Foto: US Navy
Jakarta -Tiga puluh tiga tahun lalu, lima tahun setelah George Lucas merilis film Star Wars: A New Hope, Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan menyampaikan pidato soal anggaran pertahanan dan ancaman nuklir dari Uni Soviet. Menurut Presiden Reagan, pada saat Amerika menahan diri untuk mengembangkan senjata, Uni Soviet malah melipatgandakan kekuatan militernya.
Dalam pidatonya yang belakangan dikenal sebagai pidato "Star Wars" itu, Presiden Reagan mengusulkan Amerika membangun sistem pertahanan strategis. Salah satu ide dalam sistem pertahanan ini, seperti yang diusulkan oleh mantan Direktur Lawrence Livermore National Laboratory Edward Teller kepada Presiden Reagan, adalah menembak misil yang mengancam wilayah Amerika dengan laser sinar-X dari satelit yang berada di orbit bumi.
Kala itu, ide senjata laser Dr Teller ini seperti kisah dalam film sains-fiksi belaka. Sebab, di laboratorium pun, walaupun sudah ada sejumlah penelitian, laser sinar-X ini belum ada kala itu. Tapi mimpi itu tinggal sejengkal lagi jadi kenyataan. Bahkan Tiongkok, membuntuti Amerika, turut membuat senjata laser ala Star Wars. Sudah beberapa tahun penguasa di Beijing menugasi Akademi Rekayasa Fisika dan Jiuyuan Hi-Tech Equipment Corporation merancang senjata laser.
Persis setahun lalu, Angkatan Laut Amerika Serikat memamerkan hasil uji coba senjata laser yang dipasang di kapal perang USS Ponce. Dalam video pendek itu, meriam Laser Weapon System buatan Raytheon Company berhasil menembak jatuh pesawat tanpa awak. Beberapa pekan lalu, giliran militer Negeri Panda unjuk gigi. Di layar televisi CCTV, senjata laser Low Altitude Guardian II (LAG II) berhasil menembak jatuh target di udara.
Senjata laser buatan Northrop Grumman/US Army
|
"Kami tak mengetesnya lagi. Ini sudah bisa bekerja," kata Laksamana Muda Matthew L. Klunder, Direktur Pusat Riset Angkatan Laut Amerika, dikutip Guardian. Senjata laser energi tinggi itu, menurut Laksamana Klunder, dikembangkan sebagai upaya mereka mencari jenis teknologi senjata baru masa depan. Selama uji coba, meriam laser di USS Ponce berhasil menghancurkan seluruh sasaran selama 12 kali uji coba. "Masa depan itu ada di sini," kata Peter Morrison, peneliti di Kantor Riset Angkatan Laut Amerika.
Tak seperti cahaya yang dihasilkan lampu yang menyebar ke pelbagai arah dengan banyak panjang gelombang, laser hanya terdiri atas satu panjang gelombang dan bergerak satu arah, sehingga energi yang dipancarkan benar-benar terfokus, membuatnya bisa menjadi senjata. Ada pelbagai jenis laser, bergantung pada sumber energi dan proses menghasilkannya. Mid-Infrared Advanced Chemical Laser (MIRACL), yang dikembangkan oleh Angkatan Udara Amerika misalnya, menggunakan sumber energi dari reaksi deuterium florida.
Keunggulan dari senjata laser ini adalah kecepatan tembakan, sangat jauhnya jangkauan, keleluasaan mengatur kekuatan, dan tidak adanya jejak. Ketika meriam sudah menembakkan laser, hampir tak mungkin targetnya berkelit karena laser melesat secepat kecepatan cahaya. Jika sumber energinya mencukupi, meriam laser bisa menembakkan "amunisi" nyaris tak terbatas. "Harga satu kali tembakan bisa kurang dari US$ 1," kata Laksamana Klunder. Bandingkan dengan harga satu misil, yang bisa mencapai ratusan ribu dolar AS.
Namun laser bukan tanpa nilai minus. Untuk menghasilkan laser dengan kekuatan weapon-grade, perlu sumber energi sangat besar. Karena laser ini panas, perlu pendingin untuk mesinnya. Yang pasti, meriam laser tak bisa menembak target tersembunyi atau sasaran yang terhalang bukit.
Memasang senjata laser di kendaraan tempur di darat atau kapal barangkali tak kelewat sulit. Lantaran butuh sumber energi sangat besar, yang paling pelik adalah memasang senjata laser pada pesawat jet tempur. Masalah lain, turbulensi dan atmosfer di atas sana membuat energi laser tersebar, sehingga kekuatan tembakan tak optimal.
Tapi Laboratorium Riset Angkatan Udara America Serikat (AFRL) yakin mereka bisa mengatasi masalah itu dalam lima tahun. Pada 2020, peneliti di AFRL yakin mereka bisa memasang senjata laser pada jet tempur, seperti F-16 atau F-22 Raptor.
Meriam laser di USS Ponce/US Navy
|
"Kami lihat teknologinya terus berubah dan makin matang. Ini titik balik bagi pertahanan nasional," kata Kelly Hammett, Kepala Insinyur AFRL, kepada CNN, beberapa hari lalu. Menurut Jenderal Herbert "Hawk" Carlisle, Komandan Komando Tempur Angkatan Udara Amerika, senjata laser akan mengubah konsep perang dalam 20 atau 25 tahun mendatang.
Credit Detiknews