPO generasi kedua Darbepoetin Alfa memiliki beberapa keunggulan, antara lain waktu paruh yang lebih lama dari erythropoetin generasi pertama.
Darbepoetin menurut dia berfungsi untuk menstimulasi erythropoesis atau pembentukan sel darah merah dan digunakan untuk pengobatan anemia berat yang disebabkan gagal ginjal kronis dan kemoterapi.
"Pada penderita gagal ginjal, sel-sel yang menghasilkan erythropoetin tidak menghasilkan EPO dalam jumlah yang banyak, sedangkan para kemoterapi zat yang digunakan dalam kemoterapi akan menghalangi pematangan sel-sel darah merah yang baru," kata Santoso.
Ia menyebutkan EPO generasi kedua yang akan diproduksi itu memiliki keunggulan dengan lima elemen, sedangkan EPO generasi pertama hanya ada tiga elemen saja," katanya.
Sementara itu peneliti ahli pengembangan produk PT Bio Farma, Dr Neni Nurainy, menyatakan waktu paruh yang diperlukan sehingga kadar obat yang masuk dalam tubuh mencapai setengah dari jumlah yang diberikan.
Keunggulan dari darbepoetin, kata dia gugus gula yang lebih banyak dibandingkan EPO generasi pertama sehingga memiliki karekter waktu paruh dalam darah yang lebih lama.
"Dengan demikian frekuensi pemberian yang diberikan kepada pasien dapat ditekan, dari dua kali dalam seminggu menjadi cukup sekali dalam seminggu," kata Nurnainy.
Selain itu, ke depan produk EPO generasi kedua yang akan diproduksi PT Bio Farma dipastikan bisa mengurangi biaya pengobatan bagi para penderita gagal ginjal, kemoterapi maupun anemia.
Credit ANTARA News