Selasa, 22 Desember 2015

Mengenal Shinichi, Matematikawan yang Klaim Pecahkan Soal Rumit a+b=c


Mengenal Shinichi, Matematikawan yang Klaim Pecahkan Soal Rumit a+b=c
Foto: Kyoto University

Jakarta - Ada seorang matematikawan Jepang yang mengklaim telah memecahkan Konjektur ABC atau a+b=c. Namanya Shinichi Mochizuki, jenius matematika yang menuntut ilmu di Princeton University. Benarkah klaimnya? Sebagian mengamini klaim Shinichi, sebagian masih tak mengerti.

Siapa Shinichi hingga berani mengklaim memecahkan soal yang tak terpecahkan itu?

Dikutip dari berbagai sumber, Shinichi lahir di Tokyo, 29 Maret 1969. Saat usianya lima tahun, dia dan keluarganya pindah ke New York City. Dia lalu menempuh pendidikan di Akademi Phillips Exeter dan lulus pada 1985 pada usia 16 tahun.

Di tahun yang sama, Shinichi masuk ke Princeton University dan lulus tiga tahun kemudian dengan predikat salutatorian (predikat pujian tertinggi kedua setelah valedictorian). Empat tahun kemudian, atau di usia 23 tahun, Shinichi sudah mengantongi gelar doktor matematika.

Selesai menempuh pendidikannya, Shinichi bergabung dengan Institut Riset untuk Sains Matematika di Universitas Kyoto, Jepang, pada tahun 1992, dan dipromosikan menjadi profesor pada tahun 2002.

Informasi tambahan soal sosok misteriusnya, Shinichi juga diduga sebagai penemu bitcoin, mata uang virtual yang fenomenal. Sejumlah penyelidikan atas Satoshi Nakamoto yang disebut sebagai penemu bitcoin, mengarah padanya. Adapun nama Satoshi disebut hanya merupakan nama samaran.

Pada 30 Agustus 2012, Shinichi mengunggah empat artikel sepanjang 500 halaman ke Internet. Di artikel panjang itu, Shinichi mengklaim telah menemukan jawaban atas Konjektur ABC.

Shinichi tak mengirim artikelnya ke jurnal matematika. Dia hanya memajang artikelnya di Internet, tanpa berkoar-koar kepada matematikawan lain. Hingga seorang temannya di kantor, Akio Tamagawa, menemukannya dan mengirimkan jawaban Shinichi kepada matematikawan lain di sejumlah kampus, salah satunya Ivan Fesenko dari Universitas Nottingham, Inggris.

Ivan segera mengunduh artikel Shinichi dan buru-buru membacanya. Dahinya segera berkerut-kerut. "Tak mungkin untuk memahami jawaban Shinichi," kata Ivan kepada Scientific American. Merasa penasaran, Ivan mengirim jawaban Shinichi kepada sejumlah matematikawan spesialis geometri aritmatika, bidang yang ditekuni Shinichi.


Tapi reaksi mereka kurang-lebih serupa dengan Ivan Fesenko. "Mencermati jawaban Shinichi, kamu akan merasa tengah membaca artikel dari masa depan atau dari luar angkasa," kata Jordan Ellenberg, matematikawan dari Universitas Wisconsin, Madison, Amerika Serikat. Di artikelnya penuh bertebaran istilah baru dan tool matematika yang dibuat oleh Shinichi untuk menopang argumentasinya. "Dia benar-benar membuat dunianya sendiri," kata Moon Duchin, matematikawan dari Universitas Tuft, Amerika.

Tiga tahun sudah "jawaban" soal a + b = c itu dipelototi para matematikawan, tapi tak satu pun yang bisa sungguh-sungguh memahami atau menyimpulkan apakah jawaban Shinichi itu benar atau salah. Tak aneh jika Shinichi pun hampir frustrasi melihat tak ada satu pun sejawatnya yang memahami artikelnya. Menurut Shinichi, paling tidak butuh waktu 500 jam untuk memahami artikel 500 halaman itu. Untuk memahami artikelnya, kata Shinichi seperti dikutip Nature, matematikawan lain harus "menonaktifkan" pola pikir yang selama ini mereka ikuti.

Meski jawabannya belum bisa dipahami, namun Shinichi enggan meninggalkan Kyoto dan menjelaskan artikelnya dalam forum terbuka di luar Jepang. Kendati sangat lancar berbahasa Inggris, dia juga menolak memberikan kuliah soal artikelnya dengan bahasa Inggris. Kepada wartawan, Shinichi juga sangat irit bicara.

Menurut koleganya, Minhyong Kim, Shinichi bukan orang yang sangat tertutup. "Dia hanya sangat berfokus pada matematika," ujar Kim.

Shinichi akhirnya mau bicara menjelaskan jawabannya sekitar dua pekan lalu, dalam acara perkumpulan puluhan matematikawan di kampus Oxford, Inggris. Namun Shinichi tak terbang ke sana, dia hanya bersedia menjelaskan jawabannya lewat Skype. Hasilnya? Matematikawan yang hadir dalam pertemuan selama beberapa hari itu tetap tak benar-benar paham.


Credit  Detiknews